Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016

dokumen-dokumen yang mirip
KATA PENGANTAR. Ir. Gamal Nasir,MS Nip

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2011

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari 2013 Direktur Jenderal Perkebunan, Ir. Gamal Nasir,MS Nip

KATA PENGANTAR. Ir. Gamal Nasir, MS Nip

KATA PENGANTAR Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016

STANDAR BAKU INDIKATOR KINERJA (SBIK) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TERKAIT INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

LAKIP. (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon Tahun 2013

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN LAKIN DIREKTORAT TANAMAN TAHUNAN DAN PENYEGAR

RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015

Direktorat Jenderal Perkebunan KATA PENGANTAR

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 10/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2015

PENETAPAN KINERJA (PK) SATKER LINGKUP DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2013

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

Disampaikan pada: RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN TAHUN 2018 Jakarta, Januari 2017

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... I. Pendahuluan Latar Belakang Pembangunan Perkebunan... 1

Direktorat Jenderal Perkebunan

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum...

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN 2016

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari 2013 Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar. IR. H. AZWAR AB, MSi. NIP

BAB II RENCANA STRATEJIK

Jakarta, Januari 2016 Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar. Dr.Ir. Dwi Praptomo Sudjatmiko, MS NIP

Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian

Direktorat Jenderal Perkebunan KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR. Surabaya, Pebruari 2014 KEPALA DINAS PERKEBUNAN PROVINSI JAWA TIMUR

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kinerja Tahunan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat 2015

Program Pembangunan Perkebunan 2018

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Perkebunan

Hal i. LAKIP-Direktorat Tanaman Semusim 2012

L A K I P - BBPPTP Medan Tahun 2014 L A K I P - BBP2TP Medan Tahun 2012 KATA PENGANTAR

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.

LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN TAHUN 2012

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN PONTIANAK

2

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN

R E N S T R A. Draft Revisi Rencana Strategis. Direktorat Jenderal Perkebunan

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN KINERJA (LKJ)

KATA PENGANTAR. LAKIP- Direktorat Tanaman Semusim 2013

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAKIP (LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH) DIREKTORAT PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA TAHUN 2012 KATA PENGANTAR

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

Rencana Kinerja tahunan (RKT) Tahun 2014 BBPPTP Medan 1

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014

BAB VI INDIKATOR KINERJA OPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN DI LAHAN GAMBUT

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

RANCANGAN PROGRAM DITJEN PERKEBUNAN PERIODE MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN ANDALAN

, ,56 99, , ,05 96,70

Indikator Kinerja, Target dan Realisasi Pada Sasaran

Revisi ke 02 Tanggal : 08 April 2015

KEGIATAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TAHUN Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 31 Mei 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

LOG O LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari Pj Direktur Perbenihan Perkebunan. Ir.H. Muhammmad Anas,M.Si NIP

STANDAR PELAYANAN PUBLIK BBPPTP Ambon

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana.

KATA PENGANTAR. Rencana Kinerja Tahunan Ditjen Tanaman Pangan Tahun 2014

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

-1- GUBERNUR BALI, Jdih.baliprov.go.id

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG

Renstra BKP5K Tahun

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

BAB. I PENDAHULUAN. untuk menilai Kinerja Dinas Pertanian dan Perkebunan beserta perangkat-perangkatnya.

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

KATA PENGANTAR. perencanaan kegiatan Dinas Perkebunan Provinsi Riau Tahun Pekanbaru, Desember 2015 KEPALA DINAS PERKEBUNAN PROPINSI RIAU,

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2016 DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM DAN REMPAH KEMENTERIAN PERTANIAN

FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 2015

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya perkebunan dalam rangka peningkatan daya saing usaha perkebunan, nilai tambah,

L A K I P - BBP2TP Medan Tahun Page 1

LAKIP DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN JAKARTA, FEBRUARI 2012 DIREKTORAT PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

Transkripsi:

KATA PENGANTAR Serangkaian proses restrukturisasi program dan kegiatan pembangunan perkebunan tahun 2015-2019 diawali dari penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Perkebunan, yang selanjutnya dijabarkan dalam Rencana Kinerja Tahunan, Perjanjian Kinerja dan diakhiri dengan penyusunan Laporan Kinerja (LAKIN). Laporan Kinerja merupakan pertanggungjawaban kinerja suatu instansi/organisasi dalam mencapai tujuan atau sasaran strategis instansi. Beberapa aturan yang mendasari Laporan Kinerja yaitu Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah, Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pertanian dan Peraturan MenPAN & RB Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Hasil pengukuran kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016 dibandingkan dengan target Perjanjian Kinerja Tahun 2016 adalah: 1) terhadap rata-rata pertumbuhan produksi tanaman tebu, mengalami penurunan sebesar (-11,01%) dari target sebesar 10,03% atau baru mencapai 88,99% (2,222 juta ton dari target 2,749 juta ton GKP) ; 2) terhadap ratarata pertumbuhan produksi tanaman perkebunan unggulan lainnya, mencapai 1,36% dari target 2,45%. Hasil pengukuran kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016 dibandingkan dengan beberapa Tahun sebelumnya adalah: 1) terhadap Kinerja Tahun 2014 rata-rata pertumbuhan produksi tebu mencapai 80,00% dan rata-rata peningkatan produksi tanaman perkebunan unggulan lainnya mencapai 94,75%; 2) terhadap kinerja Tahun 2015, rata-rata pertumbuhan produksi tebu mencapai 89,58% dan rata-rata peningkatan produksi tanaman perkebunan unggulan lainnya mencapai 99,25%. Hasil pengukuran kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016 dibandingkan dengan target Renstra Ditjen Perkebunan Tahun 2015-2019 adalah: 1) produksi tebu mencapai 61,63% dan 2) produksi tanaman perkebunan unggulan lainnya mencapai 76,14%. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja realisasi penyerapan anggaran pelaksanaan Program Peningkatan Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Berkelanjutan pada tahun 2016 sebesar Rp.1.042.696.281.803,- atau mencapai 87,44% dari total pagu anggaran sebesar Rp.1. 192.418.283.000,- atau 90,00% jika dibandingkan dengan pagu setelah selfbloking Rp. 1.086.118283.000,- dengan realisasi fisik 97,73%. Pelaksanaan Pembangunan perkebunan tidak terlepas dari permasalahan, hambatan dan kendala, namun dengan upaya percepatan dan penanganan serta langkah-langkah strategis permasalahan tersebut dapat diminimalisir dampaknya bagi pembangunan perkebunan. Dokumen Laporan Kinerja (LAKIN) Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016 ini tersusun berkat dukungan dan kerjasama yang sinergis dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, semoga dokumen ini menjadi pertanggungjawaban kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan. i

IKHTISAR EKSEKUTIF ini dibuat dalam rangka perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 43 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian bahwa Direktorat Jenderal Perkebunan adalah unsur pelaksana pada Kementerian Pertanian yang dipimpin oleh Direktur Jenderal dan bertanggung jawab kepada Menteri Pertanian. Laporan ini disusun sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014, tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan dalam penyusunannya mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Per Men-PAN & RB) Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Tantangan yang akan dihadapi pembangunan perkebunan ke depan dalam ruang lingkup sub sektor perkebunan terutama berkaitan dengan kondisi perkebunan secara khusus dari aspek hulu dan hilir dapat diklasifikasikan yaitu: 1. Ketersediaan benih dan sarana produksi 2. Keterbatasan, penurunan kualitas, status kepemilikan, persaingan pemanfaatan, degradasi dan konversi/ alih fungsi lahan ii

3. Pemberdayaan pekebun (implikasi peningkatan kemampuan pekebun dalam usaha agribisnis perkebunan) 4. Kondisi pertanaman perkebunan (implikasi banyaknya tanaman tua dan tanaman dengan produktivitas rendah) 5. Tuntutan penerapan konsep pembangunan perkebunan berkelanjutan yang berwawasan 6. Tuntutan pengaturan perizinan usaha perkebunan (implikasi reformasi birokrasi perizinan dalam era otonomi daerah) 7. Konflik dan gangguan usaha perkebunan (implikasi keamanan, kenyamanan berusaha serta penciptaan minat dan iklim investasi) Perumusan agenda prioritas NAWACITA yang menjadi tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Perkebunan adalah mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik melalui peningkatan kedaulatan pangan dengan sasaran produksi gula Tahun 2019 mencapai 3,8 juta ton. Selain itu agenda prioritas terkait akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan agroindustri berbasis komoditas perkebunan dengan sasaran produksi Tahun 2019 untuk komoditas kelapa sawit sebesar 36,42 juta ton CPO; komoditas karet sebesar 3,81 juta ton karet kering; komoditas kakao sebesar 961 ribu ton biji kering; komoditas teh sebesar 162,7 ribu ton daun kering; komoditas kopi sebesar 778 ribu ton kopi berasan; dan komoditas kelapa sebesar 3,49 juta ton setara kopra. Sesuai hasil analisis terhadap potensi, permasalahan, peluang dan tantangan pembangunan perkebunan ditetapkan bahwa program pembangunan perkebunan Tahun 2015-2019 yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perkebunan adalah "peningkatan produksi iii

dan produktivitas tanaman perkebunan berkelanjutan". Adapun proyeksi Indikator Kinerja Program Ditjen. Perkebunan Tahun 2015-2019, disajikan sebagaiu berikut: Target IKP per tahun No. Indikator Rata- rata 2015 2016 2017 2018 2019 1. Laju peningkatan produksi tanaman tebu (%) 12,91 10,03 7,03 4,57 4,37 7,78 2. Laju peningkatan produksi tanaman unggulan perkebunan lainnya (%) 16,35 2,45 2,9 2,89 2,86 5,49 Capaian kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan terhadap indikator makro, selama lima tahun terakhir (2011-2015) mengalami peningkatan pada semua indikaor khususnya PDB berdasarkan harga berlaku mencapai 11,27% dan berdasarkan harga konstan Tahun 2011 juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik, Keterlibatan tenaga kerja di sektor perkebunan yang diperkirakan untuk Tahun 2016 berjumlah 23,38 juta orang mengalami peningkatan sebesar 3,24%. Neraca perdagangan untuk komoditi perkebunan Tahun 2016 mencapai US$ 20,72 milyar, mengalami penurunan rata-rata sebesar 1,59% sejak Tahun 2011. Pada Tahun 2011-2015 hasil ekspor perkebunan mengalami penurunan rata-rata sebesar 0,51% setiap tahun, sedangkan Nilai Tukar Petani (NTP) Perkebunan Rakyat yang merupakan salah satu indikator kesejahteraan petani pada bulan Januari 2016 sebesar 104,41 dan pada bulan September 2016 mencapai 107,85 dan mengalami kenaikan sebesar 3,57% dibandingkan dengan Tahun 2013 sebesar 104,13. Pada umumnya produksi komoditas utama perkebunan selama 6 tahun (2011 2016) mengalami kenaikan dengan laju pertumbuhan produksi rata-rata sebesar 3,51% per tahun, secara berurutan yaitu sagu (42,37%), cengkeh (14,75%), pala (9,26%), kelapa sawit (7,58%), jambu iv

mete (2,71%), karet (1,15%), tembakau (0,83%) dan kopi (0,11%). Namun sebaliknya beberapa komoditas mengalami penurunan produksi yang cukup serius yaitu kemiri sunan (-20,00%), kapas (-14,47%), nilam (-7,03%), kelapa (-1,84%), lada (-1,08%), kakao (-1,10%), teh (-0,58%) dan tebu (-0,07%). Kenaikan produksi tersebut tidak terlepas dari keberhasilan dalam memilih kegiatan-kegiatan prioritas yang dapat menstimulasi peningkatan produksi tanaman melalui penerapan IPTEK dan 4-ASI (intensifikasi, rehabilitasi, ekstensifikasi dan diversifikasi), yang didukung dengan sistem penyuluhan, pengawalan, pendampingan yang intensif dan keterkaitan antara seluruh aspek budidaya dan penyiapan benih, perlindungan tanaman, pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan serta aspek penelitian dan pengembangan sehingga teknologi mudah diakses. Sedangkan terjadi penurunan produksi secara umum disebabkan oleh anomali iklim dan terjadinya penurunan luas areal tanaman. Khusus untuk kemiri sunan produksi sangat minim karena sebagian besar tidak dipanen akibat belum tersedianya unit pengolahan hasil (UPH) dan tidak ada pembelinya. Hasil pengukuran kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016 dibandingkan dengan target Perjanjian Kinerja Tahun 2016 adalah: 1) terhadap rata-rata pertumbuhan produksi tanaman tebu, mencapai 88,99% atau (-11,01% dari target 10,03%; 2) terhadap rata pertumbuhan produksi tanaman perkebunan unggulan lainnya, mencapai 1,36% dari target 2,45%. Hasil pengukuran kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016 dibandingkan dengan beberapa Tahun sebelumnya adalah: 1) terhadap Kinerja Tahun 2014 rata-rata pertumbuhan produksi tebu mencapai 80% v

dan rata-rata peningkatan produksi tanaman perkebunan unggulan lainnya mencapai 98,84%; 2) terhadap kinerja Tahun 2015, rata-rata pertumbuhan produksi tebu mencapai 89,58% dan rata-rata peningkatan produksi tanaman perkebunan unggulan lainnya mencapai 103,54%. Hasil pengukuran kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016 dibandingkan dengan target Renstra Ditjen Perkebunan Tahun 2015-2019 adalah: 1) produksi tebu mencapai 61,63% dan 2) produksi tanaman perkebunan unggulan lainnya mencapai 76,14%. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja realisasi penyerapan anggaran pelaksanaan Program Peningkatan Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Berkelanjutan pada tahun 2016 sebesar Rp.1.042.696.281.803,- atau mencapai 87,44% dari total pagu anggaran sebesar Rp.1. 192.418.283.000,- atau 90,00% jika dibandingkan dengan pagu setelah self-bloking Rp. 1.086.118283.000,- dengan realisasi fisik 97,73%. Pelaksanaan Pembangunan perkebunan tidak terlepas dari permasalahan, hambatan dan kendala, namun dengan upaya percepatan dan penanganan serta langkah-langkah strategis permasalahan tersebut dapat diminimalisir dampaknya bagi pembangunan perkebunan. vi

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i IKHTISAR EKSEKUTIF... ii DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Organisasi... 4 1.3. Aspek Strategis Organisasi... 16 1.3.1. Tantangan Pembangunan Perkebunan Dalam Ruang Lingkup Global... 17 1.3.2. Tantangan Pembangunan Perkebunan Dalam Ruang Lingkup Sektor Pertanian... 18 1.3.3. Tantangan Pembangunan Perkebunan Dalam Ruang Lingkup Sub Sektor Perkebunan... 19 BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA... 21 2.1. Perencanaan Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015 2019... 21 2.1.1. Visi Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019... 24 2.1.2. Misi Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019... 24 2.1.3. Tujuan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019... 25 2.1.4. Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019... 28 2.1.5. Sasaran Strategis Direktorat Jenderal Perke- Bunan... 30 2.1.6. Program Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019... 34 vii

2.1.7. Agenda Prioritas NAWACITA Tahun 2015-2019... 37 2.1.8. Kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019... 40 2.1.9. Kaitan Kegiatan Dengan Fokus Kegiatan Pembangunan Perkebunan Tahun 2015-2019... 41 2.2. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2016... 48 2.2.1. Sasaran Kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016... 48 2.3. Perjanjian Kinerja... 53 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA... 57 3.1. Pengukuran Kinerja... 57 3.2. Kriteria Ukuran Keberhasilan... 57 3.3. Pencapaian Kinerja... 59 3.3.1. Pencapaian Kinerja Capaian Sasaran Program (Outcomes)... 59 3.3.1.1. Pencapaian Kinerja terhadap Sasaran Program Tahun Ini... 61 3.3.1.2. Pencapaian Kinerja terhadap Pencapaian Kinerja Beberapa Tahun Terakhir... 87 3.3.1.3. Pencapaian Kinerja terhadap sasaran Renstra... 90 3.3.2. Capaian Kinerja Lainnya... 91 3.3.2.1. Pencapaian Kinerja Indikator Makro... 91 3.3.2.2. Pencapaian Indikator Mikro... 93 3.3.2.3. Produksi... 93 3.3.2.4. Produktivitas... 94 3.3.2.5. Luas... 95 3.4. Serapan Anggaran Program Direktorat Jenderal Perkebunan... 96 viii

3.4.1 Serapan Anggaran Berdasarkan Kegiatan Utama... 98 3.4.2. Penyerapan Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja... 99 3.4.3 Penyerapan Anggaran Berdasarkan Output Kegiatan Ditjen Perkebunan... 100 3.4.3.1. Pengembangan Tanaman Rempah dan Penyegar... 101 3.4.3.2. Pengembangan Tanaman Semusim... 101 3.4.3.3. Pengembangan Tanaman Tahunan dan Penyegar... 101 3.4.3.4. Penanganan Pasca Panen dan Pengembangan Usaha... 102 3.4.3.5. Dukungan Perlindungan Perkebunan... 103 3.4.3.6. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya... 103 3.4.3.7. Dukungan Pengujian dan Pengawasan Mutu Benih Serta Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan... 104 3.4.3.8. Pengembangan Tanaman Semusim dan Rempah... 105 3.4.3.9. Dukungan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan... 106 3.4.3.10. Dukungan Perbenihan Tanaman Perkebunan... 106 3.4.4. Penyerapan Anggaran Berdasarkan Satker Lingkup Ditjen Perkebunan... 106 3.4.4.1. Permasalahan Umum dan Isu Strategis Tahun 2016... 110 BAB IV PENUTUP... 114 4.1. Kesimpulan... 114 4.2. Saran Rekomendasi... 120 ix

DAFTAR TABEL Tabel 1 : Indikator Kinerja Program (IKP) Peningkatan Produk- si dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Berkelan- jutan Tahun 2015-2019... 36 Tabel 2 : Perjanjian Kinerja (PK) Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016... 55 Tabel 3 : Pencapaian Kinerja Tahun 2016 terhadap Perjanjian Kinerja Tahun 2016 Dilihat Dari Rata-rata Pertumbuhan Produksi... 61 Tabel 4 : Analisis Pencapaian Kinerja Sasaran Program Komoditas Strategis Ditjen Perkebunan Tahun 2016 62 Tabel 5 Tabel 6 : Rekomendasi Solusi Akar Permasalahan Produksi Gula Tebu... 66 : Kegiatan Dukungan Pencapaian Target Peningkatan Produksi Gula APBN Ditjen Perkebunan Tahun 2016.... 68 Tabel 7 : Rekomendasi Akar Permasalahan Komoitas Perkebunan Unggulan Lainnya... 73 Tabel 8 : Kegiatan Pengembangan Tanaman Kakao Tahun 2016...... 74 Tabel 9 : Kegiatan Pengembangan Teh Tahun 2016...... 72 Tabel 10 : Kegiatan Pengembangan Kelapa Sawit Tahun 2016. 74 Tabel 11 : Rekomendasi Akar Permasalahan Komoditas Perkebunan Unggulan Lainnya... 77 Tabel 12 : Kegiatan Pengembangan Karet Tahun 2016... 78 Tabel 13 : Kegiatan Pengembangan Kelapa Tahun 2016... 79 Tabel 14 : Pengembangan Tanaman Kopi Tahun 2016... 80 x

Tabel 15 : Pengembangan Tanaman Jambu Mete Tahun 2016... 81 Tabel 16 : Pengembangan Tanaman Kapas Tahun 2016... 81 Tabel 17 : Pengembangan Tanaman Nilam Tahun 2016... 82 Tabel 18 : Pengembangan Tanaman Tembakau Tahun 2016 83 Tabel 19 : Pengembangan Tanaman Lada Tahun 2016... 84 Tabel 20 : Pengembangan Tanaman Pala Tahun 2016... 85 Tabel 21 : Pengembangan Tanaman Cengkeh Tahun 2016... 86 Tabel 22 : Pengembangan Tanaman Kemiri Sunan Tahun 2016... 87 Tabel 23 : Pencapaian Kinerja Tahun 2016 Dibandingkan Terhadap Pencapaian Kinerja Tahun 2014 dan Tahun 2015... 87 Tabel 24 : Pencapaian Kinerja Tahun 2016 terhadap Tahun 2015 Dan Tahun 2014 per Komoditas... 89 Tabel 25 : Pencapaian Kinerja Tahun 2016 terhadap Sasaran Renstra Tahun 2015-2019 Per Komoditas... 90 Tabel 26 : Capaian Kinerja Makro Pembangunan Perkebunan Tahun 2011-2015... 92 Tabel 27 : Perkembangan Produksi Komoditas Perkebunan Tahun 2010 2015... 94 Tabel 28 : Perkembangan Produktivitas Perkebunan Tahun 2011-2016... 95 Tabel 29 : Perkembangan Luas Areal Komoditas Perkebunan Tahun 2011 2016... 96 xi

Tabel 30 : Serapan dan Capaian Fisik Kegiatan Ditjen Perkebunan Tahun 2016 Berdasarkan Kegiatan Utama... 98 Tabel 31 : Serapan dan Capaian Fisik Kegiatan Ditjen Perkebunan Tahun 2016 Berdasarkan Jenis Belanja.. 100 Tabel 32 : Daftar Capaian Efisiensi Satker Provinsi Dari Yang Tertinggi Sampai Dengan Yang Terendah Tahun 2016. 108 Tabel 33 : Daftar Capaian Efisiensi Satker Kabupaten Dari Yang Tertinggi Sampai Dengan Yang Terendah Tahun 2016... 109 Tabel 34 : Capaian Efisiensi Satker Ditjen Perkebunan dan Satker UPT Pusat Yang Capaian Serapan Keuangan Mulai Dari Yang Tertinggi Sampai dengan Yang Terendah Tahun 2016... 110 xii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Perjanjian Kinerja Tahun 2016... 121 Lampiran 2 : Realisasi Peroutput Kegiatan Ditjen Perkebunan Tahun 2016... 127 Lampiran 3 : Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Ditjen Perkebunan Tahun 2016... 129 Lampiran 4 Lampiran 5 : Analisis Permasalahan Indikator Kinerja Program (IKP) Ditjen Perkebunan Tahun 2016. 130 : Analisis Permasalahan Program/Kegiatan Pembangunan Perkebunan Tahun 2016... 132 xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perkebunan sebagai bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional merupakan salah satu potensi strategis dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karenanya pengelolaannya harus diselaraskan dengan upaya pengelolaan sumber daya alam dan pemeliharaan daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke-gen erasi. Pada Tahun 2015-2019, sub sektor perkebunan masih menjadi sub sektor penting dalam peningkatan perekonomian nasional. Peran strategis sub sektor perkebunan baik secara ekonomis, ekologis maupun sosial budaya ini digambarkan melalui kontribusinya dalam penyumbang PDB; nilai investasi yang tinggi dalam membangun perekonomian nasional; berkontribusi dalam menyeimbangkan neraca perdagangan komoditas pertanian nasional; sumber devisa negara dari komoditas ekspor; berkontribusi dalam peningkatan penerimaan negara dari cukai, pajak ekspor dan bea keluar; penyediaan bahan pangan dan bahan baku industri; penyerap tenaga kerja; sumber utama pendapatan masyarakat pedesaan, daerah perbatasan dan daerah tertinggal; pengentasan kemiskinan; penyedia bahan bakar nabati dan bioenergy yang bersifat terbarukan, berperan dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca serta berkontribusi dalam pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan mengikuti kaidah-kaidah konservasi. Sejalan dengan 1

berbagai kontribusi sub sektor perkebunan tersebut maka segala bentuk usaha budidaya perkebunan harus mengedepankan keseimbangan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia dan alat/sarana prasarana input produksi melalui kegiatan penyelenggaraan perkebunan yang memenuhi kaidah pelestarian lingkungan hidup. Hal tersebut dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014, juga menyatakan bahwa perkebunan adalah segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budidaya, panen, pengolahan dan pemasaran terkait tanaman perkebunan. Dengan pengertian yang luas tersebut, penyelenggaraan perkebunan mengemban amanat yang berat dalam mendukung pembangunan nasional. Amanat tersebut mengharuskan penyelenggaraan perkebunan ditujukan untuk (1) meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; (2) meningkatkan sumber devisa negara; (3) menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha; (4) meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing dan pangsa pasar; (5) meningkatkan dan memenuhi kebutuhan konsumsi serta bahan baku industri dalam negeri; (6) memberikan perlindungan pada pelaku usaha perkebunan dan masyarakat; (7) mengelola dan mengembangkan sumber daya perkebunan secara optimal, bertanggung jawab dan lestari, dan (8) meningkatkan pemanfaatan jasa perkebunan. 2

Dalam era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal perencanaan dan penganggaran diamanatkan mengikuti pembagian kewenangan pusat dan daerah sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah pusat dan daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawab masing-masing dalam pembangunan. Undang-undang tersebut memasukkan bidang-bidang terkait sub sektor perkebunan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah seperti tenaga kerja, statistik, pemberdayaan masyarakat dan desa, pangan, lingkungan hidup dan pertanahan sebagai urusan wajib yang tidak terkait pelayanan. lmplikasi penetapan urusan pertanian sebagai urusan pemerintah bersifat pilihan khususnya sub sektor perkebunan yang memiliki kekhasan komoditas sesuai potensi unggulan daerah adalah akan membuka peluang negosiasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk menentukan pembagian kewenangan sub sektor perkebunan yang tepat dan disesuaikan dengan kebijakan program, anggaran dan regulasi yang efektif dan efisien. Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi serta pengelolaan sumberdaya, kebijakan dan program bagi instansi pemerintah, diwujudkan melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang memadai. SAKIP yang memadai harus mengandung unsur Perencanaan Kinerja (Renstra, RKT, PK), Pengukuran Kinerja, Laporan Kinerja dan Evaluasi Pemanfaatan Informasi Kinerja. Hal ini tertuang di dalam Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014, tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). 3

Laporan Kinerja (LAKIN) sebagai salah satu unsur penting dalam SAKIP disusun berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN & RB) Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah dengan Format yang terdiri dari: 1) Ikhtisar Eksekutif; 2) Bab I Pendahuluan; 3) Bab II Perencanaan Kinerja; 4) Bab III Akuntabilitas Kinerja yang meliputi: (a) Capaian Kinerja Organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi dengan melakukan analisis capaian kinerja; (b) Realisasi Anggaran yang digunakan dan telah digunakan sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja; 5) Bab IV Penutup dan Lampiran. Didalam Bab III diwajibkan membahas 1) capaian terhadap target tahun ini; 2) capaian kinerja dibandingkan dengan tahun lalu/beberapa tahun sebelumnya; 3) capaian kinerja terhadap Rentra dan PK; 4) membandingkan capaian kinerja dengan standar Nasional; 5) analisis keberhasilan dan penyebab kegagalan; analisis atas efesiensi penggunaan sumberdaya; 7) analisis program/kegiatan yang menunjang keberhasilan pencapaian kinerja. 1.2. Organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 43/Permentan/OT.010/8/2015 tanggal 3 Agustus 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemeterian Pertanian terkait nomenklatur organisasi Direktorat Jenderal Perkebunan, dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Perkebunan mempunyai tugas 4

perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan produksi dan produktivitas tebu dan tanaman perkebunan standarisasi teknis di bidang perkebunan. Untuk pelaksanaan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Perkebunan menyelenggarakan fungsi: 1) Perumusan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan, pengolahan, pemasaran hasil, pengembangan bahan baku bio energi, pembinaan usaha perkebunan berkelanjutan, serta pengendalian hama penyakit dan perlindungan perkebunan; 2) Pelaksanaan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan, pengolahan, pemasaran hasil, pengembangan bahan baku bio energi, pembinaan usaha perkebunan berkelanjutan, serta pengendalian hama penyakit dan perlindungan perkebunan; 3) Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan, pengolahan, pemasaran hasil, pengembangan bahan baku bio energi, pembinaan usaha perkebunan berkelanjutan, serta pengendalian hama penyakit dan perlindungan perkebunan; 4) Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan, pengolahan, pemasaran hasil, pengembangan bahan baku bio energi, pembinaan usaha perkebunan berkelanjutan, serta pengendalian hama penyakit dan perlindungan perkebunan; 5

5) Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Perkebunan; 6) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Susunan Organisasi Direktorat Jenderal Perkebunan terdiri dari Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Perbenihan, Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah, Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar, Direktorat Perlindungan Perkebunan dan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian tersebut maka tugas dan fungsi dari masing-masing unit kerja adalah sebagai berikut: 1) Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan, mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkebunan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan menyelenggarakan fungsi: a. Koordinasi, penyusunan rencana dan program, anggaran, serta kerjasama di bidang perkebunan; b. Pengelolaan urusan keuangan dan perlengkapan; c. Evaluasi dan penyempurnaan organisasi, tata laksana, pengelolaan urusan kepegawaian, dan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, dan pelaksanaan hubungan masyarakat serta informasi publik; d. Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan serta pemberian layanan rekomendasi di bidang perkebunan; 6

e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Direktur Jenderal Perkebunan. 2) Direktorat Perbenihan Perkebunan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan penyediaan benih tebu dan tanaman perkebunan lain. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Perbenihan Perkebunan menyelenggarakan fungsi: a) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian varietas dan pengawasan mutu benih, peningkatan penyediaan benih tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar serta penguatan kelembagaan benih; b) Pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian varietas dan pengawasan mutu benih, peningkatan penyediaan benih tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar, serta penguatan lembaga benih; c) Menyusun norma, standar, prosedur, dan kreteria di bidang penilaian varietas dan pengawasan mutu benih, peningkatan penyediaan benih tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar, serta penguatan lembaga benih; d) Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penilaian varietas dan pengawasan mutu benih, peningkatan penyediaan benih tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar, serta penguatan lembaga benih; e) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang penilaian varietas dan pengawasan mutu benih, peningkatan penyediaan 7

benih tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar, serta penguatan lembaga benih; f) Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perbenihan Perkebunan. 3) Direktorat Tanaman Semusim dan rempah, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang peningkatan produksi tanaman tebu, semusim dan rempah lain. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Tanaman Semusim menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang peningkatan produksi, tanaman tebu dan pemanis lainnya, serat dan atsiri, lada, pala dan cengkeh, serta rempah dan semusim lainnya; b. Pelaksanan kebijakan di bidang peningkatan produksi, tanaman tebu dan pemanis lainnya, serat dan atsiri, lada, pala dan cengkeh, serta rempah dan semusim lainnya; c. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, di bidang peningkatan produksi, tanaman tebu dan pemanis lainnya, serat dan atsiri, lada, pala dan cengkeh, serta rempah dan semusim lainnya; d. Pengembangan bahan baku bio energi tanaman tebu; e. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang peningkatan produksi, tanaman tebu dan pemanis lainnya, serat dan atsiri, lada, pala dan cengkeh, serta rempah dan semusim lainnya; 8

f. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang peningkatan produksi, tanaman tebu dan pemanis lainnya, serat dan atsiri, lada, pala dan cengkeh, serta rempah dan semusim lainnya; dan g. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Tanaman Semusim dan rempah. 4) Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan produksi tanaman tahunan dan penyegar. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang peningkatan produksi tanaman karet dan tanaman tahunan lain, tanaman kelapa sawit, tanaman kelapa dan palma lain, serta tanaman penyegar; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan produksi tanaman karet dan tanaman tahunan lain, tanaman kelapa sawit, tanaman kelapa dan palma lain, serta tanaman penyegar; c. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, di bidang peningkatan produksi tanaman karet dan tanaman tahunan lain, tanaman kelapa sawit, tanaman kelapa dan palma lain, serta tanaman penyegar; d. Pengembangan bahan baku bio energi kelapa sawit; e. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang peningkatan produksi tanaman karet dan tanaman tahunan lain, tanaman 9

kelapa sawit, tanaman kelapa dan palma lain, serta tanaman penyegar; f. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar. 5) Direktorat Perlindungan Perkebunan, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian hama penyakit dan perlindungan perkebunan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Perlindungan Perkebunan menyelenggarakan fungsi : a. Pengelolaan data dan informasi organisme pengganggu tumbuhan; b. Peningkatan kapasitas kelembagaan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan; c. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengendalian organisme pengganggu tumbuhan tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar, serta penanggulangan gangguan usaha, dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran; d. Pelaksanan kebijakan di bidang pengendalian organisme pengganggu tumbuhan tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar, serta penanggulangan gangguan usaha, dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran; e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, di bidang pengendalian organisme pengganggu tumbuhan tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar, serta 10

penanggulangan gangguan usaha, dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran; f. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengendalian organisme pengganggu tumbuhan tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar, serta penanggulangan gangguan usaha, dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran; g. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan dibidang pengendalian organisme pengganggu tumbuhan tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar, serta penanggulangan gangguan usaha, dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran; h. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Perkebunan. 6) Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang peningkatan pasca panen, pengolahan, standardisasi, penerapan standar mutu, dan pembinaan usaha, serta pemasaran hasil perkebunan; 11

b. Pelaksanan kebijakan di bidang peningkatan pasca panen, pengolahan, standardisasi, penerapan standar mutu, dan pembinaan usaha, serta pemasaran hasil perkebunan; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang peningkatan pasca panen, pengolahan, standardisasi, penerapan standar mutu, dan pembinaan usaha, serta pemasaran hasil perkebunan; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang peningkatan pasca panen, pengolahan, standardisasi, penerapan standar mutu, dan pembinaan usaha, serta pemasaran hasil perkebunan; e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang peningkatan pasca panen, pengolahan, standardisasi, penerapan standar mutu, dan pembinaan usaha, serta pemasaran hasil perkebunan; f. Koordinasi perumusan dan harmonisasi standar, serta penerapan standar mutu di bidang perkebunan; dan g. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan. 7) UPT Pusat yang berada di daerah sebanyak 4 UPT sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 08,09,10,11/Permentan /OT.140/2/2008, tanggal 9 Pebruari 2008 yaitu: BBPPTP Surabaya, BBPPTP Medan, dan BBPPTP Ambon. yang statusnya setara Eselon II.b dan BPTP Pontianak statusnya setara Eselon III.a. 12

