Hasil dan Pembahasan

dokumen-dokumen yang mirip
4. Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

Tinjauan Pustaka. 2.1 Krisis Energi

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

4 Hasil dan pembahasan

3 Metodologi Penelitian

4 Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

3. Metodologi Penelitian

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

4 Hasil dan Pembahasan

Sintesis dan Karakterisasi Membran Blending Benzilkitosan- Kitosan untuk Aplikasi Sel Bahan Bakar

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

3. Metodologi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

4. Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

4 Hasil dan Pembahasan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

4.1 Isolasi Kitin. 4 Hasil dan Pembahasan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

KONDUKTOMETRI OLEH : AMANAH FIRDAUSA NOFITASARI KIMIA A

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

Bab III Metodologi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

Gambar 4. Pengaruh kondisi ph medium terhadap ionisasi polimer dan pembentukan kompleks poliion (3).

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon

4. Hasil dan Pembahasan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

3 Metodologi Penelitian

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

Studi Efek Pendadah Berbagai Asam dan Temperatur Terhadap Konduktivitas Polibenzidin. Oleh : Agus salim Suwardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. percampuran natrium alginat-kitosan-kurkumin dengan magnetic stirrer sampai

3 Metodologi Penelitian

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat

BAB 3 METODE PENELITIAN

Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN SELEKTIF ION TIMBAL (II) DENGAN MENGGUNAKAN ETILEN DIAMIN TETRA ASETAT (EDTA) SEBAGAI IONOFOR ABSTRACT

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

Asam Amino dan Protein

Bab IV Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksperimen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan data

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun reaksi benzilasi yang terjadi adalah sebagai berikut: Cl H H NHCCH 3 H NHCCH 3 -H + H NHCCH 3 H NHCCH 3 H H Gambar 4.1 Reaksi benzilasi kitin Benzilkitin yang dihasilkan dapat larut dalam asam format. Namun kelarutannya memang tidak sebaik kelarutan benzoilkitin. Kelarutan yang rendah dari benzilkitin disebabkan oleh derajat benzilasi yang rendah.[16] Pada penelitian ini, reaksi benzilasi terhadap benzilkitin dilakukan juga dengan menggunakan pemanasan pada tekanan tinggi. Tingginya tekanan diharapkan mampu meningkatkan tumbukan efektif yang menghasilkan reaksi. Berdasarkan hasil percobaan, diamati bahwa produk reaksi hasil benzilasi kitin dengan metode pemanasan dan tekanan tinggi memiliki kelarutan yang cukup baik dalam asam format setelah diaduk dan didiamkan dalam lemari pendingin (suhu rendah).penampakan fisik produk hasil reaksi dengan metode pemanasan dan tekanan tinggi berwarna kecoklatan sedangkan pada cara tanpa pemanasan produk reaksi yang dihasilkan berwarna putih kekuningan.

Gambar 4.2 Larutan benzilkitin dalam asam format Reaksi benzilasi terhadap kitosan dilakukan dengan metode dan agen pembenzilasi yang sama. Reaksi benzilasi terhadap molekul kitosan adalah reaksi substitusi nukelofilik, mirip dengan reaksi yang terjadi pada reaksi benzilasi kitin seperti yang dikonfirmasi oleh Somorin (1978). Hanya saja, pada reaksi benzilasi molekul kitosan, ada dua gugus yang dapat dibenzilasi, yaitu gugus hidroksil (-H) pada atom karbon nomor enam (C6) dari glukosamin dan juga gugus amina (-NH 2 ) yang terikat pada atom karbon nomor dua (C2) dari glukosamin. Dilihat dari karakteristik nukleofilisitasnya, gugus amina lebih reaktif terhadap reaksi benzilasi dibandingkan dengan gugus hidroksil. Dengan demikian, gugus benzil diperkirakan akan masuk dan terikat pada gugus amina. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut: H H H NH 2 H -H + H NH 2 H NH H NH 2 H Cl Gambar 4.3 Reaksi benzilasi kitosan Sama seperti produk pada reaksi benzilasi kitin, produk pada benzilasi kitosan juga larut dengan cukup baik dalam asam format. 4.2 Analisis Spektrofotometri FTIR Produk reaksi benzilasi kitosan dikonfirmasi dengan melakukan karakterisasi spektrofotometri FTIR. Hasil spektrum infra merah yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan spektrum infra merah dari kitosan sebagai acuan. 28

