P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 3, No. 1, Mei 2016

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol.3, No.1, Mei 2016

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

BAB II KAJIAN TEORITIS

P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

Pembelajaran Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers Melalui Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME

MAKALAH. Oleh: R. Rosnawati, dkk

SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK: SEJARAH, TEORI, DAN IMPLEMENTASINYA. Al Jupri Universitas Pendidikan Indonesia

Matematika Jurusan PMIPA FKIP UHO.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

UJI COBA INSTRUMEN PENILAIAN ASPEK RME PADA PENGAJARAN GURU

BAB II KAJIAN TEORI. membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak,

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN PECAHAN DENGAN PENDEKATAN PMRI DI KELAS IV

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

PEMBELAJARAN PMRI. Oleh Muhammad Ridhoni (Mahasiswa Magister Pend. Matematika Universitas Sriwijaya, Palembang)

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN RELEVANSINYA DENGAN KTSP 1. Oleh: Rahmah Johar 2

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG

SEKILAS TENTANG PMRI. Oleh Shahibul Ahyan

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

Vol. 1 No. 1 Th. Jan-Des 2016 ISSN: PENGGUNAAN ICEBERG DALAM PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MELALUI PENDEKATAN PMR DALAM POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS. FMIPA UNP,

EVALUASI TERHADAP BAHAN AJAR MATEMATIKA BERBASIS PMRI DI BANDUNG RAYA

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

Vol. XI Jilid 1 No.74 Januari 2017

Ai Nani Nurhayati 2 Maulana 3. Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA DI KELAS. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

KONTRIBUSI WORKSHOP PMRI TERHADAP KOMPETENSI GURU DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS I SD NEGERI PERCOBAAN PADANG TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994)

PENGEMBANGAN PERANGKAT PENGAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMR BERBANTUAN CD INTERAKTIF PADA MATERI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL KELAS VII

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 2, No. 1, Mei 2015

I. PENDAHULUAN. dirinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan juga

Pembelajaran Materi Bangun Datar melalui Cerita menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Di Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pendekatan PMRI sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam Pembelajaran Matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KEMAMPUAN KONEKSI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA SISWA SMP

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

MELALUI TUTUP KALENG BERBENTUK LINGKARAN Oleh :

MINIMARKET GURU UNTUK BELAJAR PENGURANGAN Oleh:

PENGGUNAAN PENDEKATAN PENDlDlKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DALAM PEMBELAJARAN PERKALIAN BAG1 SISWA SD DENGAN LATAR BELAKANC BUDAYA YANG BERBEDA

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PADA POKOK BAHASAN PERBANDINGAN DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

Magister Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Unsyiah Banda Aceh 2) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Matematika Unsyiah Banda Aceh 3)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia pada Materi Lingkaran untuk Siswa Kelas VIII SMP

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

PEMBELAJARAN MATEMATIKA HUMANISTIK DAN KAITANNYA DENGAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) * Rahmah Johar

BAB II KAJIAN TEORI. aplikasi dari konsep matematika. Pengenalan konsep-konsep matematika

SKRIPSI. Oleh Teguh Eko Prasetyo NIM

Memfasilitasi Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa dengan Pendekatan Matematika Realistik

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) SEBAGAI BASIS PEMBELAJARAN MATEMATIKA

MELALUI TUTUP KALENG BERBENTUK LINGKARAN Oleh : Nikmatul Husna

Edisi Khusus No. 2, Agustus 2011

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global.

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL Jozua Sabandar

Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya Oktober 2016, Vol. 1, No.1. ISSN:

MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP MELALUI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DALAM RANGKA MENUJU SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan

REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION: MODEL ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

LEMBAR KERJA SISWA PADA MATERI HIMPUNAN BERBASIS PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK SISWA SMP/MTs

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

DESAIN ATURAN SINUS DAN ATURAN COSINUS BERBASIS PMRI

BAB I. Matematika dan perkembangan teknologi serta informasi tidak dapat dipisahkan.

JAM SEBAGAI STARTING POINT DALAM PEMBELAJARAN SUDUT DI SEKOLAH DASAR. Oleh Shahibul Ahyan

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

Penguasaan dan pengembangan Ilmu

BAB II KAJIAN TEORI. perlu dikuasai siswa adalah kemampuan representasi.

KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK. Tatang Herman

Transkripsi:

ANALISIS PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PMRI PADA SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG 1) Nelly Fitriani, 2) Anik Yuliani 1) Nhe.fitriani@gmail.com, 2) Anik.yuliani070886@yahoo.com 1, 2) Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi ABSTRAK PMR merupakan sebuah proyek pendidikan matematika di Belanda yang dimulai pada tahun 1970, saat itu Sekolah Dasar di Belanda terfokus kepada kemampuan Berhitung. Berhitung itu bersifat mekanistik, tidak memiliki matematisasi horizontal maupun matematisasi vertikal. Sedangkan PMR memiliki keduaduanya atau bersifat realistik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah apakah pembelajaran PMRI yang diterapkan di SD Percontohan sudah sesuai dengan karakteristik PMRI. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan populasi seluruh SD/MI di kota bandung dan sampelnya diambil 3 sekolah percontohan yang telah menerapkan PMRI selama 10 tahun pada level kelas V. Instrumen yang digunakan yaitu berupa Lembar Observasi. Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini yaitu bahwa pembelajaran PMRI yang diterapkan di SD Percontohan sudah sesuai dengan karakteristik PMRI. Kata kunci: Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia A. PENDAHULUAN Pada saat ini ilmu pengetahuan telah berkembang sangat pesat, perkembangan ilmu pengetahuan tersebut memberikan peranan yang sangat besar dalam peningkatan kesejahteraan umat manusia. Perkembangan yang terjadi merupakan upaya untuk mengatasi kebutuhan masyarakat akan pendidikan dan pengajaran ilmu pengetahuan, dimana hal tersebut memberikan bekal kepada siswa agar dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan masyarakat yang semakin terikat pada kemajuan ilmu pengetahuan. PMR merupakan sebuah proyek pendidikan matematika di Belanda yang dimulai pada tahun 1970, saat itu Sekolah Dasar di Belanda terfokus kepada kemampuan Berhitung. Tokoh-tokoh PMR Belanda mengganti Berhitung dengan PMR karena menurut mereka Berhitung itu bersifat mekanistik, tidak memiliki matematisasi horizontal maupun matematisasi vertikal. Sedangkan PMR memiliki kedua-duanya atau bersifat realistik. Treffers (1991:32) menggambarkan kepemilikan dan ketidakpemilikian dari model-model 25 pembelajaran/ pendidikan matematika sebagai berikut, Pengajaran Mekanistik Empiris Strukturalis Realistik Tabel 1 Matematisasi Horizontal - + - + Vertikal Catatan: - artinya tidak ada; + artinya ada Dari bagan di atas terlihat bahwa pengajaran secara mekanistik itu tidak memiliki kedua-dua matematisasi sedangkan yang realistik memiliki kedua-duanya, yang empiris tidak memiliki matematisasi vertikal dan strukturalis tidak memiliki matematisasi horizontal. Tetapi Pembelajaran strukturalis seperti matematika modern itu bukan tidak memiliki matematisasi horizontal tetapi kepemilikannya sedikit. - - + +