Kedudukan dari Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) adalah sebagai unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Perkebunan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perkebunan, pembinaan teknis bidang perbenihan dilaksanakan oleh Direktur Tanaman Semusim dan rempah, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar, dan bidang proteksi dilaksanakan oleh Direktur Perlindungan Perkebunan. Sedangkan untuk Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) adalah sebagai unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Perkebunan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perkebunan, pembinaan teknis dilaksanakan oleh Direktur Perlindungan Perkebunan. Tugas pokok BBPPTP Surabaya, Medan, dan Ambon adalah melaksanakan pengawasan, pengembangan pengujian mutu benih, dan analisis teknis dan pengembangan proteksi tanaman perkebunan, serta pemberian bimbingan teknis penerapan sistem manajemen mutu dan laboratorium. Sedangkan BPTP Pontianak mempunyai tugas pokok melaksanakan analisis teknis dan pengembangan proteksi tanaman perkebunan. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut diatas, BBPPTP Surabaya, Medan, dan Ambon menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a. Pengawasan pelestarian plasma nutfah tingkat nasional; 13

b. Pelaksanaan pengujian mutu benih perkebunan introduksi, eks impor, dan yang akan di ekspor, serta rekayasa genetika; c. Pelaksanaan pengujian adaptasi (observasi) benih perkebunan dalam rangka pelepasan varietas; d. Pelaksanaan penilaian pengujian manfaat dan kelayakan benih perkebunan dalam rangka penarikan varietas; e. Pelaksanaan pengujian mutu dan sertifikasi benih perkebunan dalam rangka pemberian sertifikat layak edar; f. Pelaksanaan pemantauan benih perkebunan yang beredar lintas provinsi; g. Pelaksanaan pengembangan teknik dan metode pengujian mutu benih perkebunan dan uji acuan (referee fest); h. Pelaksanaan identifikasi organisme pengganggu tumbuhan (OPT) perkebunan; i. Pelaksanaan analisis data serangan dan perkembangan situasi OPT serta faktor yang mempengaruhi; j. Pelaksanaan analisis data gangguan usaha perkebunan dan dampak anomali iklim serta faktor yang mempengaruhi; k. Pengembangan teknik surveillance OPT penting; l. Pelaksanaan pengembangan metode pengamatan, model peramalan taksasi kehilangan hasil, dan teknik pengendalian OPT perkebunan; m. Pelaksanaan eksplorasi dan iventarisasi musuh alami OPT perkebunan; 14

n. Pelaksanaan pengembangan teknologi perbanyakan, penilaian kualitas, dan pelepasan agens hayati OPT perkebunan; o. Pelaksanaan pengawasan dan evaluasi agens hayati OPT perkebunan; p. Pelaksanaan pengembangan teknologi proteksi perkebunan yang berorientasi pada implementasi pengendalian hama terpadu; q. Pelaksanaan pengujian dan analisis residu pestisida; r. Pemberian pelayanan teknik kegiatan perbenihan dan proteksi tanaman perkebunan; s. Pengelolaan data dan informasi kegiatan perbenihan dan proteksi tanaman perkebunan; t. Pemberian bimbingan teknis penerapan sistem manajemen mutu dan manajemen laboratorium perbenihan dan proteksi tanaman perkebunan; u. Pelaksanaan pengembangan jaringan dan kerjasama laboratorium perbenihan dan proteksi tanaman perkebunan; v. Pelaksanaan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha dan rumah tangga Balai Besar. Sedangkan BPTP Pontianak dalam melaksanakan tugasnya, menyelenggarakan fungsi: a. Pelaksanaan identifikasi organisme pengganggu tumbuhan (OPT) perkebunan; b. Pelaksanaan analisis data serangan dan perkembangan situasi OPT serta faktor yang mempengaruhi; 15

c. Pelaksanaan analisis data gangguan usaha perkebunan dan dampak anomali iklim serta faktor yang mempengaruhi; d. Pelaksanaan pengembangan teknologi perbanyakan dan pelepasan agens hayati OPT perkebunan; e. Pelaksanaan pengembangan metode pengamatan, model peramalan taksasi kehilangan hasil, dan teknik pengendalian OPT perkebunan; f. Pelaksanaan eksplorasi dan iventarisasi musuh alami OPT perkebunan; g. Pelaksanaan pengembangan teknologi perbanyakan, penilaian kualitas, dan pelepasan agens hayati OPT perkebunan; h. Pelaksanaan pengembangan teknologi proteksi perkebunan yang berorientasi pada implementasi pengendalian hama terpadu; i. Pelaksanaan pengujian dan pemanfaatan pestisida nabati; j. Pemberian pelayanan teknik kegiatan analisis teknis dan pengembangan proteksi tanaman perkebunan; k. Pengelolaan data dan informasi kegiatan analisis teknis dan pengembangan proteksi tanaman perkebunan; l. Pelaksanaan pengembangan jaringan dan kerjasama laboratorium perbenihan dan proteksi tanaman perkebunan; m. Pelaksanaan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha dan rumah tangga Balai. 1.3. Aspek Strategis Organisasi Mencermati isu-isu strategis sebagaimana diungkapkan dalam Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019 yang meliputi bidang 16

ekonomi, sumber daya alam dan lingkungan hidup, kesejahteraan rakyat, kewilayahan dan kedaerahan serta bidang politik, hukum, pertahanan dan keamanan, maka tantangan ke depan yang akan dihadapi dalam membangun perkebunan secara garis besar dikelompokkan menjadi 1) tantangan pembangunan perkebunan dalam ruang lingkup global; 2) tantangan pembangunan perkebunan dalam ruang lingkup sektor pertanian dan 3) tantangan pembangunan perkebunan dalam ruang lingkup sub sektor perkebunan. 1.3.1. Tantangan Pembangunan Perkebunan dalam Ruang Lingkup Global Tantangan yang akan dihadapi pembangunan perkebunan ke depan dalam ruang lingkup global terutama berkaitan dengan liberalisasi pasar global yang dapat diklasifikasikan yaitu: 1. Liberalisasi perdagangan global (implikasi pertemuan WTO, APEC, G20 dan kerjasama bilateral/multilateral/regional lainnya); 2. Kondisi perekonomian global yang menimbulkan gejolak harga dunia (implikasi negatif era pasar bebas ASEAN/AEC 2015); 3. Tuntutan terhadap atribut mutu/kualitas produk (implikasi dari tuntutan daya saing komoditas); 4. Perubahan iklim akibat pemanasan global (implikasi terhadap munculnya bencana alam dan peningkatan serangan 0PT); 5. Dukungan terhadap optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup (implikasi terhadap pembangunan perkebunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan); 17

6. Tingginya tingkat permintaan akibat ledakan jumlah penduduk dan urbanisasi (implikasi terhadap ketersediaan bahan baku); 7. Aspek distribusi/pengangkutan dan pemasaran (implikasi dari globalisasi produksi dan pasar) 1.3.2. Tantangan Pembangunan Perkebunan dalam Ruang Lingkup Sektor Pertanian Tantangan yang akan dihadapi pembangunan perkebunan ke depan dalam ruang lingkup sektor pertanian terutama berkaitan dengan kondisi pertanian secara umum dapat diklasifikasikan yaitu: 1. Kondisi keberlangsungan kelembagaan petani/pekebun (implikasi lemahnya posisi tawar lembaga petani/pekebun); 2. Penurunan minat generasi muda terhadap budidaya pertanian/ perkebunan (implikasi terbatasnya sumber daya insani (SOl) pertanian/perkebunan); 3. Kondisi permodalan dan akses kredit usaha (implikasi pengembangan usaha agribisnis pertanian/ perkebunan); 4. Dukungan ketersediaan infrastruktur dan sarana prasarana pertanian/ perkebunan (implikasi terhadap daya dukung usaha agribisnis pertanian/ perkebunan); 5. Penurunan kehilangan hasil (implikasi penanganan pascapanen yang baik); 6. Kecukupan pangan bergantung impor (implikasi kebijakan ketahanan dan kedaulatan pangan); 18

7. Desentralisasi pengembangan pertanian/ perkebunan (implikasi dari pemusatan pembangunan pertanian/ perkebunan di Pulau Jawa); 8. Tuntutan atas penerapan otonomi daerah (implikasi terhadap pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota); 9. Ketidaksinambungan kebijakan/ regulasi serta koordinasi lintas sektoral dan daerah (implikasi tumpang tindih kebijakan/ regulasi lintas sektor). 1.3.3. Tantangan Pembangunan Perkebunan dalam Ruang Lingkup Sub Sektor Perkebunan Tantangan yang akan dihadapi pembangunan perkebunan ke depan dalam ruang lingkup sub sektor perkebunan terutama berkaitan dengan kondisi perkebunan secara khusus dari aspek hulu dan hilir dapat diklasifikasikan yaitu: 1. Ketersediaan benih dan sarana produksi (implikasi peningkatan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan berkelanjutan); 2. Keterbatasan, penurunan kualitas, status kepemilikan, persaingan pemanfaatan, degradasi dan konversi/ alih fungsi lahan (implikasi permasalahan umum sumber daya lahan berkelanjutan); 3. Pemberdayaan pekebun (implikasi peningkatan kemampuan pekebun dalam usaha agribisnis perkebunan); 4. Kondisi pertanaman perkebunan (implikasi banyaknya tanaman tua dan tanaman dengan produktivitas rendah); 19

5. Tuntutan penerapan konsep pembangunan perkebunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (implikasi dari pemberlakuan ISPO); 6. Tuntutan pengaturan perizinan usaha perkebunan (implikasi reformasi birokrasi perizinan dalam era otonomi daerah); 7. Konflik dan gangguan usaha perkebunan (implikasi keamanan, kenyamanan berusaha serta penciptaan minat dan iklim investasi). 20

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 2.1. Perencanaan Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019 Rencana Strategis (Renstra) Ditjen. Perkebunan Tahun 2015-2019 disusun dengan mengacu pada arah dan kebijakan pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2015-2019 sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019. Arah kebijakan umum pembangunan nasional Tahun 2015-2019 adalah 1) meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan; 2) meningkatkan pengelolaan dan nilai tambah sumber daya alam yang berkelanjutan; 3) mempercepat pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan; 4) meningkatkan kualitas lingkungan hidup, mitigasi bencana alam dan penanganan perubahan iklim; 5) penyiapan landasan pembangunan yang kokoh; 6) meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan; dan 7) mengembangkan dan memeratakan pembangunan daerah. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah menetapkan 9 Agenda Prioritas NAWACITA sebagai jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Amanat pembangunan nasional dalam 9 Agenda Prioritas NAWACITA yang wajib dilaksanakan Ditjen. Perkebunan dalam pengembangan 21

perkebunan Tahun 2015-2019 sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2015-2019 mencakup 2 agenda prioritas diantaranya 1) meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional dengan sub agenda prioritas akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan agroindustri berbasis komoditas perkebunan; dan 2) mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dengan sub agenda peningkatan kedaulatan pangan. Selain itu agenda prioritas terkait membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah (perbatasan, daerah tertinggal dan daerah kawasan timur Indonesia) dan desa dalam kerangka negara kesatuan menjadi salah satu arah kebijakan yang akan diprioritaskan Ditjen. Perkebunan melalui kegiatan sistematik. Sasaran pokok sub agenda prioritas peningkatan agroindustry adalah peningkatan produksi komoditas andalan dan prospektif ekspor perkebunan seperti kelapa sawit, karet, kakao, teh, kopi dan kelapa serta mendorong berkembangnya agroindustri di perdesaan. Sedangkan sasaran pokok sub agenda prioritas peningkatan kedaulatan pangan adalah tercapainya peningkatan ketersediaan pangan dari tebu yang bersumber dari produksi dalam negeri untuk memenuhi konsumsi gula rumah tangga dan industri rumah tangga. Secara umum pengembangan komoditas perkebunan difokuskan pada 16 komoditas unggulan yaitu Tebu, Kelapa Sawit, Karet, Kelapa, Kakao, Kopi, Lada, Teh, Pala, Cengkeh, Jambu Mete, Sagu, Kemiri Sunan, Kapas, Tembakau dan Nilam. Penentuan komoditas tersebut sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006 22

tentang jenis komoditas tanaman binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura serta Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3399/Kpts/PD.310/10/2009 tentang perubahan lampiran I dari Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006. Arah pengembangan komoditas-komoditas tersebut dicapai melalui program peningkatan produksi dan produktivitas dengan implementasi kegiatan seperti rehabilitasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi yang didukung oleh penyediaan benih bermutu, pemberdayaan pekebun dan penguatan kelembagaan, pembangunan dan pemeliharaan kebun sumber benih, penanganan pascapanen, pembinaan usaha, pengolahan produksi, pemasaran produksi dan perlindungan perkebunan serta pemberian pelayanan berkualitas di bidang manajemen dan kesekretariatan. Komoditas-komoditas unggulan perkebunan yang masih dalam tahap inisiasi tetap dikembangkan dan difasilitasi Ditjen. Perkebunan yang diarahkan untuk pemenuhan standar pelayanan minimum (SPM) yang meliputi penyediaan benih/ varietas unggul, pembangunan/ pemeliharaan kebun sumber benih (demplot, kebun induk, kebun entres dan lain-lain), pengendalian OPT, pasca panen, pengolahan dan pemasaran, pemberdayaan pekebun, peningkatan kapasitas sumber daya insani (SDI) dan penguatan kelembagaan. Sasaran strategis Ditjen. Perkebunan Tahun 2015-2019 yang selaras dengan kebijakan Kementerian Pertanian sebagaimana tertuang dalam Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019 adalah mendukung: 1) peningkatan produksi gula; 2) pengembangan komoditas bernilai 23

tambah; 3) penyediaan bahan baku bioindustri dan bio energi; 4) peningkatan sumberdaya insani; 5) peningkatan kualitas aparatur dan layanan kelembagaan pertanian; 6) peningkatan akuntabilitas kinerja Kementerian Pertanian; 7) peningkatan pendapatan petani. 2.1.1. Visi Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019 Dalam rangka mendukung Visi Pembangunan Nasional Tahun 2015-2019 yaitu "Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong" dan Visi Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019 yaitu terwujudnya kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani maka Direktorat Jenderal Perkebunan menetapkan Visi Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019 yaitu "Menjadi Direktorat Jenderal yang profesional dalam mewujudkan peningkatan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan secara optimal, berdaya saing dan bernilai tambah tinggi untuk kesejahteraan pekebun. 2.1.2. Misi Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019 Mengacu pada misi pembangunan nasional dan Kementerian Pertanian maka misi pembangunan perkebunan ditetapkan sebagai berikut: 1) Mewujudkan peningkatan produksi tanaman perkebunan secara berkelanjutan. 2) Mewujudkan pelayanan prima dan berkualitas dibidang manajemen dan kesekretariatan. 24

3) Mewujudkan peningkatan penyediaan teknologi dan penerapan pasca panen dan pengolahan hasil perkebunan secara berkelanjutan. 4) Menyediakan fasilitas pembinaan dan penanganan usaha perkebunan berkelanjutan serta penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan. 5) Mewujudkan sistem perlindungan perkebunan dan penanganan dampak perubahan iklim yang terpadu, terintegrasi dan berkelanjutan. 6) Mewujudkan integrasi antar pelaku usaha budidaya tanaman perkebunan dengan pendekatan kawasan. 7) Mendorong upaya pemberdayaan petani dan penumbuhan kelembagaan petani. 8) Mendorong upaya penerapan budidaya tanaman perkebunan dengan baik dan berwawasan lingkungan. 9) Mewujudkan sistem pertanian bio-industry berbasis pengembangan komoditas perkebunan. 10)Mendorong pengembangan produk perkebunan di tataran domestik dan internasional yang berkualitas dan berdaya saing. 2.1.3. Tujuan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019 Mengacu pada sasaran utama serta analisis yang hendak dicapai serta mempertimbangkan lingkungan strategis dan tantangan-tantangan yang akan dihadapi bangsa Indonesia kedepan, maka tujuan pembangunan nasional diimplementasikan ke dalam arah kebijakan umum untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional dan 25

pembangunan pertanian pada periode jangka menengah Tahun 2015-2019, maka Direktorat Jenderal Perkebunan menetapkan tujuan Direktorat Jenderal Perkebunan dalam pembangunan perkebunan Tahun 2015-2019 yang akan dicapai sesuai dengan penetapan Visi, Misi serta tugas dan fungsi organisasi sebagai berikut : 1) Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan melalui rehabilitasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi yang didukung oleh penyediaan benih unggul, bermutu dan bersertifikat, sarana produksi dan alat mesin pertanian/pengolahan/pascapanen serta pembangunan kebun sumber benih tanaman perkebunan. 2) Memberikan pelayanan perencanaan, program, anggaran, kerjasama teknis, administrasi keuangan, aset, umum, organisasi, tata laksana, kepegawaian, hukum, humas, administrasi perkantoran, evaluasi pelaksanaan kegiatan dan penyediaan data serta informasi yang berkualitas. 3) Memfasilitasi penyediaan/ pengadaan alat pascapanen dan alat pengolahan tanaman semusim dan rempah, serta tanaman tahunan dan penyegar yang spesifik lokasi dan fungsi yang didukung penyediaan teknologi berkualitas dan aplikatif bagi pekebun. 4) Melakukan upaya strategis dalam mempfasilitasi penerapan pembinaan usaha perkebunan berkelanjutan, perizinan, usaha perkebunan, penilaian usaha perkebunan serta inventarisasi, identifikasi dan penanganan kasus gangguan usaha dan konflik perkebunan. 26

5) Memfasilitasi ketersediaan teknologi perlindungan pekebunan, pengamatan, Pemantauan dan pengendalian organisme pengangu tanaman (OPT), pencegahan kebakaran lahan/kebun dan penanganan dampak perubahan iklim. 6) Melakukan pengembangan komoditas unggulan perkebunan pada lahan-lahan eksisting dan lahan bukaan baru sesuai potensi kearifan lokal, kebutuhan pengembangan kawasan dan kesiapan daerah pengembangan melalui pendekatan kawasan yang terintegrasi antar sektor dan memperhatikan kelayakan ekonomi, agroekosistem, sosial, pasar dan pengembangan/ potensi berkelanjutan. 7) Memberikan fasilitasi kegiatan pemberdayaan pekebun dan penguatan kelembagaan kelompok petani tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar melalui pelatihan penumbuhan kebersamaan/dinamika kelompok, pelatihan penguatan kelembagaan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana prasarana budidaya, dukungan penyediaan fasilitasi pembiayaan dan permodalan serta kemudahan akses ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. 8) Melakukan pembinaan, bimbingan teknis dan pendampingan kepada pekebun dalam mendorong usaha agribisnis perkebunan dibudidayakan melalui sistem budidaya perkebunan yang baik, berkelanjutan dan memperhatikan isu-isu lingkungan terutama dalam penggunaan benih dan sarana produksi (pupuk dan pestisida). 9) Melakukan upaya pengembangan komoditas perkebunan sumber bioenergy, sistem pertanian polikultur serta penerapan integrasi 27

tanaman perkebunan dalam mendukung pengembangan sistem pertanian bio-industry melalui pendekatan zero waste management. 10)Melakukan upaya dalam memfasilitasi pengembangan pemasaran produk unggulan perkebunan yang meliputi bidang informasi, pemantauan dan stabilisasi harga, sarana dan kelembagaan pasar, jaringan pemasaran, analisis dan pengembangan ekspor, pemasaran bilateral/regional/multilateral dan kerjasama komoditas. 2.1.4. Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019 Arah kebijakan Pembangunan Perkebunan ditetapkan Dalam rangka mendukung arah kebijakan Pembangunan Nasional Tahun 2015-2019 dan kebijakan Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019. Arah kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019 sebagai dasar pelaksanaan strategi, program dan kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019 ditetapkan menjadi Arah Kebijakan Umum dan Arah Kebijakan Khusus. Arah kebijakan umum ditetapkan dalam rangka mendukung program Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019 yaitu peningkatan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan berkelanjutan, Arah kebijakan umum Pembangunan Perkebunan Tahun 2015-2019 yaitu: 1. Pengembangan komoditas perkebunan strategis a. Kebijakan pengembangan komoditas unggulan perkebunan berdasarkan fungsi b. Kebijakan penerapan budidaya yang abaik (GAP) 28

c. Kebijakan perkaretan Internasional (ITRC) d. Kebijakan sinergitas BPDP kelapa sawit dan peremajaan kelapa sawit rakyat e. Kebijakan moratorium Alih Fungsi Hutan Alam dikonversi menjadi lahan perkenbunan kelapa sawit f. Kebijakan penanganan standarisasi mutu dan pembinaan usaha perkebunan. 2. Pengembangan kawasan berbasis komoditas perkebunan Arah kebijakan ini dimaksudkan sebagai implementasi dari Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/OT.140/8/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian yang mengamatkan penetapan kawasan pertanian nasional termasuk kawasan perkebunan. Arah kebijakan khusus adalah arah kebijakan pembangunan perkebunan Tahun 2015-2019 yang ditetapkan dalam rangka mendukung pencapaian sasaran strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019 yaitu: 1. Pemenuhan penyediaan bahan baku tebu dalam rangka peningkatan produksi gula nasional. 2. Peningkatan komoditas perkebunan bernilai tambah dan berorientasi ekspor dalam mewujudkan daya saing sub sektor perkebunan. 3. Pemenuhan penyediaan bahan baku bio-energy dan pengembangan fondasi sistem pertanian bio-industry. 4. Pengembangan sumber daya insani (SDI) perkebunan. 29

5. Penguatan kelembagaan pekebun dan kemitraan usaha perkebunan. 6. Akuntabilitas kinerja aparatur pemerintahan yang baik. 7. Peningkatan pendapatan keluarga pekebun. 2.1.5. Sasaran Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan Dalam RPJMN Tahun 2015-2019 ditetapkan 9 agenda prioritas NAWACITA yang menunjukkan sasaran prioritas pembangunan nasional dalam mewujudkan jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Perumusan agenda prioritas NAWACITA yang menjadi tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Perkebunan adalah mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik melalui peningkatan kedaulatan pangan dengan sasaran produksi gula Tahun 2019 mencapai 3,8 juta ton. Selain itu agenda prioritas terkait akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan agroindustri berbasis komoditas perkebunan dengan sasaran produksi Tahun 2019 untuk komoditas kelapa sawit sebesar 36,42 juta ton CPO; komoditas karet sebesar 3,81 juta ton karet kering; komoditas kakao sebesar 961 ribu ton biji kering; komoditas teh sebesar 162,7 ribu ton daun kering; komoditas kopi sebesar 778 ribu ton kopi berasan; dan komoditas kelapa sebesar 3,49 juta ton setara kopra. Untuk mendukung pencapaian sasaran strategis nasional dan sasaran strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019, sesuai tugas dan fungsinya, Direktorat Jenderal Perkebunan menetapkan sasaran 30

strategisnya untuk periode 2015-2019 yang difokuskan pada peningkatan produksi dan produktivitas 16 komoditas strategis yang menjadi unggulan nasional perkebunan. Implementasi dukungan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019 dalam pencapaian 7 sasaran strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019 yaitu: a. Sasaran Startegis Utama meliputi: 1) pemenuhan penyediaan bahan baku Tebu dalam rangka peningkatan produksi gula nasional; 2) peningkatan komoditas perkebunan bernilai tambah dan berorientasi ekspor dalam mewujudkan daya saing sub sektor perkebunan yang difokuskan pada pengembangan produk segar dan olahan dari 16 komoditas unggulan perkebunan; 3) pemenuhan penyediaan bahan baku bio-energy dan pengembangan fondasi sistem pertanian bio-industry dengan fokus pengembangankomoditas kelapa sawit baik melalui kegiatan budidaya dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas maupun kegiatan integrasi tanaman perkebunan dengan ternak dan tumpangsari dengan komoditas pertanian lainnya serta penyediaan benih kemiri sunan. b. Sasaran Strategis pendukung meliputi: 1) peningkatan kualitas sumberdaya insani perkebunan; 2) penguatan kelembagaan pekebun dan kemitraan usaha perkebunan; 3) Akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah yang bauk dengan menerapkan prinsip keterbukaan, akuntabiitas, efektifitas, efisiensi, supremasi hukum, keadilan, integrasi/komitmen kejujuran, konsistensi dan bebas KKN dilingkungan organisasi Ditjen Perkebunan; 4) peningkatan 31

pendapatan keluarga pekebun yang merupakan resultan dari pencapaian sasaran strategis. Strategi pelaksanaan program dan kegiatan terhadap pencapaian arah dan kebijakan pembangunan perkebunan Tahun 2015-2019 yang ditetapkan Direktorat Jenderal Perkebunan. Strategi pembangunan perkebunan 5 tahun mendatang dapat dibagi menjadi Strategi Umum dan Strategi Khusus. 8. Strategi umum dirumuskan dalam rangka mendukung program Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019 yaitu peningkatan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan berkelanjutan, sedangkan strategi khusus adalah strategi pembangunan perkebunan Tahun 2015-2019 yang dirumuskan dalam rangka mendukung pencapaian 6 sasaran strategis Kementerian Pertanian tahun 2015-2019. Strategi Ditjen. Perkebunan Tahun 2015-2019 dalam pencapaian 7 sasaran strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019 diantaranya meliputi: 1) strategi pemenuhan penyediaan bahan baku Tebu dalam rangka peningkatan produksi gula nasional; 2) strategi Peningkatan komoditas perkebunan bernilai tambah dan berorientasi ekspor dalam mewujudkan daya saing sub sektor perkebunan; 3) Strategi pemenuhan penyediaan bahan baku bioenergy dan pengembangan fondasi sistem pertanian bio-industry; 4) Strategi pengembangan sumber daya insani (SDI) perkebunan; 5) Strategi penguatan kelembagaan pekebun dan kemitraan usaha perkebunan; 6) Strategi akuntabilitas kinerja aparatur 32

pemerintahan yang baik; 7) Strategi peningkatan pendapatan keluarga pekebun. Strategi umum pembangunan perkebunan 5 tahun mendatang adalah: 1) Strategi pengembangan komoditas perkebunan strategis; 2) Strategi pengembangan kawasan berbasis komoditas perkebunan unggulan nasional; 3) Strategi pengembangan dann penguatan sistem pembiayaan perkebunan; 4) Strategi pengembangan sarana prasarana dan infrastruktur pendukung usaha perkebunan; 5) Strategi perlindungan, pelestarian, pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan hidup; 6) Strategi peningkatan upaya adaptasi, mitigasi bencana, perubahan iklim dan perlindungan perkebunan; 7) Strategi peningkatan penerapan dan penanganan pascapanen, pengolahan dan fasilitasi pemasaran komoditas perkebunan 8) Strategi dukungan pengelolaan dan pelaksanaan program tematik pembangunan perkebunan; 9) Strategi penguatan tata ketota kepemerintahan yang baik dan reformasi birokrasi sebagai dasar petayanan prima; Strategi khusus pembangunan perkebunan 5 tahun mendatang adalah: 1) Strategi pemenuhan penyediaan bahan baku Tebu dalam rangka peningkatan produksi gula nasional; 33

2) Strategi peningkatan komoditas perkebunan bernilai tambah dan berorientasi ekspor dalam mewujudkan daya saing komoditas perkebunan; 3) Strategi pemenuhan penyediaan bahan baku bio-energy dan pengembangan fondasi sistem pertanian bio-industry; 4) Strategi pengembangan sumberdaya insani pekebunan (SDI); 5) Strategi penguatan kelembagaan pekebun dan kemitraan usaha perkebunan; 6) Strategi akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah yang baik; 7) Strategi peningkatan pendapatan keluarga pekebun. 2.1.6. Program Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019 Pembangunan perkebunan saat ini dan di masa yang akan datang menghadapi tantangan yang cukup berat baik dalam tataran liberalisasi perdagangan global maupun lingkup regional. terutama memasuki era AEC (Asean Economic Community) Tahun 2015. Tuntutan pembangunan perkebunan di era AEC adalah bagaimana strategi pengembangan komoditas perkebunan yang berkelanjutan, berdaya saing baik kuantitas maupun kualitas dan ramah lingkungan serta mampu memecahkan masalah kesenjangan ekonomi (kemiskinan dan pengangguran). Selain itu bagaimana masalah pemerataan pembangunan perkebunan dan kesejahteraan pekebun perlu benarbenar menjadi prioritas program dan kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019. Keberhasilan pembangunan perkebunan di era AEC yang penuh persaingan ini tidak hanya memerlukan "keterpaduan" seluruh potensi sumber daya (SDI dan SDA) yang ada 34

untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan tetapi yang justru lebih penting adalah bagaimana "kebersamaan dan keterbukaan" dari para stakeholder Pusat-Daerah dan masyarakat pekebun dalam menjaga "kedaulatan dan kemandirian" NKRI di tengah serbuan investasi asing dan produk-produk negara lain sehingga diperlukan pengamanan pasar domestik yang "berefisiensi keadilan" dan berbasis "kearifan lokal" untuk meningkatkan daya saing dan penguatan ekspor komoditas perkebunan agar mampu mencapai tujuan "kebermanfatan dan keberlanjutan" bagi perekonomian nasional dan "kelestarian lingkungan hidup". Berdasarkan hasil restrukturisasi program dan kegiatan sesuai surat edaran bersama Menteri Keuangan Nomor SE-1848/MK/2009 dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Nomor 0142/M.PPN/06/2009 tanggal 19 Juni 2009, setiap unit Eselon I mempunyai satu program yang mencerminkan nama Eselon I yang bersangkutan dan setiap unit Eselon II hanya mempunyai dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian indikator kinerja unit Eselon I adalah outcome dan indikator kinerja unit Eselon II adalah output. Sesuai hasil analisis terhadap potensi, permasalahan, peluang dan tantangan pembangunan perkebunan ditetapkan bahwa program pembangunan perkebunan Tahun 2015-2019 yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perkebunan adalah "peningkatan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan berkelanjutan" dengan 2 Indikator Kinerja Program (IKP) yaitu 1) laju peningkatan produksi 35

tanaman tebu dan 2) laju peningkatan produksi tanaman unggulan perkebunan lainnya. Adapun proyeksi Indikator Kinerja Program Ditjen. Perkebunan Tahun 2015-2019, disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Indikator Kinerja Program (IKP) Peningkatan Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Berkelanjutan tahun 2015-2019 Target IKP per tahun No. Indikator Rata- rata 2015 2016 2017 2018 2019 1. Laju peningkatan produksi tanaman tebu (%) 12,91 10,03 7,03 4,57 4,37 7,78 2. Laju peningkatan produksi tanaman unggulan perkebunan lainnya (%) 16,35 2,45 2,9 2,89 2,86 5,49 Sumber: Ditjen. Perkebunan, 2016. Pada Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa rata-rata proyeksi IKP laju peningkatan produksi tanaman tebu diproyeksikan selama Tahun 2015-2019 sebesar 7,78%, sedangkan rata-rata proyeksi IKP laju peningkatan produksi tanaman unggulan perkebunan lainnya diproyeksikan selama Tahun 2015-2019 sebesar 5,49%. Untuk mencapai proyeksi tersebut, program Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019 lebih diprioritaskan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman unggulan perkebunan melalui intensifikasi, rehabilitasi, ekstensifikasi dan diversifikasi yang didukung oleh penyediaan benih bermutu, pemberdayaan petani dan penguatan kelembagaan, pembangunan/ pemeliharaan kebun sumber benih, penanganan pascapanen, pembinaan usaha dan perlindungan perkebunan serta pemberian pelayanan berkualitas. Fasilitasi dan pembinaan baik dukungan kegiatan, pembinaan/ pengawalan/pendampingan, regulasi dan pendanaan di daerah perlu 36

didukung oleh Pemerintah Daerah setempat melalui SKPD yang membidangi perkebunan di provinsi dan kabupaten/kota terhadap komoditas spesifik dan potensial di wilayahnya masing masing selain dukungan terhadap pengembangan 16 komoditas unggulan perkebunan yang ditetapkan dalam Renstra ini yaitu Karet, Kelapa Sawit, Kelapa, Kakao, Kopi, Lada, Teh, Pala, Tebu dan Cengkeh, Jambu Mete, Sagu, Kemiri Sunan, Kapas, Tembakau dan Nilam. 2.1.7. Agenda Prioritas NAWACITA Tahun 2015-2019 NAWACITA sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2015-2019 mengamanatkan Kementerian Pertanian untuk berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap pencapaian sasaran pokok sub agenda prioritas peningkatan kedaulatan pangan dan peningkatan agroindustri Tahun 2015-2019. Dari Agenda Prioritas NAWACITA sebagaimana diketahui yang dijabarkan lebih lanjut kedalam kegiatan prioritas dimana Ditjen. Perkebunan mendapat amanat untuk melaksanakan kegiatan prioritas Tahun 2015-2019 sebagai berikut: 1) Pengembangan 150 desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan Sasaran kegiatan prioritas ini adalah tercapainya 150 desa pertanian pertanian organik berbasis komoditas perkebunan yang berhasil tersertifikasi sampai dengan Tahun 2019 oleh Lembaga Sertifikasi Organik yang terakreditasi. Berdasarkan hal tersebut, mulai Tahun 2016, Ditjen. Perkebunan memprioritaskan kegiatan desa organik ini 37

pada tahap awal dengan melakukan pembinaan pada kelompok tani tentang bagaimana melakukan budidaya tanaman perkebunan organik sampai dengan fasilitasi sertifikasi organik berbasis kelompok tani pada lahan perkebunan tertentu. 2) Perluasan areal perkebunan 150.000 hektar di lahan kering Perluasan areal perkebunan di lahan kering bertujuan untuk mengembangkan komoditas perkebunan di lahan-lahan bukaan baru yang sesuai dengan agroekosistemnya dan dilahan-lahan sub optimal. Komoditas perkebunan yang diproyeksikan sampai dengan tahun 2019 seluas 150.000 hektar adalah komoditas cengkeh, kakao, kopi, lada, pala, tebu, jambu mete, karet, kelapa, kelapa sawit dan kemiri sunan. 3) Pengembangan food estate Pengembangan food estate bertujuan untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan/sentra pangan berbasis komoditas pertanian dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan, agar Indonesia sebagai bangsa dapat mengatur dan memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara berdaulat. Pengembangan food estate dilaksanakan di daerah yang belum dapat dikategorikan sebagai daerah lumbung-lumbung pangan dan belum secara mandiri memenuhi pangan masyarakatnya. Pelaksanaan food estate bersamaan dalam mendukung kegiatan pengembangan 1 juta hektar kawasan pangan Merauke dan pengembangan rice estate dengan di Provinsi Kalimantan Barat (8 Kabupaten/Kota) seluas 120.000 hektar; Provinsi Kalimantan Tengah (14 Kabupaten/Kota) seluas 180.000 hektar; Provinsi Kalimantan Utara 38