3 4 4 6.7 9 2 9 2 0.2 3 1 1 5 1.5 0 1 0 8 7.8 5 1 0 3 3.8 5 1 6 5 3.0 0 1 5 9 1.2 7 1 4 2 1.5 4 1 3 8 1.0 3 1 3 4 0.5 3 1 3 2 7.0 3 1 2 9 8.0 9 9 4 8.9 8 8 9 4.9 7 6 6 3.5 1 6 3 2.6 5 5 9 9.8 6 5 2 2.7 1 1 2 5 1.8 0 4 4 7.4 9 4 2 4.3 4 2 3 7 6.3 0 2 1 5 0.6 3 4 2 7 4.2 6 4 1 9 1.3 2 4 1 6 8.1 7 30 %T 25 20 15 10 5 0-5 -10 4500 4000 kitosan 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 1/cm Gambar 4.4 Spektrum IR kitosan Pada spektrum IR kitosan, terdapat puncak-puncak yang khas yang dapat dirangkum pada Tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1 Puncak-puncak IR yang khas pada kitosan Bilangan gelombang (cm -1 ) Jenis vibrasi 3000-3500 Regang -H, N-H 2920 Regang C-H, CH 3 1653 Regang C= amida 1381 Tekuk C-H Puncak yang khas dan utama dari spektrum IR kitosan terdapat pada bilangan gelombang 3000-3500 cm -1 sebagai akibat dari vibrasi ulur (regang) dari -H dan juga N-H, dan pada 1653 cm -1 sebagai akibat dari vibrasi ulur (regang) C= amida. Berdasarkan data spektrum infra merah di atas, diperoleh keterangan bahwa kitosan yang digunakan pada penelitian ini memiliki persen derajat deasetilasi (% DD) sebesar 91,71 %. Kitosan dengan persen DD yang cukup besar ini diperoleh setelah melakukan proses 29

0 4 2 9.4 3 3 0 6 2.9 6 3 0 3 0.1 7 2 9 2 6.0 1 1 4 1 3.8 2 2 8 7 9.7 2 2 3 6 2.8 0 2 3 3 5.8 0 1 0 7 0.4 9 1 6 3 1.7 8 1 6 0 8.6 3 1 0 2 9.9 9 1 1 5 3.4 3 8 6 6.0 4 6 9 6.3 0 2 4 7 2.7 4 9 0 4.6 1 5 6 1.2 9 1 2 0 1.6 5 7 3 8.7 4 5 2 6.5 7 4 6 4.8 4 4 1 8.5 5 2 2 6 8.2 9 1 9 7 5.1 1 1 8 7 6.7 4 1 8 5 3.5 9 deasetilasi terhadap kitin sebanyak dua kali. Kitosan yang dihasilkan ini sangat mudah larut dalam asam asetat maupun asam format. 55 %T 50 45 40 35 30 25 20 15 4500 4000 benzilkitosan 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 1/cm Gambar 4.5 Spektrum IR benzilkitosan Serapan-serapan spesifik dari molekul benzilkitosan adalah pada panjang gelombang 1452 cm -1 dan 866 cm -1 yang merupakan puncak dari gugus aromatik. Puncak 1452 cm -1 muncul karena adanya vibrasi dari ikatan rangkap C=C aromatik,sedangkan puncak 866 cm -1 muncul karena adanya mode vibrasi dari ikatan C-H aromatik. Selain itu, pada spektrum tersebut terlihat adanya penyempitan lebar puncak serapan ikatan hidrogen dari gugus -H dan N-H. Ini menunjukkan bahwa masuknya gugus aromatik yang bersifat hidrofobik mengganggu ikatan hidrogen yang terdapat dalam matriks polimer kitosan. 30