Sedangkan dalam yang realistik keterlibatannya banyak. Pada suatu pertemuan (antara Pemerintah, Tim PMR Belanda, dan Tim PMRI), Tim PMR Belanda minta agar sekolah-sekolah tempat uji coba terdiri dari SD dan MI, maka dimulailah uji coba PMRI itu dibeberapa Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah dengan pusatpusatnya di UPI, USD, UNY, dan UNESA. Masing-masing pusat itu diminta untuk memilih 2 buah SD dan sebuah MIN/MI. Bandung memilih SDPN Setiabudi, SDPN Sabang, dan MIN Cicendo, maka selanjutnya terbentuklah SD dan MIN mitra UPI dimana sekolah tersebut menjadi sekolah percontohan untuk PMRI. Setelah terbentuknya sekolah percontohan, dalam kurun waktu 10 tahun (sekitar tahun 2000-2010) banyak SD dan MI/MIN lain yang pembelajaran matematikanya menggunakan PMRI. SD, MI/MIN yang baru menggunakan PMRI (yang baru berminat untuk menerapkan PMRI) melakukan hal yang serupa dengan guru SD/MIN/MI, guru SL, dosen, dan yang terkait lainnya mengikuti workshop-workshop yang berkaitan dengan PMRI. Sehingga yang tadinya pusatnya hanya di UPI, USD, UNY, dan UNESA, sekarang hampir di setiap propinsi ada. Setelah beberapa orang dosen STKIP Siliwangi Bandung diberikan kesempatan mengikuti sebuah workshop PMRI, STKIP Siliwangi berminat untuk mengembangkan dan menyebarkannya. Agar keinginan itu dapat terwujud, maka dibentuklah Tim PMRI di STKIP Siliwangi yang mana Tim tersebut harus mengetahui kondisi PMRI saat ini, minimum di Wilayah Bandung. Untuk menganalisis penerapan PMRI di Wilayah Bandung, penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian payung. Disini peneliti berniat untuk menganalisis sejauh mana penerapan PMRI di wilayah bandung, maka dari itu peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul Analisis Penerapan Pembelajaran Matematika Berbasis PMRI pada Sekolah Dasar di Kota Bandung. 26 B. KAJIAN TEORI DAN METODE PMRI atau RME merupakan suatu teori pembelajaran yang telah dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep dari matematika realistik ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar dari siswa. RME pertama kali dikembangkan oleh Freudenthal pada tahun 1977 di Belanda. Keberhasilan RME sebagai salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika di Belanda, memberikan pengaruh yang cukup besar dalam mempengaruhi program pembelajaran matematika di beberapa negara. Banyak Negara-negara yang tertarik untuk mengkajinya sehingga menjadikan PMRI sebagai alternatif dalam pembelajaran. Melalui PMRI, matematika diharapkan dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa, dimana realistis dimaknai sebagai konteks yang berhubungan dengan pengalaman siswa maupun sesuatu yang tampak nyata dalam pikiran siswa (Fosnot, Dolk, Zolkower, Hersch, & Seignoret, 2006; Van den Heuvel-Panhuizen, 2003). 1. Prinsip-Prinsip PMRI Gravermeijer mengemukakan bahwa terdapat tiga prinsip kunci dalam pembelajaran PMR yakni: a. Petunjuk menemukan kembali/matematisasi progresif (guided reinvention/progressive mathematizing). Topik-topik disajikan, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep matematika ditemukan. Konsep-konsep siswa digali dengan cara memberikan masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi, dilanjutkan dengan matematisasi. Proses belajar diatur sedemikian rupa sehingga siswa menemukan sendiri konsep atau hasil (Fauzan, 2001:2). Treffers (Saragih, 2007: 14), mengemukakan bahwa bermatematika secara progresif terdiri dari dua komponen yaitu bermatematika secara secara horizontal dan vertikal. Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan pemvisualisasian masalah dalam cara yang

berbeda, dan pentransformasian masalah dunia nyata ke masalah matematik. Contoh matematisasi vertikal adalah representasi hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematik, penggunaan model-model yang berbeda, dan generalisasi (Panhuizen dalam Zainurie, 2007). Pada proses matematisasi masalah-masalah realistik, siswa bermatematisasi horizontal ketika siswa mengidentifikasi bahwa soal-soal realistik harus ditransfer ke dalam soal bentuk matematika untuk lebih dipahami melalui penskemaan, perumusan, dan pemvisualisasian. Sedangkan dalam bermatematisasi vertikal siswa menyelesaikan bentuk matematika dari masalah realistik menggunakan konsep, operasi, dan prosedur matematika yang berlaku (Saragih, 2007 : 15). b. Fenomena yang bersifat mendidik (didactical phenomenology). Topik-topik matematika disajikan kepada siswa dengan mempertimbangkan dua aspek yaitu kecocokan aplikasi masalah kontekstual dalam pembelajaran dan kontribusinya dalam proses penemuan kembali bentuk dan model matematika dari soal kontekstual tersebut. Banyak fenomena yang dapat dikaitkan dengan konsep matematika tetapi tidak mungkin semuanya diberikan kepada siswa. Oleh sebab itu, guru sebagai perancang materi harus dapat memilih fenomena yang tepat dijadikan sebagai titik awal (starting point) pembelajaran (Gravemeijer dalam Saragih, 2011:58). Kedua pendapat ini menunjukan bahwa didactical phenomenology terkait dengan perencanaan masalah (materi kontekstual) yang tepat diberikan kepada siswa sebagai starting point pembelajaran. Sehubungan dengan itu sebelum menyajikan masalah kontekstual kepada siswa, guru perlu mengajukan pertanyaan tentang pantas atau tidaknya suatu masalah kontekstual tersebut dijadikan sebagai titik awal pembelajaran menuju matematika lebih lanjut dan mengantisipasi kemungkinan jawabanjawaban siswa. Sehubungan dengan hal di atas, agar perencanaan pembelajaran khususnya yang 27 berkaitan dengan didactical phenomenology guru harus mampu : i. Menjadi perencana (planner) dan perancang (disigner) proses pembelajaran yang akan dilaksanakannya. Penting bagi guru untuk mengetahui bagaimana seorang kontruktivis mengembangkan dan menemukan pengetahuannya. Guru dapat membuat perencanaan proses belajar sedemikian rupa yang di dalamnya terdapat rancangan pemberian pengalaman belajar yang tepat kepada siswanya agar mereka mencapai apa yang diharapkan oleh guru. Agar rencana dan rancangan belajarnya terlaksana dengan baik dan tepat, guru harus mampu memprediksi apa yang akan terjadi ketika rencana dan rancangan belajarnya itu diterapkan (on the table experiment). Dugaan atau prediksi tersebut dapat berupa; tingkah laku anak yang mungkin timbul, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan, alternatif temuan yang akan diperoleh, kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi anak ketika masalah disajikan bahkan hingga cara mengevaluasinya (Gravemeijer dalam Saragih, 2011:59). c) Mengembangkan model sendiri (Self developed models) Dalam menyelesaikan masalah kontekstual siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri, sehingga dimungkinkan muncul berbagai model buatan siswa. Model-model tersebut diharapkan akan berubah dan mengarah kepada bentuk yang lebih baik menuju arah pengetahuan matematika formal, sehingga diharapkan terjadi urutan pembelajaran seperti berikut masalah kontekstual model dari masalah kontekstual tersebut model kearah formal pengetahuan formal. Guru dapat membuat perencanaan proses belajar sedemikian rupa yang di dalamnya terdapat rancangan pemberian pengalaman belajar yang tepat kepada siswanya agar mereka mencapai apa yang diharapkan oleh guru. Agar rencana dan rancangan belajarnya terlaksana dengan baik dan tepat, guru harus mampu memprediksi apa