(Kabupaten Bulungan) seluas 10.000 hektar dan Provinsi Maluku (Kab. Kepulauan Aru) seluas 190.000 hektar. 4) Pengembangan kelapa sawit di wilayah perbatasan Sasaran kegiatan ini adalah pengembangan perkebunan kelapa sawit rakyat pada areal eksisting dan perluasan areal perkebunan kelapa sawit seluas 1 juta hektar di perbatasan negara terutama di Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur melalui pola PIR (perkebunan inti rakyat). Diharapkan melalui kegiatan ini dapat menarik investor untuk membangun industri hilir kelapa sawit di daerah perbatasan. 5) Pengembangan tebu dan inisiasi pembangunan pabrik gula baru Pengembangan tebu dimaksudkan dalam mendukung pemenuhan bahan baku tebu untuk peningkatan produksi gula nasional 3,82 juta ton pada Tahun 2019 (pemenuhan gula Kristal putih/ GKP) melalui perluasan areal tebu 500.000 hektar di Provinsi Sulawesi Tenggara, sedangkan kegiatan inisiasi pembangunan pabrik gula baru dilakukan dengan merekomendasikan Kementerian/Lembaga terkait (BUMN, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan) dalam hal pemanfaatan lahan pengembangan tebu yang belum dilengkapi pabrik gula dengan target membangun/rehabilitasi 14 PG baru di Jawa & Luar Jawa. 6) lntegrasi tanaman perkebunan dengan ternak sapi di lahan perkebunan kelapa sawit dan integrasi tanaman pangan di lahan perkebunan kelapa sawit 39

2.1.8. Kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019 Sebagai penjabaran dari program, masing-masing unit eselon II lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan mempunyai 1 (satu) kegiatan. Dengan demikian di lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan terdapat 9 (sembilan) kegiatan pembangunan perkebunan sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 43/Permentan/OT.010/8/2015 tanggal 3 Agustus 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian yaitu: (1) Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah dengan kegiatan pengembangan tanaman semusim dan rempah; (2) Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar dengan kegiatan pengembangan tanaman tahunan dan penyegar; (3) Direktorat Perbenihan Perkebunan dengan kegiatan dukungan perbenihan tanaman perkebunan; (4) Direktorat Pengolahan dan Pemasaran hasil Perkebunan dengan kegiatan dukungan pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan; (5) Direktorat Perlindungan Perkebunan dengan kegiatan dukungan perlindungan perkebunan; (6) Sekretariat Ditjen. Perkebunan dengan kegiatan dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya; (7) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan dengan kegiatan dukungan pengujian dan pengawasan mutu benih serta penyiapan teknologi proteksi tanaman perkebunan; (8) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya dukungan pengujian dan pengawasan mutu benih serta penyiapan teknologi proteksi tanaman perkebunan; (9) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Ambon dukungan pengujian dan pengawasan mutu benih serta penyiapan teknologi proteksi tanaman perkebunan. 40

2.1.9. Kaitan Kegiatan Dengan Fokus Kegiatan Pembangunan Perkebunan Tahun 2015-2019 Kaitan antara kegiatan pembangunan perkebunan yang menjadi tanggung jawab masing-masing Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan dengan fokus kegiatan yang ditetapkan tercantum dalam Renstra Eselon II Lingkup Ditjen Perkebunan sebagai berikut: A. Pengembangan Tanaman Semusim dan Rempah Prioritas pengembangan tanaman semusim dan rempah difokuskan pada 7 komoditas unggulan perkebunan yaitu Tebu, Lada, Pala, Cengkeh, Kapas, Tembakau dan Nilam. Selain itu difasilitasi pengembangan komoditas spesifik lokal seperti tanaman pemanis lain, tanaman serat, tanaman atsiri, tanaman rempah dan semusim lainnya. Sasaran peningkatan produksi tanaman semusim dan rempah adalah terlaksananya pengembangan tanaman semusim dan rempah dengan fokus kegiatan pengembangan Tahun 2015-2019 adalah: 1) Pengembangan areal produktif tanaman tebu, yang menjadi tugas pokok dan fungsi dari Sub Direktorat Tanaman Tebu dan Pemanis Lain; 2) Pengembangan areal produktif tanaman rempah (Lada, Pala, Cengkeh, tanaman rempah dan tanaman atsiri lainnya), yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Tanaman Lada, Pala dan Cengkeh; Sub Direktorat Tanaman Rempah dan Semusim Lain; dan Sub Direktorat Tanaman Serat dan Atsiri. 41

3) Pengembangan areal produktif tanaman semusim lainnya (kapas, tembakau, nilam, tanaman pemanis lain, tanaman serat dan semusim lain); yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Tanaman Tebu dan Pemanis Lain; Sub Direktorat Tanaman Rempah dan Semusim Lain; dan Sub Direktorat Tanaman Serat dan Atsiri. 4) Perluasan tanaman semusim dan rempah di lahan kering; yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Tanaman Tebu dan Pemanis Lain; Sub Direktorat Tanaman Rempah dan Semusim Lain; Sub Direktorat Tanaman Lada, Pala dan Cengkeh; dan Sub Direktorat Tanaman Serat dan Atsiri. 5) Fasilitasi teknis pengembangan tanaman semusim dan rempah, yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Tanaman Tebu dan Pemanis Lain; Sub Direktorat Tanaman Rempah dan Semusim Lain; Sub Direktorat Tanaman Lada, Pala dan Cengkeh; Sub Direktorat Tanaman Serat dan Atsiri; dan Sub Bagian Tata Usaha serta kelompok jabatan fungsional. B. Pengembangan Tanaman Tahunan dan Penyegar Prioritas pengembangan tanaman tahunan dan penyegar difokuskan pada 9 komoditas unggulan perkebunan yaitu kelapa sawit, karet, kelapa, jambu mete, kemiri sunan, sagu, kakao, kopi dan teh. Selain itu difasilitasi pengembangan komoditas spesifik lokal seperti tanaman palma lain, tanaman penyegar lain dan tanaman tahunan lainnya. Sasaran peningkatan produksi tanaman tahunan dan penyegar adalah 42

terlaksananya pengembangan tanaman tahunan penyegar dengan fokus kegiatan pengembangan Tahun 2015-2019 adalah: 1) Pengembangan areal produktif tanaman kakao; yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Tanaman Penyegar. 2) Pengembangan areal produktif tanaman tahunan (Kelapa Sawit, Karet, Kelapa, Jambu Mete, Kemiri sunan dan Sagu); yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Tanaman Karet dan Tanaman Tahunan lainnya; Sub Direktorat Tanaman Kelapa Sawit; dan Sub Direktorat Tanaman Kelapa dan Palma lain. 3) Pengembangan areal produktif tanaman penyegar lainnya (Kopi dan Teh); yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Tanaman Penyegar. 4) Perluasan tanaman tahunan dan penyegar di lahan kering; yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Tanaman Karet dan Tanaman Tahunan lainnya; Sub Direktorat Tanaman Kelapa Sawit; Sub Direktorat Tanaman Penyegar dan Sub Direktorat Tanaman Kelapa dan Palma lain. 5) Fasilitasi teknis pengembangan tanaman tahunan dan penyegar, yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Tanaman Karet dan Tanaman Tahunan lainnya; Sub Direktorat Tanaman Kelapa Sawit; Sub Direktorat Tanaman Penyegar; Sub Direktorat Tanaman Kelapa dan Palma lain; Sub Bagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional. 43

C. Dukungan Perbenihan Tanaman Perkebunan Sasaran kegiatan dukungan perbenihan tanaman perkebunan adalah terlaksananya penyediaan benih unggul tanaman perkebunan dengan fokus kegiatan pengembangan Tahun 2015-2019 adalah; 1) Pengembangan sumber benih unggul tanaman perkebunan, yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Benih Tanaman Semusim dan Rempah; dan Sub Direktorat Benih Tanaman Tahunan dan Penyegar. 2) Pengawasan mutu benih tanaman perkebunan, yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Penilaian Varietas dan Pengawasan Mutu Benih. 3) Pengembangan Kelembagaan Perbenihan Tanaman Perkebunan, yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Kelembagaan Benih. 4) Fasilitasi Teknis Penyediaan Benih Tanaman Perkebunan, yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Benih Tanaman Semusim dan Rempah; Sub Direktorat Benih Tanaman Tahunan dan Penyegar; Sub Direktorat Penilaian Varietas dan Pengawasan Mutu Benih; Sub Direktorat Kelembagaan Benih, Sub Bagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional. D. Dukungan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Sasaran kegiatan dukungan pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan adalah terlaksananya pengembangan pengolahan dan pemasaran 44

hasil perkebunan dengan fokus kegiatan pengembangan Tahun 2015-2019 adalah: 1) Pengembangan Pascapanen Komoditas Perkebunan, yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Pascapanen. 2) Pengembangan Pengolahan Hasil Perkebunan, yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Pengolahan. 3) Pembinaan usaha perkebunan, yang menjadi tugas pokok dan fungsi dari Sub Direktorat Standarisasi, Mutu dan Pembinaan Usaha. 4) Pembinaan penerapan standar dan sistem jaminan mutu keamanan pangan bagi pelaku usaha perkebunan, yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Standarisasi, Mutu dan Pembinaan Usaha. 5) Pengembangan pemasaran hasil perkebunan, yang menjadi tugas pokok dan fungsi dari Sub Direktorat Pemasaran Hasil. 6) Fasilitasi Teknis Dukungan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Pascapanen; Sub Direktorat Pengolahan; Sub Direktorat Standarisasi, Mutu dan Pembinaan Usaha; Sub Direktorat Pemasaran Hasil; Sub Bagian Tata Usaha dan kelompok jabatan fungsional. E. Dukungan Perlindungan Perkebunan Sasaran kegiatan dukungan perlindungan perkebunan adalah Menurunnya Luas Areal yang Terserang OPT dan Terfasilitasinya Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun, Bencana Alam, Dampak Perubahan Iklim dan Gangguan/ Konflik Usaha Perkebunan dengan fokus kegiatan pengembangan Tahun 2015-2019 adalah: 45

1) Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) perkebunan; yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Pengendalian OPT Tanaman Semusim dan Rempah; dan Sub Direktorat Pengendalian OPT Tanaman Tahunan dan Penyegar. 2) Pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan; yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Data dan Kelembagaan Pengendalian OPT. 3) Antisipasi dampak perubahan iklim; yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Gangguan Usaha, Dampak Perubahan Iklim dan Pencegahan Kebakaran. 4) Kesiapsiagaan pencegahan kebakaran lahan dan kebun, yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Gangguan Usaha, Dampak Perubahan Iklim dan Pencegahan Kebakaran. 5) SL-PHT tanaman perkebunan; yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Data dan Kelembagaan Pengendalian OPT. 6) Pembinaan dan sertifikasi desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan; yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Data dan Kelembagaan Pengendalian OPT. 7) Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan, yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Gangguan Usaha, Dampak Perubahan Iklim dan Pencegahan Kebakaran. 8) Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan Perkebunan, yang menjadi tugas dan fungsi dari Sub Direktorat Data dan Kelembagaan Pengendalian OPT; Sub Direktorat Pengendalian OPT Tanaman Semusim dan Rempah; Sub Direktorat Pengendalian OPT Tanaman 46

Tahunan dan Penyegar; Sub Direktorat Gangguan Usaha, Dampak Perubahan Iklim dan Pencegahan Kebakaran; Sub bagian Tata Usaha dan kelompok jabatan fungsional. F. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Sasaran kegiatan dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya adalah Terlaksananya Pelayanan Teknis dan Administrasi Seluruh Unit Organisasi di Lingkungan Direktorat Jenderal Perkebunan dengan fokus kegiatan pengembangan Tahun 2015-2019 adalah: 1) Jumlah Dokumen Perencanaan, Keuangan dan Perlengkapan, Umum, serta Evaluasi dan Layanan Rekomendasi, yang menjadi tugas dan fungsi dari Bagian Perencanaan; Bagian Keuangan dan Perlengkapan; Bagian Evaluasi dan Layanan Rekomendasi; dan Bagian Umum. 2) Dukungan kegiatan manajemen dan teknis lainnya, yang menjadi tugas dan fungsi dari Bagian Perencanaan; Bagian Keuangan dan Perlengkapan; Bagian Evaluasi dan Layanan Rekomendasi; dan Bagian Umum. G. Dukungan Pengujian dan Pengawasan Mutu Benih serta Penyiapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Medan, Surabaya dan Ambon Sasaran kegiatan dukungan pengujian dan pengawasan mutu benih serta penyiapan teknologi proteksi tanaman perkebunan (BBP2TP) Medan, Surabaya dan Ambon adalah terlaksananya pengawasan dan pengujian mutu benih tanaman perkebunan dan penyiapan teknologi proteksi tanaman perkebunan dengan fokus kegiatan pengembangan Tahun 2015-2019 adalah: 47

1) Sertifikasi dan pengujian mutu benih tanaman perkebunan; 2) Pembangunan kebun contoh, uji dempot dan uji koleksi tanaman perkebunan; 3) Rakitan teknologi spesifik lokasi proteksi tanaman perkebunan; 4) Eksplorasi, pemanfaatan, pengembangan, pengujian agensia pengendali hayati tanaman perkebunan; 5) Fasilitasi teknis dukungan pengawasan dan pengujian mutu benih dan teknologi proteksi tanaman perkebunan. Sedangkan sasaran kegiatan dukungan penyiapan teknologi proteksi tanaman perkebunan (BPTP) Pontianak adalah terlaksananya penyiapan teknologi proteksi tanaman perkebunan dengan fokus kegiatan pengembangan Tahun 2015-2019 adalah 1) rakitan teknologi spesifik lokasi proteksi tanaman perkebunan; dan 2) eksplorasi, pemanfaatan, pengembangan, pengujian agensia pengendali hayati tanaman perkebunan. 2.2. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2016 Program Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016 merupakan bagian dari program Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019 yaitu: Peningkatan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan berkelanjutan. 2.2.1. Sasaran Kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016 Sasaran Kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016 adalah Terwujudnya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman 48

perkebunan secara optimal serta pengembangan sistem pertanian bioindustry berkelanjutan. Dalam mengukur kinerja Ditjen Perkebunan ada 2 (dua) indikator yang dipergunakan yaitu: (1) Laju peningkatan produksi tanaman tebu sebesar 10,03%; (2) Laju peningkatan produksi tanaman unggulan perkebunan lainnya sebesar 2,45%. Sedangkan sasaran kegiatan pada unit kerja Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016 ditetapkan sesuai dengan Renstra Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019 yang diterbitkan bulan Oktober 2016 adalah: 1) Sasaran peningkatan produksi dan produktivitas tanaman semusim dan rempah adalah terlaksananya pengembangan tanaman semusim dan rempah dengan fokus kegiatan pengembangan dan indikator kinerja kegiatan (IKK) adalah: a) Pengembangan areal produktif tanaman tebu seluas 31.161 ha; b) Pengembangan areal produktif tanaman rempah seluas 5.935 ha; c) Pengembangan areal produktif tanaman semusim lainnya seluas 2.451 ha; d) Perluasan tanaman semusim dan rempah di lahan kering seluas 6.825 ha; e) Fasilitasi teknis pengembangan tanaman semusim dan rempah selama 12 bulan. 2) Sasaran peningkatan produksi dan produktivitas tanaman tahunan dan penyegar adalah terlaksananya pengembangan tanaman 49

tahunan dan penyegar dengan fokus kegiatan pengembangan dan indikator kinerja kegiatan (IKK) adalah: a) Pengembangan areal produktif tanaman kakao seluas 81.970 ha; b) Pengembangan areal produktif tanaman tahunan seluas 16.434 ha; c) Pengembangan areal produktif tanaman penyegar lainnya seluas 15.475 ha; d) Perluasan tanaman tahunan dan penyegar di lahan kering seluas 11.009 ha; e) Fasilitasi teknis pengembangan tanaman tahunan dan penyegar selama 12 bulan. 3) Sasaran Dukungan Perbenihan Tanaman Perkebunan adalah terlaksananya pengembangan tanaman tahunan dengan fokus kegiatan pengembangan dan indikator kinerja kegiatan (IKK) adalah: a) Pengembangan sumber benih unggul tanaman perkebunan seluas 2.489 ha; b) Fasilitasi teknis dukungan perlindungan perkebunan selama 12 bulan. 4) Sasaran kegiatan dukungan pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan adalah meningkatnya penerapan pascapanen dan pembinaan usaha dengan fokus kegiatan pengembangan dan indikator kinerja kegiatan (IKK) adalah: a) Pengembangan pascapanen komoditas perkebunan sebanyak 190 KT; 50

b) Pengembangan pengolahan hasil perkebunan sebanyak 56 Unit; c) Pembinaan usaha perkebunan sebanyak 32 provinsi; d) Pembinaan penerapan standar dan sistem jaminan mutu keamanan pangan bagi pelaku usaha perkebunan sebanyak 53 kegiatan; e) Pengembangan pemasaran hasil perkebunan sebanyak 197 provinsi; f) Fasilitasi teknis dukungan pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan selama 12 bulan. 5) Sasaran kegiatan dukungan perlindungan perkebunan adalah menurunkan luas areal yang terserang OPT dan terfasilitasinya pencegahan kebakaran lahan dan kebun, bencana alam serta dampak perubahan iklim dengan fokus kegiatan pengembangan dan indikator kinerja kegiatan (IKK) adalah: a) Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Perkebunan seluas 11.459 ha; b) Pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan sebanyak 77 Unit; c) Antisipasi dampak perubahan iklim sebanyak 94 KT; d) Kesiapsiagaan pencegahan kebakaran lahan dan kebun sebanyak 26 Dokumen; e) SL-PHT Perkebunan sebanyak 93 KT; f) Penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan 42 kasus; g) Pembinaan dan sertifikasi desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan sebanyak 150 desa; 51

h) Fasilitasi teknis dukungan perlindungan perkebunan selama 12 bulan. 6) Sasaran dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya adalah terlaksananya pelayanan teknis dan administrasi seluruh unit organisasi dilingkungan Direktorat Jenderal Perkebunan dengan fokus kegiatan pengembangan dan indikator kinerja kegiatan (IKK) adalah: a) Jumlah Dokumen Perencanaan, Keuangan dan Perlengkapan, Umum, serta Evaluasi dan dan Layanan Rekomendasi sebanyak 12 Dokumen. b) Dukungan kegiatan manajemen dan teknis lainnya selama 12 Bulan. 7) Sasaran kegiatan dukungan pengujian dan pengawasan mutu benih serta penyiapan teknologi proteksi tanaman perkebunan (BBPPTP) Medan, Surabaya dan Ambon adalah terlaksananya pengawasan dan pengujian mutu benih tanaman perkebunan dan penyiapan teknologi proteksi tanaman perkebunan dengan fokus kegiatan pengembangan dan indikator kinerja kegiatan adalah: a) Sertifikasi dan pengujian mutu benih sebanyak 147,74 Juta batang; b) Pembangunan kebun contoh, uji demplot dan uji koleksi sebanyak 16 Unit; c) Rakitan teknologi spesifik lokasi proteksi tanaman perkebunan sebanyak 27 Paket Teknologi; 52

d) Eksplorasi pemanfaatan, pengembangan, pengujian agensia pengendali hayati sebanyak 13 Jenis; e) Koordinasi pembinaan dan monev perbenihan dan proteksi tanaman perkebunan sebanyak 12 Dokumen. Sedangkan sasaran kegiatan dukungan penyiapan teknologi proteksi tanaman perkebunan (BPTP) Pontianak adalah terlaksananya penyiapan teknologi proteksi tanaman perkebunan dengan fokus kegiatan pengembangan dan indikator kinerja kegiatan adalah: a) Rakitan teknologi spesifik lokasi proteksi tanaman perkebunan sebanyak 45 Paket Teknologi; b) Pembangunan kebun contoh, uji demplot dan uji koleksi sebanyak 7 Unit; c) Fasilitasi teknis penyiapan teknologi proteksi tanaman perkebunan selama 12 bulan. 2.3. Perjanjian Kinerja Dokumen Perjanjian Kinerja (PK) merupakan suatu dokumen pernyataan kinerja/kesepakatan kinerja/penetapan kinerja antara atasan dengan bawahan dalam mewujudkan suatu capaian kinerja pembangunan dari sumber daya alam yang tersedia melalui target kinerja serta indikator kinerja yang menggambarkan keberhasilan pencapaiannya yang berupa hasil (outcomes) maupun keluaran (output). Perjanjian Kinerja (PK) Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016 berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Tahun 2016 disusun setelah 53

DIPA Direktorat Jenderal Perkebunan diterima pada bulan Januari 2016 dan telah mengikuti Pedoman Permen-PAN dan RB Nomor 53 Tahun 2014. PK Direktorat Jenderal Perkebunan ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perkebunan dan Menteri Pertanian pada bulan Januari 2016. PK tersebut berupa outcomes yang dimanifestasikan dalam dimensi produksi tanaman perkebunan. Pada Tahun 2016 Direktorat Jenderal Perkebunan mendapat alokasi dana yang tertuang dalam DIPA/POK dengan total anggaran awal (Maret 2016) sebesar Rp. 1.917.993.750.000,- mengalami refokusing pada bulan April, sehingga menjadi Rp. 1.759.314.989.000,-. Kemudian pada bulan Agustus 2016 sesuai kebijakan Pemerintah sehingga terjadi penghematan sehingga anggaran Ditjen Perkebunan menjadi 1.192.418.283.000,-. Kemudian pada bulan November sesuai kebijakan Pemerintah dilakukan selfbloking sebesar Rp. 106.300.000.000,-, sehingga anggaran Ditjen Perkebunan menjadi Rp. 1.086.118.283,-. Self-Bloking adalah salah satu upaya membatasi terealisasinya anggaran melalui pemblokiran sendiri sehingga secara pelaporan keuangan masih harus dipertanggungjawabkan. Dengan adanya penghematan anggaran maka terjadi perubahan pada target outputs kegiatan yang harus dipertanggungjawabkan dalam perjanjian kinerja, sehingga kinerja (capaian fisik) yang dipertangungjawabkan adalah penggunaan anggaran dalam PK setelah self-bloking. Anggaran tersebut terdiri dari dana Dekonsentrasi, dana Tugas Pembantuan (TP) Provinsi dan Tugas Pembantuan (TP) Kabupaten untuk melaksanakan kegiatan utama pembangunan perkebunan yang tersebar 54

di 84 satker yang meliputi 1 satker pusat, 4 satker UPT pusat, 33 satker Provinsi dan 46 satker Kabupaten/Kota. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja serta target yang telah disusun dalam Format Perjanjian Kinerja (PK) Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perjanjian Kinerja (PK) Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016 Sasaran program dan kegiatan pembangunan perkebunan Tahun 2016 yang ditetapkan dalam DIPA/POK dan selanjutnya menjadi Perjanjian Kinerja (PK) Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016 untuk 55

melaksanakan 7 (tujuh) kegiatan utama dengan total anggaran sebesar Rp. 1.192.418.283,- dengan rincian sebagai berikut: (1) Kegiatan pengembangan tanaman semusim dan Rempah dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 120.187.650.000,- (2) Kegiatan pengembangan tanaman tahunan dan penyegar dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 606.753.828.000,- (3) Kegiatan dukungan perbenihan tanaman perkebunan dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 31.788.397.000,- (4) Kegiatan dukungan pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 84.474.114.000,- (5) Kegiatan dukungan perlindungan perkebunan dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 110.231.426.000,- (6) Kegiatan dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 151.802.940.000,- (7) Kegiatan dukungan pengujian dan pengawasan mutu benih serta penyiapan teknologi proteksi tanaman perkebunan dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 87.179.928.000,- 56

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. Pengukuran Kinerja Salah satu fondasi utama dalam menerapkan manajemen kinerja adalah pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja dilakukan dalam rangka menjamin adanya peningkatan dalam pelayanan publik dan meningkatkan akuntabilitas dengan melakukan klarifikasi output dan outcome yang akan dan seharusnya dicapai untuk memudahkan terwujudnya organisasi yang akuntabel. Setiap akhir Tahun Anggaran dan berakhirnya kegiatan, instansi harus melakukan Pengukuran Kinerja untuk mengetahui pencapaian target kinerja yang ditetapkan dalam dokumen Perjanjian Kinerja. Hal ini sesuai yang diamanatkan dalam permen-pan dan RB Nomor 53 Tahun 2014. 3.2. Kriteria Ukuran Keberhasilan Secara nasional ukuran Keberhasilan unit instansi Pemerintah bisa diukur dengan mengunakan kriteria keberhasilan Sub Sektor tertentu. Ditjen perkebunan dalam hal ini menggunakan indikator makro dan indikator mikro. Tingkat kinerja ini, tidak bisa di klaim sebagai keberhasilan secara substantif karena banyak pihak yang turut berperan dalam pencapaiannya. Namun demikian Ditjen Perkebunan memiliki peran yang sangat besar dalam pencapaian indikator tersebut khususnya sub sektor perkebunan. 57

Sesuai tugas dan fungsinya, Kriteria ukuran keberhasilan Ditjen perkebunan ditentukan oleh pencapaian terhadap target indikator kinerja Program yang diukur terhadap Perjanjian Kinerja (PK), dibandingkan dengan beberapa tahun terakhir dan dibandingkan dengan target yang tertuang dalam Renstra Ditjen Perkebunan. Pengukuran kinerja tersebut akan mengacu pada sasaran program (outcomes) sebagai berikut: 1. Indikator kinerja rata-rata pertumbuhan produksi tebu Tahun 2016 sebasar 10,03%. 2. Indikator kinerja rata-rata pertumbuhan produksi tanaman perkebunan unggulan lainnya Tahun 2016 sebasar 2,45. Pengukuran kinerja tersebut disertai analisis penyebab keberhasilan/kegagalan atau peningkatan/penurunan kinerja; efesiensi penggunaan sumberdaya dan analisis program/kegiatan yang menunjang keberhasilan/kegagalan. Untuk mengukur efisiensi (E) di gunakan formula berdasarkan PMK 249 Tahun 2011, sebagai berikut: Sedangkan untuk mengukur nilai efisiensi (NE) digunakan formula berikut : 58

Dari formula tersebut berarti suatu kegiatan di katakan efisien jika memiliki nilai efisiensi lebih besar sama dengan 50% dan jika lebih besar dari 100% dikatakan efisien tetapi perlu penjelasan lebih lanjut karena dianggap anomali. 3.3. Pencapaian Kinerja 3.3.1. Pencapaian Kinerja Capaian Sasaran Program (Outcomes) Sasaran program (Outcomes) diwujudkan dalam bentuk produksi tanaman perkebunan. Hal tersebut sampai dengan saat ini masih menjadi perdebatan simpul kritis sebagai berikut: (1) Mengingat tanaman perkebunan pada umumnya bersifat tahunan sehingga produksi tanaman baru dapat dihitung minimal 4 (empat) tahun ke depan; (2) Sebagaimana diketahui bahwa biaya investasi pengembangan perkebunan yang dibiayai dengan APBN jumlahnya sangat kecil sekitar 2% per tahun. Apabila yang dihitung hanya kegiatan yang dibiayai dengan APBN, maka pengaruhnya terhadap produksi tingkat nasional sangat kecil sekali, padahal Direktorat Jenderal Perkebunan telah membina seluruh perkebunan yang ada di Indonesia, baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar melalui pembinaan, pengawalan, dan pendampingan, serta kebijakan maupun dukungan manajemen dan adminsitrasi. Pendekatan pertama, apabila tanaman yang ditanam pada tahun berjalan sesuai berlakunya APBN, maka tidak dapat dihitung produksinya pada tahun yang sama, dengan demikian apabila sesuai 59

ketentuan yang berlaku maka produksinya (outcomes) adalah nol (tidak ada produksi). Pendekatan lainnya, jika yang dihitung produksi tahun berjalan, maka yang dihitung merupakan produksi dari tanaman yang tahun tanamnya minimal 4 (empat) tahun yang lalu. Berkenaan dengan kedua pendekatan dimaksud, meskipun tidak sepenuhnya benar, Direktorat Jenderal Perkebunan menyepakati produksi dan produktivitas pada tahun berjalan ditetapkan sebagai outcomes dengan menggunakan target dari Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Perkebunan dalam pembangunan perkebunan Tahun 2015-2019 sebagai acuannya. Sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014, perjanjian kinerja antara Direktur Jenderal Perkebunan dan Menteri Pertanian berupa outcomes yang dimanifestasikan dalam produksi. Dan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 45 Tahun 2015 dengan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pertanian dan Renstra Direktorat Jenderal Perkebunan bahwa Indikator Kinerja Program (IKP) yaitu: (1) laju peningkatan produksi tanaman tebu; dan (2) laju peningkatan produksi tanaman unggulan perkebunan lainnya. Adapun proyeksi IKP Ditjen Perkebunan Tahun 2016 adalah 1) laju peningkatan produksi tanaman tebu yang ditargetkan sebesar 10,03% dan 2) laju peningkatan produksi tanaman unggulan perkebunan lainnya dengan target sebesar 2,45%. 60

Dalam upaya terwujudnya laju peningkatan produksi tanaman tebu dan tanaman unggulan perkebunan lainnya tersebut, pada Tahun 2016 diakukan melalui pengembangan tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar dengan dukungan penanganan pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan, penyediaan benih unggul bermutu tanaman perkebunan, perlindungan perkebunan serta dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya. Adapun indikator yang digunakan adalah meningkatnya produksi dan produktivitas 16 komoditas unggulan nasional perkebunan yang meliputi tebu, kapas, tembakau, nilam, karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, kakao, jambu mete, lada, cengkeh, teh, pala, sagu dan kemiri sunan. 3.3.1.1. Pencapaian Kinerja terhadap Sasaran Program Tahun Ini Capaian kinerja Direktorat Jenderal Perkebuan pada Tahun 2016 jika dihitung berdasarkan sasaran program Tahun 2016 sesuai dengan perjanjian kinerja Dirjen Perkebunan dengan Menteri Pertanian seperti pada tabel 3 dan 4. Tabel 3. Pencapaian Kinerja Tahun 2016 terhadap Perjanjian Kinerja Tahun 2016 Dilihat Dari Rata-rata Pertumbuhan Produksi Indikator Kinerja Program Target PK Realisasi 2016 Rata-rata Pertumbuhan Produksi Tanaman Tebu (%) Rata-rata Pertumbuhan Produksi Tanaman Perkebunan Unggulan Lainnya (%) 10,03 (-11.01) 2,45 1,36 Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2017 (Diolah) 61

