BAB II DESKRIPSI PROSES 2.1. Spesifikasi Bahan Baku dan Produk 2.1.1. Spesifikasi Bahan Baku 1. Benzena a. Rumus molekul : C6H6 b. Berat molekul : 78 kg/kmol c. Bentuk : cair (35 o C; 1 atm) d. Warna : bening e. Kemurnian : 99,9% berat f. Impuritas : - Toluena : max 0,1% berat 2. Hidrogen (PT Pertamina, 2015) a. Rumus molekul : H2 b. Berat molekul : 2 kg/kmol c. Bentuk : gas (70 o C ; 26 atm) d. Kemurnian : 99,9995% berat e. Impuritas : 0,0005% berat (sangat kecil, sehingga diabaikan) (PT Air Liquide, 2015) 2.1.2. Spesifikasi Katalis 1. Nickel a. Bentuk : spherical b. Carrier : alumunium c. Density : 3,37 kg/dm 3 d. Diameter : 5 mm (Zibo Yinghe Chemical Co., Ltd., 2016) 16
17 2.1.3. Spesifikasi Produk 1. Sikloheksana a. Produk : Sikloheksana b. Rumus molekul : C6H12 c. Bentuk : cair (35 o C; 1 atm) d. Warna : bening e. Kemurnian : min 99,8% berat f. Impuritas : C6H6 dan C7H8 max 0,2% berat (Mc. Ketta, 1982) 2.2. Konsep Dasar Proses 2.2.1. Dasar Reaksi Proses pembuatan sikloheksana dengan menggunakan katalis Ni dengan carrier alumunium dan besi berlangsung di dalam reaktor fixed bed multitube pada suhu 170-187 o C dan tekanan 26 atm. Pembentukan sikloheksana dari hidrogenasi benzena mengikuti reaksi non elementer yang ireversible dan eksotermis. Reaksi pembentukan sikloheksana dari benzana dan hidrogen mengikuti reaksi sebagai berikut : C6H6 + 3H2 Ni, 26 atm, 170 o C C6H12 Dari reaksi diatas diperoleh konversi terhadap benzene adalah 99,9 %. 2.2.2. Pemakaian Katalis Katalis yang digunakan adalah nickel dengan carrier aluminum yang dapat membantu reaksi hidrogenasi. Alasan penggunaan katalis ini karena memiliki lifetime yang cukup lama dan tidak terlarut di dalam produk sehingga tidak memerlukan proses pemisahan katalis.
18 2.2.3. Mekanisme Reaksi Reaksi pembentukan sikloheksana dengan katalis Ni mengikuti persamaan sebagai berikut : P H2 r = ( k K B P B ) ( ) 1 + K B P B P H2 + P B Reaksi katalitis dengan zat reaktan benzana berbentuk gas dan katalisator Ni berbentuk padatan berlangsung menurut mekanisme sebagai berikut : 1. a. Difusi gas reaktan dari fase gas kepermukaan luar (interface) katalis. b. Difusi reaktan dari permukaan luar katalis melewati pori-pori ke permukaan dalam pori-pori katalis (difusi molekuler) 2. Adsorpsi benzene pada permukaan dalam katalis. 3. Terjadi reaksi C6H6 + 3H2 C6H12 4. Difusi gas hasil reaksi dari permukaan luar katalis (interface) ke fase gas. Pada mekanisme reaksi katalis di atas tahap difusi dan adsorpsi berlangsung sangat cepat, sedangkan reaksi pada permukaan katalis berlangsung paling lambat. Sehingga kecepatan reaksi katalitis secara keseluruhan dikontrol oleh reaksi permukaan. 1. Adsorpsi gas benzene ke permukaan katalis 2. Reaksi irreversible benzena di permukaan katalis dengan H2(g) menghasilkan C(g) B (g) + S BS..(2-1) r 1 = k 1 P B C v k 1 C BS dengan K1 = k 1 k 1 r 1 = k 1 ( P B C v k 1 k 1 C BS ) r 1 = k 1 ( P B C v C BS K1 ) r 1 k 1 = ( P B C v C BS K1 ) r 1 k 1 = 0, sehingga P B C v = C BS K1