4.3 Karakterisasi Membran Paduan (Blending) 4.3.1 Analisis Sudut Kontak Sudut kontak membran paduan (blending) diukur untuk mengetahui seberapa besar pengaruh matriks benzilkitosan terhadap sifat hidrofilisitas dari membran. Membran kitosan tanpa matriks benzilkitosan juga diukur sebagai acuan untuk melihat ada tidaknya perubahan sudut kontak. Hasil pada Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa sudut kontak dari membran kitosan adalah yang terkecil jika dibandingkan dengan keempat membran lainnya. Ini menunjukkan bahwa membran kitosan lebih bersifat hidrofil dibanding keempat membran yang lain. Adanya penambahan benzilkitosan dengan fraksi massa benzilkitosan sebesar 33 %, ternyata meningkatkan nilai sudut kontak dari 66 0 menjadi 74 0. Penambahan jumlah benzilkitosan yang tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap perubahan sudut kontak terjadi sampai pada fraksi massa benzilkitosan sebanyak 50 %. Pada fraksi yang lebih besar lagi (sekitar 66,67 % benzilkitosan), sudut kontak membran meningkat menjadi 78 0 mendekati sudut kontak benzilkitosan 100 % yang mencapai 80 0. Tabel 4.2 Sudut kontak membran Membran % Fraksi Massa Benzilkitosan Θ( 0 ) Kitosan 0,00 66 Benzilkitosan-Kitosan (1:2) 33,33 74 Benzilkitosan-Kitosan (1:1) 50,00 74 Benzilkitosan-Kitosan (2:1) 66,67 78 Benzilkitosan 100,00 80 Data ini menggambarkan bahwa penambahan benzilkitosan dapat menurunkan tingkat hidrofilisitas dari membran tersebut. Penurunan hidrofilisitas hampir berbanding lurus dengan bertambahnya jumlah fraksi benzilkitosan. Hasil pengukuran sudut kontak memberikan konfirmasi yang sesuai dengan data spektrum infra merah. Berdasarkan data pada spektrum infra merah untuk benzilkitosan, polimer benzilkitosan lebih bersifat hidrofob dibandingkan kitosan, yang teramati dengan 31

menyempitnya lebar pita pada daerah 3000-3500 cm -1. Sehingga penambahan polimer benzilkitosan ke dalam matriks membran kitosan jelas dapat menurunkan hidrofilisitas membran tersebut. 4.3.2 Analisis Citra Mikroskop ptik dari Membran Analisis citra terhadap membran dilakukan secara transmisi dengan menggunakan mikroskop optik untuk mengetahui secara kasar tentang pola distribusi cluster yang terbentuk dari polimer yang di-blending. Sebelum diamati dengan mikroskop optik, membran diberi perlakuan dengan perendaman dalam larutan Cu 2+ (CuS 4 0,1 M). Ion Cu 2+ dalam air akan membentuk kompleks tetraaquokuprat, [Cu(H 2 ) 4 ] 2+. Ion kompleks ini berwarna biru dan khas hanya untuk kompleks tetraaquokuprat saja. [18] Ion Cu 2+ dalam matriks membran akan berinteraksi membentuk kompleks yang baru dengan gugus-gugus nukleofil yang ada dalam membran tersebut. Dalam membran kitosan dan membran blending benzilkitosan-kitosan, gugus-gugus yang dimaksud adalah gugus hidroksil (-H) dan gugus amina (-NH 2 ). Struktur kompleks yang terbentuk diperkirakan seperti pada Gambar 4.6 berikut. HH 2 C NH Cu 2+ CH 2 NH 2 H 2 N CH 2 N H CH 2 H Gambar 4.6 Struktur kompleks ion Cu 2+ dengan gugus-gugus hidroksil dan amina pada molekul kitosan Kompleks tersebut memberikan penampakan spot-spot berwarna biru keunguan pada membran. Pola spot-spot tersebut diamati dengan menggunakan mikroskop optik pada perbesaran 1000 kali. 32

Keterangan: Distribusi intensitas gelap-terang pada membran tersebar secara merata Gambar 4.7 Citra membran kitosan Sebagaimana terlihat pada Gambar 4.7 di atas, membran kitosan yang telah direndam dalam larutan Cu 2+ menunjukkan pola intensitas gelap terang yang cenderung sama, homogen, dan tersebar merata di seluruh bagian membran. Dengan mengacu pada hal tersebut, diperkirakan bahwa kompleks antara ion Cu 2+ dengan gugus-gugus amina dan hidroksil pada matriks membran terbentuk di hampir seluruh bagian membran. Perubahan besar pada pola distribusi gelap terang teramati pada membran blending benzilkitosan-kitosan 1:2 seperti nampak pada Gambar 4.8. Keterangan: Distribusi intensitas gelap-terang kurang merata Terdapat cluster hidrofil berukuran besar Gambar 4.8 Membran blending benzilkitosan-kitosan 1:2 Pada Gambar 4.8, dapat terlihat adanya cluster gelap dengan intensitas yang cukup besar. Cluster-cluster gelap berukuran besar ini seolah-olah membentuk suatu kelompok yang masing-masing terpisah satu sama lain pada jarak tertentu yang cukup jauh. 33