Tabel 4 diperoleh dari analisis pencapaian target PK yang dikonversikan ke dalam produksi 16 komoditas strategis Direktorat Jenderal Perkebunan pada Tabel 4. Tabel 4. Analisis Pencapaian Kinerja Sasaran Program Komoditas Strategis Ditjen Perkebunan Tahun 2016 No Komoditas Produksi (Ton) Target PK Capaian 2015 2016 % Pertbhn (%) Produksi (Ton) Kinerja (%) 1 2 3 4 4:3x100% 5 6 7 A Komoditas Tebu 88,99 10,03 80,88 1 Tebu 2.497.997 2.222.971 88,99 10,03 2.748.546,10 80,88 B Komoditas Perkebunan Unggulan Lainya 101,36 2,45 98,94 2 Kakao 593.331 656.817 110,70 2,45 607.867,61 108,05 3 Teh 132.615 144.015 108,60 2,45 135.864,07 106,00 4 Kelapa Sawit 31.070.015 33.229.381 106,95 2,45 31.831.230,37 104,39 5 Sagu 423.946 440.516 103,91 2,45 434.332,68 101,42 6 Pala 33.711 34.408 102,07 2,45 34.536,92 99,63 7 Tembakau 193.790 196.154 101,22 2,45 198.537,86 98,80 8 Lada 81.501 82.167 100,82 2,45 83.497,77 98,41 9 Karet 3.145.398 3.157.780 100,39 2,45 3.222.460,25 97,99 10 Kopi 639.412 639.305 99,98 2,45 655.077,59 97,59 11 Cengkeh 139.641 139.522 99,91 2,45 143.062,20 97,53 12 Kemiri Sunan 1.135 1.132 99,74 2,45 1.162,81 97,35 13 Kelapa 2.920.665 2.890.735 98,98 2,45 2.992.221,29 96,61 14 Nilam 1.986 1.954 98,39 2,45 2.034,66 96,04 15 Jambu Mete 137.580 130.072 94,54 2,45 140.950,71 92,28 16 Kapas 759 715 94,20 2,45 777,60 91,95 Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2017 (Diolah) Berdasarkan Tabel 3 dan 4 dapat dijelaslan sebagai berikut: A. Rata-rata Pertumbuhan Produksi Tanaman Tebu (GKP) Dibanding dengan target Tahun 2016 capaian pertumbuhan produksi tebu mencapai 80,88% atau mengalami penurunan sebesar (-11,01%) dari target yang diharapkan dalam PK sebesar 10,03%. Capaian ini berarti dengan target rata-rata pertumbuhan produksi tebu sebesar 10,01% (250.549 ton GKP) atau 2,749 juta ton GKP pada Tahun 2016 baru mencapai 88,99% (2,222 juta ton GKP), produktivitas rata-rata sebesar 5,004 ton/ha hablur (gula) dengan luas areal sebesar 445.510 ha. 62

Akar permasalahan tidak tercapainya produksi gula tebu dikelompokkan ke dalam 10 (sepuluh) domain permasalahan, yaitu perubahan iklim atau anomali ilkim, Inovasi teknologi budidaya terbarukan belum optimal, terbatasnya varietas unggul baru yang adatif di lahan kering, dukungan pengolahan belum optimal, petani meragukan transparansi rendemen, dukungan Kebijakan dan regulasi belum tepat, distabilitas Harga petani, minimnya kuantitas dan kualitas SDM pertebuan, Sumber Daya Alam (SDA) terbatas untuk tebu, Minimnya investasi terhadap industri gula berbasis tebu. 1. Perubahan iklim atau anomali ilkim, menyebabkan petani tidak memiliki pola tanam yang tetap berakibat pada masa tanam, pemeliharaan dan panen tidak sesuai standar teknis, pertumbuhan tebu stagnan dan kering. Hal ini terjadi karena usaha tani tebu mayoritas (90%) di lahan kering sulit pengairan sehingga waktu tanam, pemeliharaan dan panen tidak sesuai dengan pola tanam yang direkomendasikan. 2. Inovasi teknologi budidaya tebu terbarukan belum optimal, menyebabkan sebagian besar petani masih menggunakan teknologi yang belum tepatguna (rendemen dan produktivitas masih rendah), akibatnya penerapan inovasi teknologi budidaya tebu belum optimal, pengelolaan lahan tebu sempit dan terpencar, dan modernisasi melalui mekanisasi pertanian belum diterapkan secara optimal. 63

3. Terbatasnya varietas unggul baru yang adatif di lahan kering, menyebabkan produktivitas tebu dan rendemen rendah. Akibatnya petani menanam tebu dengan varietas asalan atau varietas unggul yang tidak sesuai spesifikasi lokasi. 4. Dukungan Pengolahan belum Optimal, menyebabkan sistem pasar belum berjalan dengan baik, kehilangan produksi karena rendahnya efisiensi industri pengolahan, persaingan industri kurang sehat dan lain-lain. Hal ini disebabkan kondisi PG di Indonesia rata-rata sudah berumur tua, dengan kapasitas giling kecil di bawah 3.000 TCD, sehingga berdampak pada kinerja PG untuk menghasilkan rendemen gula tidak optimal. 5. Petani meragukan transparansi rendemen, menyebabkan minat petani untuk meningkatkan rendemen lebih kecil dan lebih besar kemungkinan berminat meningkatkan berat tebu, hal ini berakibat pada sistem budidaya yang kurang spesifik meningkatkan produktivitas. 6. Dukungan Kebijakan dan regulasi belum tepat, menyebabkan alih fungsi lahan tebu ke lahan marginal/lahan kering, tanpa dukungan kebijakan lanjutan khusus tebu, kebijakan harga masih belum menguntungkan petani, stakeholders gula tebu sangat heterogen. 7. Distabilitas Harga petani disebabkan sistem pasar gula misalnya dengan beredarnya gula kristal putih impor, distorsi gula rafinasi di pasaran, harga Patokan Petani (HPP) yang ditentukan oleh 64

Kementerian Perdagangan masih di bawah Biaya Pokok Produksi (BPP) yang ditentukan Kementerian Pertanian. Hal ini menyebabkan kurang menariknya pengembangan tebu, sehingga existing tanaman tebu tidak bertambah bahkan sebaliknya. Jika hal ini dibiarkan maka luasan areal tebu akan semakin berkurang. 8. Minimnya kuantitas dan kualitas SDM pertebuan, menyebabkan sulitnya memperoleh tenaga kerja baik petani/pengusaha tebu, penyuluh/pembina pertebuan dan SDM lainnya yang menangani langsung gula berbasis tebu di Indonesia hal ini tercermin dari pengelolaan pertanian di daerah dilakukan secara desentralisasi, banyak petugas teknis pertanian yang ditugaskan tidak sesuai dengan bidang teknis keahliannya dan kurangnya jumlah petugas penyuluh tanaman tebu, sehingga menyebabkan budidaya tebu tidak sesuai standar teknis. 9. Sumber Daya Alam (SDA) terbatas untuk tebu, karena tebu sangat cocok di daerah berpengairan yang cukup maka alam yang sesuai adalah iklim yang stabil, daerah cukup air dan atau daerah berpengairan modern. Hal ini sulit di temukan jika dilakukan oleh petani secara spot-spot dan harus di lahan hamparan yang sudah sulit ditemukan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh persaingan komoditas, ketersediaan lahan dan minat petani/pengusaha itu sendiri. 10. Minimnya investasi terhadap industri gula berbasis tebu, menyebabkan pengembangan tebu tidak konsisten. Hal ini 65

tercermin dari banyaknya rencana pengembangan industri gula berbasis tebu oleh investor yang mengalami kesulitan bahkan mengakhiri niatnya tanpa hasil, padahal kunci pengembangan tebu adalah tersedianya pabrik Gula (PG). Hal ini disebabkan investasi di industri gula berbasis tebu relatif besar sementara dukungan regulasi, sarana infrastruktur dan sosial ekonomi kemasyarakatan masih sangat kurang. Permasalahan tersebut di atas sangat berpengaruh besar terhadap eksistabilitas pergulaan nasional. Oleh karena solusi dan rekomendasinya adalah terselesaikannya permasalahan yang sangat komplek tersebut. Berdasarkan analisis akar permasalahan yang telah dilakukan terkait permasalahan tidak tercapainya produksi gula tebu, maka rekomendasi solusi perbaikan kinerja yang diberikan berdasarkan akar permasalahan tersebut secara ringkas disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rekomendasi Solusi Akar Permasalahan Produksi Gula Tebu No Akar masalah Rekomendasi solusi 1 Pengembangan Tebu 90% di lahan Kering/marginal 1. Penyediaan sumur dalam, embung, sumur dangkal, permukaan 2 Sistem Budidaya belum Optimal 3 Sulitnya memperoleh benih unggul 4 Rendemen tidak Optimal 2. Meningkatkan pembinaan, pendampingan dan penyuluhan 3. Rehabilitasi Tanaman melalui bongkar ratoon dan rawat ratoon 4. Adopsi inovasi terbarukan dari studi banding, penelitian dan percontohan atau demplot. 5. Koordinasi dan kerjasama dengan lembaga penelitian dan sumber benih 6. Pembangunan benih unggul secara berjenjang dan terencana 7. Revitalisasi PG 8. Mengggunakan varietas unggul 9. Sistem budidaya sesuai rekomendasi teknis 66

No Akar masalah Rekomendasi solusi 5 Transparansi rendemen 10. Fasilitasi pengawas rendemen 11. Membentuk Tim Transparansi Rendemen 12. Pengawalan rendemen melibatkan petani, dinas terkait, Perguruan tinggi dan PG 13. Pengukuran rendemen individu menggunakan Core Sampler 14. melakukan managemen tebang muat angkut yang benar 6 Sulit melakukan perluasan areal tebu 15. Meningkatkan Koordinasi dengan K/L terkait dengan pembebasan lahan 16. Melatih petani baru 17. Perluasan di lahan pengembangan 18. Melakukan regrouping lahan minimal 10 ha, bekerja sama dengan pemda dan BPN 7 Lahan sempit dan terpencar 8 Transparansi rendemen 19. Pengawalan rendemen melibatkan petani, dinas terkait, Perguruan tinggi dan PG 9 Harga Gula tidak Stabil 20. Menekan biaya produksi dengan full mekanisasi, regrouping lahan, manajemen tebang muat angkut, subsidi pupuk, insentif produksi gula tebu dan profesionalitas petani tebu 21. Membentuk Tim pengawasan pasar gula 22. Penguatan lembaga pemasaran bentukkan petani/klp tani tebu 10 Minimnya kuantitas dan kualitas SDM pertebuan 23. Melatih tenaga kerja pertebuan 24. Meningkatan kapabilitas SDM petugas teknis dan penyuluh dan petani tebu melalui pelatihan/traning 25. Profesionalisasi kelembagaan petani melalui pelatihan dan training 26. Asosiasi tebu Indonesia di optimalkan 11 Terbatasnya SDA 27. Optimalisasi lahan 28. Optimalisasi penggunaan sumber daya air 29. Memanfaatkan iklim sebagai sumberdaya yang efisien 30. Menggunakan sarana dan prasarana yang mendukung 12 Dukungan lembaga riset pengembangan tebu kurang 31. Pemberdayaan lembaga riset tebu yang sudah ada secara optimal 13 Minimnya investasi 32. Sosialisasi dan koordinasi dengan investor 33. Meningkatkan koordinasi sinergi dengan pihak-pihak terkait 34. Memfasilitasi investor baik secara administrasi maupun insfrastruktur Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2017 (Diolah) Secara keseluruhan terdapat 10 akar masalah yang perlu diselesaikan secara sinergisitas baik lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan, lingkup Kementerian Pertanian dan Kementerian/Lembaga terkait. Hal ini disebabkan produksi gula tebu sangat terkait dengan stakeholders 67

pergulaan secara luas. Masing-masing akar permasalahan telah dirumuskan rekomendasi solusi yang sesuai dan relevan dengan konteks akar masalah yang dihadapi, dimana dihasilkan 34 rekomendasi solusi tindak lanjut upaya perbaikan kinerja ke depan. Dalam upaya pencapaian target kinerja, Direktorat Jenderal Perkebunan melakukan kegiatan pembinaan, koordinasi dan pengembangan tanaman tebu yang tersentral di 9 provinsi yaitu Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Tengah,Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan dan Gorontalo. Sedangkan rencana pengembangan ada di provinsi Aceh, Jambi, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat dan Papua. Pada Tahun 2016, untuk mendukung kinerja pencapaian target PK Ditjen Perkebunan dilakukan kegiatan utama peningkatan produksi dan produktivitas tanaman semusin dan rempah melalui kegiatan pengembangan tebu seperti pada Tabel 6. Tabel 6. Kegiatan Dukungan Pencapaian Target Peningkatan Produksi Gula APBN Ditjen Perkebunan Tahun 2016 TARGET REALISASI NILAI NO KEGIATAN KEUANGAN FISIK KEUANGAN FISIK EFISIENSI KETERANGAN (%) Rp.(000) VOLUME SAT Rp.(000) VOLUME SAT % (%) 1 Bongkar Ratoon 755.888 100 Ha 722.949 95,64 100 Ha 100,00 60,89 3 Prov. 3 Kab. 2 Rawat Ratoon 20.493.573 6.499 Ha 19.425.531 94,79 6.471 Ha 99,57 62,00 9 Prov. 18 Kab. 3 Perluasan tebu dilahan kering 9.672.763 770 Ha 9.472.275 97,93 750 Ha 97,40 48,65 5 Prov. 5 Kab. 4 Pembangunan KBD 10.059.100 370 Ha 9.307.424 92,53 310 Ha 83,84 24,10 5 Prov. 5 Kab. 5 Operasional Tenaga Kontrak Pendamping (TKP) dan Petugas Lapangan Pembantu TKP (PLP-TKP) 18.708.387 556 Org 16.718.478 89,36 556 Org 100,00 76,59 15 Provinsi 6 Pengembangan Database Tebu Sistem 1.121.124 9 Keg 677.356 60,42 9 Keg 100,00 148,96 9 Provinsi Online 7 Fasilitasi Tim Pengawas Taksasi dan 1.584.088 6 Keg 1.331.286 84,04 6 Keg 100,00 89,90 6 Provinsi Rendemen tebu 8 Penguatan Kelembagaan Petani 1.447.259 660 Org 1.438.339 99,38 660 Pkt 100,00 51,54 10 Provinsi 9 Monev Tebu dan Pengawalan di daerah 4.427.162 14 Keg 3.674.368 83,00 14 Keg 100,00 92,51 14 Provinsi 10 Bantuan Peralatan 8.286.429 155 Unit 7.747.425 93,50 150 Unit 96,77 54,51 15 Provinsi Pompa Air 2.157.540 108 Unit 2.157.539 100,00 108 Unit 100,00 50,00 4 Provinsi Fertilizer Aplikator 3.337.025 44 Unit 2.802.025 83,97 39 Unit 88,64 63,17 3 Provinsi Grab Loader 2.791.864 3 Unit 2.787.861 99,86 3 Unit 100,00 50,36 15 Provinsi 11 Pemberian Penghargaan Petani/Klp 396.945 11 Keg 396.900 93,24 11 Unit 100,00 50,03 1 Provinsi Tani Berprestasi 12 Pengendalian OPT Tebu 1.863.215 1.199 Ha 1.811.169 97,21 1.199 Ha 100,00 56,98 9 Provinsi 13 Fasilitasi, pembinaan dan pengawalan 1.717.968 8 Keg 1.709.771 99,52 8 Prov 93,99 51,19 15 Provinsi kegiatan di Pusat TOTAL/RATA-RATA 80.533.901 74.433.271 92,42 66,76 Sumber: Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah, 2017 68

Jika mengacu pada PMK 249 Tahun 2011, dari analisis pencapaian kinerja kegiatan pengembangan tebu Tahun 2016 di atas, dapat dijelaskan nilai efisiensi per kegiatan diperoleh nilai efisiensi sebesar 66,76%, dengan rincian pencapaian kegiatan sebagai berikut: 1. Kegiatan bongkar ratoon seluas 100 ha (100%) dengan penyerapan anggaran sebesar 95,64% dari pagu anggaran, dengan nilai efisiensi sebesar 60,89% (efisien). 2. Kegiatan rawat ratoon seluas 6.471 ha (99,57%) dengan penyerapan anggaran sebesar 94,79% dari pagu anggaran, dengan nilai efisiensi sebesar 48,65% (kurang efisien), ini berarti serapan anggaran lebih tinggi dari realisasi fisik disebabkan adanya self-bloking anggaran. 3. Kegiatan perluasan tebu di lahan kering seluas 750 ha (94,40%) dengan penyerapan anggaran sebesar 97,93% dari pagu anggaran, dengan nilai efisiensi sebesar 24,10% (kurang efisien), ini berarti serapan anggaran lebih tinggi dari realisasi fisik disebabkan adanya self-bloking anggaran. 4. Kegiatan pembangunan Kebun Bibit Datar (KBD) seluas 310 ha (83,84% dengan penyerapan anggaran sebesar 92,53% dari pagu anggaran, dengan nilai efisiensi sebesar 24,10% (kurang efisien), ini berarti serapan anggaran lebih tinggi dari realisasi fisik disebabkan adanya self-bloking anggaran. 5. Operasional TKP dan PL-TKP sebanyak 556 Orang (100%) dengan penyerapan anggaran sebesar 89,36% dari pagu anggaran dengan nilai efisiensi sebesar 76,59% (efisien). 69

6. Kegiatan pengembangan data base tebu system on line 9 Kegiatan (100%) dengan penyerapan anggaran sebesar 60,42% dari pagu anggaran. dengan nilai efisiensi sebesar 148,96% (efisien tetapi anomali). Hal ini berarti dengan serapan anggaran lebih kecil dari 80% dapat mencapai target fisik 100%. Hal ini disebabkan adanya self-bloking anggaran dalam target satuan fisik yang sama. 7. Fasilitasi Tim Pengawas Taksasi dan Rendemen Tebu 6 Kegiatan (100%) dengan penyerapan sebesar 84% dari pagu anggaran dengan nilai efisiensi sebesar 89,90% (efisien). 8. Penguatan kelembagaan petani 660 Orang petani (100%) dengan penyerapan anggaran sebesar 99,38% dari pagu anggaran dengan nilai efisiensi sebesar 51,54% (efisien). 9. Monev tebu dan pengawalan di daerah 14 kegiatan (100%) dengan penyerapan anggaran sebesar 83,00% dari pagu anggaran dengan nilai efisiensi sebesar 92,51% (efisien). 10. Bantuan peralatan 150 unit (96,77%) dengan penyerapan anggaran sebesar 93,50% dari pagu anggaran dengan nilai efisiensi sebesar 54,51% (efisien). 11. Pemberian penghargaan petani 100 kegiatan (100%) dengan penyerapan anggaran sebesar 93,24% dari pagu anggaran dengan nilai efisiensi sebesar 50,03% (efisien). 12. Pengendalian OPT tebu 1.199 ha (100%) dengan penyerapan anggaran sebesar 97,21% dari pagu anggaran dengan nilai efisiensi sebesar 56,98% (efisien). 70

13. Fasilitasi, pembinaan, pengawalan kegiatan pengembangan tebu di pusat 8 keg (100%) dengan penggunaan anggaran sebesar 93,99% dari pagu anggaran dengan nilai efisiensi sebesar 51,19% (efisien). Permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pengembangan tebu tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Keragunan dalam pelaksanaan kontrak karena isu revisi dan pemotongan anggaran menyebabkan pelaksanaan kegiatan terlambat. 2. Perubahan pola tanam menyesuaikan anomali iklim, menyebabkan pelaksanaan kegiatan harus dilakukan secara hati-hati karena di khawatirkan gagal tanam. 3. Perubahan CP/CL yang disebabkan minat petani menurun sehingga untuk menanan tebu berkurang. 4. Terlambatnya penerbitan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis sehingga mengganggu proses pengadaan barang jasa. 5. Keterlambatan penyediaan benih, pupuk dan peralatan sehingga kegiatan pengembangan tebu tertunda. 6. Keterbatasan penyedia parasitoid untuk kegiatan demfarm pengendalian OPT tebu menyebabkan pelaksaanaan kegiatan tertunda. 7. Harga gula yang kurang stabil menyebabkan minat petani di areal pengembangan baru kurang antusias dalam mengembangkan tebu. B. Rata-rata Pertumbuhan Produksi Tanaman Perkebunan Unggulan Lainnya 71

Beberapa komoditas unggulan perkebunan lainnya yaitu Nilam, tembakau, kapas, kakao, kopi cengkeh, teh, karet, kelapa sawit, kelapa, pala, lada, jambu mete, sagu dan kemiri sunan. Rata-rata pertumbuhan produksi tanaman perkebunan unggulan lainnya mencapai sebesar 1,36% atau 98,94% jika dibandingkan target PK Tahun 2016 sebesar 2,45%. Komoditas perkebunan unggulan lainnya yang mengalami peningkatan, khususnya komoditas strategis Kementerian Pertanian (kakao, teh, kelapa sawit, karet dan kopi). Pencapaian terbesar adalah komoditas kakao sebesar 108,05%, diikuti oleh komoditas teh (106%), kelapa sawit (104,39%) dan sagu (101,42%). Sedangkan capaian kinerja komoditas lainnya antara 91,95 % sampai 99,63%. Beberapa Permasalahan yang dihadapi komoditas perkebunan unggulan lainnya yaitu: a. Anomali iklim sebagai permasalahan umum terhadap tumbuh kembangnya tanaman perkebunaan unggulan dan khususnya sulitnya tanaman untuk menyesuaikan dengan perubahan alam. b. Dukungan teknologi belum optimal khususnya komoditas yang dikembangkan di daerah tertentu. c. Harga kurang stabil misalnya karena tidak adanya jaminan pemasaran, sistem pemasaran yang rumit dan lain-lain. d. Minimnya dukungan Industri hilir misalnya tidak ada pabrik pengolahan, industri peningkatan nilai tambah belum optimal. e. Minimnya dukungan industri hulu misalnya pupuk relatif mahal, ketersediaan mekanisasi kurang mendukung pengembangan komoditas strategis; 72

Berdasarkan analisis akar permasalahan yang telah dilakukan terkait permasalahan tidak tercapainya target pertumbuhan komoditas perkebunan unggulan lainnya, maka rekomendasi solusi perbaikan kinerja yang diberikan berdasarkan akar permasalahan tersebut secara ringkas disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rekomendasi Akar Permasalahan Komoitas Perkebunan Unggulan Lainnya No Akar masalah Rekomendasi solusi 1 Menurunnya produktivitas 2 Harga yang tidak stabil 3 Industri pengolahan masih kurang 1. Penerapan teknologi budidaya (Intensifikasi, Rehabilitasi dan pemanenan) 2. Perbaikan pasca panen 3. Menanam benih unggul yang adaptif terhadap perubahan iklim 4. Intensifitas penanganan OPT 1. Menciptakan kepastian pasar 2. Perbaikan sistem pemasaran 3. Menciptakan peluang dengan menfasilitasi industri pengolahan di Indonesia 4. Membatasi impor produk turunan 5. Memperkuat kelmbagaan petani untuk pemasaran 6. Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait untuk pengturan sistem pemasaran 7. Memanfaatkan peluang ekspor dengan penguatan kelembagaan petani 1. Melatih petani untuk meningkatkan nilai tambah melalui pasca panen dan pengolahan produk teh 4 SDM masih lemah 1. Pembinaan dan Pelatihan petugas lapangan 2. Pembinaan dan Pelatihan petani 3. Koordinasi dan konsultasi terkait pengembangan teh dengan perusahaan 5 Lemahnya inovasi teknologi 6 Minimnya industri pengolahan produk kakao 7 Lemahnya Modal Petani 1. Pembinaan dan pelatihan terhadap tenaga teknis dilapangan dan petani untuk memperbaiki pola budidaya, pasca panen dan pemasaran 2. Penyediaan benih unggul yang adaptif 1. Pembinaan, pelatihan, Studi banding kepada kelompok tani 2. Mengundang investor untuk pengolahan produk kakao di Indonesia 1. Pembinaan, pengawalan suvervisi dan sosialisasi pemanfaatan bantuan pemerintah 2. Memanfaakan fasilitas kredit yang di sediakan oleh perbankan dan lembaga lain 3. Mendorong perbankan dan lembaga keuangan lain untuk memberikan fasilias kredit kepada petani Sumber: Ditjen Perkebunan, 2016 73

Dalam upaya mendukung pertumbuhan produksi tanaman perkebunan unggulan lainnya dilakukan kegiatan Pengembangan Tanaman unggulan perkebunan lainnya melalui alokasi APBN Tahun 2016, Kegiatan Ditjen Perkebunan yang mendukung upaya meningkatkan produksi tanaman unggulan perkebunan lainnya tersebut sebagaimana dijelaskan pada kegiatan pendukung pengembangan komoditas perkebunan berikut ini. 1. Kegiatan Pengembangan Kakao Kegiatan Pengembangan Kakao dilaksanakan di 22 provinsi dan lebih dari 100 kabupaten yang tersebar di seluruh Indonesia. Kegiatan yang dilakukan antara lain intensifikasi kakao seluas 62.945 ha di 17 provinsi dan 66 kabupaten, peremajaan kakao seluas 7.350 ha di 8 provinsi dan 24 kabupaten, perluasan kakao seluas 1.420 ha di 7 provinsi, Pembangunan kebun induk dan entres seluas 43 ha dan 11 kabupaten dan kegiatan dukungan lainnya dengan menggunakan angaran sebesar 40,328 milyar. Pelaksanaan kegiatan pengembangan kakao tersebut seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Kegiatan Pengembangan Kakao Tahun 2016 TARGET REALISASI NILAI NO KEGIATAN KEUANGAN FISIK KEUANGAN FISIK EFISIENSI (%) Rp.(000) Rp.(000) VOLUME SAT VOLUME SAT % (%) 1 Intensifikasi Tanaman Kakao 236.336.000 62.470 Ha 235.090.000 99,47 62.470 Ha 100,00 51,32 2 Peremajaan Tanaman Kakao 62.079.171 7.350 Ha 61.107.925 98,44 7.350 Ha 100,00 53,91 3 Perluasan Tanaman Kakao 16.578.247 1.520 Ha 11.731.389 70,76 1.420 Ha 93,42 110,63 4 Pembanguan Kebun Induk dan 1.359.267 43 Ha 1.299.828 95,63 43 Ha 100,00 60,93 Entres 5 Kegiatan Pendukung Lainnya 41.765.608 40.646.941 97,32 56,79 (Satuan) Pengawalan dan pendampingan 13.421.920 101 Paket 12.955.727 96,53 101 Paket 100,00 58,68 tananan kako TKP dan PL-TKP 10.084.490 500 Org 9.936.390 98,53 500 Org 100,00 53,67 Penaggungjawab pelaksanaan 584.840 1.557 565.937 96,77 1.507 OB 96,79 50,05 kegiatan kakao Pengembangan desa kakao 787.514 1 Keg 785.174 99,70 1 Keg 100,00 50,74 Integrasi tanaman kakao-ternak 3.992.470 8 KT 3.987.572 99,88 8 KT 100,00 50,31 Pengawalan dan pendampingan 307.910 4 Keg 276.921 89,94 4 Keg 100,00 75,16 integrasi tanaman kakao-ternak Operasional Substantion 1.283.032 4 Keg 1.178.374 91,84 4 Keg 100,00 70,39 Pelatihan penumbuhan kebersamaan 1.656.304 1.374 Org 1.605.784 96,95 1.374 Org 100,00 57,63 petani kakao Pelatihan penguatan kelembagaan 399.555 90 Org 388.447 97,22 90 Org 100,00 56,95 petani kakao Pelatihan penguatan kelembagaan 9.044.273 1.410 Org 8.763.342 96,89 1.410 Org 100,00 57,77 lanjutan petani kakao Pengawalan dan pendampingan 44.200 1 Keg 44.173 99,94 1 Keg 100,00 50,15 kelembagaan petani Peningkatan mutu kakao 159.100 1 Keg 159.100 100,00 1 Keg 100,00 50,00 6 Pengendalian OPT Kakao 5.784.455 2.610 Ha 5.685.749 98,29 2.610 Ha 100,00 54,27 7 SL-PHT Tan. Perkebunan (Kakao) 4.819.078 87 KT 4.309.329 89,42 87 KT 100,00 76,44 Fasilitasi, pembinaan dan pengawalan 387.760.691 55 Keg 375.197.624 96,76 55 Keg 100,00 58,10 8 kegiatan Kopi, Teh, Kakao di Pusat TOTAL 755.123.250 733.768.957 97,17 65,30 Sumber: Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar, 2017 74

Jika mengacu pada PMK 249 Tahun 2011, dari analisis pencapaian kinerja kegiatan di atas, dapat dijelaskan nilai efisiensi (0%-100%) bahwa kegiatan pengembangan kakao mencapai nilai efisiensi sebesar 65,30% (efisien). Kegiatan yang anomali adalah kegiatan perluasan tanaman kakao (nilai efisiensi 110,63%) dengan serapan sebesar 70,76% dan realisasi fisik sebesar 93,42%. 2. Kegiatan Pengembangan Teh Kegiatan Pengembangan teh dilaksanakan di 4 provinsi dan 6 kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu intensifikasi teh seluas 2.245 ha, rehabilitasi tanaman teh seluas 650 ha dan kegiatan dukungan lainnya. Pelaksanaan kegiatan pengembangan tanaman teh pada Tahun 2016 tersebut seperti pada Tabel 9. Tabel 9. Kegiatan Pengembangan Tanaman Teh Tahun 2016 NO KEGIATAN TARGET REALISASI KEUANGAN FISIK KEUANGAN FISIK (%) Rp.(000) VOLUME SAT Rp.(000) VOLUME SAT % NILAI EFISIENSI (%) KETERANGAN 1 Intensifikasi Tanaman Teh 3.792.800 1.845 Ha 3.035.387 80,03 1.845 Ha 100,00 99,92 4 Prov. 6 Kab. 2 Rehabilitasi Tanaman Teh 10.227.761 650 Ha 10.127.750 99,02 650 Ha 100,00 52,44 4 Prov. 6 Kab. 3 Kegiatan Pendukung Lainnya (Satuan) 1.908.632 1.541.751 80,78 95,32 Pengawalan dan pendampingan tananan teh 1.482.632 15 Paket 1.184.540 79,89 15 Paket 100,00 100,26 1 Prov. 1 Kab Operasional Pendamping Teh 426.000 2 OB 357.211 83,85 2 OB 100,00 90,37 1 Prov. 2 Kab TOTAL 15.929.193 14.704.888 92,31 82,56 Sumber: Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar, 2017 Jika mengacu pada PMK 249 Tahun 2011, dari analisis pencapaian kinerja kegiatan di atas, dapat dijelaskan nilai efisiensi (0%-100%), nilai efesiensi kegiatan pengembangan teh adalah 82,56% (efisien). Terjadi anomali pada kegiatan pengawalan dan pendampingan dengan nilai efisiensi sebesar 100,26% disebabkan realisasi 75

anggaran sangat rendah (79,89%) sedangkan realisasi fisik 100% dikarenakan adanya self-bloking pada item pekerjaan dalam satuan volume yang sama. 3. Kegiatan Pengembangan Kelapa Sawit Kegiatan Pengembangan kelapa sawit dilaksanakan di 24 provinsi dan 82 kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu perluasan tanaman kelapa sawit seluas 820 ha dan kegiatan pendukung lainnya. Pelaksanaan kegiatan pengembangan kelapa sawit tersebut seperti pada tabel 10. Tabel 10. Kegiatan Pengembangan Kelapa Sawit Tahun 2016 TARGET REALISASI NILAI NO KEGIATAN KEUANGAN FISIK KEUANGAN (%) FISIK EFISIENSI KETERANGAN Rp.(000) VOLUME SAT Rp.(000) VOLUME SAT % (%) 1 Perluasan Tanaman Kelapa Sawit 11.912.956 820 Ha 11.757.751 98,70 820 Ha 100,00 53,26 3 Prov. 4 Kab. 2 Kegiatan Pendukung Lainnya 10.729.252 8.980.159 83,70 84,13 (Satuan) Operasinal TKP dan PL-TKP untuk K. 7.631.560 343 Ha 6.675.255 87,47 343 Ha 100,00 81,33 24 Provinsi sawit, Kakao dan Karet Pembinaan dan Pengawalan program 1.407.660 75 Keg 1.146.818 81,47 75 Keg 100,00 96,33 24 Prov. 82 K. revitalisasi perkebunan (K. sawit, Kakao dan Karet) Penilaian Kebun Revitalisasi 955.727 13 Keg 538.837 56,38 10 Keg 76,92 116,77 11 Provinsi Perkebunan Pengawalan Perluasan Kelapa Sawit 526.305 7 Keg 412.247 78,33 7 Keg 100,00 104,18 3 Prov. 7 Kab. Pengembangan Kelembagaan dan Usaha Petani Kelapa Sawit Fasilitasi Pertemuan dan Koordinasi Penetapan Harga TBS 208.000 175 Org 207.000 99,52 175 Pkt 100,00 51,20 1 Prov. 1 Kab. 523.100 14 Keg 512.677 98,01 14 Keg 100,00 54,98 14 Prov. 14 k. 3 Fasilitasi, pembinaan dan pengawalan 925.965 5 Keg 925.965 100,00 5 keg 100,00 50,00 Pusat kegiatan di Pusat TOTAL 23.568.173 21.663.875 91,92 62,46 Sumber: Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar, 2017 Jika mengacu pada PMK 249 Tahun 2011, dari analisis pencapaian kinerja kegiatan di atas, dapat dijelaskan nilai efisiensi (0%-100%), nilai efisiensi kegiatan pengembangan kelapa sawit adalah 62,46% (efisien) kegiatan yang anomali antara lain penilaian kebun revitalisasi 116,77% dan pengawalan perluasan kelapa sawit 76