19 C BS = K1 P B C v CT = CV + CBS 1 = CV + K1 P B C v 1 = CV ( 1 + K1 PB) Cv = ( 1 ) 1+ K 1 P B CBS = K 1 P B 1+K 1 P B Dengan : CB CBS Cv B S + H2 (g) C (g)..(2-2) r 2 = k 2 C Bs P H2 r 2 = k 2K 1 PB 1+K 1 P B P H2 r 2 = k 2K B PB 1+K B P B P H2 Penyesuaian Numeris berdasarkan eksperimen yang terdapat pada jurnal P H2 pada persamaan laju reaksi di atas disubsitusi oleh ( P H2 P H2 + P B ), yang dikarenakan adanya pengaruh tekanan total system (P H2 + P B) terhadap laju reaksi, didapatkan : = konsentrasi benzena r 2 = ( k K B P B P H2 ) ( ) 1 + K B P B P H2 + P B k = 5,73x10 4 exp 12000 R.T K B = 1,05x10 1 exp 6000 R.T, (mol of B)/ (g)(h), torr 1 (Ind. Eng. Chem Vol.1 No.1, 1979) = konsentrasi benzena yang telah teradsorpsi di permukaan katalis = konsentrasi permukaan katalis yang masih kosong CT = konsentrasi total di permukaan katalis (C T = C v + C BS ) CH2 = konsentrasi H2
20 k = konstanta kecepatan reaksi k1 = konstanta kecepatan reaksi adsorpsi ke arah produk k-1 = konstanta kecepatan reaksi adsorpsi ke arah reaktan k2 K1 PH2 PB = konstanta kecepatan reaksi di permukaan katalis kearah produk = kostanta kesetimbangan reaksi adsorpsi benzena = tekanan parsial hidrogen = tekanan parsial benzena Dari penjelasan mekanisme diatas, dapat disimpulkan bahwa : 1. Reaksi pengendalinya adalah reaksi permukaan 2. Reaktan benzena teradsorpsi 3. Produk sikloheksana tidak teradsorbsi 4. Reaksi menjadi searah 2.2.4. Fase Reaksi Kondisi umpan sebelum masuk reaktor dalam fase gas gas dengan katalis padat. Reaksi : C6H6(g) + 3H2(g) C6H12(g) 2.2.5. Kondisi Operasi Proses pembuatan sikloheksana merupakan reaksi hidrogenasi benzena yang dilakukan dalam reaktor fixed bed multitube. Kondisi operasi dalam pembuatan sikloheksana ini dipengaruhi oleh perbandingan mol benzena dan hidrogen, temperatur, tekanan, dan jenis katalis yang digunakan. Proses hidrogenasi benzena menjadi sikloheksana dilakukan pada fase gas dengan tekanan 26 atm dan suhu reaksi 170 o C menggunakan katalis nickel alumina. Hal ini dilakukan dengan melihat pertimbangan pengaruh kondisi suhu dan tekanan yang tinggi di dalam tahapan reaksi heterogen katalitik gas-padat agar reaksi berjalan sempurna. Semakin tinggi tekanan dan temperatur akan menyebabkan kecepatan reaksi bertambah cepat. Selain itu, katalis nickel alumina digunakan agar
21 lebih cepat mengarahkan reaksi bergeser ke kanan dengan konstanta kecepatan reaksi yang tinggi dimana katalis ini aktif pada kondisi suhu dan tekanan tinggi. 2.2.6. Tinjauan Termodinamika 1. Panas Reaksi (ΔHr) Panas reaksi (ΔHr) digunakan untuk menentukan apakah reaksi endotermis atau eksotermis. Berikut perhitungan panas reaksi (ΔHr) antara Benzene dan Hidrogen : C6H6(g) + 3H2(g) C6H12(g) Untuk menentukan sifat reaksi apakah berjalan eksotermis atau endotermis maka perlu perhitungan dengan menggunakan panas pembentukan standar (ΔH o f) pada 1 atm dan 298 K dari reaktan dan produk. ΔH298 = ΔHproduk ΔHreaktan Tabel 2.1 Harga ΔH o f masing masing komponen Komponen ΔH o f (kj/mol) C6H6 82,9 H2 0 C6H12-123,4 (Yaws, 1999) Jika ΔH = (-) maka reaksi bersifat eksotermis Jika ΔH = (+) maka reaksi bersifat endotermis ΔH o R298.15K = ΔH o fproduk - ΔH o freaktan = ΔH o fc6h12 (ΔH o fc6h6 + ΔH o fh2) = 123,4 (82,9 + 0) kj/mol = 206,3 kj/mol Dengan demikian reaksi yang berlangsung adalah reaksi eksotermis yang menghasilkan panas.
