STUDI KINERJA BIOSAND FILTER DALAM MENGOLAH LIMBAH LAUNDRY DENGAN PARAMETER FOSFAT

dokumen-dokumen yang mirip
PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER

PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I)

UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI

Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

UJI KEMAMPUAN SLOW SAND FILTER SEBAGAI UNIT PENGOLAH AIR OUTLET PRASEDIMENTASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

Pengaruh Ukuran Efektif Pasir Dalam Biosand Filter Untuk Pengolahan Air Gambut

PENGARUH PENAMBAHAN GEOTEKSTIL PADA UNIT SLOW SAND FILTER UNTUK MENGOLAH AIR SIAP MINUM

IMPROVING THE QUALITY OF RIVER WATER BY USING BIOFILTER MEDIATED PROBIOTIC BEVERAGE BOTTLES CASE STUDY WATER RIVER OF SURABAYA (SETREN RIVER JAGIR)

STUDI EFEKTIVITAS BIOSAND FILTER TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI LUAS PERMUKAAN DAN TINGGI FREEBOARD JURNAL

STUDI KINERJA BIOSAND FILTER UNTUK PENGOLAHAN AIR MINUM DITINJAU TERHADAP PARAMETER WARNA DAN E. COLI

PENGOLAHAN AIR BAKU DARI AIR KALI MAS SURABAYA DENGAN ROUGHING FILTER DAN SLOW SAND FILTER TREATMENT OF RAW WATER FROM KALI MAS SURABAYA USING

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR LAUNDRY DENGAN MENGGUNAKAN BIOSAND FILTER DAN ACTIVATED CARBON

PEMANFAATAN AERASI UNTUK MENGURANGI KADAR COD DAN FOSFAT DALAM AIR LIMBAH CAR WASH

PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN MOBIL DENGAN REAKTOR SARINGAN PASIR LAMBAT DAN KARBON AKTIF

ANALISIS KINERJA AERASI, BAK PENGENDAP, DAN BIOSAND FILTER SEBAGAI PEREDUKSI COD, NITRAT, FOSFAT DAN ZAT PADAT PADA BLACK WATER ARTIFISIAL

1. PENDAHULUAN. yang disebabkan limbah yang belum diolah secara maksimal.

PEMULIHAN KUALITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN MEMBANDINGKAN REAKTOR BIOFILTER DAN SLOW SAND FILTER. Oleh : Satria Pratama Putra Nasution

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK

PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN MOBIL DENGAN REAKTOR SARINGAN PASIR LAMBAT DAN KARBON AKTIF

KAJIAN INTERMITTENT SLOW SAND FILTER SKALA RUMAH TANGGA UNTUK MEMPERBAIKI KUALITAS AIR PDAM Dwi Ermawati Rahayu ABSTRAK

KINERJA BIOSAND FILTER DALAM MENYISIHKAN TOTAL COLIFORM DI AIR TANAH DANGKAL

APLIKASI TEKNOLOGI FILTRASI UNTUK MENGHASILKAN AIR BERSIH DARI AIR HASIL OLAHAN IPAL DI RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA

Dosen Pembimbing: Prof. DR. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc

Anis Artiyani Dosen Teknik Lingkungan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

ANAEROB FIXED BED REAKTOR UNTUK MENURUNKAN COD, FOSFAT (PO4) DAN DETERJEN (LAS)

Resirkulasi Air Tambak Bandeng Dengan Slow Sand Filter

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) F-233

PENGOLAHAN LIMBAH LAUNDRY DENGAN PENAMBAHAN KOAGULAN POLYALUMUNIUM CHLORIDE(PAC) DAN FILTER KARBON AKTIF

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. limbah yang apabila tanpa pengolahan lebih lanjut akan sangat berbahaya bagi

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PENGOLAHAN HASIL SAMPING N₂O DENGAN KARBON AKTIF DAN SEDIMENTASI UNTUK MENURUNKAN NILAI TDS DAN TSS

Studi Kinerja Slow Sand Filter dengan Bantuan Lampu Light Emitting-Diode (LED) Putih

DETERGEN FILTER Menuju Keseimbangan Biota Air Oleh: Benny Chandra Monacho

Penurunan Kandungan Zat Kapur dalam Air Tanah dengan Menggunakan Media Zeolit Alam dan Karbon Aktif Menjadi Air Bersih

DAN TOTAL COLIFORM DARI AIR TANAH MENGGUNAKAN BIOSAND FILTER

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Metodologi penelitian disusun berdasarkan diagram alir penelitian seperti terlihat

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan penduduk dikarenakan tempat tinggal mereka telah tercemar. Salah satu