104,18%. Hal ini disebabkan realisasi penggunaan anggaran jauh lebih kecil dari realisasi fisik dikarenakan adanya pengurangan biaya terhadap item pekerjaan dalam satuan volume yang sama. 4. Kegiatan Pengembangan Tanaman Sagu Kegiatan Pengembangan tanaman sagu dilaksanakan di 3 provinsi dan 12 kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu perluasan tanaman sagu seluas 300 ha, penataan tanaman sagu seluas 1.410 ha, pembangunan kebun sumber benih sagu dan kegiatan pendukung lainnya. Pelaksanaan kegiatan pengembangan sagu tersebut seperti pada Tabel 11. Tabel 11. Kegiatan Pengembangan Sagu Tahun 2016 TARGET REALISASI NILAI NO KEGIATAN KEUANGAN FISIK KEUANGAN FISIK EFISIENSI KETERANGAN (%) Rp.(000) VOLUME SAT Rp.(000) VOLUME SAT % (%) 1 Perluasan Tanaman Sagu 2.892.000 300 Ha 2.729.337 94 300 Ha 100,00 64,06 1 Provinsi 2 Penataan Tanaman Sagu 6.856.448 1.410 Ha 6.861.608 100 1.410 Ha 100,00 49,81 3 Prov. 9 Kab. 3 Pembangunan Kebun Suber Benih 237.140 5 Ha 205.366 87 5 Ha 100,00 83,50 3 Prov. 9 Kab. sagu 4 Kegiatan Pendukung Lainnya 1.989.250 1.915.512 96 60,77 (Satuan) Pengawalan perluasan tanaman sagu 141.500 2 Keg 135.350 96 2 Keg 100,00 60,87 1 Prov. 2 Kab Pengawalan penataan varietas sagu 788.450 12 Keg 720.862 91 12 Keg 100,00 71,43 3 Prov. 12 Kab Pelatihaan penumbuhan 1.059.300 900 Org 1.059.300 100 900 Keg 100,00 50,00 4 Prov. 4 Kab kebersamaan petani sagu TOTAL 11.974.838 11.711.823 98 64,53 Sumber: Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar, 2017 Jika mengacu pada PMK 249 tahun 2011, dari analisis pencapaian kinerja kegiatan pada Tabel 11, dapat dijelaskan bahwa nilai efisiensi kegiatan pengembangan sagu adalah sebesar 64,53% (efisien). 77

5. Kegiatan Pengembangan Tanaman Karet Kegiatan Pengembangan tanaman karet dilaksanakan di 10 provinsi dan 18 kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu peremajaan tanaman karet seluas 3.469 ha, perluasan tanaman karet seluas 450 ha, pembangunan sumber benih karet seluas 21 ha dan kegiatan pendukung lainnya. Pelaksanaan kegiatan pengembangan karet tersebut seperti pada Tabel 12. Tabel 12. Kegiatan Pengembangan Karet Tahun 2016 TARGET REALISASI NILAI NO KEGIATAN KEUANGAN FISIK KEUANGAN FISIK EFISIENSI KETERANGAN (%) Rp.(000) VOLUME SAT Rp.(000) VOLUME SAT % (%) 1 Peremajaan Tanaman Karet 25.939.090 3.469 Ha 25.286.409 97,48 3.469 Ha 100,00 56,29 10 Prov.18 Kab 2 Perluasan Tanaman Karet 5.822.000 450 Ha 5.793.862 99,52 450 Ha 100,00 51,21 3 Prov 3 Kab 3 Pembangunan Sumber Benih Karet 3.598.187 24 Ha 3.008.056 83,60 21 Ha 87,50 61,15 10 Prov.18 Kab 4 Kegiatan Pendukung Lainnya 3.864.734 3.402.393 88,04 71,03 (Satuan) Pengawalan peremajaan karet 2.234.644 28 Keg 1.859.196 83,20 28 Keg 100,00 92,00 10 Prov18 Kab Pengawalan perluasan karet 393.600 5 Keg 356.718 90,63 5 Keg 100,00 73,43 5 Prov 5 Kab Pelatihan penumbuhan kebersamaan 818.700 657 Org 792.021 96,74 657 Paket 100,00 58,15 6 Prov. 7 Kab petani karet Pengembangan kelembagaan dan 233.000 30 Org 233.000 100,00 30 Org 100,00 50,00 1 Prov. 1 Kab usahatani karet Pembinaan dan pengawalan pemberdayaan kelembagaan petani 184.790 6 Keg 161.458 87,37 6 Keg 100,00 81,57 6 Prov 6 Kab 5 Fasilitasi, pembinaan dan pengawalan 799.716 3 Keg 776.655 97,12 3 keg 100,00 57,21 Pusat kegiatan (Karet, Kelapa dll) di Pusat TOTAL 40.023.727 38.267.375 95,61 59,38 Sumber: Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar, 2017 Jika mengacu pada PMK 249 Tahun 2011, dari analisis pencapaian kinerja kegiatan pengembangan karet, dapat dijelaskan bahwa nilai efesiensi kegiatan pengembangan karet adalah sebesar 59,38% (efisien). 6. Kegiatan Pengembangan Tanaman Kelapa Kegiatan Pengembangan tanaman kelapa dilaksanakan di 15 provinsi dan 61 kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu peremajaan tanaman kelapa seluas 9.630 ha, perluasan tanaman 78

kelapa seluas 3.750 ha, pembangunan kebun benih kelapa seluas 232 ha dan kegiatan pendukung lainnya. Pelaksanaan kegiatan pengembangan karet tersebut seperti pada Tabel 13. Tabel 13. Kegiatan Pengembangan Kelapa Tahun 2016 TARGET REALISASI NILAI NO KEGIATAN KEUANGAN FISIK KEUANGAN FISIK EFISIENSI KETERANGAN (%) Rp.(000) VOLUME SAT Rp.(000) VOLUME SAT % (%) 1 Peremajaan Tanaman Kelapa 34.468.876 9.630 Ha 32.259.864 94 9.630 Ha 100,00 66,02 12 Prov. 39 Kab. 2 Perluasan Tanaman Kelapa 13.321.302 3.750 Ha 12.759.484 96 3.750 Ha 100,00 60,54 7 Prov. 19 Kab. 3 Pembangunan Kebun Sumber 3.028.246 232 Ha 2.514.574 83 232 Ha 100,00 92,41 7 Prov. 19 Kab. Benih Kelapa 4 Kegiatan Pendukung Lainnya 7.931.502 7.265.107 92 74,91 (Satuan) Pengawalan peremajaan tanaman 3.426.225 61 Keg 2.902.245 85 61 Keg 100,00 88,23 15 Prov. 61 Kab karet Pelatihan penumbuhan keberhasilan 581.090 626 Org 562.042 97 626 Org 100,00 58,19 15 Prov. 61 Kab kebersamaan petani kelapa Pembinaan dan pengawalan 188.500 4 Keg 152.813 81 4 Keg 100,00 97,33 4 Prov. 4 Kab pemberdayaan kelembagaan petani kelapa Pengawalan perluasan kelapa 3.735.687 24 Keg 3.648.007 98 24 Keg 100,00 55,87 7 Prov. 19 Kab. TOTAL 58.749.926 54.799.029 93 73,47 Sumber: Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar, 2017 Jika mengacu pada PMK 249 Tahun 2011, dari analisis pencapaian kinerja kegiatan pengembangan kelapa, dapat dijelaskan bahwa nilai efisiensi kegiatan pengembangan kelapa adalah sebesar 73,47% (efisien). 7. Kegiatan Pengembangan Tanaman Kopi Kegiatan Pengembangan tanaman kopi dilaksanakan di 4 provinsi dan 6 kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu intensifikasi kopi arabika seluas 4.650 ha dan intensifikasi tanaman kopi robusta seluas 2.300 ha, perluasan Tanaman kopi seluas 80 ha, pembangunan kebun induk kopi dan kegiatan pendukung lainnya. Pelaksanaan kegiatan pengembangan tanaman kopi tersebut seperti pada Tabel 14. 79

Tabel 14. Pengembangan Tanaman Kopi Tahun 2016 TARGET REALISASI NILAI NO KEGIATAN KEUANGAN FISIK KEUANGAN FISIK EFISIENSI KETERANGAN (%) Rp.(000) VOLUME SAT Rp.(000) VOLUME SAT % (%) 1 Intensifikasi Tanaman Kopi arabika 10.174.376 4.400 Ha 10.140.616 99,67 4.400 Ha 100,00 50,83 7 Prov. 15 Kab. 2 Intensifikasi Tanaman Kopi robusta 10.868.119 2.100 Ha 10.837.231 99,72 2.100 Ha 100,00 50,71 8 Prov. 11 Kab. 3 Perluasan Tanaman Kopi 820.000 100 Ha 615.623 75,08 80 Ha 80,00 65,39 1 Prov. 1 Kab 4 Peembangunan Kebun Induk Kopi 542.605 21 Ha 502.897 92,68 19 Ha 90,48 43,91 8 Prov. 11 Kab. 5 Kegiatan Pendukung Lainnya (Satuan) 9.096.878 6.958.601 76,49 99,64 Pengawalan dan pendampingan 3.113.106 36 Paket 2.642.615 84,89 36 Paket 100,00 87,78 12 Pro. 17 Kab tananan kopi Penaggungjawab pelaksanaan kegiatan kopi 181.800 504 173.100 95,21 504 OB 100,00 61,96 9 Pro. 15 Kab Pelatihan penumbuhan kebersamaan 3.677.050 2.494 Org 2.533.480 68,90 2.494 Org 100,00 127,75 1 Pro. 3 Kab petani kopi Pelatihan penguatan kelembagaan 1.853.500 300 Org 1.403.050 75,70 300 Org 100,00 110,76 1 Pro. 2 Kab petani kopi IG Tanaman kopi 271.422 5 Org 206.356 76,03 5 Org 100,00 109,93 3 Prov. 5 kab TOTAL 31.501.978 29.054.968 92,23 62,09 Sumber: Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar, 2017 Jika mengacu pada PMK 249 Tahun 2011, dari analisis pencapaian kinerja kegiatan pengembangan kopi, dapat dijelaskan bahwa nilai efisiensi kegiatan pengembangan kopi adalah sebesar 62,09% (efisien). 8. Kegiatan Pengembangan Tanaman Jambu Mete Kegiatan Pengembangan tanaman jambu mete dilaksanakan di 3 provinsi dan 14 Kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu perluasan tanaman jambu mete seluas 2.325 ha, pembangunan kebun benih jambu mete seluas 26 ha dan kegiatan pendukung lainnya. Pelaksanaan kegiatan pengembangan jambu mete tersebut seperti pada tabel 15. 80

Tabel 15. Pengembangan Tanaman Jambu Mete Tahun 2016 NO KEGIATAN 1 Perluasan Tanaman Jambu Mete 2 Pembangunan Kebun Sumber Benih Jambu Mete TARGET REALISASI NILAI KEUANGAN FISIK KEUANGAN FISIK EFISIENSI KETERANGAN (%) Rp.(000) VOLUME SAT Rp.(000) VOLUME SAT % (%) 13.537.495 2.325 Ha 13.214.591 97,61 2.325 Ha 100,00 55,96 3 Prov 11 Kab 677.746 26 Ha 498.818 73,60 26 Ha 100,00 116,00 3 Prov 11 Kab 3 Kegiatan Pendukung Lainnya (Satuan) 953.128 14 Keg 890.443 93,42 66,44 Pengawalan perluasan 953.128 14 Keg 890.443 93,42 14 Keg 100,00 66,44 3 Prov 14 Kab tanaman jambu mete TOTAL/RATA-RATA 15.168.369 14.603.852 96,28 79,47 Sumber: Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar, 2017 Jika mengacu pada PMK 249 Tahun 2011, dari analisis pencapaian kinerja kegiatan pengembangan jambu mete, dapat dijelaskan bahwa nilai efisiensi kegiatan pengembangan jambu mete adalah sebesar 79,47% (efisien). 9. Kegiatan Pengembangan Tanaman Kapas Kegiatan Pengembangan tanaman kapas dilaksanakan di 4 provinsi dan 20 kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu penanaman tanaman kapas seluas 450 ha dan kegiatan pendukung lainnya. Pelaksanaan kegiatan pengembangan kapas tersebut seperti dalam Tabel 16. Tabel 16. Pengembangan Tanaman Kapas Tahun 2016 TARGET REALISASI NILAI NO KEGIATAN KEUANGAN FISIK KEUANGAN FISIK EFISIENSI (%) Rp.(000) VOLUME SAT Rp.(000) VOLUME SAT % (%) 1 Penanaman Kapas 968.400 450 Ha 949.518 98,05 450 Ha 100,00 54,87 2 Kegiatan Pendukung Lainnya (Satuan) 3.421.277 3.132.652 91,56 50,98 Pemberdayaan petani kapas 225.760 420 Org 221.350 98,05 340 Ha 80,95 (2,79) Monitoring Evaluasi dan Pelaporan 437.697 20 Keg 375.327 85,75 20 Org 100,00 85,62 TKP dan PLP-TKP Kapas 2.757.820 89 Keg 2.535.975 91,96 89 Keg 100,00 70,11 TOTAL/RATA-RATA 4.389.677 4.082.170 92,99 52,93 81

Sumber: Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar, 2017 Jika mengacu pada PMK 249 Tahun 2011, dari analisis pencapaian kinerja kegiatan pengembangan kapas, dapat dijelaskan bahwa nilai efisiensi kegiatan pengembangan kapas adalah sebesar 52,93% (efisien). 10. Kegiatan Pengembangan Tanaman Nilam Kegiatan Pengembangan tanaman nilam dilaksanakan di 9 provinsi dan 22 kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu penanaman nilam seluas 25 ha, pembangunan kebun benih sebar nilam seluas 20 ha dan kegiatan pendukung lainnya. Pelaksanaan kegiatan pengembangan nilam tersebut seperti pada Tabel 17. Tabel 17. Pengembangan Tanaman Nilam Tahun 2016 TARGET REALISASI NILAI NO KEGIATAN KEUANGAN FISIK KEUANGAN FISIK EFISIENSI KETERANGAN (%) Rp.(000) VOLUME SAT Rp.(000) VOLUME SAT % (%) 1 Penanaman Nilam 583.640 106 Ha 569.890 97,64 86 Ha 81,13 (0,88) 9 Prov. 22 Kab. 2 Pembangunan Kebun Benih Sebar 1.675.126 22 Ha 1.401.962 83,69 20 Ha 90,91 69,84 9 Prov. 22 Kab. Nilam 3 Kegiatan Pendukung Lainnya 598.609 538.427 89,95 20,58 (Satuan) Pemberdayaan Petani Nilam 304.480 480 Org 303.032 99,52 450 Ha 93,75 34,60 6 Prov. 14 Kab. Monitoring, evaluasi dan pelaporan 294.129 22 Keg 235.395 80,03 15 Org 68,18 6,55 8 Prov. 16 Kab. kegiatan TOTAL/RATA-RATA 2.857.375 2.510.279 87,85 29,85 Sumber: Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah, 2017 Jika mengacu pada PMK 249 Tahun 2011, dari analisis pencapaian kinerja kegiatan pengembangan nilam, dapat dijelaskan bahwa nilai efisiensi kegiatan pengembangan nilam adalah sebesar 29,85% (efisien). 82

11. Kegiatan Pengembangan Tanaman Tembakau Kegiatan Pengembangan tanaman tembakau dilaksanakan di 8 provinsi dan 16 kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu penanaman tembakau seluas 195 ha dan kegiatan pendukung lainnya. Pelaksanaan kegiatan pengembangan tembakau tersebut seperti pada Tabel 18. Tabel 18. Pengembangan Tanaman Tembakau Tahun 2016 TARGET REALISASI NILAI NO KEGIATAN KEUANGAN FISIK KEUANGAN FISIK EFISIENSI KETERANGAN (%) Rp.(000) VOLUME SAT Rp.(000) VOLUME SAT % (%) 1 Penanaman Tembakau 1.103.490 195 Ha 1.005.308 91,10 195 Ha 100,00 72,24 7 Prov. 11 Kab. 2 Kegiatan Pendukung Lainnya 397.009 261.290 65,81 62,41 (Satuan) Pemberdayaan pekebun dan penguatan kelembagaan 46.410 100 Org 43.699 94,16 100 Org 100,00 64,60 3 Provinsi Monitoring, evaluasi dan 350.599 17 Keg 217.591 62,06 11 Keg 64,71 60,21 8 Prov. 16 Kab. pelaporan kegiatan TOTAL/RATA-RATA 1.500.499 1.266.598 84,41 67,33 Sumber: Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah, 2017 Jika mengacu pada PMK 249 Tahun 2011, dari analisis pencapaian kinerja kegiatan pengembangan tembakau, dapat dijelaskan bahwa nilai efisiensi kegiatan pengembangan tembakau adalah sebesar 67,33 (efisien). Keadaan anomali terjadi pada kegiatan monitoring dan pelaporan kegiatan disebabkan karena terjadi self-bloking pada satuan volume kegiatan yang sama. 12. Kegiatan Pengembangan Tanaman Lada Kegiatan Pengembangan tanaman lada dilaksanakan di 4 provinsi dan 13 kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu intensifikasi tanaman lada seluas 1.845 ha, pembangunan kebun induk tanaman 83

lada seluas 11 ha dan kegiatan pendukung lainnya. Pelaksanaan kegiatan pengembangan lada tersebut seperti pada Tabel 19. Tabel 19. Pengembangan Tanaman Lada Tahun 2016 TARGET REALISASI NILAI NO KEGIATAN KEUANGAN FISIK KEUANGAN FISIK EFISIENSI KETERANGAN (%) Rp.(000) VOLUME SAT Rp.(000) VOLUME SAT % (%) 1 Intensifikasi Tanaman Lada 2.974.405 1.850 Ha 2.855.675 96,01 1.845 Ha 99,73 59,33 4 Prov. 9 Kab. 2 Pembangunan Kebun Induk 735.167 14 697.936 94,94 13 Ha 92,86 44,40 4 Prov. 9 Kab. Lada 3 Kegiatan Pendukung Lainnya (Satuan) 1.034.900 940.976 90,92 127,09 Perencanaan 46.400 1 Paket 21.000 45,26 1 Paket 100,00 186,85 1 Provinsi Monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan 988.500 13 Keg 919.976 93,07 13 Keg 100,00 67,33 4 Prov. 13 Kab. TOTAL/RATA-RATA 4.744.472 4.494.587 94,73 76,94 Sumber: Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah, 2017 Jika mengacu pada PMK 249 Tahun 2011, dari analisis pencapaian kinerja kegiatan diatas, dapat dijelaskan bahwa nilai efisiensi kegiatan pengembangan lada adalah sebesar 76,94% (efisien). Terjadi anomali pada kegiatan perencanaan pengembangan tanaman lada karena terjadi self-bloking pada paket kegiatan. 13. Kegiatan Pengembangan Tamanan Pala Kegiatan Pengembangan tanaman pada dilaksanakan di 5 provinsi dan 12 kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu intensifikasi tanaman pala seluas 1.170 ha, rehabilitasi tanaman pala seluas 200 ha, perluasan tanaman pala di lahan kering seluas 700 ha, Pemeliharaan kebun induk pala seluas 6 ha dan kegiatan pendukung lainnya. Pelaksanaan kegiatan pengembangan pala tersebut seperti pada Tabel 20. 84

Tabel 20. Pengembangan Tanaman Pala Tahun 2016 TARGET REALISASI NILAI NO KEGIATAN KEUANGAN FISIK KEUANGAN FISIK EFISIENSI KETERANGAN (%) Rp.(000) VOLUME SAT Rp.(000) VOLUME SAT % (%) 1 Intensifikasi Tanaman Pala 5.815.018 1.220 Ha 5.461.196 93,92 1.170 Ha 95,90 55,18 4 Prov. 6 Kab. 2 Rehabilitasi Tanaman Pala 1.281.000 200 Ha 1.281.000 100,00 200 Ha 100,00 50,00 1 Prov. 1 Kab 3 Perluasan Pala di Lahan Kering 2.870.000 700 Ha 2.849.000 99,27 700 Ha 100,00 51,83 1 Prov. 1 Kab 4 Pemeliharaan Kebun Induk Pala 44.720 6 Ha 41.720 93,29 6 Ha 100,00 66,77 1 Prov. 1 Kab 5 Kegiatan Pendukung Lainnya (Satuan) 1.221.548 871.570 71,35 77,36 Penilaian BlokPenghasil Tinggi Pala 48.500 1 Paket 48.000 98,97 1 Paket 100,00 52,58 1 Prov. 1 Kab Indikasi Geografis Tanaman Pala 225.000 2 Paket 225.000 100,00 2 Paket 100,00 50,00 1 Prov. 1 Kab Monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan pengembangan lada 948.048 12 Keg 646.570 68,20 12 Keg 100,00 129,50 5 Prov 12 Kab TOTAL/RATA-RATA 11.232.286 10.504.486 93,52 60,23 Sumber: Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah, 2017 Jika mengacu pada PMK 249 Tahun 2011, dari analisis pencapaian kinerja kegiatan diatas, dapat dijelaskan bahwa nilai efisiensi kegiatan pengembangan pala adalah sebesar 60,23% (efisien). 14. Kegiatan Pengembangan Tanaman Cengkeh Kegiatan Pengembangan tanaman cengkeh dilaksanakan di 6 provinsi dan 16 kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu rehabilitasi tanaman cengkeh seluas 1.665 ha, perluasan tanaman cengkeh dilahan kering seluas 200 ha, intensifikasi tanaman cengkeh seluas 1.000 ha, pemeliharaan kebun induk cengkeh seluas 8 ha dan kegiatan pendukung lainnya. Pelaksanaan kegiatan pengembangan tanaman cengkeh tersebut seperti pada Tabel 21. 85

Tabel 21. Pengembangan Tanaman Cengkeh Tahun 2016 TARGET REALISASI NILAI NO KEGIATAN KEUANGAN FISIK KEUANGAN FISIK EFISIENSI KETERANGAN (%) Rp.(000) VOLUME SAT Rp.(000) VOLUME SAT % (%) 1 Rehabilitasi Tanaman Cengkeh 3.334.607 1.665 Ha 2.272.544 68,15 1.665 Ha 100,00 129,62 4 Prov. 5 Kab 2 Perluasan Cengkeh di Lahan 601.000 200 Ha 538.792 89,65 200 Ha 100,00 75,88 1 Prov. 1 Kab Kering 3 Intensifikasi Cengkeh 5.078.000 1.000 Ha 5.043.421 99,32 1.000 Ha 100,00 51,70 2 Prov. 4 Kab 4 Pemeliharaan Kebun Induk 88.830 8 Ha 82.765 8 Ha 100,00 67,07 2 Prov. 4 Kab Cengkeh 5 Kegiatan Pendukung Lainnya (Satuan) 1.501.006 1.055.234 70,30 93,57 Penilaian Blok Penghasil Tinggi Cengkeh 80.220 3 Paket 77.260 96,31 3Paket 100,00 59,22 2 Prov. 4 Kab Monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan pengembangan lada 1.420.786 16 Keg 977.974 68,83 16 Keg 100,00 127,92 6 Prov 15 Kab TOTAL/RATA-RATA 10.603.443 8.992.756 84,81 83,57 Sumber: Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah, 2017 Jika mengacu pada PMK 249 Tahun 2011, dari analisis pencapaian kinerja kegiatan diatas, dapat dijelaskan bahwa nilai efisiensi kegiatan pengembangan tanaman cengkeh adalah sebesar 83,57% (efisien). Terjadi anomali terhadap kegiatan rehabilitasi tanaman cengkeh dengan nilai efisiensi sebesar 129,62% disebabkan ada self-bloking beberapa spesifikasi kegiatan dalam paket kegiatan yang sama. Sedangkan terjadi anomali pada kegiatan monitoring, evaluasi dan pelaporan pengembangan lada (127,92%) disebabkan adanya self-bloking pada kegiatan tersebut namun target fisik tetap sama. 15. Kegiatan Pengembangan Kemiri Sunan Kegiatan Pengembangan tanaman kemiri sunan dilaksanakan di 3 provinsi dan 3 kabupaten. Kegiatan yang dilakukan yaitu pengembangan tanaman kemiri sunan seluas 15 ha, pemeliharaan kebun induk kemiri sunan seluas 5 ha dan kegiatan pendukung 86

lainnya. Pelaksanaan kegiatan pengembangan kemiri sunan tersebut seperti pada Tabel 22. Tabel 22. Pengembangan Tanaman Kemiri Sunan Tahun 2016 TARGET REALISASI NILAI NO KEGIATAN KEUANGAN FISIK KEUANGAN FISIK EFISIENSI KETERANGAN (%) Rp.(000) VOLUME SAT Rp.(000) VOLUME SAT % (%) 1 Pengembangan Tanaman 833.720 150 Ha 768.009 92,12 150 Ha 100,00 69,70 3 Prov 3 Kab Kemiri Sunan 2 Pemeliharaan Kebun Sumber 40.217 5 Ha 40.217 100,00 5 Ha 100,00 50,00 3 Prov 3 Kab Benih Kemiri Sunan 3 Kegiatan Pendukung Lainnya 160.850 1 Keg 118.750 73,83 1 Keg 100,00 115,43 (Satuan) Pengawalan pengembangan 160.850 3 Keg 118.750 73,83 3 Keg 100,00 115,43 2 Prov 2 Kab tanaman keniri sunan TOTAL/RATA-RATA 1.034.787 926.976 89,58 78,38 Sumber: Statistik Ditjen Perkebunan, 2017 (diolah) Jika mengacu pada PMK 249 Tahun 2011, dari analisis pencapaian kinerja kegiatan diatas, dapat dijelaskan bahwa nilai efisiensi kegiatan pengembangan kemiri sunan adalah sebesar 78,38% (efisien). 3.3.1.2. Pencapaian Kinerja terhadap Pencapaian Kinerja Beberapa Tahun Terakhir Pencapaian kinerja Tahun 2016 jika dibandingkan terhadap pencapaian kinerja Tahun 2014 dan Tahun 2015 ditunjukkan pada Tabel 23. Tabel 23. Pencapaian Kinerja Tahun 2016 Dibandingkan Terhadap Pencapaian Kinerja Tahun 2014 dan Tahun 2015 Indikator Kinerja Program Capaian Kinerja 2014 (%) Capaian Kinerja 2015 (5) Capaian Kinerja 2016 (%) 2016 dibanding Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi % 2014 (%) 2016 dibanding 2015 (%) Rata-rata Pertumbuhan 100,00 101,10 101,10 112,91 101,94 90,28 110,03 88,99 80,88 80,00 89,58 produksi tanaman tebu (%) Rata-rata Pertumbuhan 100,00 104,32 104,32 105,89 105,45 99,58 102,45 101,36 98,84 94,75 99,25 produksi tanaman perkebunan unggulan lainnya (%) Sumber: Statistik Ditjen Perkebunan, 2017 (diolah) 87

Berdasarkan Tabel 23 di atas dapat dijelaskan bahwa: 1. Rata-rata pertumbuhan produksi tanaman tebu Tahun 2016 dibanding rata-rata pertumbuhan produksi Tahun 2015 dan Tahun 2014 sebagai berikut: a. Kinerja Tahun 2016 adalah sebesar 80,88% atau turun sebesar (-20,00%) atau 80,00% jika dibandingkan dengan kinerja Tahun 2014 sebesar 101,10%. b. Kinerja Tahun 2016 adalah 80,88% atau turun sebesar (-10,42%) atau 89,58% jika dibandingkan dengan kinerja Tahun 2015 sebesar 90,28%. 2. Rata-rata pertumbuhan produksi tanaman perkebunan unggulan lainnya Tahun 2016 dibanding rata-rata pertumbuhan produksi Tahun 2015 dan Tahun 2014 sebagai berikut: a. Kinerja Tahun 2016 adalah sebesar 98,84% atau turun sebesar (-5,25%) atau 94,75% jika dibandingkan dengan kinerja Tahun 2014 sebesar 104,32%. b. Kinerja Tahun 2016 adalah 98,84% atau turun sebesar (-0,75)% atau 99,25% jika dibandingkan dengan kinerja Tahun 2015 sebesar 99,58%. Perbandingan kinerja Tahun 2016 dan kinerja Tahun 2015 dan kinerja Tahun 2014 per komoditas perkebunan unggulan lainnya dapat disajikan pada Tabel 24. 88

Tabel 24. Pencapaian Kinerja Tahun 2016 terhadap Tahun 2015 Dan Tahun 2014 per Komoditas NO KOMODITAS 2014 KINERJA (%) 2015 2016 Kinerja (%) Target (%) Kinerja (%) Target (%) Kinerja (%) KINERJA 2016 DIBANDING 2014 KINERJA 2016 DIBANDING 2015 1 Kakao 101,05 116,35 70,01 102,45 108,05 106,93 154,34 2 Teh 106,12 116,35 73,84 102,45 106,00 99,88 143,56 3 Kelapa Sawit 105,39 116,35 91,21 102,45 104,39 99,06 114,46 4 Sagu 200,34 116,35 117,29 102,45 101,42 50,62 86,47 5 Pala 116,20 116,35 88,53 102,45 99,63 85,74 112,54 6 Tembakau 120,59 116,35 83,99 102,45 98,80 81,93 117,63 7 Lada 96,06 116,35 80,10 102,45 98,41 102,45 122,85 8 Karet 97,40 116,35 85,74 102,45 97,99 100,61 114,30 9 Kopi 95,26 116,35 85,35 102,45 97,59 102,45 114,34 10 Cengkeh 111,34 116,35 98,27 102,45 97,53 87,59 99,24 11 Kemiri Sunan 300,00 116,35 325,17 102,45 97,35 32,45 29,94 12 Kelapa 98,50 116,35 83,51 102,45 96,61 98,08 115,68 13 Nilam 101,01 116,35 81,17 102,45 96,04 95,08 118,32 14 Jambu Mete 113,08 116,35 90,06 102,45 92,28 81,61 102,47 15 Kapas 40,67 116,35 85,72 102,45 91,95 226,07 107,27 Sumber: Statistik Ditjen Perkebunan, 2017 (diolah) Berdasar Tabel 24 di atas dapat dijelaskan bahwa: 1. Pencapaian kinerja Tahun 2016 jika dibandingkan dengan Tahun 2015 secara umum mengalami kenaikan sebesar 3,54%. Jika di lihat per komoditas kinerja tertinggi secara berurutan yaitu kakao (154%), teh (143%), lada (122%), nilam (118%), tembakau (117%), kelapa (116%), kelapa sawit (114%), kopi (114%), karet (114%), pala (112%), kapas (107%) dan jambu mete (102%). Sedangkan kinerja yang mengalami penurunan yaitu cengkeh (99%), sagu (86%) dan kemiri sunan 29%. 2. Pencapaian kinerja Tahun 2016 jika dibandingkan dengan Tahun 2014 secara umum mengalami penurunan sebesar 1,16%. Jika di 89

lihat per komoditas kinerja tertinggi secara berurutan yaitu kapas (226%) kakao (107%), lada (103%), kopi (103%), karet 101% dan teh 100%. Sedangkan beberapa komoditas perkebunan unggulan mengalami penurunan antara 32% komoditas kemiri sunan dan 99% komoditas kelapa sawit. 3.3.1.3. Pencapaian Kinerja terhadap sasaran Renstra Pencapaian kinerja Tahun 2016 jika dibandingkan terhadap sasaran Renstra Ditjen Perkebunan Tahun 2015-2019 ditunjukkan pada Tabel 25. Tabel 25. Pencapaian Kinerja Tahun 2016 terhadap Sasaran Renstra Tahun 2015-2019 Per Komoditas NO INDIKATOR TARGET IKP PER TAHUN RATA-RATA AKUMULASI 2015 2016 2017 2018 2019 S.D 2019 1 Rata-rata Pertumbuhan Produksi 12,91 10,03 7,03 4,57 4,37 7,78 - Tanaman Tebu 2 Rata-rata Pertumbuhan Produksi Tanaman Perkebunan Unggulan Lainnya 16,35 2,45 2,9 2,89 2,86 5,49 - TARGET IKP SAMPAI DENGAN TAHUN INI 1 Rata-rata Pertumbuhan Produksi 112,91 124,23 132,97 139,05 145,12-145,12 Tanaman Tebu 2 Rata-rata Pertumbuhan Produksi Tanaman Perkebunan Unggulan Lainnya 116,35 119,20 122,66 126,20 129,81-129,81 REALISASI IKP SAMPAI DENGAN TAHUN INI 1 Rata-rata Pertumbuhan Produksi 89,30 80,00 - - 61,63-61,63 Tanaman Tebu 2 Rata-rata Pertumbuhan Produksi Tanaman Perkebunan Unggulan Lainnya 95,46 98,84 - - 76,14-76,14 Sumber: Renstra Direktorat Jenderal Perkebunan 2015-2018, 2015 Target sasaran program (outcomes) sesuai Renstra Ditjen Perkebunan Tahun 2015-2019 merupakan target jangka menengah yang ditunjukkan oleh capaian produksi pada Tahun 2019. Oleh karena itu sesuai dengan target IKP Per Tahun dan di konversi menjadi target IKP sampai dengan tahun ini sedangkan pengukurannya ditentukan oleh tahun dasar dalam 90

penentuan target IKP yaitu capaian produksi Tahun 2014. Berdasarkan analisis ini diperoleh capaian kinerja Tahun 2016 dibandingkan sasaran Renstra (target IKP sampai dengan Tahun 2019) sebagai berikut: 1. Pencapaian kinerja Tahun 2016, Rata-rata pertumbuhan produksi tebu sebesar 80,88% dibanding Tahun 2014 sebesar 80,00%, kinerja ini jika dibanding dengan sasaran Renstra Tahun 2019 mencapai 61,63%. Ini berarti dengan waktu 3 tahun yang tersisa Ditjen perkebunan masih memiliki tanggung jawab 38,37% untuk mencapai target Renstra. 2. Pencapaian kinerja Tahun 2016, Rata-rata pertumbuhan produksi tanaman perkebunan unggulan lainnya 103,11%, dibanding Tahun 2014 sebesar 98,84%, kinerja ini jik= dibanding dengan sasaran Renstra Tahun 2019 mencapai 76,14%. Ini berarti dengan waktu 3 tahun yang tersisa Ditjen perkebunan masih memiliki tanggung jawab 23,86% untuk mencapai target Renstra. 3.3.2. Capaian Kinerja Lainnya 3.3.2.1. Pencapaian Kinerja Indikator Makro Komoditas perkebunan merupakan sumber devisa Negara karena banyak komoditasnya yang diekspor keluar negeri dan sebagai indikator pendapatan pemerintah pada sektor pertanian termasuk sub sektor perkebunan. Capaian kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan terhadap indikator makro, selama lima tahun terakhir (2011-2015) mengalami peningkatan pada semua indikaor khususnya PDB berdasarkan harga berlaku mencapai 11,27% dan berdasarkan harga konstan Tahun 2011 91

juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik, Keterlibatan tenaga kerja di sektor perkebunan yang diperkirakan untuk Tahun 2016 berjumlah 23,38 juta orang mengalami peningkatan sebesar 3,24%. Neraca perdagangan untuk komoditi perkebunan Tahun 2016 mencapai US$ 20,72 milyar, mengalami penurunan rata-rata sebesar 1,59% sejak Tahun 2011. Pada Tahun 2011-2015 hasil ekspor perkebunan mengalami penurunan rata-rata sebesar 0,51% setiap tahun, sedangkan Nilai Tukar Petani (NTP) Perkebunan Rakyat yang merupakan salah satu indikator kesejahteraan petani pada bulan Januari 2016 sebesar 104,41 dan pada bulan September 2016 mencapai 107,85 dan mengalami kenaikan sebesar 3,57% dibandingkan dengan Tahun 2013 sebesar 104,13. Perkembanganan capaian Indikator makro Tahun 2011 sampai dengan Tahun 2015, dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Capaian Kinerja Makro Pembangunan Perkebunan Tahun 2011-2015 NO. INDIKATOR 1 Pertumbuhan PDB CAPAIAN 2011 2012 2013 2014 2015 Laju Pertumbuhan Th 2011-2016 (%) - harga berlaku (Rp milyar) 303.403 323.362 358.172 398.261 411.863 7,99 - harga konstan 2010 (Rp milyar) 281465 301.020 319.533 338.502 350.490 5,64 2 3 Keterlibatan tenaga kerja (juta orang) Neraca Perdagangan Perkebunan (US$ milyar) 20,94 21,12 22,51 22,16 22,43 1,78 29,36 25,77 22,63 22,84 20,72 (8,19) 4 Ekspor perkebunan (US$ milyar) 32,22 29,96 26,77 26,78 23,93 (7,07) 5 NTP Perkebunan Rakyat 109,58 108,34 106,38 100,86 97,03 (2,98) Sumber : BPS, 2016 Keterangan : Di luar perikanan dan kehutanan 92