Keterangan: Distribusi intensitas gelap-terang membran agak merata Ukuran cluster sedang Gambar berikutnya, Gambar memperlihatkan 4.9 Membran pola blending distribusi benzilkitosan-kitosan intensitas gelap-terang 1:1 yang lebih Distribusi gelap-terang pada membran blending 1:1 (Gambar 4.9) sudah cukup seragam, namun masih memiliki ukuran cluster yang cukup besar. Ukuran cluster ini lebih kecil dibandingkan cluster pada membran benzilkitosan-kitosan 1:2, namun masih lebih besar daripada ukuran cluster pada membran blending benzilkitosan-kitosan 2:1. Pada Gambar 4.10, dapat dilihat bahwa ukuran cluster semakin kecil dan distribusinya lebih merata dibanding kedua membran lainnya. Keterangan: Distribusi intensitas gelap-terang membran cukup tersebar merata Ukuran cluster kecil Gambar 4.10 Membran blending benzilkitosan-kitosan 2:1 34

Untuk memperjelas perbedaan pola distribusi gelap-terang pada membran tersebut, dilakukan transformasi data dari gambar menjadi grafik kontur intensitas terhadap posisi. Analisis dilakukan dengan menggunakan program Scion Image. Gambar 4.11 Kontur intensitas gelap-terang membran. (a) kitosan. (b) benzilkitosankitosan 2:1. (c) benzilkitosan-kitosan 1:1. (d) benzilkitosan-kitosan 1:2 Bila kedalaman atau ketinggian dari pola intensitas gelap-terang pada Gambar 4.11 masingmasing dirata-ratakan, maka akan diperoleh suatu kurva dua dimensi yang menghubungkan antara intensitas gelap terang terhadap posisi. Kurva tersebut dirangkumkan seperti pada Gambar 4.12. Kurva pada Gambar 4.12 memberikan informasi yang cukup jelas bahwa pada membran kitosan, distribusi matriks polimer sangat merata di hampir seluruh bagian membran. Pada saat penambahan sedikit benzilkitosan (benzilkitosan 33,33 %), terbentuk cluster-cluster (kelompok) matriks dengan ukuran yang cukup besar dan tersebar secara tidak merata. Cluster-cluster ini adalah cluster dari gugus-gugus yang hidrofilik (seperti -NH 2, dan -H) yang ditandai dengan intensitas yang tinggi pada kurva intensitas-posisi, serta cluster dari gugus yang hidrofobik (gugus benzil, -CH 2 C 6 H 5 ) yang ditandai dengan intensitas rendah pada kurva intensitas-posisi. 35

kitosan Gambar 4.12 Kurva intensitas gelap-terang rata-rata terhadap posisi untuk membran kitosan dan membran blending benzilkitosan-kitosan. Inset menerangkan bahwa puncak kurva berarti daerah tersebut memiliki intensitas gelap yang tinggi, sedangkan lembah menyatakan bahwa intensitas gelap pada daerah tersebut sangat rendah. Distribusi cluster hidrofilik menjadi lebih merata pada saat jumlah fraksi benzilkitosan sebanding dengan kitosan. Ukuran cluster pada membran ini (membran benzilkitosankitosan 1:1) masih cukup besar dibanding cluster pada membran benzilkitosan-kitosan 2:1. Sedangkan pada saat jumlah fraksi benzilkitosan lebih banyak daripada kitosan, nampak jelas terlihat bahwa ukuran cluster cenderung mengecil dan tersebar secara lebih merata di hampir seluruh bagian membran. Dari hasil analisis terhadap kontur intensitas gelap-terang membran dapat disimpulkan bahwa matriks dalam membran blending antara benzilkitosan-kitosan cenderung berkumpul membentuk cluster-cluster. Ukuran cluster semakin besar saat perbandingan benzilkitosankitosan mencapai 1:2, dan cenderung mengecil seiring dengan makin banyaknya jumlah fraksi massa benzilkitosan. 36