yang akan terjadi ketika rencana dan rancangan belajarnya itu diterapkan (on the table experiment). Dugaan atau prediksi tersebut dapat berupa; tingkah laku anak yang mungkin timbul, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan, alternatif temuan yang akan diperoleh, kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi anak ketika masalah disajikan bahkan hingga cara mengevaluasinya (Gravemeijer dalam Saragih, 2011:59). Kesemua ini merupakan upaya dalam rangka learning trajectory terhadap bagaiamana siswa berpikir dalam mengembangkan dan menerima sebuah konsep matematika. Learning trajectory ini adalah untuk menggambarkan transformasi belajar yang dihasilkan dari partisipasi dalam aktivitas belajar matematika, atau learning trajectory juga diartikan serangkaian pembelajaran atau suatu lintasan belajar. Sudah barang tentu, guru juga harus bersiap terhadap beragam kemungkinan jawaban/respon yang tidak dapat diprediksinya, atau jawaban tersebut di luar jangkauan guru karena sangat mungkin muncul dari siswa dalam proses pembelajaran. Karakteristik PMRI Lima karakteristik yang dimiliki oleh PMRI (Saragih, 2007), yaitu: a). The use of context (menggunakan masalah situasi nyata) Menggunakan masalah situasi nyata/kontekstual, dalam pendekatan matematika realistik dijadikan sebagai titik awal siswa dalam belajar, untuk menopang terlaksananya suatu proses penemuan kembali (re-inventiont) sehingga secara formal siswa dapat memahami konsep matematika. Sehubungan dengan itu masalah kontekstual yang diajukan kepada siswa haruslah nyata dan benar-benar dikenal siswa dengan baik. Gravemeijer & Doorman (Sabandar dalam Saragih, 2011: 63) memberi batasan bahwa 28 masalah kontekstual adalah soal-soal yang menghadirkan kondisi atau lingkungan yang realistik bagi siswa. Dunia nyata adalah segala sesuatu di luar matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita. Menurut Panhuizen (2003: 9) masalah realistik yang dihadapkan kepada siswa tidak harus selalu dunia nyata, namun dapat berupa masalah dunia formal matematika yang dapat dibayangkan melalui media pembelajaran atau model. Bron (dalam Saragih, 2011:64) menyatakan bahwa konteks tidak harus selalu berupa situasi nyata dalam kehidupan seharihari, tetapi dapat pula berupa situasi fantasi. Figuiredo (dalam Haji, 2005) menjelaskan ciriciri konteks dalam RME adalah (a) dapat dibayangkan dengan mudah, dapat dikenal dan situasinya menarik, (b) berhubungan dengan dunia siswa, (c) tidak terpisah dari proses pemecahan soal, dan (d) dimulai dengan pengetahuan informal siswa dan terorganisasi secara matematis. Berdasarkan pendapatpendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa masalah kontekstual bukan semata-mata berupa barang konkret, tetapi dapat berupa masalah formal (kehidupan sehari-hari) yang dapat dibayangkan dengan jelas dan tegas oleh siswa. Dalam praktek di kelas, masalah kontekstual yang diajukan guru senantiasa sesuai dengan pengalaman belajar siswa, mudah dibayangkan, sesuai dengan kesiapan siswa, dekat dengan kehidupan nyata, dan dapat dijadikan sebagai penghubung antara topik matematika yang dipelajari dengan pengalaman siswa. Dengan pengajuan masalah kontekstual yang demikian, siswa diharapkan dapat terbatu dalam memahami materi yang dipelajari dan memotivasi siswa karena mereka memahami manfaat atau kegunaan matematika serta memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pemahamannya terhadap matematika berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya. Sehubungan dengan itu, maka pemilihan masalah kontekstual untuk diajukan kepada siswa harus melihat latar belakang peserta didik. Hal ini mengingat, dapat saja suatu topik bagi sekelompok siswa merupakan hal yang realistik namun bagi kelompok siswa yang lain bukan masalah yang realistik.