22 2. Energi Bebas Gibbs (ΔG o ) Tabel 2.2 Harga ΔG o f masing masing komponen Komponen ΔG o f ( kj/mol) C6H6 129,66 H2 0 C6H12 31,76 (Yaws, 1999) ΔG o 298.15K = ΔG o fproduk ΔG o freaktan = ΔG o fc6h12 (ΔG o fc6h6 + ΔG o fh2) = 31,76 (129,66 + 0) kj/mol = - 97,9 kj/mol 10-3 Didapat ΔG o < 0, sehingga reaksi dapat berlangsung. 3. Konstanta Kesetimbangan Reaksi Dari Smith Van Ness (1997), persamaan (15.14) : lnk298.15 = G 0 RT 97,9 kj/mol = 8,314. 10 3 kj/mol. K x 298,15 K = 39,495 K298.15 = 1,44 x 10 17 Dari Smith Van Ness (1997), persamaan (15.17) : ln K K 298.15 = H 298.15 R 1 x T 1 T ref Pada suhu 170 o C (443,15K) besarnya konstanta kesetimbangan dapat dihitung sebagai berikut : ln K K 298.15 = H 298.15 R 1 x T 1 T ref K ln 1,44 x 10 17 (-206,3kJ/mol) 1 1 = x K 3 8,314.10 kj / mol. K 443,15 298,15
23 K ln 1,44 x 10 K 1,44 x 10 17 17 = -27,23 = 1,49 x 10 12 K = 2,15 x 10 5 Maka harga K pada kondisi operasi adalah 2,15 x 10 5. Karena harga konstanta kesetimbangan besar, maka reaksi pembentukan sikloheksana ini berlangsung searah (ke arah produk). 2.2.7. Tinjauan Kinetika Reaksi pembentukan sikloheksana dari benzena dan hidrogen berlangsung secara eksotermis. Persamaan kecepatan reaksi yang digunakan: r A = k. K B. P B. P H2 (1 + K B. P B ). (P H2 + P B ) Persamaan konstanta kecepatan reaksinya adalah : k = 5,736x10 4 exp 12000 R.T K B = 1,05x10 1 exp 6000 R.T P B = y B. Ptot P H2 = y H2. Ptot Keterangan : PB PH2 k, (mol of B)/ (g)(h), torr 1 = Tekanan Parsial Benzena, atm = Tekanan Parsial H2, atm (Ind. Eng. Chem Vol.1 No.1, 1979) = Kecepatan reaksi spesifik, mol benzena/g jam KB = Konstanta kesetimbangan adsorbs, torr -1 2.2.8. Perbandingan Mol Reaktan Dari Mc. Ketta, 1982, perbandingan mol reaktan antara benzene dan hydrogen pada reaksi pembentukan sikloheksana adalah sebesar 1 : 3 sampai 1 :6.
