BAB IV PENGOLAHAN DATA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA

BAB Analisis Perbandingan Hasil LGO 8.1 & Bernese 5.0

B A B III GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

BAB III PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

B A B I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bab 1 pendahuluan

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

PENGARUH DATA METEOROLOGI TERHADAP NILAI KOORDINAT HASIL PENGAMATAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. tatanan tektonik yang kompleks. Pada bagian barat Indonesia terdapat subduksi

BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang

BAB 3 PEMBAHASAN DAN PENGOLAHAN DATA

Latar Belakang STUDI POST-SEISMIC SEISMIC GEMPA ACEH 2004 MENGGUNAKAN DATA GPS KONTINYU. Maksud & Tujuan. Ruang Lingkup

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA & ANALISIS

Jurnal Geodesi Undip April 2016

ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT

BAB 3 DATA DAN PENGOLAHAN DATA. Tabel 3.1 Data dampak penurunan tanah

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

PEMANTAUAN POSISI ABSOLUT STASIUN IGS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2014

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS. Lama Pengamatan GPS. Gambar 4.1 Perbandingan lama pengamatan GPS Pangandaran kala 1-2. Episodik 1 Episodik 2. Jam Pengamatan KRTW

Analisa Pengolahan Data Stasiun GPS CORS Gunung Merapi Menggunakan Perangkat Lunak Ilmiah GAMIT/GLOBK 10.6

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

Estimasi Nilai Pergeseran Gempa Bumi Padang Tahun 2009 Menggunakan Data GPS SuGAr

Penentuan Posisi dengan GPS

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi

STUDI KINERJA PERANGKAT LUNAK LEICA GEO OFFICE 8.1 UNTUK PENGOLAHAN DATA GPS BASELINE PANJANG TUGAS AKHIR. Oleh: SIDIQ PURNAMA AGUNG

Studi Kinerja Perangkat Lunak Starpoint untuk Pengolahan Baseline GPS Irwan Gumilar, Brian Bramanto, dan Teguh P. Sidiq

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penentuan posisi/kedudukan di permukaan bumi dapat dilakukan dengan

BAB III KARAKTERISTIK DAN PENGOLAHAN DATA GPS GUNUNGAPI PAPANDAYAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI TENTANG CONTINUOUSLY OPERATING REFERENCE STATION GPS (Studi Kasus CORS GPS ITS) Oleh: Prasetyo Hutomo GEOMATIC ENGINEERING ITS

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station)

BAB 2 STUDI REFERENSI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISA PERUBAHAN KARAKTERISTIK TEC AKIBAT LETUSAN GUNUNG MERAPI TAHUN 2010

Analisis Metode GPS Kinematik Menggunakan Perangkat Lunak RTKLIB

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK

DAFTAR PUSTAKA. Abidin, H.Z. (2000). Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. PT Pradnya Pramita, Jakarta. Cetakan kedua.

BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR

Pengamatan Pasang Surut Air Laut Sesaat Menggunakan GPS Metode Kinematik

Kuswondo ( )

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

sensing, GIS (Geographic Information System) dan olahraga rekreasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016

Pengaruh Waktu Pengamatan Terhadap Ketelitian Posisi dalam Survei GPS

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I-1

PENGGUNAAN KINEMATIK GNSS PRECISE POINT POSITIONING (PPP) PADA SURVEI GAYABERAT AIRBORNE SULAWESI

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

BLUNDER PENGOLAHAN DATA GPS

BAB I PENDAHULUAN I.1.

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System

URUTAN PENGGUNAAN E-GNSS SECARA UMUM

PPK RTK. Mode Survey PPK (Post Processing Kinematic) selalu lebih akurat dari RTK (Realtime Kinematic)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

GEOTAGGING+ Acuan Umum Mode Survei dengan E-GNSS (L1)

BAB IV ANALISIS Seismisitas sesar Cimandiri Ada beberapa definisi seismisitas, sebagai berikut :

BAB 4 ANALISIS. 4.1 Analisis Permasalahan Jaringan CORS IPGSN dan BPN

PEMODELAN MEKANISME GEMPA BUMI PADANG 2009 BERDASARKAN DATA SUGAR

Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016

BAB I PENDAHULUAN I-1

Analisa Perubahan Kecepatan Pergeseran Titik Akibat Gempa Menggunakan Data SuGar (Sumatran GPS Array)

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS (Abidin, 2007)

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S.