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF

BAB VIII UNIT DAUR ULANG DAN SPESIFIKASI TEKNIS Sistem Daur Ulang

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Makna, Ciledug; maka dapat disimpulkan :

PENGARUH ROUGHING FILTER DAN SLOW SAND FILTER DALAM PENGOLAHAN AIR MINUM DENGAN AIR BAKU DARI INTAKE KARANGPILANG TERHADAP PARAMETER KIMIA

lapisan biofilm melekat pada media seperti pasir. Air sebagai nutrien, dialirkan

Uji Kinerja Alat Penjerap Warna dan ph Air Gambut Menggunakan Arang Aktif Tempurung Kelapa Suhendra a *, Winda Apriani a, Ellys Mei Sundari a

Kajian Pengolahan Air Gambut Dengan Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter. Oleh: Iva Rustanti Eri /

STUDI PENGOLAHAN AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN SARINGAN PASIR LAMBAT

PENINGKATAN KUALITAS AIR PDAM MENGGUNAKAN GERABAH DENGAN LARUTAN PERAK NITRAT (STUDI KASUS JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN)

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 2, Juni 2011, Halaman ISSN:

PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM SIDOARJO MENGGUNAKAN ROUGHING FILTER UPFLOW DENGAN MEDIA PECAHAN GENTENG BETON

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

DISUSUN OLEH TIKA INDRIANI ( ) DOSEN PEMBIMBING WELLY HERUMURTI, ST, MSc.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN

LOGO. Studi Penggunaan Ferrolite sebagai Campuran Media Filter untuk Penurunan Fe dan Mn Pada Air Sumur. I Made Indra Maha Putra

Unit Aerasi, Sedimentasi, dan Biosand Filter Sebagai Pereduksi COD, TSS, Nitrat, dan Fosfat Air Limbah Artificial (Campuran Grey dan Black Water)

Kajian Efektivitas Aerator dan Penambahan Kapur serta Slow Sand Filter dalam menurunkan kadar Besi air tanah.

Suarni Saidi Abuzar, Rizki Pramono Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas ABSTRAK

Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT

PROGRAM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

Pengolahan Air Limbah Domestik Menggunakan Proses Aerasi, Pengendapan, dan Filtrasi Media Zeolit-Arang Aktif

Hardini, I. 1) Karnaningroem, N. 2) 1) Mahasiswi Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP ITS Surabaya,

Efektifitas Backwashing Untuk Menjaga Kinerja Rapid Sand Filter Di Daerah Gambut Hugo Pratama 1), Yohanna Lilis Handayani 2), Bambang Sujatmoko) 3

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya gangguan terhadap kesehatan masyarakat (Sumantri, 2015). Salah satu

Promotif, Vol.5 No.2, April 2016 Hal PENGARUH JUMLAH KARBON AKTIF PADA FILTER AIR TERHADAP TEKANAN KELUARAN HASIL FILTER

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dengan skema berikut : Mulai

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

PENGARUH BENTUK (POWDER, GRANULE, DAN GRAVEL) KARBON AKTIF DARI BAMBU TERHADAP DEBIT DAN EFISIENSI ABSORBSI PADA PENJERNIHAN AIR SELOKAN MATARAM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA SKALA INDIVIDUAL

KOMBINASI PROSES AERASI, ADSORPSI, DAN FILTRASI PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN

PENGOLAHAN AIR LIMBAH MENJADI AIR DOMESTIK NON KONSUMSI DENGAN VARIASI KARBON AKTIF BIOSAND FILTER

UJI KINERJA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PARTIKEL BOARD SECARA AEROBIK

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK RUMAH SUSUN WONOREJO SECARA BIOLOGI DENGAN TRICKLING FILTER

BAB IV METODE PENELITIAN

PENELITIAN PENGOLAHAN AIR KOLAM PENAMPUNGAN LINDI DENGAN GRANULAR FILTER KARBON AKTIF PADA TIPE REAKTOR VERTIKAL

PERENCANAAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PG TOELANGAN, TULANGAN-SIDOARJO

Mengapa Air Sangat Penting?

METODOLOGI PENELITIAN

ADSORPSI ZAT WARNA DAN ZAT PADAT TERSUSPENSI DALAM LIMBAH CAIR BAIK

PERBANDINGAN KETEBALAN MEDIA TERHADAP LUAS PERMUKAAN FILTER PADA BIOSAND FILTER UNTUK PENGOLAHAN AIR GAMBUT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. demikian, masyarakat akan memakai air yang kurang atau tidak bersih yang

BAB III METODOLOGI. Diagram alir pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. Studi Literatur. Pembuatan Reaktor.