4.3.3 Analisis Konduktivitas Proton Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa konduktivitas proton merupakan karakteristik yang paling utama dari membran penghantar proton. Semakin besar nilai konduktivitasnya, maka membran tersebut semakin baik. Pada penelitian ini, pengukuran konduktivitas dilakukan dengan menggunakan alat Conductivity Bridge Model 31 (220 V, Serial 6923, 50-60 Hz). Alat tersebut bekerja dengan menggunakan arus bolak-balik (arus AC). Penggunaan arus AC dipilih agar selama pengukuran tidak terjadi polarisasi muatan yang menyebabkan menurunnya daya hantar proton terukur dari membran tersebut. Sebelum dilakukan pengukuran konduktivitas proton, membran harus diberi perlakuan terlebih dahulu dengan perendaman dalam larutan asam sulfat 1 M. Perlakuan awal ini dimaksudkan agar seluruh gugus amina dalam membran tersebut terprotonasi menjadi NH + 3. Proton yang terikat pada gugus amina itulah yang kemudian akan digunakan sebagai ion yang akan ditransportasikan dari satu sisi/bagian membran ke sisi/bagian membran yang lain. Pada saat pengukuran dilakukan, membran harus dalam keadaan basah oleh air agar mobilitas proton yang ada di dalamnya tidak terganggu. Molekul-molekul air akan terautoprotolisis menjadi ion H + dan ion H -. Ion H + yang dihasilkan tersebut akan berkesetimbangan dengan ion H + yang terikat pada gugus amina, kemudian, dengan adanya tegangan listrik yang diberikan oleh konduktometer, proton-proton bebas yang terdapat dalam membran akan bermigrasi dan bergerak ke salah satu sisi membran melintasi matriks membran. Ketika arah arus berubah, proton tersebut bergerak ke arah yang berlawanan dengan arah geraknya semula. Gerakan bolak-balik dari proton sepanjang membran inilah yang terukur sebagai nilai konduktivitas proton pada alat konduktometer. Tebal membran yang dibuat pada penelitian ini berkisar antara 0,1-0,2 mm atau sekitar 1-2 10 7 Å. Jarak tempuh ini cukup besar jika dibandingkan dengan ukuran sebuah proton. Selama perjalanan, proton-proton tersebut akan berinteraksi dengan matriks membran. Pada membran kitosan, matriks membran dipenuhi dengan gugus-gugus hidroksil yang bersifat hidrofil. Gugus hidrofil ini terdapat sepanjang rantai pada polimer kitosan. Interaksi Coulomb yang terjadi antara gugus hidroksil dengan proton dapat memperlambat mobilitas proton dalam membran tersebut. Berbeda halnya, jika di dalam matriks membran tersebut terdapat gugus-gugus hidrofob. Adanya gugus-gugus tersebut akan dapat menyebabkan proton terdorong oleh tolakan hidrofobik yang terjadi. Akibatnya, mobilitas proton menjadi bertambah seiring bertambahnya kehadiran gugus hidrofob ini. Kesimpulan ini dapat 37

Konduktivitas (µs cm -1 ) terkonfirmasi sebagaimana dapat dilihat dari hasil pengukuran terhadap membran paduan (blending) benzilkitosan-kitosan. 30 25 20 15 10 5 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 % Massa Benzilkitosan Gambar 4.13 Kurva konduktivitas membran pada berbagai persen massa benzilkitosan Pada kurva konduktivitas di atas, terlihat bahwa dengan penambahan sedikit benzilkitosan ke dalam matriks membran kitosan (pada fraksi benzilkitosan 33,33 %), nilai konduktivitas membran malah lebih kecil dibandingkan konduktivitas membran kitosan tanpa penambahan benzilkitosan. Hal ini sepertinya terjadi karena cluster-cluster hidrofil pada membran tersebut tersebar secara tidak merata sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.8, sehingga kehadiran gugus hidrofob malah mempersulit masuknya proton ke dalam membran. Tetapi kemudian, seiring dengan semakin bertambahnya jumlah benzilkitosan dalam matriks membran (pada fraksi benzilkitosan 50 % dan 66,67%), nilai konduktivitas proton cenderung meningkat. Fenomena ini mengindikasikan bahwa proton semakin mudah masuk ke dalam membran. Mudahnya proton untuk masuk ke dalam membran sesuai dengan pengamatan citra permukaan untuk membran benzilkitosan-kitosan 1:1 dan 2:1. Pada kedua membran tersebut, distribusi gugus-gugus hidrofil pada permukaan membran semakin merata dengan ukuran cluster yang semakin kecil. leh sebab itu, proton pada kedua membran tersebut menjadi lebih mudah masuk dan tertarik ke dalam membran dibandingkan membran benzilkitosan-kitosan 1:2. 38