b). The use of models (menggunakan modelmodel) Proses pemodelan adalah salah satu karakteristik utama RME, yang bertujuan untuk menjembatani siswa memahami konsep formal matematik dari konsep informal yang dibuat siswa. Masalah kontekstual yang dihadapkan kepada siswa, agar dapat diselesaikan secara matematika maka permasalahan tersebut harus terlebih dahulu dinyatakan dalam bentuk model matematika. Hal inilah yang disebut dengan pemodelan. Kemampuan pemodelan ini sangat penting, karena berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara masalah kontekstual, matematika informal (matematisasi horizontal) dan matematika formal (matematisasi vertikal). Hal ini sesuai dengan pendapat Gravemeijer (dalam Saragih, 2011:66) bahwa pemodelan merupakan jembatan untuk mengubah masalah kontekstual menjadi bentuk formal. c). Student contributions (kontribusi siswa) Dalam proses pembelajaran dengan pendekatan RME akan terlihat pada saat siswa mengembangkan cara-cara menyelesaikan masalah yang diberikan menurut cara-cara mereka sendiri. Sehubungan dengan itu, maka siswa baik secara individual atau berkelompok harus memberikan kontribusinya dengan strategi-strategi penyelesaian yang dikembangkan sendiri oleh siswa dalam penyelesaian masalah tersebut. Strategi-strategi yang dikembangkan siswa dapat bersifat informal seperti skema, grafik, manipulasi aljabar, serta prosedur pemecahan masalah kontekstual sebagai sumber inspirasi dalam mengkonstruksi pengetahuan matematika formal dan diharapkan dapat berkembang ke arah yang positif. d). Interactivity (interaktivitas) Menggunakan interaktivitas, dalam mengembangkan penyelesaian-penyelesaian masalah kontekstual tidak dapat dihindari karena kemampuan siswa yang heterogen dan merupakan bagian penting dalam pendekatan ini. Siswa saling berinteraksi dan memberikan kontribusinya yang terwujud dalam bentuk negosiasi secara eksplisit, intervensi kooperatif, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, 29 pertanyaan atau refleksi dan evaluasi sesama siswa dan guru. Interaksi-interaksi ini diharapkan dapat meningkatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran sehingga meningkatkan keterampilan personal siswa dalam berdiskusi. Agar interaksi yang dibangun siswa tersebut optimal, guru harus dapat memilih dan menerapkan metode pembelajaran yang tepat. Salah satu metode untuk itu adalah belajar dalam kelompok. Namun perlu diingat bahwa, agar penyelesaian masalah yang dibuat siswa benar berdasarkan struktur matematika, interaksi antar siswa dengan siswa dan sebaliknya dengan guru tetap di bawah bimbingan guru. e). Intertwining (keterkaitan) Menggunakan keterkaitan dalam pendekatan RME ini bertujuan untuk memantapkan pengetahuan informal siswa dan sebagai alat untuk menggiring siswa menemukan matematika formal. Disamping itu, dengan keterkaitan ini siswa akan melihat adanya jalinan atau keterkaitan antar satu konsep dengan konsep lain atau satu materi dengan materi lain baik dalam matematika itu sendiri maupin dengan yang lain. Keterkaitan tersebut memperhatikan bahwa matematika bukanlah suatu pengetahuan yang bercerai berai, melainkan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang utuh dan terpadu. Hal ini dimaksudkan aga proses pemahaman siswa terhadap konsep dapat dilakukan secara bermakna. Tujuan dalam penelitian adalah untuk mengetahui sejauh mana penerapan PMRI di wilayah Bandung. Analisis terhadap penerapan PMRI di Sekolah Dasar Percontohan akan diuraikan secara deskriptif kualitiatif. Penelitian kualitatif deskriptif adalah penelitian yang menekankan pada keadaan yang seadanya dan berusaha mengungkapkan fenomena-fenomena yang ada dalam keadaan tersebut. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil observasi terhadap pembelajaran yang dilakukan guru pada ketiga sekolah, yaitu guru matematika di SD Percobaan Negeri Sabang,