Tembalang, Semarang

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dengan skema berikut : Mulai

Seminar Nasional IENACO ISSN: PENGOLAHAN KOAGULASI BIOFILTER DAN KARBON AKTIF UNTUK PERBAIKAN KUALITAS LIMBAH CAIR LAUNDRY

IRWNS Kinerja Alat Pengolahan Air Minum Portable

PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK

BAB 3 METODA PENELITIAN

Transkripsi:

STUDI KINERJA BIOSAND FILTER DALAM MENGOLAH LIMBAH LAUNDRY DENGAN PARAMETER FOSFAT STUDY OF BIOSAND FILTER PERFORMANCE TO REDUCE PHOSPATE OF LAUNDRY WASTEWATER Cony Puspitahati 1) dan Didik Bambang S. 2) Gedung Teknik Lingkungan Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Email : cony_puspitahati@yahoo.com 1) ABSTRAK Detergen dan pelembut pakaian merupakan bahan utama yang digunakan dalam kegiatan laundry. Bahan aktif yang banyak terkandung pada pelembut pakaian dan deterjen adalah kwaterner ammonium klorida, LAS, sodium dodecyl benzene sulfonate, natrium karbonat, natrium fosfat, alkilbenzena sulfonate. Bahan tersebut merupakan bahan yang ramah lingkungan dan biodegradable. Namun bila keberadaannya di badan air berlebihan, limbah laundry berpotensi menjadi pencemar. Karena selain mengandung bahan-bahan aktif tersebut, limbah laundry juga kaya kandungan fosfat yang mencapai 253,03 mg/l sebagai P total. Fosfat yang jumlahnya berlebihan akan menimbulkan bahaya eutrofikasi dan ledakan alga di laut. Maka diperlukan suatu teknologi alternatif yang dapat mengolah limbah laundry, yaitu biosand filter. Biosand filter merupakan filter dengan konsep saringan pasir lambat yang khusus didesain untuk skala rumah tangga. Kelebihan biosand filter dibandingkan dengan slow sand filter adalah adanya penumbuhan biofilm dipermukaan media paling atas. Lapisan biofilm ini mampu mendegradasi rasa, bau dan warna. Secara fisik, biosand filter memiliki ketinggian berkisar 0,9-1 meter dan 0,3 meter sepanjang tepi bagian dalamnya, sedangkan slow sand filter memiliki ketinggian 3-5 meter dan lebar 4-15 meter. Didukung juga dengan desain pada pipa outlet biosand filter mampu menjaga ketinggian air diatas media sehingga lapisan biofilm yang ada terhindar dari kekeringan. Penambahan karbon aktif bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam menurunkan kadar bahan-bahan organik yang terlarut dalam limbah laundry. Pada penelitian ini dimensi alat yang digunakan adalah 30cm x 30cm x 100cm, sedangkan media yang digunakan karbon aktif 1mm; pasir halus 0,25mm; pasir kasar 1mm; kerikil 6,3mm. Filter dioperasikan secara kontinyu dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Hasil penelitian limbah laundry tanpa pengenceran menunjukkan bahwa filter reaktor 1 dengan karbon aktif setinggi 10cm dapat menyisihkan fosfat hingga 19,8% dan reaktor 2 dengan karbon aktif setinggi 25cm dapat menyisihkan fosfat hingga 13,9%. Sedangkan limbah laundry dengan pengenceran 2 kali menunjukkan bahwa filter reaktor 1 dengan karbon aktif setinggi 10cm dapat menyisihkan fosfat hingga 5,7% dan reaktor 2 dengan karbon aktif setinggi 25cm belum menunjukkan kinerjanya dalam menurunkan kadar fosfat. Kata kunci: biosand filter, limbah laundry, fosfat ABSTRACT Detergent and fabric softener is the main ingredient which used in laundry activities. The active ingredients which are found mainly in fabric softeners and detergents are kwaterner ammonium chloride, linier alkil sulfonat (LAS), sodium dodecyl benzene sulfonate, sodium carbonate, sodium phosphate, sulfonate alkilbenzena. Such materials are materials that are environmentally friendly and biodegradable. But if its presence in the body of excess water, laundry wastewater potentially polluting. Beside containing these active ingredients, laundry waste is also rich in phosphate content reached 253.03 mg / L as P total. Excessive amounts of phosphate will lead to eutrophication and explosion hazards in the marine algae.