24 Dalam hal ini diambil perbandingan mol 1 : 4,5. Diambil perbandingan 1 : 4,5 karena dengan perbandingan 1 : 4,5 dapat dicapai konversi yang diinginkan. 2.3 Diagram Alir Proses dan Tahapan Proses 2.3.1 Diagram Alir Proses Diagram alir prarancangan pabrik sikloheksana dari benzena dan hidrogen
25 CP S T-02 VP R Gambar 2.1 Diagram Alir Kualitatif 301 85 40
Gambar 2.2 Diagram Alir Kuantitatif Prarancangan Pabrik Sikloheksana 26
27 2.3.2 Tahapan Proses Proses pembuatan sikloheksana dengan reaksi hidrogenasi benzena dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : 1. Tahap Persiapan Bahan Baku 2. Tahap Pembentukan Produk 3. Tahap Pemisahan Produk Penjelasan berdasarkan Gambar 2.1 mengenai masing-masing tahapan adalah sebagai berikut : 2.3.2.1 Tahap Persiapan Bahan Baku Bahan baku benzana (C6H6) disimpan pada fase cair dalam tangki penyimpanan (T-01). Sedangkan Hidrogen (H2) disalurkan melalui pipa dari pabrik penghasil hidrogen. Bahan baku benzena (C6H6) diperoleh di pasaran dengan kemurnian 99,9% berat, sedangkan Hidrogen (H2) diperoleh dengan kemurnian 99,9995% berat. Benzena cair dari tangki penyimpanan dialirkan dengan pompa (P-01) ke vaporizer (VP) untuk mengubah fasenya menjadi fase gas. Gas hidrogen dicampur dengan gas benzena dan recycle gas keluaran condenser parsial (CP), kemudian dinaikkan tekanannya menggunakan compressor 1 (C-01). Campuran gas tersebut kemudian diumpankan ke dalam reactor. 2.3.2.2 Tahap Pembentukan Produk Reaksi yang terjadi dalam reaktor : C6H6(g) + 3H2(g) C6H12(g) Bahan baku yang telah disiapkan dimasukkan dalam reaktor yang beroperasi secara non isotermal dan non adiabatik dimana reaksi dijaga pada suhu optimum. Gas benzena dan hidrogen dimasukkan bersama ke bagian tube reaktor. Di dalam reaktor terjadi reaksi pembentukan sikloheksana. Benzena yang bereaksi adalah sebesar 99,9% dari benzena yang diumpankan ke reaktor. Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis, sehingga akan melepaskan panas yang dapat menaikkan suhu dalam reaktor. Panas yang dihasilkan dari reaksi ini diserap oleh
28 media pendingin yaitu dowtherm A yang dialirkan di dalam shell. 2.3.2.4 Tahap Pemisahan Produk Produk reaktor yang berupa gas, terdiri dari benzena tak bereaksi, toluene, sikloheksana, dan hidrogen sisa dikondensasikan dalam kondenser parsial (CP) sehingga fasenya berubah menjadi campuran gas-cair. Campuran gas yang tidak terkondensasi, yang terdiri dari gas hidrogen direcycle untuk dicampur dengan umpan. Gas yang akan direcycle telah dijelaskan pada tahap persiapan bahan baku. Keluaran CP fase cair berupa produk sikloheksana kemudian dialirkan menuju tangki penyimpanan produk (T-02) untuk disimpan. 2.4 Neraca Massa dan Neraca Panas Produk : Sikloheksana 99,8% berat Kapasitas Perancangan : 40.000 ton/tahun Waktu operasi selama 1 tahun : 330 hari Waktu operasi selama 1 hari : 24 jam 2.4.1 Neraca Massa Basis perhitungan : 1 jam operasi 1. Neraca Massa di Vaporizer Tabel 2.3 Neraca Massa di Vaporizer Komponen Input (kg/jam) Output (kg/jam) Arus 1 Arus 2 H2 0,000 0,000 C6H6 4685,734 4685,734 C6H12 0,000 0,000 C7H8 4,690 4,690 Total 4690,424 4690,424