Jurnal Geodesi Undip Januari 2017

RANCANGAN PEMANFAATAN DATA TEC PADA SISTEM PPP NEAR REAL TIME DENGAN GPS FREKUENSI TUNGGAL

BAB II SEISMISITAS WILAYAH INDONESIA KHUSUSNYA PANGANDARAN DAN SURVEI GPS SEBAGAI METODE PEMANTAUAN DEFORMASI BUMI

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

B A B II ATMOSFER DAN GPS

PERHITUNGAN VOLUME DAN SEBARAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN CITRA IKONOS MULTI TEMPORAL 2011

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2015

Transkripsi:

BAB IV PENGOLAHAN DATA IV.1 SOFTWARE BERNESE 5.0 Pengolahan data GPS High Rate dilakukan dengan menggunakan software ilmiah Bernese 5.0. Software Bernese dikembangkan oleh Astronomical Institute University of Berne Swiss, salah satu institusi yang bergerak dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan. Software ini bisa digunakan untuk berbagai macam keperluan, antara lain : Pengadaan jaringan kontrol. Pemantauan fenomena geodinamika bumi. Pemodelan serta pemetaan troposfer dan ionosfer di suatu wilayah. Pemantauan penurunan bangunan-bangunan tinggi. Penentuan pusat masa bumi. Penentuan parameter rotasi bumi dan orbit satelit. Dan berbagai aplikasi yang membutuhkan ketelitian tinggi lainnya. Software Bernese versi 5.0 merupakan software Bernese generasi kelima yang dilengkapi dengan berbagai kelebihan dibanding generasi-generasi sebelumnya dalam hal kemudahan, kecepatan, serta algoritma dan pemodelan matematikanya. Di samping itu, tampilan Bernese 5.0 juga lebih baik. Dalam pengolahan data GPS menggunakan Bernese, data sudah dalam bentuk format RINEX (Receiver Indenpendent Exchange). Di dalam data format RINEX terdapat RINEX Observation files dan RINEX navigation files. Pada RINEX Observation files disimpan data pengamatan fase dan data pseudorange, sedangkan pada RINEX navigation files disimpan data-data orbit satelit. Data yang akan diolah dalam software Bernese adalah data 29

pengamatan fase dan pseudorange, sedangkan data navigation files tidak digunakan. Untuk mengganti informasi orbit satelit dari navigation files, maka digunakan GPS data precise ephimeris yang didapatkan dari International GNSS Service (IGS) sebagai data yang memberikan informasi posisi orbit lebih teliti. Pada tugas akhir ini, data pengamatan stasiun IGS High-Rate titik JOG2 dan DGAR didapatkan dari CDDIS (The Crustal Dynamics Data Information System). Data pengamatan disimpan setiap 15 menit dalam satu RINEX, sehingga untuk mendapatkan data pengamatan yang lama perlu dilakukan penggabungan RINEK. Penggabungan tersebut dilakukan setiap 6 jam. Pada saat pengamatan, data yang didapatkan tidak terlepas dari kesalahan dan bias. Oleh karena itu diperlukan parameter-parameter untuk mengurangi kesalahan dan bias tersebut. Parameter-parameter tersebut adalah parameter model Atmosfer (.ION), parameter Orbit (.ERP,.DCB,.PRE dan.iep), dan informasi jam satelit yang kemudian akan digunakan sebagai acuan untuk mengkoreksi kesalahan jam. IV. 2 PSEUDO KINEMATIK SOFTWARE BERNESE Pada umumnya Pseudo Kinematik dikenal sebagai metode penentuan posisi GPS statik yang lama pengamatannya singkat untuk keperluan survey, namun Software Bernese membuat terminologi yang berbeda. Metode penentuan posisi Pseudo Kinematik Software Bernese merupakan metode yang digunakan untuk menentukan solusi kinematik dari pengamatan GPS dengan menggunakan data fase dan data code. Proses ini dilakukan secara double-difference, yaitu mengolah data dari 2 station koordinat, salah satu titik digunakan sebagai titik statik dan satunya lagi sebagai kinematik. Pada mode Bernese, salah satu solusi koordinat statik yang dihasilkan digunakan sebagai patokan untuk menentukan solusi koordinat 30