2 It would require an alternative technology that can process laundry wastewater, namely biosand filter. Biosand filter is a filter with the concept of a slow sand filter specifically designed for household scale. Excess biosand compared with a slow sand filter is the filter has a height ranging from 0.9 to 1 meter and 0.3 meters, while the slow sand filter has a height of 3-5 meters and 4-15 meters wide. Supported also by the design on the outlet pipe biosand filter is able maintain water levels above the media so that there is a layer of biofilm protected from drought. The addition of activated carbon aims to improve efficiency in the lower levels of organic materials dissolved in the laundry wastewater. In this study the dimensions of the tool used is 30cm x 30cm x 100cm, while the activated carbon media used 1mm; fine sand 0.25mm; coarse sand 1mm; gravel 6.3 mm. Filter is operated continuously by utilizing the force of gravity. The results laundry wastes without dilution indicates that the filter reactor 1 with activated carbon as high as 10cm can set aside up to 19.8% phosphate and reactor 2 with activated carbon as high as 25cm can set aside up to 13.9% phosphate. While the laundry waste dilution 2 times indicate that the filter reactor 1 with activated carbon as high as 10cm can set aside up to 5,7% phosphate and the performance of the reactor 2 in decreasing the consentration of phosphat with activated carbon as high as 25cm still does not meet the expectation. Keywords: biosand filter, laundry wastewater, phosphat PENDAHULUAN Meningkatnya kebutuhan sehari-hari membuat seseorang berpikir untuk mencari tambahan penghasilan. Umumnya tambahan penghasilan diperoleh dari bisnis yang tidak banyak menyita waktu. Bisnis sampingan yang saat ini cukup marak dan menjamur adalah bisnis cuci baju atau laundry. Bisnis ini cukup mendukung, mengingat kesibukan masing-masing orang terutama mahasiswa terhadap aktifitasnya yang menguras waktu. Selain itu sebagian masyarakat memilih praktis dengan mencucikan pakaian kotor mereka ke laundry daripada mencucinya sendiri. Sehingga keuntungan yang akan diterima menjanjikan. Kebanyakan bisnis laundry menggunakan air PDAM, tapi ada juga yang memanfaatkan air sumur. Debit limbah cair yang dihasilkan berfluktuasi tergantung jumlah pelanggan yang mencucikan pakaiannya dengan rata-rata effluent sebanyak 550L/hari (berdasarkan data survey, Maret 2011). Limbah laundry yang dominan berasal dari pelembut pakaian dan deterjen, umumnya langsung dibuang begitu saja ke saluran yang menuju badan air tanpa adanya pengelolaan yang memadai. Bahan aktif yang banyak terkandung pada pelembut pakaian dan deterjen adalah kwaterner ammonium klorida, LAS, sodium dodecyl benzene sulfonate, natrium karbonat, natrium fosfat, alkilbenzena sulfonate. Bahan-bahan tersebut merupakan bahan yang ramah lingkungan dan biodegradable. Namun bila keberadaannya di badan air berlebihan, limbah laundry berpotensi mencemari badan air. Karena selain mengandung bahan-bahan aktif tersebut, limbah laundry juga kaya kandungan fosfat yang mencapai 253,03 mg/l sebagai P total. Fosfat yang jumlahnya berlebihan akan menimbulkan bahaya eutrofikasi dan ledakan alga di laut (Tectona, 2011). Menurut PP RI Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, definisi pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan/ komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Mengingat kondisi badan air semakin hari semakin buruk akibat perilaku manusia, maka sudah seharusnya bila limbah laundry menjalani pengolahan dulu sebelum dibuang. Hal ini diharapkan agar sungai sebagai badan air pertama yang memperoleh beban pencemar tidak semakin menurun kualitasnya. Pengolahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya menggunakan biosand filter.