29 2. Neraca Massa di Tee-01 Tabel 2.4 Neraca Massa di Tee-01 Komponen Input (kg/jam) Output (kg/jam) Arus 2 Arus 3 Arus 7 Arus 4 H2 0,000 360,081 180,581 540,662 C6H6 4685,734 0,000 0,000 4685,734 C6H12 0,000 0,000 0,000 0,000 C7H8 4,690 0,000 0,000 4,690 Total 4690,424 360,081 180,581 5231,086 5231,086 5231,086 3. Neraca Massa di Reaktor Tabel 2.5 Neraca Massa di Reaktor Komponen Input (kg/jam) Output (kg/jam) Arus 4 Arus 5 H2 540,662 180,581 C6H6 4685,734 4,686 C6H12 0,000 5041,129 C7H8 4,690 4,690 Total 5231,086 5231,086 4. Neraca Massa di Kondenser Parsial dan Separator Tabel 2.6 Neraca Massa di Kondenser Parsial dan Separator Komponen Input (kg/jam) Output (kg/jam) Arus 5 Arus 7 Arus 8 H2 180,581 180,581 0,000 C6H6 4,686 0,000 4,686 C6H12 5041,129 0,000 5041,129 C7H8 4,690 0,000 4,690 Total 5231,086 5231,086
30 5. Neraca Massa Total Tabel 2.7 Neraca Massa di Total Komponen Input (kg/jam) Output (kg/jam) Arus 1 Arus 3 Arus 8 H2 0,000 360,081 0,000 C6H6 4685,734 0,000 4,686 C6H12 0,000 0,000 5041,129 C7H8 4,690 0,000 4,690 Total 4690,424 360,081 5050,505 5050,505 5050,505
31 2.4.2 Neraca Panas Basis perhitungan : 1 jam operasi Satuan : kj/jam 1. Neraca Panas di Vaporizer Tabel 2.8 Neraca Panas di Vaporizer Keterangan Q Input (kj/jam) Q Output (kj/jam) Q heating 0,0000 962.743,1737 Q vapor 0,0000 1.549.634,2071 Q permanas 2.512.377,3809 0,0000 Total 2.512.377,3809 2.512.377,3809 2. Neraca Panas di Tee Tabel 2.9 Neraca Panas di Tee Komponen Q masuk (kj/jam) Q keluar (kj/jam) Arus 2 Arus 3 Arus 7 Arus 4 H2 0,000 234.713,302 727.843,278 1.140.797,827 C6H6 1.101.934,434 0,000 0,000 923.878,909 C6H12 0,000 0,000 0,000 0,000 C7H8 1.157,695 0,000 0,000 971,972 Total 1.103.092,129 234.713,302 727.843,278 2.065.648,709 2.065.648,709 2.065.648,709
32 3. Neraca Panas di Reaktor Tabel 2.10 Neraca Panas di Reaktor Keterangan Q masuk (kj/jam) Q keluar (kj/jam) Q umpan 2.997.070,075 Q produk 3.214.198,197 Q reaksi 12.393.165,671 Q pendingin 12.176.037,549 Total 15.390.235,746 15.390.235,746 4. Neraca Panas di Kondenser Parsial Tabel 2.11 Neraca Panas di Kondenser Parsial Keterangan Q masuk (kj/jam) Q keluar (kj/jam) Q umpan 1.359.571,835 Q produk 760.893,288 Q kondensasi 770.401,411 Beban kondenser parsial 1.369.079,958 Total 2.129.973,246 2.129.973,246 5. Neraca Panas Heat Exchanger Tabel 2.12 Neraca Panas di Heat Exchanger Komponen Q masuk (kj/jm) Q keluar (kj/jam) Q umpan 604.309,697 Q produk 226.401,680 Q pendingin 377.908,017 Total 604.309,697 604.309,697
33 6. Neraca Panas Total Umpan Benzena Umpan Hidrogen Panas reaksi di reaktor Panas pengembunan di kondenser parsial Beban Vaporizer Total Q masuk (kj/jam) Tabel 2.13 Neraca Panas Total Q keluar (kj/jam) 82.439,307 Produk Sikloheksana 95.150,660 233.936,200 12.393.165,671 770.401,411 2.512.377,381 Panas yang diambil di reaktor 12.176.037,549 Beban kondenser parsial 1.369.079,958 Panas penguapan di vaporizer 1.549.634,207 Panas yang dilepas di gas expander 425.347,294 Beban HE-01 377.908,017 15.992.319,970 Total 15.992.319,970
34 2.5 Lay Out Pabrik dan Peralatan Proses 2.5.1 Lay Out Pabrik Lay out pabrik merupakan suatu pengaturan yang optimal dari seperangkat fasilitas-fasilitas dalam pabrik. Tata letak yang tepat sangat penting untuk mendapatkan efisiensi, keselamatan, dan kelancaran kerja dari para karyawan serta keselamatan proses (Vilbrandt, 1959) Pada prarancangan pabrik ini, tata letak dari pabrik dapat dilihat pada Gambar 2.4. Menurut Vilbrandt, 1959, Untuk mencapai kondisi yang optimal, maka hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan tata letak pabrik ini adalah : 1. Pabrik sikloheksana ini merupakan pabrik baru (bukan pengembangan) sehingga penentuan lay out tidak dibatasi oleh bangunan yang ada. 2. Kemungkinan perluasan pabrik sebagai pengembangan pabrik di masa mendatang. 