3.3.2.2. Pencapaian Kinerja Indikator Mikro Sesuai dengan tugas dan fungsinya Ditjen Perkebunan mempunyai tugas meningkatkan produksi dan produktivitas perkebunan. Pencapaian kinerja ini digambarkan melalui capaian produksi dan produktivitas secara nasional 16 komoditas unggulan Direktorat Jenderal Perkebunan. 3.1.3.1. Produksi Pada umumnya produksi komoditas utama perkebunan selama 6 tahun (2011 2016) mengalami kenaikan dengan laju pertumbuhan produksi rata-rata sebesar 3,51% per tahun. Beberapa komoditas unggulan utama selama 6 tahun terakhir mengalami peningkatan produksi per tahun yaitu sagu (42,37%), cengkeh (14,75%), pala (9,26%), kelapa sawit (7,58%), jambu mete (2,71%), karet (1,15%), tembakau (0,83%) dan kopi (0,11%). Namun sebaliknya beberapa komoditas mengalami penurunan produksi yang cukup serius yaitu kemiri sunan (-20,00%), kapas (-14,47%), nilam (-7,03%), kelapa (-1,84%), lada (-1,08%), kakao (-1,10%), teh (-0,58%) dan tebu (-0,07%). Kenaikan produksi tersebut tidak terlepas dari keberhasilan dalam memilih kegiatan-kegiatan prioritas yang dapat menstimulasi peningkatan produksi tanaman melalui penerapan IPTEK dan 4-ASI (intensifikasi, rehabilitasi, ekstensifikasi dan diversifikasi), yang didukung dengan sistem penyuluhan, pengawalan, pendampingan yang intensif dan keterkaitan antara seluruh aspek budidaya dan penyiapan benih, perlindungan tanaman, pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan serta aspek penelitian dan pengembangan 93

sehingga teknologi mudah diakses. Sedangkan terjadi penurunan produksi secara umum disebabkan oleh anomali iklim dan terjadinya penurunan luas areal tanaman. Khusus untuk kemiri sunan produksi sangat minim karena sebagain besar tidak dipanen akibat belum tersedianya unit pengolahan hasil (UPH) dan tidak ada pembelinya. Rincian produksi per komoditas dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Perkembangan Produksi Komoditas Perkebunan Tahun 2010 2015 No. Komoditas Perkebunan Realisasi Produksi Perkebunan ( T o n ) Laju Pertum buhan 2011 2012 2013 2014 2015 2016*) (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 I. TANAMAN SEMUSIM 1. Tebu (Hablur) 2.267.887 2.591.687 2.551.026 2.579.173 2.497.997 2.222.971-0,07 2. Kapas (Serat Kering) 2.275 2.948 1.871 761 759 715-14,47 3. Tembakau (Daun Kering) 214.524 260.818 164.448 198.301 193.790 196.154 0,83 4. Nilam (Daun Kering) **) 2.866 2.648 2.082 2.103 1.986 1.954-7,03 II. TANAMAN TAHUNAN 5. Karet (Karet Kering) 2.990.184 3.012.254 3.237.433 3.153.186 3.145.398 3.157.780 1,15 6. Kelapa Sawit (CPO) 23.096.541 26.015.518 27.782.004 29.278.189 31.070.015 33.229.381 7,58 7. Kelapa (Kopra) 3.174.379 3.189.897 3.051.585 3.005.916 2.920.665 2.890.735-1,84 8. Kopi (Kopi Berasan) 638.647 691.163 675.881 643.857 639.412 639.305 0,11 9. Kakao (Biji Kering) 712.231 740.513 720.862 728.414 593.331 656.817-1,10 10. Jambu Mete (Gldg Kering) 114.789 116.915 116.113 131.302 137.580 130.072 2,71 11. Lada (Lada Kering) 87.089 91.039 91.039 87.448 81.501 82.167-1,08 12. Cengkeh (Bunga Kering) 72.207 99.890 109.694 122.134 139.641 139.522 14,75 13. Teh (Daun Kering) 150.776 145.575 145.460 154.369 132.615 144.015-0,58 14. Pala (Biji Kering) 22.252 25.321 28.167 32.729 33.711 34.408 9,26 15. Sagu (Tepung Sagu) 85.960 132.309 155.061 310.656 423.946 440.516 42,37 16. Kemiri Sunan (Biji Kering) 1 0 0 3 6 0 Jumlah I dan II 33.632.608 37.118.495 38.832.726 40.428.541 42.012.353 43.966.512 3,51 Catatan : *) Angka Sementara **) Produksi 1 kg daun kering Nilam setara dengan 0,02% minyak nilam/atsiri Sumber: Data Statistik Perkebunan, 2016 3.1.3.2. Produktivitas Produktivitas komoditas utama perkebunan selama 6 tahun terakhir (2011 2016) cenderung mengalami peningkatan dengan laju rata-rata sebesar 2,56% per tahun. Laju peningkatan produktivitas tertinggi 94

adalah komoditas sagu sebesar 19,61%, cengkeh 12,98%, nilam 4,82%, pala 4,77%, jambu mete 2,67%, teh 2,22%, lada 1,64%, kelapa sawit 1,37%, tembakau 0,93%, tebu 0,26%, kopi 0,16%. Sedangkan yang mengalami penurunan adalah komoditas kapas (-8,14%), kelapa (-0,96%), kemiri sunan (-0,14%), kakao (-0,80%) dan karet (-0,48%). Rincian produktivitas per komoditas dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Perkembangan Produktivitas Perkebunan Tahun 2011-2016 Capaian Produktivitas (Kg/Ha) Laju No. Komoditas Perkebunan Pertum 2011 2012 2013 2014 2015 2016*) buhan (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 II. TANAMAN SEMUSIM 13. Tebu (Hablur) 5.030 5.770 5.467 5.406 5.605 5.004 0,26 14. Kapas (Serat Kering) 303 333 288 220 151 178-8,14 15. Tembakau (Daun Kering) 950 1.009 928 947 946 989 0,93 16. Nilam (Daun Kering) 132 110 120 149 162 160 4,82 I. TANAMAN TAHUNAN 1. Karet (Karet Kering) 1.071 1.073 1.083 1.053 1.036 1.045-0,48 2. Kelapa Sawit (CPO) 3.526 3.722 3.536 3.601 3.625 3.763 1,37 3. Kelapa (Kopra) 1.158 1.157 1.130 1.136 1.110 1.103-0,96 4. Kopi (Kopi Berasan) 702 745 739 716 707 706 0,16 5. Kakao (Biji Kering) 821 850 880 803 775 784-0,80 6. Jambu Mete (Gldg Kering) 367 364 359 416 430 414 2,67 7. Lada (Lada Kering) 784 771 776 921 828 833 1,64 8. Cengkeh (Bunga Kering) 238 325 350 390 441 424 12,98 9. Teh (Daun Kering) 1.477 1.467 1.465 1.683 1.495 1.618 2,22 10. Pala (Biji Kering) 387 466 469 484 479 482 4,77 11. Sagu (Tepung Sagu) 1.854 1.921 2.174 4.198 3.656 3.696 19,61 12. Kemiri Sunan (Biji Kering) 0 0 0 222 186 190-0,14 Jumlah I dan II 18.800 20.083 19.764 22.345 21.632 21.389 2,56 Catatan : *) Angka Sementara Sumber: Data Statistik Perkebunan, 2016 3.1.3.3. Luas Perkembangan luas areal komoditas perkebunan selama 6 tahun terakhir (Tahun 2011-2016) cenderung mengalami peningkatan ratarata sebesar 1,27%. Peningkatan tertinggi adalah komoditas sagu 16,80%, kelapa sawit 5,81%, pala 6,79%, kemiri sunan 3,74%, cengkeh 2,26%, dan karet 1,04%. Sedangkan komoditas yang mengalami 95

penurunan luas areal yaitu nilam (-7,51%), kapas (-1,95%), kelapa (-1,09%), teh (-1,08%), lada (-1,04%), tembakau (-0,60%) kakao (-0,35%), tebu (-0,23%) dan kopi (-0,08%). Peningkatan luas areal disebabkan antara lain oleh meningkatnya minat perluasan karena faktor harga dan teknologi yang mendukung. Sedangkan penurunan disebabkan oleh semakin lemahnya minat karena anomali iklim, dukungan pasar dan kurangnya dukungan teknologi untuk mengantisipasinya. Tabel 29. Perkembangan Luas Areal Komoditas Perkebunan Tahun 2011 2016 Luas Areal Perkebunan (Hektar) No. Komoditas Perkebunan Laju 2011 2012 2013 2014 2015 2016*) Pertumbuhan (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 I. TANAMAN SEMUSIM 1. Tebu (Sugar cane) 451.788 451.255 469.227 478.108 454.171 445.520-0,23 2. Kapas (Cotton) 10.238 9.565 8.738 3.670 6.118 5.919-1,95 3. Tembakau (Tobacco) 228.770 270.290 192.809 215.865 209.095 206.337-0,60 4. Nilam (Patchouli ) 28.615 31.155 28.226 20.714 18.626 18.562-7,51 II. TANAMAN TAHUNAN 5. Karet (Rubber) 3.456.128 3.506.201 3.555.946 3.606.245 3.621.103 3.639.000 1,04 6. Kelapa sawit (Oil Palm) 8.992.824 9.572.715 10.465.020 10.754.801 11.260.277 11.914.499 5,81 7. Kelapa (Coconut) 3.767.704 3.781.649 3.654.478 3.609.812 3.585.599 3.566.103-1,09 8. Kopi (Coffee) 1.233.698 1.235.290 1.241.712 1.230.495 1.230.001 1.228.512-0,08 9. Kakao (Cocoa) 1.732.641 1.774.464 1.740.612 1.727.437 1.709.284 1.701.351-0,35 10. Jambu mete (Cashewnut) 575.841 575.920 554.510 531.154 522.863 515.348-2,18 11. Lada (Pepper) 177.490 177.787 171.920 162.751 167.590 168.080-1,04 12. Cengkeh (Clove) 485.191 493.887 501.378 510.174 535.694 542.281 2,26 13. Teh (Tea) 123.938 122.206 122.035 118.899 114.891 117.268-1,08 14. Pala (Nutmeg ) 122.396 134.709 140.424 158.326 168.904 169.285 6,79 15. Sagu (Sago ) 102.601 127.157 128.106 135.484 196.415 213.280 16,80 16. Kemiri Sunan 944 995 1.057 1.062 1.135 1.132 3,74 Jumlah I dan II Catatan: *) angka sementara Sumber: Data Statistik Perkebunan, 2016 21.490.807 22.265.245 22.976.198 23.264.997 23.801.766 24.452.477 1,27 3.4. Serapan Anggaran Program Direktorat Jenderal Perkebunan Pada Tahun 2016 Direktorat Jenderal Perkebunan mendapat alokasi dana yang tertuang dalam DIPA/POK dengan total anggaran awal (Maret 2016) sebesar Rp. 1.917.993.750.000,- mengalami refokusing pada bulan April sehingga menjadi Rp. 1.759.314.989.000,-. Kemudian pada 96

bulan Agustus 2016 sesuai kebijakan Pemerintah sehingga terjadi penghematan sehingga anggaran Ditjen Perkebunan menjadi 1.192.418.283.000,-. Kemudian pada bulan November sesuai kebijakan Pemerintah dilakukan self-bloking sebesar Rp. 106.300.000.000,-, sehingga anggaran Ditjen Perkebunan menjadi Rp. 1.086.118.283,-. Self-bloking adalah salah satu upaya membatasi terealisasinya anggaran melalui pemblokiran sendiri sehingga secara pelaporan keuangan masih harus dipertanggungjawabkan. Dengan adanya penghematan anggaran maka terjadi perubahan pada target outputs kegiatan yang harus dipertanggungjawabkan dalam perjanjian kinerja, sehingga kinerja (capaian fisik) yang dipertangungjawabkan adalah penggunaan anggaran dalam PK setelah self-bloking. Serapan anggaran program/kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan pada Tahun 2016 adalah sebesar 87,44% dibanding pagu anggaran Rp. 1.192.418.283.000,- atau 96,00% dibandingkan dengan pagu setelah self-bloking sebesar Rp. 1.086.118.283,-dengan capaian fisik sebesar 99,74%. (selanjutnya yang digunakan adalah serapan setelah selfbloking, hal ini disebabkan pembahasan akan terkait dengan capaian fisik kegiatan). Serapan anggaran ini dapat dilihat berdasarkan kegiatan Utama dan Kegiatan (output) Eselon II lingkup Ditjen Perkebunan, berdasarkan jenis belanja, berdasarkan kewenangan dan berdasarkan satker lingkup Ditjen Perkebunan. 97

3.4.1. Serapan Anggaran Berdasarkan Kegiatan Utama Serapan anggaran berdasarkan kegiatan utama Direktorat Jenderal Perkebunan dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Serapan dan Capaian Fisik Kegiatan Ditjen Perkebunan Tahun 2016 Berdasarkan Kegiatan Utama No Nama Kegiatan / Output Pagu Block Amount Pagu setelah Blokir Peningkatan Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Berkelanjutan RP % PAGU % Blokir % Fisik 1.192.418.283.000 106.300.000.000 1.086.118.283.000 1.042.696.281.803 87,44 96,00 97,73 1 Pengembangan Tanaman Rempah dan Penyegar 64.095.132.000 9.822.196.000 54.272.936.000 51.495.128.540 80,34 94,88 96,61 2 Pengembangan Tanaman Semusim 807.172.000 215.000 806.957.000 805.933.700 99,85 99,87 99,99 3 Pengembangan Tanaman Tahunan dan Penyegar 544.048.691.000 42.138.435.000 501.910.256.000 488.395.224.925 89,77 97,31 98,67 4 Penanganan Pasca Panen dan Pengembangan Usaha 1.814.777.000 1.286.000 1.813.491.000 1.768.361.972 97,44 97,51 97,86 5 Dukungan Perlindungan Perkebunan 110.231.426.000 7.325.375.000 102.906.051.000 99.927.422.194 90,65 97,11 98,80 6 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Ditjen 151.802.940.000 12.029.094.000 139.773.846.000 130.625.335.711 86,05 93,45 95,19 Perkebunan 7 Dukungan Pengujian dan Pengawasan Mutu Benih Serta Penerapan 87.179.928.000 2.471.534.000 84.708.394.000 79.086.034.470 90,72 93,36 96,08 Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan 8 Pengembangan Tanaman Semusim dan Rempah 119.380.478.000 19.360.702.000 100.019.776.000 97.145.461.611 81,37 97,13 99,23 9 Dukungan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan 82.244.542.000 9.482.034.000 72.762.508.000 68.153.495.858 82,87 93,67 95,37 10 Dukungan Perbenihan Tanaman Perkebunan 30.813.197.000 3.669.129.000 27.144.068.000 25.293.882.822 82,09 93,18 97,54 Sumber: SMART Kemenkeu, 2017 (diolah) Berdasarkan Tabel 30 dapat dijelaskan bahwa capaian serapan Ditjen Perkebunan dikelompokkan berdasarkan kegiatan utama adalah sebagai berikut: 1. Pengembangan Tanaman Rempah dan Penyegar dengan penyerapan anggaran sebesar 94,88% dan capaian fisik sebesar 96,61%. 2. Pengembangan Tanaman semusim dengan penyerapan anggaran sebesar 99,87% dan capaian fisik sebesar 99,99%. 3. Pengembangan Tanaman Tahunan dan Penyegar dengan penyerapan anggaran sebesar 97,31% dan capaian fisik sebesar 98,67%. Realisasi 98

4. Peengembangan Pasca Panen dan Pengembangan Usaha dengan penyerapan anggaran sebesar 97,51% dan capaian fisik sebesar 97,86%. 5. Dukungan Perlindungan Perkebunan dengan penyerapan anggaran sebesar 97,11% dan capaian fisik sebesar 98,80%. 6. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya dengan penyerapan sebesar 93,45% dan capaian fisik sebesar 95,19%. 7. Dukungan Pengujian dan Pengawasan Mutu Benih Serta Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan dengan serapan anggaran sebesar 93,36% dan capaian fisik sebesar 96,08%. 8. Pengembangan Tanaman Semusim dan Rempah dengan serapan anggaran sebesar 97,13% dan capaian fisik sebesar 99,23%. 9. Dukungan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan dengan serapan angaran sebesar 93,67% dan capaian fisik sebesar 95,37% 10. Dukungan Perbenihan Tanaman Perkebunan dengan serapan anggaran sebesar 93,18 dan capaian fisik sebesar 97,54%. 3.4.2. Penyerapan Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja Penyerapan anggaran berdasarkan jenis belanja dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal. Realisasi keuangan dan fisik kegiatan berdasarkan jenis belanja dapat dilihat pada tabel 31. 99

Tabel 31. Serapan dan Capaian Fisik Kegiatan Ditjen Perkebunan Tahun 2016 Berdasarkan Jenis Belanja UNIT KERJA/JENIS BELANJA PAGU SETELAH SELFBLOKING REALISASI PAGU SELFBLOKING % SETELAH RP % PAGU % FISIK SELFBLOKING DITJEN. PERKEBUNAN 1.192.418.283.000 106.300.000.000 1.086.118.283.000 1.042.696.281.803 87,44 96,00 97,73 51 BELANJA PEGAWAI 82.285.609.000 3.247.324.000 79.038.285.000 75.435.525.686 91,68 95,44 96,77 52 BELANJA BARANG 1.098.053.853.000 102.838.671.000 995.215.182.000 955.839.463.968 87,05 96,04 97,80 53 BELANJA MODAL 12.078.821.000 214.005.000 11.864.816.000 11.421.292.149 94,56 96,26 97,81 Sumber: SMART Kemenkeu, 2017 (diolah) Capaian serapan berdasarkan jenis belanja dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Belanja Pegawai terealisasi sebesar 95,44% dengan capaian fisik sebesar 96,77%. 2. Belanja Barang terealisasi sebesar 96,04% dengan capaian fisik sebesar 97,80%. 3. Belanja Modal terealisasi sebesar 96,26% dengan capaian fisik sebesar 97,81%. 3.4.3. Penyerapan Anggaran Berdasarkan Output Kegiatan Ditjen Perkebunan Penyerapan Anggaran berdasarkan output kegiatan mencerminkan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang biasanya menjadi kegiatan yang masuk dalam perjanjian Kinerja (PK) Eselon II Lingkup Ditjen Perkebunan. Penyerapan berdasarkan Output Kegiatan secara terinci dijelaskan pada Lampiran 3. Secara umum capaian output kegiatan Ditjen Perkebunan adalah sebagai berikut: 100

3.4.3.1. Pengembangan Tanaman Rempah dan Penyegar Serapan dan capaian fisik kegiatan pengembangan Tanaman Rempah dan Penyegar yaitu: 1. Pengembangan tanaman rempah dengan serapan sebesar 100% dan capaian fisik 100%. 2. Pengembangan tanaman penyegar dengan serapan sebesar 94,78% dan capaian fisik 97,74%. 3. Penyediaan benih unggul tanaman perkebunan dengan penyerapan sebesar 100% dan capaian fisik sebesar 100%. 4. Fasilitasi teknis pengembangan tanaman rempah dan penyegar dengan serapan sebesar 99,34% dan capaian fisik sebesar 99,97%. 5. Layanan Perkantoran dengan serapan anggaran sebesar 92,18% dan capaian fisik sebesar 94,61%. 3.4.3.2. Pengembangan Tanaman semusim Serapan dan capaian fisik kegiatan pengembangan Tanaman Semusim antara lain yaitu: 1. Pengembangan Tanaman Semusim dengan serapan sebesar 99,82% dan capaian fisik 99,99%. 2. Fasilitasi Teknis Pengembangan Tanaman Semusim dengan serapan sebesar 99,91% dan capaian fisik 100%. 3. Layanan Perkantoran dengan serapan sebesar 99,84% dan capaian fisik 99,99%. 3.4.3.3. Pengembangan Tanaman Tahunan dan Penyegar 101

Serapan dan capaian fisik kegiatan pengembangan Tanaman Tahunan dan Penyegar yaitu: 1. Pengembangan tanaman tahunan dengan serapan sebesar 96,65% dan capaian fisik 97,83%. 2. Penyediaan Benih Unggul Tanaman Perkebunan dengan serapan sebesar 99,99% dan capaian fisik 100%. 3. Fasilitasi Teknis Pengembangan Tanaman Tahunan dan Penyegar Perkebunan dengan serapan sebesar 95,03% dan capaian fisik 95,75%. 4. Pengembangan Tanaman Penyegar dengan serapan sebesar 98,28% dan capaian fisik 99,91%. 5. Perluasan Tanaman Tahunan dan Penyegar di Lahan Kering dengan serapan sebesar 93,84% dan capaian fisik 93,99%. 6. Layanan Perkantoran dengan serapan sebesar 99,25% dan capaian fisik 99,96%. 3.4.3.4. Penanganan Pasca Panen dan Pengembangan Usaha Serapan dan capaian fisik kegiatan Penanganan Pasca Panen dan Pengembangan Usaha yaitu: 1. Pengembangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan dengan serapan sebesar 100% dan capaian fisik 100%. 2. Fasilitasi Teknis Penanganan dan Gangguan Usaha dengan serapan sebesar 93,81% dan capaian fisik 94,69%. 3. Layanan Perkantoran dengan serapan sebesar 100% dan capaian fisik 100%. 102

3.4.3.5. Dukungan Perlindungan Perkebunan Serapan dan capaian fisik kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan yaitu: 1. Penanganan OPT Tanaman Perkebunan dengan serapan sebesar 98,08% dan capaian fisik 98,90%. 2. Penanganan Dampak Perubahan Iklim dan Pencegahan Kebakaran Lahan/Kebun dengan serapan sebesar 95,16% dan capaian fisik 96,76%. 3. Pengembangan Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan dengan serapan sebesar 97,28% dan capaian fisik 99,86%. 4. SL-PHT Perkebunan dengan serapan sebesar 97,57% dan capaian fisik 99,88%. 5. Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan Perkebunan dengan serapan sebesar 96,84% dan capaian fisik 97,84%. 6. Penanganan Gangguan dan Konflik Usaha Perkebunan sebesar 92,77% dan capaian fisik 94,64%. 7. Layanan Perkantoran dengan serapan sebesar 96,37% dan capaian fisik 99,82%. 3.4.3.6. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Serapan dan capaian fisik kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknsi Lainnya yaitu: 1. Pelayanan dan Pembinaan Umum dengan serapan sebesar 88,99% dan capaian fisik 89,45%. 103

2. Pelayanan dan Pembinaan Perencanaan dengan serapan sebesar 95,44% dan capaian fisik 97,77%. 3. Pelayanan dan Pembinaan Keuangan dan Perlengkapan dengan serapan sebesar 92,78% dan capaian fisik 94,64%. 4. Pelayanan dan Pembinaan Evaluasi dan Layanan Rekomendasi dengan serapan sebesar 91,63% dan capaian fisik 94,58%. 5. Pelayanan dan Pembinaan Manajemen dan Teknis Lainnya dengan serapan sebesar 94,80% dan capaian fisik 96,74%. 6. Layanan Perkantoran dengan serapan sebesar 92,81% dan capaian fisik 94,64%. 7. Peralatan dan Fasilitas Perkantoran dengan serapan sebesar 96,35% dan capaian fisik 98,82%. 3.4.3.7. Dukungan Pengujian dan Pengawasan Mutu Benih Serta Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan Serapan dan capaian fisik kegiatan Pengujian dan Pengawasan Mutu Benih Serta Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan yaitu: 1. Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih Tanaman Perkebunan dengan serapan sebesar 84,64% dan capaian fisik 89,23%. 2. Pengembangan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan dengan serapan sebesar 90,82% dan capaian fisik 94,54%. 3. Fasilitasi Teknologi Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan dengan serapan sebesar 84,04% dan capaian fisik 89,20%. 4. Layanan Perkantoran dengan serapan sebesar 95,70% dan capaian fisik 97,79%. 104

5. Kendaraan Bermotor dengan serapan sebesar 99,73% dan capaian fisik 99,99% 6. Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi dengan serapan sebesar 94,26% dan capaian fisik 96,71%. 7. Peralatan dan Fasilitas Perkantoran dengan serapan sebesar 92,25% dan capaian fisik 99,61%. 8. Gedung/Bangunan dengan serapan sebesar 99,18% dan capaian fisik 99,96%. 3.4.3.8. Pengembangan Tanaman Semusim dan Rempah Serapan dan capaian fisik kegiatan Pengembangan Tanaman Semusim dan Rempah yaitu: 1. Pengembangan Tanaman Semusim dengan serapan sebesar 97,18% dan capaian fisik 99,86%. 2. Pengembangan Tanaman Rempah dengan serapan sebesar 97,96% dan capaian fisik 99,90%. 3. Perluasan Tanaman Semusim dan Rempah di Lahan Kering dengan serapan sebesar 99,32% dan capaian fisik 99,97%. 4. Fasilitasi Teknis Dukungan Pengembangan Tanaman Semusim dan Rempah dengan serapan sebesar 93,74% dan capaian fisik 94,69%. 5. Layanan Perkantoran dengan serapan sebesar 93,85% dan capaian fisik 99,69%. 105