SD Percobaan Negeri Setiabudi dan MIN Cicendo, diperoleh kesimpulan yang menjawab rumusan permasalahan dalam penelitian ini. Kesimpulan dari hasil observasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan menggunakan PMRI akan diolah secara deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis terhadap kesesuaian antara pembelajaran PMRI yang diterapkan di SD Percontohan dengan karakteristik PMRI yang sesungguhnya. A. Deskripsi pelaksanaan penelitian Penelitian ini dilaksanakan di 3 Sekolah yang terdapat di Kota Bandung yang telah menerapkan PMRI sejak 10 tahun terakhir. Ketiga sekolah tersebut yaitu SD MIN Cicendo, SD PN Setiabudi, dan SD PN Sabang, sekolah-sekolah tersebut merupakan sekolah percontohan yang terus dipantau oleh Institut pemgembangan PMRI. Kelas yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah kelas V. Untuk memperoleh jawaban atas tujuan penelitian tersebut maka dilakukan observasi terhadap ketiga sekolah. Observasi dilakukan oleh masing-masing 2 observer dari tiap sekolah, observer pertama adalah guru dari masing-masing sekolah yang diteliti dan observer kedua adalah peneliti sendiri. Penelitian dilaksanakan sejak tanggal 3 November 2014 hingga 21 November 2014. Adapun agenda kegiatan penelitian tersaji dalam tabel berikut: Tabel 2 Kegiatan selama penelitian 2014 MIN Cicendo B. Analisis Data Penelitian Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada 3 Sekolah diperoleh data mengenai karakteristik PMRI yang dilaksanakan di sekolah-sekolah tersebut. Rekapitulasi persentase karakteristik pembelajaran PMRI berdasarkan hasil observasi dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini. No Tabel 3 Rekapitulasi Persentase Hasil Observasi MIN CICENDO SD PN SABANG SD SETIABUDI O1 O2 O1 O2 O1 O2 1 2 3 3 2 3 3 88,89 2 3 3 3 2 3 3 94,44 3 0 2 3 2 3 3 72,22 4 2 3 2 3 2 2 77,78 5 2 3 3 3 3 3 94,44 6 3 3 3 2 3 2 88,89 7 3 3 3 3 3 3 100,00 8 3 3 3 3 3 3 100,00 9 3 2 2 3 2 3 83,33 10 3 3 3 2 3 3 94,44 11 3 3 3 3 3 3 100,00 12 3 3 3 2 3 3 94,44 13 3 3 3 3 3 3 100,00 % Hari, Tanggal Senin, 3 November 2014 Selasa, 18 November 2014 Jumat, 21 November Kegiatan Observasi Pembelajaran PMRI di SD PN Sabang Observasi Pembelajaran PMRI di SD PN Setiabudi Observasi Pembelajaran PMRI di 14 3 3 3 3 3 3 100,00 Berdasarkan analisis secara keseluruhan dari hasil observasi ketiga sekolah yang telah menerapkan pembelajaran berbasis PMRI, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PMRI yang diterapkan sudah sesuai dengan karakteristik dari PMRI itu sendiri, 30