3. Fakor keamanan sangat diperlukan untuk bahaya kebakaran dan ledakan, maka perencanaan lay out selalu diusahakan jauh dari sumber api, bahan panas, bahan yang mudah meledak dan jauh dari asap atau gas beracun. 4. Sistem konstruksi yang direncanakan adalah outdoor untuk menekan biaya bangunan dan gedung dan juga iklim Indonesia memungkinkan konstruksi secara outdoor. 5. Lahan terbatas sehingga diperlukan efisiensi dalam pemakaian pengaturan ruangan/lahan. Secara garis besar lay out dibagi menjadi beberapa bagian utama, yaitu : 1. Daerah administrasi/perkantoran, laboratorium dan ruang kontrol Daerah administrasi merupakan pusat kegiatan administrasi pabrik yang mengatur kelancaran operasi. Laboratorium dan ruang kontrol sebagai pusat pengendalian proses, kualitas dan kuantitas bahan yang akan diproses serta produk yang dijual. 2. Daerah proses Daerah proses merupakan daerah dimana alat proses diletakkan dan proses berlangsung.
35 3. Daerah penyimpanan bahan baku dan produk Daerah penyimpanan bahan baku dan produk merupakan daerah untuk tempat bahan baku dan produk. 4. Daerah gudang, bengkel dan garasi Daerah gudang, bengkel dan garasi merupakan daerah yang digunakan untuk menampung bahan-bahan yang diperlukan oleh pabrik dan untuk keperluan perawatan peralatan proses. 5. Daerah utilitas Daerah utilitas merupakan daerah dimana kegiatan penyediaan bahan pendukung proses berlangsung dipusatkan.
Ruang generator Area Perluasan Prarancangan Pabrik Sikloheksana 36 Area Perluasan Proses Utilitas P emadam K ebakaran UPL Safety Bengkel Labora torium Mushola K ant in P oliklinik Gudang Garasi Kantor Parkir Parkir Pos Gambar 2.4 Tata Letak Pabrik
37 2.5.2. Lay Out Peralatan Proses Lay out peralatan proses adalah tempat dimana alat-alat yang digunakan dalam proses produksi. Tata letak peralatan proses pada prarancangan pabrik ini dapat dilihat pada Gambar 2.5. Menurut Vilbrandt, 1959, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan lay out peralatan proses pada pabrik cyclohexane, antara lain : 1. Aliran udara Aliran udara di dalam dan di sekitar peralatan proses perlu diperhatikan kelancarannya. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya stagnasi udara pada suatu tempat sehingga mengakibatkan akumulasi bahan kimia yang dapat mengancam keselamatan pekerja. 2. Cahaya Penerangan sebuah pabrik harus memadai dan pada tempat-tempat proses yang berbahaya atau beresiko tinggi perlu adanya penerangan tambahan. 3. Lalu lintas manusia Dalam perancangan lay out peralatan perlu diperhatikan agar pekerja dapat mencapai seluruh alat proses dengan cepat dan mudah. Hal ini bertujuan apabila terjadi gangguan pada alat proses dapat segera diperbaiki. Keamanan pekerja selama menjalankan tugasnya juga diprioritaskan. 4. Pertimbangan ekonomi Dalam menempatkan alat-alat proses diusahakan dapat menekan biaya operasi dan menjamin kelancaran dan keamanan produksi pabrik. 5. Jarak antar alat proses Untuk alat proses yang mempunyai suhu dan tekanan operasi tinggi sebaiknya dipisahkan dengan alat proses lainnya, sehingga apabila terjadi ledakan atau kebakaran pada alat tersebut maka kerusakan dapat diminimalkan.
38 T-01 VP Control Room C R CP S C HE T-02 Skala 1: 250 Keterangan : T-01 Tangki Benzena R Reaktor T-02 Tangki Sikloheksana CP Kondenser Parsial VP Vaporizer S Separator C Kompresor HE Heat Exchanger Gambar 2.5 Lay out Alat Proses