3.4.3.9. Dukungan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Serapan dan capaian fisik kegiatan Dukungan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan yaitu: 1. Pengembangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan dengan serapan sebesar 96,24% dan capaian fisik 97,81%. 2. Fasilitasi Teknis Dukungan Pengembangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan dengan serapan sebesar 89,33% dan capaian fisik 91,47%. 3. Layanan Perkantoran dengan serapan sebesar 91,01% dan capaian fisik 94,55%. 3.4.3.10. Dukungan Perbenihan Tanaman Perkebunan Serapan dan capaian fisik kegiatan Dukungan Perbenihan Tanaman Perkebunan yaitu: 1. Penyediaan Benih Unggul Tanaman Perkebunan dengan serapan sebesar 93,24% dan capaian fisik 97,66% 2. Fasilitasi Teknis Penyediaan Benih Tanaman Perkebunan dengan serapan sebesar 93,77% dan capaian fisik 97,69%. 3. Layanan Perkantoran dengan serapan sebesar 89,02% dan capaian fisik 92,45%. 3.4.4. Penyerapan Anggaran Berdasarkan Satker Lingkup Ditjen Perkebunan Sebagaimana diketahui bahwa jumlah kabupaten dan kota di seluruh Indonesia sebanyak 511 yang tersebar di 34 provinsi. Dengan keterbatasan APBN, untuk memenuhi rasa keadilan dan 106

ketidakberpihakan kepada kebupaten/kota yang ingin melaksanakan pembangunan perkebunan, maka ditetapkan kriteria untuk penetapan satker mandiri (otonom) sebagai berikut: (a) Kinerja satker dua tahun terakhir (2013 dan 2014); (b) Nomenklatur Dinas. Urutan prioritas pengalokasian anggaran terkait dengan nomenklatur dinas secara berurutan: apabila Dinas Perkebunan berdiri sendiri akan memperoleh prioritas utama, Dinas Gabungan namun masih tersurat kata "Perkebunan", seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan menjadi prioritas kedua, dan Dinas Gabungan tanpa kata "Perkebunan" akan menjadi prioritas terakhir; (c) Alokasi anggaran yang dikelola minimal Rp 1 milyar. Bila anggaran yang dikelola di bawah Rp 1 milyar, maka dana tersebut dialokasikan dan dikelola oleh Provinsi sebagai Tugas Pembantuan (TP) Provinsi; dan (d) Besar-kecilnya kontribusi terhadap sasaran produksi dan luas areal secara nasional sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Pembangunan Perkebunan Tahun 2015-2019. Berdasarkan kriteria tersebut, pada Tahun 2016 pembangunan perkebunan dilaksanakan oleh satuan kerja (satker) lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan yang berjumlah 84 satker yang terdiri atas Satker Direktorat Jenderal Perkebunan (Pusat), Satker UPT Pusat (4 satker), Satker Dinas Provinsi (33 satker) dan Satker Dinas Kabupaten/kota (46 satker). Bila diurut berdasarkan efisiensi satker provinsi yang dihitung dengan cara membandingkan capaian fisik dan serapan anggaran yang 107

digunakan maka diperoleh secara berurutan sebagaimana pada Tabel 32. Tabel 32. Daftar Capaian Efisiensi Satker Provinsi Dari Yang Tertinggi Sampai Dengan Yang Terendah Tahun 2016 ` KODE/NAMA SATKER PAGU (RP) SELFBLOKING RP % PAGU % SELFBLOKIN G % FISIK % FISIK/ %SERAPAN 1 DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KET. PANGAN PROv KALTARA 919.306.000 150.270.000 769.036.000 350.205.500 38,09 45,54 65,00 142,74 2 DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PETERNAKAN PROV. KEPRI 943.795.000 127.360.000 816.435.000 723.512.200 76,66 88,62 99,08 111,81 3 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 4.901.260.000 819.374.000 4.081.886.000 3.184.688.375 64,98 78,02 82,36 105,56 4 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI SUMATERA SELATAN 14.026.464.000 838.928.000 13.187.536.000 12.511.617.325 89,20 94,87 100,00 105,40 5 DINAS PERKEBUNAN & HORTIKULTURA PROP. SULAWESI TENGGARA 80.331.005.000 10.317.564.000 70.013.441.000 65.688.128.375 81,77 93,82 98,89 105,40 6 DINAS PERKEBUNAN PROV SUMATERA UTARA 21.963.365.000 4.281.468.000 17.681.897.000 15.673.941.080 71,36 88,64 93,14 105,07 7 DINAS PERKEBUNAN PROP.KALIMANTAN SELATAN 6.848.556.000 737.473.000 6.111.083.000 5.324.821.614 77,75 87,13 91,24 104,71 8 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 7.760.987.000 534.150.000 7.226.837.000 6.959.347.689 89,67 96,30 100,00 103,84 9 DINAS PERKEBUNAN PROV. NUSA TENGGARA BARAT 33.351.228.000 5.996.320.000 27.354.908.000 26.295.583.700 78,84 96,13 99,09 103,08 10 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA 27.090.369.000 323.812.000 26.766.557.000 24.839.217.205 91,69 92,80 95,62 103,04 11 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI ACEH 12.838.774.000 1.749.254.000 11.089.520.000 10.768.737.890 83,88 97,11 100,00 102,98 12 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI JAWA BARAT 25.339.984.000 6.689.789.000 18.650.195.000 18.127.101.040 71,54 97,20 100,00 102,89 13 DINAS PERKEBUNAN PROPINSI JAMBI 17.524.539.000 1.084.258.000 16.440.281.000 15.204.760.548 86,76 92,48 95,00 102,72 14 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI BALI 15.713.706.000 1.398.366.000 14.315.340.000 13.937.140.192 88,69 97,36 100,00 102,71 15 DINAS PERKEBUNAN PROV SUMATERA BARAT 13.724.924.000 2.702.008.000 11.022.916.000 9.884.076.350 72,02 89,67 91,90 102,49 16 DINAS PERKEBUNAN PROPINSI JAWA TENGAH 22.250.172.000 6.260.895.000 15.989.277.000 15.053.856.708 67,66 94,15 95,92 101,88 17 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA BARAT 20.531.931.000 415.717.000 20.116.214.000 19.532.430.500 95,13 97,10 98,89 101,85 18 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI RIAU 7.542.228.000 372.055.000 7.170.173.000 7.063.204.615 93,65 98,51 100,00 101,51 19 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT 12.264.311.000 635.803.000 11.628.508.000 11.112.293.950 90,61 95,56 97,00 101,51 20 DINAS PERKEBUNAN PROPINSI SULAWESI UTARA 24.230.383.000 531.680.000 23.698.703.000 23.364.829.575 96,43 98,59 99,99 101,42 21 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI JAWA TIMUR 32.405.139.000 2.253.624.000 30.151.515.000 29.105.307.370 89,82 96,53 97,85 101,37 22 DINAS PERKEBUNAN PROPINSI SULAWESI SELATAN 20.118.070.000 6.700.861.000 13.417.209.000 12.687.129.995 63,06 94,56 95,73 101,24 23 DINAS PERTANIAN PROVINSI MALUKU UTARA 46.814.522.000 805.575.000 46.008.947.000 45.446.815.000 97,08 98,78 100,00 101,24 24 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PROV D.I.YOGYAKARTA 9.500.099.000 683.141.000 8.816.958.000 8.742.162.314 92,02 99,15 100,00 100,86 25 DINAS PERTANIAN PROVINSI MALUKU 12.343.999.000 326.000.000 12.017.999.000 11.832.759.050 95,86 98,46 99,15 100,70 NO KODE/NAMA SATKER PAGU (RP) SELFBLOKING PAGU SELFBLOKING (RP) PAGU SELFBLOKING (RP) RP % PAGU REALISASI % SELFBLOKIN % FISIK % FISIK/ %SERAPAN 26 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROV. BABEL 6.376.557.000 238.420.000 6.138.137.000 6.087.524.015 95,47 99,18 99,84 100,67 27 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI LAMPUNG 22.376.475.000 1.209.562.000 21.166.913.000 21.051.267.542 94,08 99,45 100,00 100,55 28 DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROV. NUSA TENGGARA TIMUR 39.580.667.000 838.671.000 38.741.996.000 36.754.079.436 92,86 94,87 95,33 100,49 29 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH 74.055.827.000 3.446.375.000 70.609.452.000 69.230.993.550 93,48 98,05 98,43 100,39 30 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI BENGKULU 8.020.329.000 453.372.000 7.566.957.000 7.517.369.100 93,73 99,34 99,72 100,38 31 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PROP. BANTEN 4.213.835.000 220.984.000 3.992.851.000 3.950.523.213 93,75 98,94 99,06 100,12 32 DINAS PETERNAKAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI GORONTALO 20.422.818.000 433.451.000 19.989.367.000 19.909.807.955 97,49 99,60 99,65 100,05 33 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI SULAWESI BARAT 20.778.053.000 1.044.778.000 19.733.275.000 19.573.087.200 94,20 99,19 99,20 100,01 TOTAL/RATA-RATA 666.325.624.000 106.300.000.000 602.749.044.000 577.915.232.971 86,73 95,88 96,58 103,66 Sumber: SMART Kemenkeu, 2017 (diolah) Sedangkan bila diurut berdasarkan efisiensi satker kabupaten yang dihitung dengan cara membandingkan capaian fisik dan serapan anggaran yang digunakan maka diperoleh secara berurutan sebagaimana Tabel 33. REALISASI 108

Tabel 33. Daftar Capaian Efisiensi Satker Kabupaten Dari Yang Tertinggi Sampai Dengan Yang Terendah Tahun 2016 NO NAMA SATKER PAGU (RP) SELFBLOKING PAGU SELFBLOKING (RP) RP % PAGU REALISASI % SELFBLOKING % FISIK %Fisik/ %Serapan 1 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB TASIKMALAYA 4.266.250.000 175.110.000 4.091.140.000 3.609.540.600 84,61 88,23 93,44 105,91 2 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB. LUWU UTARA 11.752.480.000 11.100.000.000 652.480.000 577.100.000 4,91 88,45 92,00 104,02 3 DINAS PERKEBUNAN KABUPATEN ALOR 8.684.222.000-8.684.222.000 7.940.015.504 91,43 91,43 95,00 103,90 4 DINAS PERKEBUNAN KABUPATEN GARUT 8.101.595.000 563.146.000 7.538.449.000 7.197.914.300 88,85 95,48 99,09 103,78 5 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB ACEH TIMUR 1.089.080.000-1.089.080.000 1.052.609.000 96,65 96,65 100,00 103,46 6 DINAS PERKEBUNAN KAB. PASAMAN BARAT 14.338.500.000 7.091.750.000 7.246.750.000 7.005.739.800 48,86 96,67 100,00 103,44 7 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB BENER MERIAH 566.100.000-566.100.000 527.150.200 93,12 93,12 96,00 103,09 8 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB. SINTANG 1.159.560.000 33.530.000 1.126.030.000 1.098.680.600 94,75 97,57 100,00 102,49 9 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB PIDIE 2.864.088.000 45.800.000 2.818.288.000 2.606.048.893 90,99 92,47 94,38 102,07 10 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN PANDEGLANG 1.345.020.000 30.450.000 1.314.570.000 1.263.532.000 93,94 96,12 98,00 101,96 11 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TABALONG 1.532.200.000-1.532.200.000 1.467.042.027 95,75 95,75 97,60 101,93 12 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB. BULUKUMBA 7.605.350.000 300.000.000 7.305.350.000 6.813.297.069 89,59 93,26 95,00 101,86 13 DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KAB. KAPUAS HULU 1.314.542.000-1.314.542.000 1.201.808.200 91,42 91,42 93,00 101,72 14 DINAS PERKEBUNAN KAB. TOLI-TOLI 5.849.000.000 369.000.000 5.480.000.000 5.378.750.000 91,96 98,15 99,37 101,24 15 DINAS PERKEBUNAN KAB. OGAN KOMERING ILIR 7.602.314.000 1.556.662.000 6.045.652.000 5.912.414.200 77,77 97,80 99,00 101,23 16 DINAS PERKEBUNAN KABUPATEN MUARA ENIM 875.434.000 114.974.000 760.460.000 698.802.816 79,82 91,89 93,00 101,21 17 DINAS PERTANIAN KAB KONAWE 11.617.567.000-11.617.567.000 11.364.960.000 97,83 97,83 99,00 101,20 18 DINAS PERKEBUNAN KAB MUSI RAWAS 5.050.778.000 399.330.000 4.651.448.000 4.607.859.062 91,23 99,06 100,00 100,95 19 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN MOROWALI 21.721.990.000 417.719.000 21.304.271.000 20.894.000.500 96,19 98,07 99,00 100,94 20 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KET.PANGAN KAB. POHUWATO 6.621.825.000 265.985.000 6.355.840.000 6.265.227.400 94,61 98,57 99,50 100,94 21 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB. CIANJUR 3.127.975.000 1.626.700.000 1.501.275.000 1.487.600.000 47,56 99,09 100,00 100,92 22 DINAS PERKEBUNAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT 1.769.135.000 36.375.000 1.732.760.000 1.718.332.910 97,13 99,17 100,00 100,84 23 DINAS PERTANIAN KAB. HALMAHERA UTARA 1.163.181.000-1.163.181.000 1.154.381.000 99,24 99,24 100,00 100,76 24 DINAS PERKEBUNAN KAB. HALMAHERA TENGAH 3.000.430.000-3.000.430.000 2.978.530.157 99,27 99,27 100,00 100,74 25 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN KABUPATEN SIKKA 3.549.180.000-3.549.180.000 3.515.129.800 99,04 99,04 99,54 100,50 26 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB. HULU SUNGAI TENGAH 3.115.154.000-3.115.154.000 3.096.761.245 99,41 99,41 99,81 100,40 27 DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KOTA PALU 3.002.931.000-3.002.931.000 2.953.927.802 98,37 98,37 98,70 100,34 28 DINAS PERKEBUNAN KABUPATEN KOTABARU 852.837.000 5.662.000 847.175.000 842.415.200 98,78 99,44 99,77 100,33 29 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB. ACEH UTARA 851.432.000-851.432.000 818.904.800 96,18 96,18 96,46 100,29 30 DINAS PERTANIAN KABUPATEN HALMAHERA BARAT 3.239.031.000 154.930.000 3.084.101.000 3.075.171.000 94,94 99,71 100,00 100,29 NO NAMA SATKER PAGU (RP) SELFBLOKING PAGU SELFBLOKING (RP) RP % PAGU % SELFBLOKING % FISIK %Fisik/ %Serapan 31 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB MAMUJU 33.179.890.000-33.179.890.000 33.092.103.000 99,74 99,74 100,00 100,27 32 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB.SOPPENG 4.812.436.000 268.354.000 4.544.082.000 4.527.079.603 94,07 99,63 99,85 100,23 33 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB. LEBAK 2.561.472.000 328.800.000 2.232.672.000 2.228.146.300 86,99 99,80 100,00 100,20 34 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB. MERANTI 4.833.609.000 357.776.000 4.475.833.000 4.462.270.520 92,32 99,70 99,89 100,19 35 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB BONDOWOSO 3.491.800.000 527.216.000 2.964.584.000 2.918.251.310 83,57 98,44 98,57 100,13 36 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB. NAGAN RAYA 2.553.000.000-2.553.000.000 2.544.769.000 99,68 99,68 99,80 100,12 37 DINAS PERTANIAN KABUPATEN TAKALAR 3.923.025.000 191.250.000 3.731.775.000 3.725.323.500 94,96 99,83 99,87 100,04 38 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB SIGI 9.145.171.000 185.000 9.144.986.000 9.139.510.750 99,94 99,94 99,98 100,04 39 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB. BENGKAYANG 948.000.000 148.000.000 800.000.000 791.975.000 83,54 99,00 99,00 100,00 40 DINAS PERKEBUNAN KAB. MINAHASA SELATAN 2.727.848.000-2.727.848.000 2.717.125.000 99,61 99,61 99,61 100,00 41 DINAS PERKEBUNAN KABUPATEN KOLAKA 11.593.868.000-11.593.868.000 11.367.480.000 98,05 98,05 98,05 100,00 42 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN MAJENE 19.755.863.000 222.290.000 19.533.573.000 19.460.887.389 98,51 99,63 99,63 100,00 43 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB. SANGGAU 2.232.186.000 207.122.000 2.025.064.000 2.025.033.925 90,72 100,00 100,00 100,00 44 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN POLEWALI MANDAR 32.265.790.000-32.265.790.000 32.265.418.625 100,00 100,00 100,00 100,00 45 DINAS PERKEBUNAN DAN HORTIKULTURA KAB. KONAWE SELATAN 4.379.905.000-4.379.905.000 4.241.895.400 96,85 96,85 96,85 100,00 46 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN HORTIKULTURA KAB MAMASA 5.272.512.000 1.594.000 5.270.918.000 5.270.909.000 99,97 100,00 100,00 100,00 TOTAL/RATA-RATA 291.305.556.000 26.539.710.000 264.765.846.000 259.901.824.407 89,22 98,16 98,43 100,27 Sumber: SMART Kemenkeu, 2017 (diolah) REALISASI 109

Untuk Satker UPT Pusat dan Satker Ditjen Perkebunan dengan capaian efisiensi tertinggi sampai dengan yang terendah dapat diurutkan sebagaimana Tabel 34. Tabel 34. Capaian Efesiensi Satker Ditjen Perkebunan dan Satker UPT Pusat Yang Capaian Serapan Keuangan Mulai Dari Yang Tertinggi Sampai dengan Yang Terendah, Tahun 2016 PAGU SELFBLOKING REALISASI NO KODE/NAMA SATKER PAGU (RP) SELFBLOKING (RP) RP % PAGU % % FISIK SELFBLOKIN 1 BALAI PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN PONTIANAK 14.537.045.000 182.900.000 14.354.145.000 12.702.613.419 87,38 88,49 93,37 2 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN 118.071.072.000 12.571.398.000 105.499.674.000 97.867.129.572 82,89 92,77 97,14 3 BALAI BESAR PERBENIHAN & PROTEKSI TAN.BUN (BBP2TP) SURABAYA 26.290.336.000 172.812.000 26.117.524.000 24.421.299.263 92,89 93,51 97,64 4 BALAI BESAR PERBENIHAN & PROTEKSI TANBUN (BBP2TP) AMBON 23.319.311.000 800.000.000 22.519.311.000 21.843.057.181 93,67 97,00 99,68 5 BALAI BESAR PERBENIHAN &PROTEKSI TANBUN (BBP2TP) MEDAN 31.791.286.000 1.411.822.000 30.379.464.000 28.472.037.790 89,56 93,72 94,48 TOTAL/RATA-RATA 214.009.050.000 106.300.000.000 198.870.118.000 185.306.137.225 86,59 93,18 99,74 Sumber: SMART Kemenkeu, 2017 (diolah) 3.4.4.1. Permasalahan Umum dan Isu Strategis Tahun 2016 Dalam mendukung keberhasilan pembangunan perkebunan ke depan diperlukan Analisis Permasalahan dan mengidentifikasi isue strategis dalam pelaksanaan pembangunan perkebunan. Permasalahan secara umum pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan perkebunan yang sudah menjadi isu strategis adalah sebagai berikut: 1. Tahun fiskal yang tidak sinkron dengan kalender tanam; 2. Dampak perubahan iklim menyebabkan anomali iklim yang berakibat pada kurang dipahaminya pola budidaya yang baik oleh pekebun; 3. Permodalan petani yang masih belum memadai, sehingga pekebun swadaya murni sulit ditemukan; 110

4. Jaringan irigasi dan prasarana terutama jalan, jembatan, pelabuhan yang belum memadai; 5. Keraguan pelaksanaan kegiatan di satker karena adanya isu revisi POK/DIPA dan pemotongan anggaran; 6. Keterbatasan dan perubahan SDM di Satker; 7. Belum adanya sinergi yang baik antara Dinas dengan Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan antara pusat dengan pelaksana di Satker daerah/antara Dinas Provinsi dengan Dinas Kabupaten atau Kota (khususnya TP Provinsi); 8. Pelelangan yang terpusat di ULP Pemprov/Pemkab/Pemkot masih memprioritaskan kegiatan bersumber dari APBD dan infrastruktur sehingga pelaksanaan kegiatan Dinas yang membidangi perkebunan mengantri dalam waktu yang lama; 9. Pelaksana kegiatan atau penggunaan anggaran yang tidak mengikuti ROPAK; 10. Terjadinya reorganisasi dalam tubuh dinas yang membidangi perkebunan Provinsi/Kabupaten/Kota, yang berdampak pada kurang optimalnya manajemen pelaksanaan kegiatan; 11. Sebagian besar kegiatan pengembangan perkebunan tergantung pada musim tanam/iklim. Perubahan iklim global mengakibatkan ketidakjelasan rencana penanaman (menunggu musim); 12. Penentuan kegiatan dalam usulan proposal belum sepenuhnya memperhatikan arus bawah secara berjenjang dan koordinasi dalam penentuan kegiatan kurang optimal; 111

13. Unit cost yang terlalu kecil dan terlalu besar untuk daerah-daerah tertentu; 14. Pimpinan, penanggungjawab dan petugas/pelaksana kegiatan belum sepenuhnya memahami Pedoman Teknis dan Pedoman- Pedoman lainnya; 15. Masih terbatasnya investasi yang dapat menciptakan lapangan kerja; 16. Rencana kegiatan belum didukung oleh kebun induk sebagai sumber bahan untuk benih sebar/siap tanam; 17. Rencana Revitalisasi Pabrik Gula khususnya milik BUMN belum sinergis dengan rencana pengembangan tebu secara keseluruhan, karena ditangani oleh Instansi yang berbeda; 18. Penyelesaian masalah tumpang tindih lahan dan RTRWP/RTRWK yang belum selesai; 19. Persyaratan bank dan syarat-syarat sebagai avalis yang menyulitkan perusahaan mitra; 20. Minimnya SDM Penyuluh Perkebunan padahal sangat dibutuhkan pekebun dalam pengembangan dan proses budidaya; 21. Sistem Informasi dan Dokumentasi belum baik; 22. Terjadinya alih fungsi pemanfaatan lahan; 23. Lembaga Penjaminan Kredit Petani belum memadai; 24. Kurangnya pendampingan pada petani yang telah mendapatkan pelatihan Pemberdayaan; 25. Implementasi Teknologi belum sepenuhnya diterapkan dan belum tersosialisasi dengan baik; 112

26. Pengetahuan dan keterampilan sebagian besar petani belum memadai; 27. Tim SPI belum optimal dalam melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan-kegiatan pembangunan perkebunan; 113

BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan yang disusun merupakan salah satu pertanggungjawaban penyelenggaraan tugas dan fungsi yang dilaksanakan pada tahun ke-2 (kedua) pada periode Pembangunan Perkebunan Tahun 2015-2019. Kesemuanya itu merupakan penjabaran dari penyelenggaraan program kerja Kementerian Pertanian yang dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019 dalam Pembangunan Perkebunan yang dilaksanakan pada Tahun 2016. Program Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015 2019 yang menjadi tanggung jawab adalah: Peningkatan produksi, produktivitas tanaman perkebunan berkelanjutan. Program ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan melalui peremajaan, perluasan, rehabilitasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi yang didukung oleh dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya. Program tersebut dilaksanakan dalam kegiatan peningkatan produksi dan produktivitas tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar, perlindungan perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan, perbenihan perkebunan, dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya Ditjen Perkebunan, serta dukungan pengujian 114

dan pengawasan mutu benih serta penerapan teknologi proteksi tanaman. Pada Tahun 2016 Direktorat Jenderal Perkebunan mendapat alokasi dana yang tertuang dalam DIPA/POK dengan total anggaran awal (Maret 2016) sebesar Rp. 1.917.993.750.000,- mengalami refokusing pada bulan April sehingga menjadi Rp. 1.759.314.989.000,-. Kemudian pada bulan Agustus 2016 sesuai kebijakan Pemerintah terjadi penghematan, sehingga anggaran Ditjen Perkebunan menjadi Rp. 1.192.418.283.000,-. Kemudian pada bulan November sesuai kebijakan Pemerintah dilakukan self-bloking sebesar Rp. 106.300.000.000,-, sehingga anggaran Ditjen Perkebunan menjadi Rp. 1.086.118.283,-. Selp-Bloking adalah salah satu upaya membatasi terealisasinya anggaran melalui pemblokiran sendiri sehingga secara pelaporan keuangan masih harus dipertanggungjawabkan. Dengan adanya penghematan anggaran maka terjadi perubahan pada target outputs kegiatan yang harus dipertanggungjawabkan dalam perjanjian kinerja, sehingga kinerja (capaian fisik) yang dipertangungjawabkan adalah penggunaan anggaran dalam PK setelah self-bloking. Serapan anggaran program/kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan pada Tahun 2016 adalah sebesar 87,44% dibanding pagu anggaran Rp. 1.192.418.283.000,- atau 96,00% dibandingkan dengan pagu setelah selfbloking sebesar Rp. 1.086.118.283,-dengan capaian fisik sebesar 97,73%. Anggaran tersebut digunakan untuk melaksanakan 7 (tujuh) kegiatan utama pembangunan perkebunan yang dilaksanakan di 84 satker terdiri dari 1 satker Pusat, 4 satker UPT pusat, 33 satker provinsi 115

dan 46 satker kabupaten. Capaian kinerja fisik dan keuangan Tahun 2016 untuk 7 kegiatan utama Ditjen Perkebunan sebagai berikut: 1. Peningkatan produksi dan produktivitas tanaman semusim dan rempah mencapai 99,22% dengan serapan keuangan sebesar Rp. 98.256.865.611,- atau 97,16% dari pagu setelah self-bloking; 2. Peningkatan produksi dan produktivitas tanaman tahunan dan penyegar mencapai 98,45% dengan serapan keuangan sebesar Rp. 539.505.153.465 atau 98,34% dari pagu anggaran setelah selfbloking; 3. Dukungan perlindungan perkebunan mencapai 98,80% dengan serapan anggaran sebesar Rp. 99.927.422.194,- atau 97,11% dari pagu anggaran setelah self-bloking; 4. Dukungan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan mencapai 95,37% dengan serapan anggaran sebesar Rp. 69.921.857.830 atau 93,67% dari pagu anggaran setelah self-bloking. 5. Dukungan Perbenihan Perkebunan mencapai 97,54% dengan serapan anggaran sebesar Rp. 25.373.612.822,- atau 93,20% dari pagu anggaran setelah self-bloking. 6. Dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya mencapai 95,19% dengan serapan anggaran sebesar Rp. 130.625.335.711,- atau 93,45% dari pagu anggaran setelah self-bloking. 7. Dukungan pengujian dan pengawasan mutu benih serta penerapan teknologi proteksi tanaman perkebunan mencapai sebesar 96,08% dengan serapan anggaran sebesar RP. 79.086.034.470,- atau 93,36% dari pagu anggaran setelah self-bloking. 116

Pencapaian kinerja program Ditjen Perkebunan tahun 2016 yang di tunjukkan melalui capaian kinerja indikator program dalam perjanjian kinerja Dirjen perkebunan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Dibanding dengan target Tahun 2016 capaian pertumbuhan produksi tebu (GKP) mencapai 80,88% atau mengalami penurunan sebesar (-11,01%) dari target meningkat sebesar 10,03% (110,03%). Capaian ini berarti dengan target produksi tebu meningkat 10,01% (250.549 ton GKP) atau 2,749 juta ton GKP pada Tahun 2016 baru mencapai 88,99% (2,222 juta ton). Beberapa permasalahan tidak tercapainya sasaran program sebagai berikut: a. Anomali iklim yang belum dikenali pekebunan secara benar menyebabkan pola tanam dan pola panen tidak sesuai dengan kebutuhan PG, Standar teknis yang sulit diikuti dan kekeringan lahan. b. Pemanfaatan teknologi belum optimal antara lain: inovasi teknologi budidaya belum diterapkan secara optimal, terbatasnya varietas unggul baru yang adaptif terhadap lahan kering, pengelolaan lahan tebu masih terpencar, pemanfaatan mekanisasi belum optimal dan teknologi pasca panen yang belum optimal. c. Dukungan PG belum Optimal antara lain beberapa PG kurang efisien karena sudah tua, kapasitas PG masih kecil dan kurang dukungan ketersediaan PG di areal pengembangan. d. Alih fungsi lahan tebu di beberapa daerah seperti berganti dengan komoditas lain yang dianggap memiliki nilai ekonomis 117

tinggi, berubah menjadi lahan perumahan dan bergesernya lahan tebu dari lahan sawah ke lahan kering. e. Sumberdaya manusia yang menangani pertebuan sangat terbatas antara lain: Sulit memperoleh tenaga kerja pertebuan karena kecilnya minat petani maupun TK upahan mengakibatkan mahalnya ongkos produksi, kurangnya jumlah penyuluh perkebunan khususnya tebu, tenaga kerja tebu umumnya pemain lama dan sulit menumbuhkan SDM baru. f. Harga Patokan Petani (HPP) tebu ditentukan oleh Kementerian Perdagangan masih di bawah Biaya Pokok Produksi (BPP) yang ditentukan Kementerian pertanian. 2. Rata-rata pertumbuhan produksi tanaman perkebunan unggulan lainnya mencapai sebesar 1,36% atau dibawah target sebesar 2,45%. Beberapa Permasalahan yang dihadapi komoditas perkebunan unggulan lainnya yaitu: a. Anomali iklim sebagai permasalahan umum terhadap tumbuh kembangnya tanaman perkebunaan unggulan dan khususnya sulitnya tanaman untuk menyesuaikan dengan perubahan alam. b. Dukungan teknologi belum optimal khususnya komoditas yang dikembangkan di daerah tertentu. c. Harga kurang stabil misalnya karena tidak adanya jaminan pemasaran, sistem pemasaran yang rumit dan lain-lain. d. Minimnya dukungan Industri hilir misalnya tidak ada pabrik pengolahan, industri peningkatan nilai tambah belum optimal 118

e. Minimnya dukungan industri hulu misalnya pupuk relatif mahal, ketersediaan mekanisasi kurang mendukung pengembangan komoditas strategis. 4.2. Saran Rekomendasi Laporan ini merupakan sistem yang sangat aspiratif dalam mendukung penilaian kinerja suatu unit kerja seperti Direktorat Jenderal Perkebunan. Berdasarkan pengalaman penyusunan laporan yang telah dibuat, perlu dilakukan beberapa perbaikan dalam proses penilaian mulai dari penyusunan perencanaan, monitoring penyelenggaraan kegiatan, sampai dengan kompilasi pelaporan penyelenggaraan maupun cara penilaiannya. Berdasarkan permasalahan dan target yang ditetapkan, maka direkomendasikan sebagai berikut: 1. Pemenuhan penyediaan bahan baku tebu untuk produksi gula, perlu disiapkan secara cermat dengan penyediaan benih unggul bermutu melalui pembangunan Kebun Benih Induk (KBI) dan Kebun Benih Datar (KBD) menggunakan teknik kultur jaringan, bantuan alat dan mesin pertanian, bongkar ratoon, rawat ratoon dan perluasan areal pada daerah potensial pengembangan tebu; 2. Selain permasalah teknis penyediaan bahan baku sangat diperlukan ketersediaan dukungan pasca panen dan perlakuan pasca panen (tebang, muat angkut) secara intensif, dukungan pabrik gula (PG), harga yang seimbang, kelembagaan dan peningkatan koordinasi dengan pihak-pihak terkait. 3. Pengembangan komoditas perkebunan unggulan lainnya perlu mendapat perhatian yang memadai terutama dibidang peningkatan 119

produktivitas dan mutu produk serta nilai tambah. Peningkatan produktivitas dapat melalui perbaikan sistem budidaya, pasca panen dan pengolahan hasil. Sedangkan mutu dan nilai tambah dapat memfasilitasi pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil baik produk pokok maupun produk turunannya. 4. Komoditas yang ditujukan untuk pengembangan ekspor perlu dicermati fluktuasi harga di tingkat petani yang cenderung merugikan petani, sehingga dapat lebih menggairahkan petani dalam melaksanakan usahataninya; 5. Kinerja Tim SPI baik pusat maupun satker daerah perlu dioptimalkan dalam melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan perkebunan; 6. Laporan ini sangat berguna sebagai acuan dalam penyusunan laporan kinerja pada tahun-tahun berikutnya. 7. Revisi, refokusing, penghematan maupun selfbloking menunjukkan kelemahan dalam perencanaan. Oleh karena itu revisi hendaknya diminimalisir sehingga kepastian pelaksanaan kegiatan yang direncanakan progresnya dapat dipastikan positif. 120

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 121

122

123

124

125

126

REALISASI PER OUTPUT KEGIATAN DITJEN PERKEBUNAN TAHUN 2016 No Nama Kegiatan / Output Target Realisasi Pagu (Rp.) Volume (Sat) Blokir (Rp) Pagu setelah Blokir (Rp) Rp. % Pagu % Blokir Vol % Vol % Fisik Peningkatan Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan 1.192.418.283.000 106.300.000.000 1.086.118.283.000 1.042.696.281.803 87,44 96,00 97,73 1 B Pengembangan k l j Tanaman Rempah dan Penyegar 64.095.132.000 9.822.196.000 54.272.936.000 51.495.128.540 80,34 94,88 96,61 Pengembangan Tanaman Rempah 360.470.000 7 ha 55.000.000 305.470.000 305.470.000 84,74 100,00 7 100,00 100,00 Pengembangan Tanaman Penyegar 62.796.900.000 11.225 ha 9.761.316.000 53.035.584.000 50.269.697.200 80,05 94,78 11.225 100,00 97,74 Penyediaan Benih Unggul Tanaman Perkebunan 85.610.000 7 ha 5.880.000 79.730.000 79.730.000 93,13 100,00 7 100,00 100,00 Fasilitasi Teknis Pengembangan Tanaman Rempah dan 764.178.000 12 bulan - 764.178.000 759.136.125 99,34 99,34 12 100,00 99,97 Penyegar Layanan Perkantoran 87.974.000 12 bulan - 87.974.000 81.095.215 92,18 92,18 12 100,00 94,61 2 Pengembangan Tanaman Semusim 807.172.000 215.000 806.957.000 805.933.700 99,85 99,87 99,99 Pengembangan Tanaman Semusim 308.288.000 5 ha 215.000 308.073.000 307.532.300 99,75 99,82 5 100,00 99,99 Fasiitasi Teknis Pengembangan Tanaman Semusim 475.139.000 12 bulan - 475.139.000 474.693.250 99,91 99,91 12 100,00 100,00 Layanan Perkantoran 23.745.000 12 bulan - 23.745.000 23.708.150 99,84 99,84 12 100,00 99,99 3 Pengembangan Tanaman Tahunan dan Penyegar 544.048.691.000 42.138.435.000 501.910.256.000 488.395.224.925 89,77 97,31 98,67 Pengembangan Tanaman Tahunan 89.744.767.000 16.437 ha 2.869.392.000 86.875.375.000 83.963.590.137 93,56 96,65 16.437 100,00 97,83 Penyediaan Benih Unggul Tanaman Perkebunan 52.135.000 14 ha - 52.135.000 52.130.800 99,99 99,99 14 100,00 100,00 Fasilitasi Teknis Pengembangan Tanaman Tahunan dan Penyegar 15.196.861.000 12 bln 1.428.933.000 13.767.928.000 13.083.676.605 86,09 95,03 12 100,00 95,75 Pengembangan Tanaman Penyegar 369.178.241.000 86.246 ha 36.881.525.000 332.296.716.000 326.578.120.574 88,46 98,28 86.246 100,00 99,91 Perluasan Tanaman Tahunan dan Penyegar di Lahan Kering 68.918.787.000 11.009 ha 827.975.000 68.090.812.000 63.896.602.545 92,71 93,84 11.009 100,00 93,69 Layanan Perkantoran 957.900.000 12 bulan 130.610.000 827.290.000 821.104.264 85,72 99,25 12 100,00 99,96 4 Penanganan Pasca Panen dan Pengembangan Usaha 1.814.777.000 1.286.000 1.813.491.000 1.768.361.972 97,44 97,51 97,86 Pengembangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan 1.024.034.000 13 KT 586.000 1.023.448.000 1.023.433.590 99,94 100,00 13 100,00 100,00 Fasilitasi Teknis Penanganan dan Gangguan Usaha 729.958.000 12 bln 700.000 729.258.000 684.145.482 93,72 93,81 12 100,00 94,69 Layanan Perkantoran 60.785.000 12 bln - 60.785.000 60.782.900 100,00 100,00 12 100,00 100,00 5 Dukungan Perlindungan Perkebunan 110.231.426.000 7.325.375.000 102.906.051.000 99.927.422.194 90,65 97,11 98,80 Penanganan OPT Tanaman Perkebunan 22.170.195.000 6.859 ha 2.028.302.000 20.141.893.000 19.755.713.048 89,11 98,08 6.859 100,00 98,90 Penanganan Dampak Perubahan Iklim dan Pencegahan 7.910.653.000 29 KT 617.211.000 7.293.442.000 6.940.107.539 87,73 95,16 29 100,00 96,76 Kebakaran Lahan/Kebun Pengembangan Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas 36.905.700.000 120 desa 2.555.677.000 34.350.023.000 33.415.233.377 90,54 97,28 120 100,00 99,86 Perkebunan SL-PHT Perkebunan 9.103.634.000 87 KT 36.537.000 9.067.097.000 8.846.425.075 97,17 97,57 87 100,00 99,88 Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan Perkebunan 30.953.516.000 12 bln 1.631.713.000 29.321.803.000 28.393.870.356 91,73 96,84 12 100,00 97,84 Penanganan Gangguan dan Konflik Usaha Perkebunan 1.786.670.000 2 kasus 217.835.000 1.568.835.000 1.455.338.613 81,46 92,77 2 100,00 94,64 Layanan Perkantoran 1.401.058.000 12 bulan 238.100.000 1.162.958.000 1.120.734.186 79,99 96,37 12 100,00 99,82 127