misalnya sudah menggunakan masalah kontekstual karena menurut Gravemeijer (Ahli PMRI), dalam PMRI, menggunakan masalah situasi nyata/kontekstual dijadikan sebagai titik awal siswa dalam belajar untuk menopang terlaksananya suatu proses penemuan kembali (re-inventiont) sehingga secara formal siswa dapat memahami konsep matematika. Masalah kontekstual yang diajukan kepada siswa haruslah nyata dan benarbenar dikenal siswa dengan baik. Selanjutnya realistik, menurut Panhuizen (Ahli PMRI), melalui PMRI, matematika diharapkan dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa, dimana realistik dimaknai sebagai konteks yang berhubungan dengan pengalaman siswa maupun sesuatu yang tampak nyata dalam pikiran siswa. Pada masalah-masalah realistik, siswa bermatematisasi horizontal (ketika siswa mengidentifikasi bahwa soal-soal realistik harus ditransfer ke dalam soal bentuk matematika untuk lebih dipahami melalui penskemaan, perumusan, dan pemvisualisasian), yang selanjutnya harus dilanjutkan kepada matematisasi vertikal untuk menyelesaikan bentuk matematika dari masalah realistik yang diberikan, sehingga terjadi penguatan konsep yang baik dan tahan lama. Pembelajarannya bersifat konstruktivisme, dan mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, guru membuat bahan ajar (RPP dan LKS) bersumber dari buku PMRI, dan pada akhir pembelajaran guru mengadakan refleksi kegiatan. Terlihat dari beberapa buah gambar berikut ini. Gambar 2 Siswa menemukan Konsep melalui Konstruksi dari konsep Konkret ke Abstrak Gambar 3 Contoh Gambar LKS Letak Koordinat Guru-guru pada ketiga sekolah tersebut sudah menerapkan PMRI selama kurang lebih 10 tahun, sehingga mereka sudah terbiasa dengan pembelajaran ini, dan melalui pembelajaran ini guru-guru sangat terbuka dengan adanya pembaharuan Kurikulum terbaru yaitu Kurikulum 2013, karena pada dasarnya PMRI sangat sejalan dengan Kurikulum 2013. Gambar 1 Media Pembelajaran yang Bersifat Kontekstual di SD PN Setiabudi 31

KESIMPULAN Beradasarkan analisis secara keseluruhan dari hasil observasi ketiga sekolah yang telah menerapkan pembelajaran berbasis PMRI, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PMRI yang diterapkan sudah sesuai dengan karakteristik dari PMRI itu sendiri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka saran yang dapat disampaikan yaitu : 1. Diharapkan agar IP-PMRI dapat terus membina dan mengembangkan PMRI di sekolahsekolah percontohan berupa pengembangan bahan ajar, alat peraga dan workshop-workshop bagi guru, dengan demikian guru-guru akan terus termotivasi untuk menerapkan PMRI disetiap pembelajaran matematika. 2. Sekolah Percontohan diharapkan melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah lain guna memperkenalkan PMRI, dengan demikian diharapkan sekolah-sekolah (minimal di Bandung) mengenal dan menerapkan PMRI. DAFTAR PUSTAKA Fosnot, C. T., Dolk, M., Zolkower, B., Hersch, S., & Seignoret, H. (2006). Mathematics in the City: Measuring Teacher Change in Facilitating Mathematizing. Megister, Den Haag: PrintPartners Ipskamp Enschede Saragih, S. (2007). Menumbuhkembangkan Berpikir Logis dan Sikap Positif terhadap Matematika melalui Pendekatan Matematika Realistik. [Online]. Tersedia: http://zainurie.files.wordpress.com/2007/11/j 61_091.pdf [Juli 2011]. Saragih, S. (2011). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik dan Kelompok Kecil untuk Meningkatkan Kemampuan Keruangan, Berpikir Logis dan Sikap Positip terhadap Matematikasiswa Kelas VIII. Disertasi. UPI Bandung: tidak diterbitkan. Panhuizen, M. V. D. H. (2003). The Didactical Use Of Models In Realistic Mathematics Education: An Example From A Longitudinal Trajectory On Percentage. Educational Studies in Mathematics 54: 9 35, 2003. Zainurie. (2007). Pembelajaran Matematika Realistik (RME). [Online]. Tersedia: Fauzan, A. (2001). Applying Realistic Mathematics Education (RME) in Teaching Geometry in Indonesian Primary Schools. Thesis http://zainurie.wordpress.com/2007/04/13/p embelajaran-matematika-realistik-rme/ [Juli 2011]. 32