kinematik. Koordinat statik JOG2 yang digunakan adalah 7 o 45 49.728417 LS, 110 o 22 20.858984 BT dan tinggi 174.0773 m pada datum WGS 1984. Solusi koordinat kinematik yang didapat merupakan selisih koordinat dari koordinat statik. Sebelum menentukan solusi koordinat kinematik terlebih dahulu dilakukan penentuan nilai parameter estimasi Ionosfer, Troposfer dan Ambiguitas fase secara statik. Setelah didapatkan nilai parameter estimasi kemudian dilakukan perhitungan koordinat tiap epok. Untuk pengolahan titik statik (receiver tidak bergerak), berarti solusi koordinat tidak berubah dalam beberapa meter. Mode ini tidak bisa bekerja dengan baik pada receiver yang bergerak cepat. Sama halnya dengan, tingkat ketelitian yang dihasilkan pada metode ini bergantung pada faktor-faktor umum seperti geometri satelit, jumlah satelit, kondisi ionosfer dll. Metode tersebut banyak diaplikasikan pada pemantauan geodinamika bumi, pengamatan atmosfer, erupsi gunung api dll. Pada Tugas Akhir ini, metode Pseudo Kinematik digunakan untuk menentukan solusi koordinat kinematik stasiun GPS High-Rate Yogyakarta tiap epok. Berikut adalah program-program pengolahan Pseudo Kinematik pada Software Bernese 5.0 : RXBOV3 Mengkonversi data pengamatan (RINEX) pada format Bernese. POLUPD Mengkonversi data Informasi Orbit pada format Bernese. PRETAB Membuat Tabular Orbit dan File Jam Satelit CODSPP Proses Sinkronisasi Jam Satelit dengan jam Receiver SNGDIF Pembentukan Baseline antar titik GPS MAUPRP Penyaringan Cycle Clips 31

GPSEST Pemeriksaan kualitas data dan penyimpanan residu. REDISP Melihat residu yang ada pada data. RESRMS Penyaringan Residu SATMARK Pembuangan Outliers GPSEST Membuat solusi ionosfer bebas. GPSEST Menentukan resolusi ambiguitas fase dengan metode Quasi Ionospher Free (QIF) GPSEST Solusi Kinematik Data yang diolah adalah data setiap 6 jam pengamatan, ini dilakukan karena keterbatasan software Bernese 5.0 dalam pengolahan jumlah epok. Pada Bernese 5.0 jumlah maksimal epok yang bisa disimpan adalah 30.000. Panjang Baseline kedua titik antara Diego Garcia (DGAR) dengan Yogyakarta (JOG2) adalah 4118.226558 Km yang didapatkan dari hasil program SNGDIF. Sebagai informasi, data dari stasiun GPS High-Rate Yogyakarta putus selama 1 jam, yaitu pada pukul 21.30.00-22.29.59 waktu UTC DoY 147. Pengolahan data Rineks per 6 jam dilakukan untuk menentukan parameter-parameter estimasi seperti troposfir, ionosfer, ambiguitas fase dan penyaringan residu. Kemudian pada tahapan solusi koordinat kinematik tiap epok, observation windows memecah setiap 1 jam. Untuk tingkat ketelitian dari hasil pengolahan dapat dilihat secara lengkap pada lampiran C. 32

Berikut adalah contoh standar deviasi dari DoY 146. Gambar 4.1 Standar Deviasi DoY 146 Pemecahan setiap 1 jam ini mengakibatkan tidak sinkronnya koordinat antar 1 jam atau bisa disebut dengan Jump/Loncatan. Setelah penggabungan koordinat setiap 1 jam, hasil koordinat setiap 6 jam tersebut kembali digabungkan setiap hari (per DoY). Jump kembali terjadi karena pemecahan nilai ambiguitas fase setiap 6 jam yang berbeda. Untuk itu diperlukan metode untuk menghilangkan jump setiap 6 jam dan 1 jam. Pada saat penggabungan jump, diasumsikan bahwa koordinat sebelumnya dianggap benar. Sebagai contoh, dalam penggabungan koordinat kinematik hasil pengolahan pada DoY 145 pukul 00.00.00-05.59.59 UTC, maka selisih antara detik ke 3600 dengan detik 3599 dijadikan nol (0), demikian seterusnya setiap kelipatan 1 jam. Begitu pula dengan penggabungan jump per 6 jam, namun nilai selisih yang dijadikan nol (0) adalah antara detik ke 21601 dengan detik ke 21600. 33