Target Realisasi No Nama Kegiatan / Output % Vol % Fisik Pagu (Rp.) Volume (Sat) Blokir (Rp) Pagu setelah Blokir (Rp) Rp. % Pagu % Blokir Vol Fisik Progres 6 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Ditjen Perkebunan 151.802.940.000 12.029.094.000 139.773.846.000 130.625.335.711 86,05 93,45 100,00 95,19 Pelayanan dan Pembinaan Umum 17.237.814.000 3 dok 3.385.990.000 13.851.824.000 12.326.187.311 71,51 88,99 3 100,00 89,45 Pelayanan dan Pembinaan Perencanaan 6.135.368.000 3 dok 845.599.000 5.289.769.000 5.048.428.064 82,28 95,44 3 100,00 97,77 Pelayanan dan Pembinaan Keuangan dan Perlengkapan 9.895.057.000 3 dok 761.001.000 9.134.056.000 8.474.849.267 85,65 92,78 3 100,00 94,64 Pelayanan dan Pembinaan Evaluasi dan Layanan Rekomendasi 4.704.412.000 3 dok 581.972.000 4.122.440.000 3.777.463.355 80,30 91,63 3 100,00 94,58 Pelayanan dan Pembinaan Manajemen dan Teknis Lainnya 68.492.040.000 441 dok 4.822.027.000 63.670.013.000 60.361.751.890 88,13 94,80 441 100,00 96,74 Layanan Perkantoran 43.056.349.000 12 bulan 1.465.000.000 41.591.349.000 38.599.333.709 89,65 92,81 12 100,00 94,64 Peralatan dan Fasilitas Perkantoran 2.281.900.000 13 unit 167.505.000 2.114.395.000 2.037.322.115 89,28 96,35 13 100,00 98,82 7 Dukungan Pengujian dan Pengawasan Mutu Benih Serta Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan 87.179.928.000 2.471.534.000 84.708.394.000 79.086.034.470 90,72 93,36 96,08 Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih Tanaman Perkebunan 3.685.012.000 147.736.350 batang 80.800.000 3.604.212.000 3.050.508.399 82,78 84,64 90,486,149 61,25 89,23 Pengembangan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan 6.963.495.000 73 pkt tek 94.300.000 6.869.195.000 6.238.699.248 89,59 90,82 73 100,00 94,54 Fasilitasi Teknologi Perbenihan dan Proteksi Tanaman 10.828.520.000 12 bulan 68.860.000 10.759.660.000 9.042.288.193 83,50 84,04 12 100,00 89,20 Perkebunan Layanan Perkantoran 54.410.579.000 12 bulan 2.175.774.000 52.234.805.000 49.990.370.626 91,88 95,70 12 100,00 97,79 Kendaraan Bermotor 510.000.000 2 unit 18.000.000 492.000.000 490.675.000 96,21 99,73 2 100,00 99,99 Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi 440.560.000 39 unit - 440.560.000 406.434.055 92,25 92,25 39 100,00 94,61 Peralatan dan Fasilitas Perkantoran 7.268.562.000 271 unit 31.800.000 7.236.762.000 6.821.080.599 93,84 94,26 271 100,00 96,71 Gedung/Bangunan 3.073.200.000 785 m2 2.000.000 3.071.200.000 3.045.978.350 99,11 99,18 785 100,00 99,96 8 Pengembangan Tanaman Semusim dan Rempah 119.380.478.000 19.360.702.000 100.019.776.000 97.145.461.611 81,37 97,13 99,23 Pengembangan Tanaman Semusim 63.266.027.000 7.369 ha 10.137.805.000 53.128.222.000 51.630.550.345 81,61 97,18 7.321 99,35 99,86 Pengembangan Tanaman Rempah 22.308.064.000 5.635 ha 1.016.221.000 21.291.843.000 20.857.125.526 93,50 97,96 5.635 100,00 99,90 Perluasan Tanaman Semusim dan Rempah di Lahan Kering 18.398.248.000 1.579 ha 6.563.520.000 11.834.728.000 11.753.916.600 63,89 99,32 1.579 100,00 99,97 Fasilitasi Teknis Dukungan Pengembangan Tanaman Semusim 15.056.509.000 12 bulan 1.517.036.000 13.539.473.000 12.692.216.960 84,30 93,74 12 100,00 94,69 dan Rempah Layanan Perkantoran 351.630.000 12 bulan 126.120.000 225.510.000 211.652.180 60,19 93,85 12 100,00 99,69 9 Dukungan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan 82.244.542.000 9.482.034.000 72.762.508.000 68.153.495.858 82,87 93,67 95,37 Pengembangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan 50.287.723.000 152 KT 4.779.754.000 45.507.969.000 43.797.290.363 87,09 96,24 152 100,00 97,81 Fasilitasi Teknis Dukungan Pengembangan Pengolahan dan 31.399.855.000 12 bulan 4.700.280.000 26.699.575.000 23.851.121.261 75,96 89,33 12 100,00 91,47 Pemasaran Hasil Perkebunan Layanan Perkantoran 556.964.000 12 bulan 2.000.000 554.964.000 505.084.234 90,69 91,01 12 100,00 94,55 10 Dukungan Perbenihan Tanaman Perkebunan 30.813.197.000 3.669.129.000 27.144.068.000 25.293.882.822 82,09 93,18 97,54 Penyediaan Benih Unggul Tanaman Perkebunan 26.446.478.000 569 ha 2.710.570.000 23.735.908.000 22.131.444.522 83,68 93,24 473 83,13 97,66 Fasilitasi Teknis Penyediaan Benih Tanaman Perkebunan 3.605.285.000 12 bulan 901.059.000 2.704.226.000 2.535.763.955 70,33 93,77 12 100,00 97,69 Layanan Perkantoran 761.434.000 12 bulan 57.500.000 703.934.000 626.674.345 82,30 89,02 12 100,00 92,45 128

No 1 REALISASI INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) DITJEN PERKEBUNAN TAHUN 2016 Sasaran Kegiatan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Volume keluaran Anggaran Sat Target Realisasi % Pagu Realisasi Pengembangan areal produktif tanaman kakao ha 70.295 70.295 100,00 314.036.624.000 252.627.998.000 Terlaksananya Pengembangan areal produktif tanaman penyegar lainnya ha 10.745 10.745 100,00 Pengembangan Pengembangan areal produktif tanaman tahunan ha 14.909 14.909 100,00 Tanaman Tahunan Perluasan tanaman tahunan dan penyegar di lahan kering ha 8.815 8.815 100,00 68.709.093.000 63.896.602.545 dan Penyegar Fasilitasi teknis pengembangan tanaman tahunan dan penyegar bulan 12 12 100,00 14.665.450.000 13.083.676.605 2 3 4 5 6 7 Menurunnya Luas Areal yang Terserang OPT dan Terfasilitasinya Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun, Bencana alam y Pelayanan dan Administrasi Seluruh Unit Organisasi di Terlaksananya Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih Tanaman Perkebunan dan Terlaksananya Pengembangan Tanaman Semusim dan Rempah Terlaksananya Pengembangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Penanganan organisme penganggu tanaman perkebunan ha 11.459 6.859 59,86 22.170.195.000 19.755.713.048 Pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan unit 138 138 100,00 Antisipasi dampak perubahan iklim KT 33 29 87,88 Kesiapsiagaan pencegahan kebakaran lahan dan kebun Dok 26 12 46,15 SL-PHT tanaman perkebunan KT 93 87 93,55 9.103.634.000 8.846.425.075 Penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan Kasus 21 21 100,00 1.786.670.000 1.455.338.613 Pembinaan dan sertifikasi desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan Desa 150 120 80,00 Fasilitasi teknis dukungan perlindungan perkebunan bulan 12 12 100,00 30.953.516.000 28.393.870.356 Jumlah dokumen perencanaan, keuangan dan perlengkapan, umum serta evaluasi dan layanan rekome bulan 12 12 100,00 106.464.691.000 89.988.679.887 Dukungan kegiatan manajemen dan teknis lainnya bulan 12 12 100,00 45.338.249.000 40.636.655.824 Sertifikasi dan pengujian mutu benih tanaman perkebunan ha 147.736.350 147.736.350 61,25 3.763.512.000 3.050.508.399 Rakitan teknologi spesifik lokasi proteksi tanaman perkebunan Paket 38 38 100,00 6.983.995.000 6.238.699.248 Pembangunan kebun contoh, uji demplot dan uji koleksi tanaman perkebunan Unit 16 16 100,00 Eksplorasi, pemanfaatan, pengembangan, pengujian agensia pengendali hayati tanaman perkebunan Jenis 17 17 100,00 Fasilitasi teknis dukungan pengawasan dan pengujian benih dan teknologi proteksi tanaman perkebunabulan 12 12 100,00 10.729.520.000 9.042.288.193 Pengembangan areal produktif tanaman tebu ha 7.969 6.579 82,56 28.881.536 22.007.111 Pengambangan areal produktif tanaman semusim lainnya ha 741 731 98,65 Perluasan tanaman semusim dan rempah di lahan kering ha 1.579 1.670 105,76 18.284.713.000 11.753.916.600 Pengambangan areal produktif tanaman rempah ha 5.635 5.935 105,32 Fasilitasi teknis pengembangan tanaman semusim dan rempah bulan 12 12 100,00 15.056.509.000 12.692.216.960 Pengembangan pascapanen komoditas perkebunan KT 152 152 100,00 Pengembangan pengolahan hasil perkebunan Unit 45 45 100,00 Pembinaan usaha perkebunan Provinsi 30 30 100,00 Pengembangan pemasaran hasil perkebunan Keg 137 137 100,00 Pembinaan penerapan standar dan sistem manajemen mutu keamanan pangan bagi pelaku usaha perk Keg 45 45 100,00 Fasilitasi teknis dukungan pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan bulan 12 12 100,00 729.958.000 684.145.482 Terlaksananya Pengembangan sumber benih unggul tanaman perkebunan ha 871 871 100,00 27.421.678.000 22.131.444.522 Penyediaan Benih Fasilitasi teknis penyediaan benih tanaman perkebunan bulan 12 12 100,00 3.605.285.000 2.535.763.955 129

ANALISIS PERMASALAHAN INDIKATOR KINERJA PROGRAM (IKP) TAHUN 2016 No PERMASALAHAN PENYEBAB DAMPAK UPAYA YG DILAKUKAN SARAN REKOMENDASI PENANGGUNG JAWAB A RATA-RATA PENINGKATAN PRODUKSI TEBU 1 Pengembangan tebu sebagaian besar dilahan kering alih fungsi lahan dalam pemanfaatan lahan marginal untuk komoditi perkebunan Produksi dan produktivitas dan rendemen rendah pembinaan, fasilitasi dan pengawalan sistem budidaya dengan baik Penyediaan sumur dalam, embung, sumur dangkal, irigasi air permukaan Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah 2 Sulit melakukan perluasan areal tebu (1) Keterbatasan lahan, (2) ketergantungan dengan PG, Luasan tebu giling tidak bertambah bahkan terjadi penurunan fasilitasi pelaksanaan perluasan areal tebu di wilayah existing PG Koordinasi dengan instansi terkait Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah 3 Lahan sempit dan terpencar pengembangan tebu oleh petani dgn luasan kecil, atau dengan sitem sewa Pengelolaan kurang efektif 4 Transparansi rendemen Sistem pengukuran Ketidakpercayaan dan munculnya rendemen belum kecurigaan serta ketidakadilan menggunakan teknologi yang rendemen tepat 5 Harga gula tidak stabil dan tidak menguntungkan 1) HPP ditentukan tidak petani baru kurang antusias petani sesuai BPP, 2) adanya menanam tebu karena kurang penjualan dan konsumsi gula menarik rafinasi 6 teknologi pengembangan tebu belum tersosialisasi tepat sasaran Sistem komunkasi belum baik antara pengusaha/petani besar dengan petani pemula Petani lebih percaya dengan cara budidaya secara turun temurun pemetaan wilayah pengembangan tebu pengukuran rendemen individu Mengupayakan menahan adanya kebocoran gula rafinasi di pasaran dan mengawal HPP Sosialisasi dan pembinaan oleh pihak terkait baik pemerintah, lembaga penelitian maupun PG Melakukan regrauping lahan (pemetaan daerah binaa) Pengawalan rendemen melibatkan petani, Instansi terkait, Perguruan Tinggi dan PG, memperlakukan sistem budidaya dengan baik dan benar meningkatkan skala usahatani tebu, memperbaiki sistem budidaya, melakukan sistem pengawalan HPP dan BPP meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah 7 Sumber daya manusia kurag memadai 1) minimnya penyuluh; 2) minimnya biaya pelatihan; 3) petani tidak bertambah; 4) petugas tidak sesuai bidangnya tenaga kerja tebu sulit didapatkan perekrutan, pembinaan dan pelatihan meningkatkan pembinaan dan pelatihan meningkatkan kapsisat penyuluh, dan tenaga kerja tebu Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah 130

No PERMASALAHAN PENYEBAB DAMPAK UPAYA YG DILAKUKAN SARAN REKOMENDASI PENANGGUNG JAWAB 8 Kelembagaan petani masih lemah terbatasnya pembinaan terhadap kelompo tani terutama di wilayah luar jawa Kelompok tani kurang solit dan mudah goyah oleh terpaan isu negatif pertebuan Pembinaan dan fasilitasi kelembagaan petani Meemperkuat kelembagaan petani dengan gapoktan atau Koperasi Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah 9 Ketersediaan benih unggul yang sesuai lokasi dengan produktivitas tinggi 10 Lemahnya jaringan pasca panen sulitnya mengfektifkan proses muat tenag angkut tebu Penyedia benih masih kurang sulitnya memperoleh benih unggul yang inovatif kehilangan rendemen cukup tinggi menfasilitasi berbenihan tebu baik kepada kelompok tani maupun PG Perlu adanya pengembang teknologi yang inovatif sehingga diperoleh benih unggul yang memadai pola panen secara bergilir dan tepat bantuan alat pasca panen waktu untuk mengefektofkan ditingkatkan penggunaan TK dan alat pasca panen Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah 11 PG yang sudah tua dan PG baru sulit di bangun Besarnya investasi dan kurangnya minat investor di usaha pergulaan berbasis tebu B RATA-RATA PENINGKATAN PRODUKSI TANAMAN PERKEBUNAN UNGGULAN LAINNYA 1 Perubahan Pola budidaya dan kurang siapnya Anomali Iklim petani dalam menyesuaikan perubahan iklim 2 Dukungan teknologi belum optimal khususnya Minimnya teknologi dan komoditas yang dikembangkan di daerah inovasi terbarukan tertentu. Petani merasa kurang adanya penjaminnan pemasaran hasil Keepastian musim tanam dan musim panen bergeser dimusim penghujan atau musim kering sehingga produktivitas menjadi turun Alih Teknologi kurang menjadi daya tarik rehabilitasi PG yang lama serta mengundang investor baru menyesuaikan perubahan iklim Meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi Fasilitasi pembangunan PG baru di kaji ulang dan perlu adanya PG yang dibangun oleh Pemerintah penyesuaian pola tanam dan pola panen serta penyesuaian benih unggul yang lebih adaptif Meningkatkan penelitian dan pengembangan teknologi secara tepat guna Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah 1). Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah; 2) Diraktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar; 3)Direktorat Perbenihan Perkebunan 1). Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah; 2) Diraktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar; 3)Direktorat Perbenihan Perkebunan 3 Harga kurang stabil misalnya karena tidak Sistem pemasaran yang rumit Harga tidak stabil adanya jaminan pemasaran, sistem pemasaran yang rumit dan lain-lain. Koordinasi, konsolidasi dan pengawalan harga komoditas perkebunan Meningkatkan koordinasi dan Direktorat Pengolahan dan konsulidasi dengan instansi terkait Pemasaran Hasil Perkebunan dengan pengolahan pemasaran dan harga komoditas perkebunan 4 Minimnya dukungan Industri hilir misalnya tidak kurangnnya inovasi dan ada pabrik pengolahan, industri peningkatan nilai teknologi pendukung serta tambah belum optimal minimnya industri hilir 5 Minimnya dukungan industry hulu misalnya kurangnnya inovasi dan pupuk relatif mahal, ketersediaan mekanisasi teknologi pendukung serta kurang mendukung pengembangan komoditas minimnya industri hulu strategis; Petani hilang arah dan kurang antusias karena prospek komoditi yang dikembangkan kurang menarik Ketersediaan saprodi kurang mendukung, biaya produksi tinggi Fasilitasi industri pengolahan dan menarik investor untuk mendirikan pabrik pengolah atau industri lanjutan Koordinasi dengan penyedia saprodi Meningkatkan koordinasi dengan investor Fasilitasi dan koordinasi dibidang sarana produksi dengan industri Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan 1). Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah; 2) Diraktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar; 3)Direktorat Perbenihan Perkebunan 131

ANALISIS PERMASALAHAN PELAKSANAAN PROGRAM / KEGIATAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN TAHUN 2016 No. Permasalahan Penyebab Dampak Upaya Yang Dilakukan Saran Rekomendasi Penanggung Jawab 1 Keraguan terhadap alokasi anggaran Penghematan anggaran dan isu pemotongan anggaran 2 Keterlambatan proses pelelangan Keterlambatan dalam penetapan Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan adanya perubahan perangkat ULP 3 Pemotongan anggaran bantuan barang (fisik), padahal Surat Perjanjian Kerja (SPK) Pengadaan telah disepakati 4 Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) belum maskimal mendukung pengembangan tanaman lada, pala dan cengkeh pada tahun 2016 (melalui APBD) Penghematan anggaran Kegiatan tertunda/terlambat Kegiatan tertunda Belanja minus (melebihi pagu) Pendapatan asli daerah (PAD) Program dan kegiatan beberapa tahun belakangan ini pengembangan rempah mengalami penurunan, yang mana belum dapat sepenuhnya sumber daya alam yang tidak dapat didukung oleh APBD dapat diperbarui (Unrenewable Resources) yang selama ini menjadi andalan sudah berkurang dan bahkan habis, karena terus menerus die Koordinasi pusat dan daerah secara efektif Mengawal dan koordinasi intensif satker dengan ULP dalam mempercepat proses pelelangan Koordinasi pusat dan daerah secara efektif Mensosialisasikan ke Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk mendukung Program/Kegiatan Pengembangan Rempah Nasional (yang tercantum dalam Rencana Strategis Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah) melalui APBD, jika tidak terakomodir di APBN tahun berjala - Segera terbitkan revisi DIPA terbaru dan isu pemotongan jangan berlarut-larut - Mengupayakan perangkat ULP terbentuk bulan Januari (awal tahun anggaran) - Menyampaikan surat edaran dari Menteri Pertanian/Dirjen tentang Target/Kontrak Kinerja yang disepakati, yang mana target tersebut akan tercapai apabila didukung dengan Kinerja ULP yang baik - Pemotongan anggaran perlu dikawal dengan memperhatikan seluruh aspek teknis dan non teknis secara komprehensif, dengan alokasi yang proporsional, seperti unit cost, harga pasar, lokasi dan luas areal, sehingga pengembangan tanaman rempah mencapai sasaran - Segera menindaklanjuti usulan revisi DIPA dari daerah - Mensinkronkan Program/Kegiatan pusat dan daerah dalam rapat koordinasi, rapat kerja dan/atau Focus Group Discussions (FGD) secara intensif dan berkala - Pentingnya sinergitas antar stakeholder perkebunan pusat dan daerah dalam pengembangan industri kreatif yang berasal dari tanaman perkebunan sebagai sumber daya terbarukan (Renewable Resources) Subdit Tanaman Lada, Pala dan Cengkeh; Dinas Perkebunan dan/atau Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota Yang Menangani Perkebunan Dinas Perkebunan dan/atau Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota Yang Menangani Perkebunan Dinas Perkebunan dan/atau Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota Yang Menangani Perkebunan; Bagian Perencanaan Ditjen Perkebunan; Subdit Tanaman Lada, Pala dan Cengkeh Dinas Perkebunan dan/atau Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota Yang Menangani Perkebunan; Subdit Tanaman Lada, Pala dan Cengkeh 132

No. Permasalahan Penyebab Dampak Upaya Yang Dilakukan Saran Rekomendasi Penanggung Jawab 5 Harga jual lada, pala dan cengkeh berfluktuasi dan pada saat panen cenderung turun - Petani belum mempunyai gudang penyimpanan - Petani belum menerapkan resi gudang - Panjangnya rantai pasar/distribusi Keuntungan petani belum optimal Pembinaan, pengawalan, pengendalian dan pendampingan dalam menerapkan Good Agricultural Practices (GAP) Pelatihan GAP, pemberdayaan (petani/kelompok tani), penguatan kelembagaan petani secara berkesinambungan, dan usulan penerapan resi gudang Dinas Perkebunan dan/atau Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota Yang Menangani Perkebunan; Subdit Tanaman Lada, Pala dan Cengkeh 6 Modal usaha yang dimiliki petani masih terbatas - Posisi tawar petani yang masih lemah terhadap pedagang - Belum solidnya peran kelembagaan petani dalam menghadapi pedagang (pedagang pengepul dan pedagang besar) - Ketergantungan petani terhadap tengkulak - Kesulitan mengakses pinjaman (seperti Kredit Usaha Rakyat/KUR) melalui lembaga pembiayaan Pelaksanaan kegiatan budidaya belum maksimal Sosialisasi program KUR, sehingga petani dapat mengetahui prosedur dan ketentuan untuk memperoleh KUR Penguatan kelembagaan petani, khususnya dari aspek modal melalui penguatan modal usaha kelompok (PMUK), pengembangan Lembaga Ekonomi Mandiri (LEM) Dinas Perkebunan dan/atau Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota Yang Menangani Perkebunan; Subdit Tanaman Lada, Pala dan Cengkeh - Usaha tani belum mencapai marjin keuntungan yang tinggi (High Profit Margin) 7 Keterbatasan ketersediaan benih unggul produksi benih terbatas produksio dan produktivitas penyediaan benih berjenjang Penguatan kelembagaan petani, khususnya Subdit Tanaman Lada, Pala dan bermutu dan bersertifikat di beberapa wilayah pengembangan tidak mencapai sasaran dari aspek modal melalui penguatan modal usaha kelompok (PMUK), pengembangan Lembaga Ekonomi Mandiri (LEM) Cengkeh; Dinas Perkebunan dan/atau Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota Yang Menangani Perkebunan 8 Penyedia benih tembakau terbatas Keterlambatan dalam penetapan Unit Kegiatan tertunda Mengawal dan koordinasi intensif - Mengupayakan perangkat ULP terbentuk Dinas Perkebunan dan/atau Dinas 9 Kegiatan pengembangan tembakau tidak terlaksana di daerah-daerah sentra - Menyampaikan surat edaran dari Menteri Pertanian/Dirjen tentang Target/Kontrak Kinerja yang disepakati, yang mana target tersebut akan tercapai apabila didukung dengan Kinerja ULP yang baik 133

No. Permasalahan Penyebab Dampak Upaya Yang Dilakukan Saran Rekomendasi Penanggung Jawab 10 Mempermudah pengajuan benih lokal agar dapat disertifikasi menjadi benih unggul nasional Penghematan anggaran Belanja minus (melebihi pagu) Koordinasi pusat dan daerah secara efektif - Pemotongan anggaran perlu dikawal dengan memperhatikan seluruh aspek teknis dan non teknis secara komprehensif, dengan alokasi yang proporsional, seperti unit cost, harga pasar, lokasi dan luas areal, sehingga pengembangan tanaman rempah mencapai sasaran Dinas Perkebunan dan/atau Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota Yang Menangani Perkebunan; Bagian Perencanaan Ditjen Perkebunan; Subdit Tanaman Lada, Pala dan Cengkeh 11 Dukungan APBD masih lemah dan tidak sinergis Pendapatan asli daerah (PAD) beberapa tahun belakangan ini mengalami penurunan, yang mana sumber daya alam yang tidak dapat dapat diperbarui (Unrenewable Resources) yang selama ini menjadi andalan sudah berkurang dan bahkan habis, karena terus menerus die Program dan kegiatan pengembangan rempah belum dapat sepenuhnya didukung oleh APBD Mensosialisasikan ke Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk mendukung Program/Kegiatan Pengembangan Rempah Nasional (yang tercantum dalam Rencana Strategis Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah) melalui APBD, jika tidak terakomodir di APBN tahun berjala - Mensinkronkan Program/Kegiatan pusat dan daerah dalam rapat koordinasi, rapat kerja dan/atau Focus Group Discussions (FGD) secara intensif dan berkala; Pentingnya sinergitas antar stakeholder perkebunan pusat dan daerah dalam pengembangan industri kreatif Dinas Perkebunan dan/atau Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota Yang Menangani Perkebunan; Subdit Tanaman Lada, Pala dan Cengkeh 12 Petani sering mengalami kerugian - Petani belum mempunyai gudang penyimpanan 13 Adanya penghematan anggaran, sementara dalam pelaksanaannya sudah pada tahap kontrak dan pembayaran uang muka 14 Harga dan Kualitas tembakau di tingkat petani Penghematan anggaran tidak memperhatikan capaian fisik di masing-masing satker, tetapi melihat SPAN Belum semua Petani ikut kemitraan dengan pabrik rokok Keuntungan petani belum optimal Beberapa kegiatan mengalami keterlambatan, dan beberapa kegiatan tidak dapat dilaksanakan Pembinaan, pengawalan, pengendalian dan pendampingan dalam menerapkan Good Agricultural Practices (GAP) Mengalokasikan kegiatan pada tahun berikutnya dan Mendorong Pemerintah daerah untuk mengalokasikan melalui APBD Posisi tawar produk petani Membangun kemitraan pabrik lemah sehingga harga dan roko kualitas ditentukan oleh pedagang besar/pengumpul Pelatihan GAP, pemberdayaan (petani/kelompok tani), penguatan kelembagaan petani secara berkesinambungan, dan usulan penerapan resi gudang - Kedepan penghematan anggaran dilakukan dengan mempertimbangkan capaian fisik di Satker. Membangun kemitraan dengan pabrik rokok Dinas Perkebunan dan/atau Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota Yang Menangani Perkebunan; Subdit Tanaman Lada, Pala dan Cengkeh Dinas Perkebunan setempat Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah 134

No. Permasalahan Penyebab Dampak Upaya Yang Dilakukan Saran Rekomendasi Penanggung Jawab 15 Kegiatan Perluasan Kelapa Sawit di daerah banyak yang terlaksana pada akhir tahun 1. Terjadinya pemotongan/penghematan anggaran di tahun 2016 ;2. Penetapan SK CP/CL dilokasi lahan yang diusulkan sering terlambat; 3. seluruh kategori belanja barang yang pelaksanaannya harus melalui lelang/tender, keterbatasan ULP di daerah dan 4. Sebagi Kegiatan perluasan tanaman kelapa sawit terhambat pelaksanaan pengadaannya karena sering menunggu hasil revisi POK 1.Menugaskan Tim ke lapangan dalam rangka mengidentifikasi masalah keterlambatan dan mencari upaya penyelesaiannnya;2. - Penetapan CP/CL secara bertahap terhadap yang telah memenuhi syarat administrasi dan teknis; 2. Percepatan proses pengadaan barang/jasa;3. Saat menerima POK, perlu penelahaan, koordinasi serta sosialisasi baik untuk TP Propinsi maupun TP Kabupaten serta s Dinas yang membidangi perkebunan baik di tingkat Propinsi maupun kabupaten 16 Mundurnys beberapa TKP karena telah menjadi PNS dan bekerja swasta Adanya kesempatan bekerja di tempat lain Bertambahnya lokasi jangkauan pembinaan bagi TKP yang ada Mengefektifkan kinerja TKP dan mengupayakan penggantian TKP yang mengundurkan diri - Mengevaluasi kinerja TKP dan mendorong TKP yang sudah menjadi PNS dapat bekerja di tempat semula Dinas yang membidangi perkebunan baik di tingkat Propinsi maupun kabupaten 17 Koordinasi Dinas yang membidangi propinsi dengan kabupaten belum berjalan dengan baik 18 1. Pengajuan penilaian fisik kebun terlambat bahkan tidak dilakukan;2. biaya penilaian fisik kebun di tingkat Pusat tidak memadai sehingga usulan yang masuk tidak semua dapat di laksanakan Pemahaman tentang manfaat pembinaan dan pengawalan belum sama 1. Belum siapnya mitra usaha;2. Belum patuhnya mitra usaha; 3. Belum terinformasinya secara utuh mitra usaha Beberapa petani yang tidak Sosialisasi kepada Dinas yang terbina membidangi perkebunan baik propinsi maupun kabupaten 1. Standar Pembangunan kebun kelapa sawit tidak dapat diketahui;2. Pembagian hasil ke petani belum dapat diketahui 1. Menyurati mitra usaha agar segera mengajukan penilaian fisik kebun;2. Melakukan koordinasi bersama instansi terkait khususnya untuk mitra usaha yang belum pernah sama sekali mengajukan fisik kebun - Meningkatkan koordinasi kepada Dinas yang membidangi perkebunan propinsi dan kabupaten - Meningkatkan koordinasi kepada Dinas yang membidangi perkebunan propinsi dan kabupaten Dinas yang membidangi perkebunan baik di tingkat Propinsi maupun kabupaten Dinas yang membidangi perkebunan baik di tingkat Propinsi maupun kabupaten 19 Kegiatan Pengembangan Kelembagaan dan Usaha Petani Kelapa Sawit di daerah yang terlaksana pada tri wulan III 1. Terjadinya pemotongan/penghematan anggaran di tahun 2016 ;2. Penetapan SK Petani Kelapa Sawit yang mengikuti pelatihan yang diusulkan sering terlambat; 3.seluruh kategori belanja barang yang pelaksanaannya harus melalui lelang/tender, keterbatasan ULP Kegiatan pengembangan kelembagaan dan usaha tani kelapa sawit terhambat pelaksanaan karena sering menunggu hasil revisi POK 1.Menugaskan Tim ke lapangan dalam rangka mengidentifikasi masalah keterlambatan dan mencari upaya penyelesaiannnya;2. - Penetapan CP/CL secara bertahap terhadap yang telah memenuhi syarat administrasi dan teknis; 2. Percepatan proses pengadaan barang/jasa;3. Saat menerima POK, perlu penelahaan, koordinasi serta sosialisasi baik untuk TP Propinsi maupun TP Kabupaten serta s Dinas yang membidangi perkebunan baik di tingkat Propinsi maupun kabupaten 20 Keterbatasan kesediaan benih unggul bermutu di beberapa wilayah pengembangan 21 Adanya multitafsir/perbedaan pendapat dalam menginterpretasikan Permentan Nomor 50, yaitu Penetapan Blok Penghasil Tinggi (BPT) dan Pohon Induk Terpilih (PIT) 22 Kebijakan pemerintah daerah penerima bantuan fisik ke petani harus berbadan hukum Produksi benih terbatas Kehati-hatian terhadap Permentan Nomor 50 Tahun 2015 Kelembagaan petani/kelompok tani di beberapa daerah ada yang belum berbadan hukum Kegiatan tidak dilaksanakan Kegiatan tidak dilaksanakan Kegiatan tidak dilaksanakan Agar lebih cermat dalam perencanaan kegiatan Telah dilakukan sosialisasi oleh Direktorat Perbenihan Menyurati Dinas Perkebunan Provinsi/Kabupaten/Kota untuk klarifikasi penerima bantuan fisik - Penetapan Blok Penghasil Tinggi (BPT) kelapa dan Pohon Induk Terpilih (PIT) - Revisi terhadap Permentan Nomor 50 Tahun 2015 Dinas Perkebunan setempat Direktorat Perbenihan - Agar cermat dalam perencanaan Dinas Perkebunan setempat 23 Adanya penghematan anggaran, sementara dalam pelaksanaannya sudah pada tahap kontrak dan pembayaran uang muka Penghematan anggaran tidak memperhatikan capaian fisik di masing-masing satker, tetapi melihat SPAN Beberapa kegiatan mengalami keterlambatan, dan beberapa kegiatan tidak dapat dilaksanakan Mengalokasikan kegiatan pada tahun berikutnya dan Mendorong Pemerintah daerah untuk mengalokasikan melalui APBD - Kedepan penghematan anggaran dilakukan dengan mempertimbangkan capaian fisik di Satker. Dinas Perkebunan setempat 135