Potensial Membran (mv) Setelah masuk ke dalam membran, mobilitas proton diperkirakan lebih cepat dibandingkan mobilitas proton pada membran kitosan. Cepatnya laju migrasi proton tersebut disebabkan adanya tolakan hidrofobik dari gugus aromatik (gugus benzil) yang terdapat dalam matriks membran. 4.3.4 Analisis Potensial Membran Potensial membran dapat menggambarkan daya tahan suatu membran terhadap perbedaan muatan yang terdapat diantara kedua sisi membran jika membran tersebut berada diantara batas dua larutan atau cairan dengan potensial muatan yang berbeda. Semakin besar potensial membran yang terukur, maka membran tersebut akan semakin tahan terhadap perbedaan muatan yang mengenai kedua sisi permukaannya. 51 46 41 36 31 26 21 16 11 6 1 1 [KCl] 10 Benzilkitosan-kitosan (1:2) Benzilkitosan-kitosan (1:1) Benzilkitosan-kitosan (2:1) Kitosan Gambar 4.14 Potensial membran dengan berbagai macam perbandingan komposisi blending Pada analisis terhadap keempat membran yang disintesis, dapat dilihat bahwa nilai potensial membran cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah benzilkitosan dalam matriks membran. Ini menandakan bahwa kemampuan membran untuk menahan ion menjadi semakin besar. 39

4.3.5 Analisis Differential Scanning Calorimetry Kitosan memiliki suhu transisi gelas sekitar 203 0 C. [9] Kandungan air dalam matriks membran sangat mempengaruhui kinerja dari membran kitosan dalam menghantarkan proton. Molekul-molekul air bekerjasama dengan gugus-gugus amina, bertindak sebagai agen pembawa proton yang memindahkan proton dari anoda ke katoda. leh sebab itu, kandungan air dalam matriks membran harus dipertahankan seoptimal mungkin agar kinerja dari sel bahan bakar jenis PEMFC atau DMFC dapat berlangsung dengan baik. Suhu kerja dari sel bahan bakar dan komponen matriks membran dapat mempengaruhi jumlah kandungan molekul air yang terdapat dalam membran. Pengaruh penambahan benzilkitosan terhadap suhu keluarnya air dari dalam matriks membran kitosan dapat diamati seperti pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Tabel suhu penguapan air (suhu keluarnya air dari dalam matriks membran) % Fraksi Benzilkitosan Suhu penguapan air Energi (mw.g -1 ) 0,00 115,4 0 C 1,700 33,33 116,4 0 C 1,290 50,00 106,9 0 C 0,925 66,67 108,8 0 C 1,700 Berdasarkan data pada tabel 4.3, terlihat jelas bahwa penambahan benzilkitosan ke dalam matriks membran kitosan tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap suhu keluarnya air dari dalam matriks membran, terutama pada penambahan benzilkitosan sebanyak 33,33 %. Tetapi, dengan mengamati data pada kolom ketiga tabel 4.3 di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penambahan jumlah benzilkitosan ke dalam matriks membran menyebabkan jumlah energi yang diperlukan untuk mengeluarkan air dari dalam matriks membran per satuan gram membran menjadi semakin berkurang. Artinya, semakin banyak jumlah benzilkitosan, air semakin mudah untuk keluar dari dalam matriks membran. Kehadiran benzilkitosan menyebabkan terganggunya interaksi hidrogen yang terbentuk antara air dengan gugus polihidroksi dan amina yang terdapat pada molekul kitosan sehingga energi yang dibutuhkan untuk mengeluarkan air menjadi semakin kecil. 40