Berikut adalah persamaan yang digunakan : Δu t t-1 = u t - u t-1... (1) ΔÛ t t-1 = 0, t modulus 3600... (2) ΔÛ t t-1 = 0, t modulus 21600... (3) Û t = Û t-1 + ΔÛ t t-1... (4) Dengan : t u t Δu t t-1 ΔÛ t t-1 Û t t modulus 3600 t modulus 21600 : Waktu, dalam detik : Koordinat pada detik ke t : Selisih koordinat antar detik : Selisih koordinat yang sudah dikoreksi : Koordinat yang sudah dikoreksi : Untuk penghilangan jump per 1 jam : Untuk penghilangan jump per 6 jam Gambar dibawah merupakan contoh dari penghilangan jump setiap 1 jam komponen Northing DoY 144 12.00.00-17.59.59 UTC dan penghilangan jump setiap 6 jam komponen Northing DoY 146 00.00.00-23.59.59 UTC. 34

Gambar 4.2 Contoh Penggabungan Jump 1 Jam Komponen Northing DoY 145 Gambar 4.3 Contoh Penggabungan Jump Per 6 Jam Komponen Northing Pada DoY 148 35

IV. 3 METODE FILTERING FINITE DIFFERENCE Penggabungan koordinat kinematik setiap 6 jam setiap satu hari, setelah itu kemudian dilakukan filtering dengan metode Finite Difference. Metode ini sama dengan metode sebelumnya pada proses penghilangan jump tiap jam dan jump tiap 6 jam. Pada proses penggabungan Jump nilai yang ditentukan merupakan modulus dari indeks waktu, sedangkan pada Finite Difference ditetapkan sebuah Kosntanta (C) sebagai nilai selisih koordinat antar detik yang akan dibuang atau dianggap outlier, nilai tersebut ditentukan dengan asumsi bahwa tidak ada pergeseran lebih besar dari C mengacu pada skala gempa Yogya yang ditimbulkan yakni 6,3 SR. [USGS, 2006]. Besar nilai konstanta yang digunakan adalah 20 cm. Berikut adalah pesamaannya [Baker, 1995] : Δu t t-1 = u t - u t-1...persamaan (5) ΔÛ t t-1 = Δu t t-1, jika Δu t t-1 < C...Persamaan (6) ΔÛ t t-1 = 0, jika Δu t t-1 > C...Persamaan (7) Û t = Û t-1 + ΔÛ t t-1...persamaan (8) Dengan : t u t Δu t t-1 ΔÛ t t-1 Û t C : Waktu, dalam detik : Koordinat pada detik ke t : Selisih koordinat antar detik : Selisih koordinat yang sudah dikoreksi : Koordinat yang sudah dikoreksi : Konstanta yang ditentukan (20 cm) 36

Gambar 3.4, 3.5, dan 3.6 merupakan contoh proses Finite Difference ketiga komponen Northing, Easting dan Up pada DoY 146. Gambar 4.4 Proses Finite Difference Komponen Northing DoY 146 Gambar 4.5 Proses Finite Difference Komponen Easting DoY 146 37

Gambar 4.6 Proses Finite Difference Komponen Up DoY 146 Dari gambar dapat terlihat perbedaan sebaran titik antara grafik sebelum dan sesudah dilakukan Finite Difference. Sebaran titik-titik pada grafik sesudah proses filtering tersebut terlihat berkurang dibandingkan grafik yang sebelumnya, sebaran titik-titik tersebut adalah outlier yang dihilangkan pada proses Finite Difference. Perlu ditekankan disini bahwa outlier yang dihilangkan adalah selisih koordinat antar detik yang lebih besar dari 20 cm, hal ini berarti hanya pada batasan angka tersebut saja outlier yang dihilangkan. Akibatnya masih ada solusi koordinat sisa yang masih bercampur dengan outlier. Dengan kata lain, selisih koordinat yang bernilai kurang dari 20 cm masih bisa dianggap benar. Hal ini dapat menyebakan perambatan kesalahan dan munculnya Jump yang seharusnya tidak terjadi. Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar grafik DoY 145 (1 Hari sebelum gempa). 38

Gambar 4.7 Proses Finite Difference Komponen Northing DoY 145 Gambar 4.8 Proses Finite Difference Komponen Easting DoY 145 39

Gambar 4.9 Proses Finite Difference Komponen Up DoY 145 Pada DoY 145 terjadi Jump setelah proses filtering, ini dapat dilihat pada Komponen Northing dan komponen Up. Hal ini mucul karena masih adanya outlier yang tidak terdeteksi pada setiap selisih koordinat kurang dari 20 cm. Standar deviasi pengolahan dari DoY 145 dapat dilihat pada gambar 3.10. Gambar 4.10 Standar Deviasi DoY 145 40