3 Biosand filter merupakan filter dengan konsep saringan pasir lambat yang khusus didesain untuk skala rumah tangga. Kelebihan biosand filter dibandingkan dengan slow sand filter adalah adanya penumbuhan biofilm dipermukaan media paling atas. Lapisan biofilm ini mampu mendegradasi rasa, bau dan warna. Biosand filter memiliki ketinggian berkisar 0,9-1 meter dan 0,3 meter sepanjang tepi bagian dalamnya, sedangkan slow sand filter memiliki ketinggian 3-5 meter dan lebar 4-15 meter. Didukung juga dengan desain pada pipa outlet biosand filter mampu menjaga ketinggian air diatas media sehingga lapisan biofilm yang ada terhindar dari kekeringan (Lee, 2001). Biosand filter menggunakan media pasir halus, pasir kasar dan kerikil. Pasir halus berperan sebagai media filter, sedangkan pasir kasar dan kerikil berperan sebagai lapisan penyangga. Penambahan karbon aktif bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam menurunkan kadar bahan-bahan organik yang terlarut dalam limbah laundry (Sari, 2010). Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, didapatkan beberapa permasalahan yang mendasari penelitian ini antara lain: 1. Berapa tingkat efisiensi optimum setiap media dalam mengolah limbah laundry? 2. Pada variasi ketinggian media yang manakah yang dapat mengolah limbah laundry paling efektif? 3. Berapa lama pakai karbon aktif? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Menganalisis efisiensi optimum setiap media dalam mengolah limbah. 2. Membandingkan mana yang paling efektif dalam mengolah limbah berdasarkan pada variasi ketinggian medianya. 3. Mengkaji lama pakai karbon aktif dalam mengadsorpsi. 4. Mengetahui pengaruh pertumbuhan biofilm terhadap efisiensi biosand filter dalam mengolah limbah. Batasan Masalah Batasan masalah dari penelitian ini antara lain: 1. Sampel yang digunakan berasal dari limbah laundry yang diambil dari beberapa tempat usaha laundry di Gebang. 2. Variasi yang digunakan: - Variasi media yaitu: a. karbon aktif Ø1 mm. b. pasir halus Ø0,25 mm. - Variasi konsentrasi fosfat yaitu: a. 50mg/L. b. 100 mg/l. - Variasi ketinggian media yaitu : a. karbon aktif Ø1 mm setinggi 10 cm. b. pasir halus Ø0,25 mm setinggi 30 cm. c. karbon aktif Ø1 mm setinggi 25 cm. d. pasir halus Ø0,25 mm setinggi 15 cm. 3. Menggunakan aliran kontinyu. 4. Parameter yang diteliti adalah fosfat (PO 4 ). 5. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium di Laboratorium Teknik Lingkungan FTSP-ITS.

4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini apabila diterapkan, antara lain: 1. Menjadikan limbah deterjen lebih ramah lingkungan. 2. Mengetahui tingkat efisiensi biosand filter dalam menurunkan kadar fosfat pada limbah laundry. 3. Para pengusaha bisnis laundry dapat mengetahui kinerja biosand filter dan memanfaatkannya sebagai pengolah limbah mereka sebelum dibuang ke badan air. METODOLOGI PENELITIAN Suatu metodologi penelitian tugas akhir dilakukan untuk memberi gambaran awal tahaptahap penelitian agar pelaksanaan dan penulisan laporan menjadi sistematis. Selain itu untuk memudahkan dan memperkecil kesalahan selama melakukan penelitian demi tercapainya tujuan penelitian. Tugas akhir berjudul Studi Kinerja Biosand Filter dalam Mengolah Limbah Laundry dengan Parameter Fosfat. Kerangka Penelitian Kerangka penelitian merupakan gambaran umum mengenai tahap-tahap yang akan dilakukan dalam penelitian. Kerangka penelitian tentang Studi Kinerja Biosand Filter dalam Mengolah Limbah Laundry dengan Parameter Fosfat dapat dilihat pada Gambar 3.1 Tahapan Penelitian Studi Literatur Studi literatur digunakan untuk menunjang jalannya penelitian. Cara memperoleh informasi untuk dimanfaatkan sebagai studi literatur yaitu dengan membaca jurnal ilmiah yang berkaitan dan laporan tugas akhir yang terdahulu mengenai biosand filter, adsorpsi, fosfat, surfaktan, karbon aktif dan karakteristik air limbah, artikel, dan semua informasi yang mendukung penelitian ini. Penentuan Variabel dan Parameter Penelitian Variabel penelitian yang digunakan adalah variasi ketinggian media yakni karbon aktif Ø1 mm setinggi 10 cm, pasir halus Ø0,25 mm setinggi 30cm dan karbon aktif setinggi Ø1mm 25 cm, pasir halus Ø0,25 mm setinggi 15 cm dan variasi konsentrasi limbah yakni tanpa pengenceran dan dengan pengenceran 2 kali. Parameter yang diukur adalah fosfat. Persiapan Alat dan Bahan A. Peralatan utama Alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah reaktor biosand filter yang terbuat dari kaca dengan ketebalan 0,6 cm pada dinding dan 0,8 cm pada dasar reaktor dengan dimensi 30 cm x 30 cm x 100 cm. Reaktor yang dibutuhkan sebanyak 2 buah dengan media yang sama yaitu karbon aktif Ø1mm, pasir halus Ø0,25 mm, pasir kasar dengan Ø1mm dan kerikil dengan Ø6,3mm sebagai penyangga. Gambar reaktor dapat dilihat pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3 berikut ini. B. Peralatan pelengkap Peralatan pelengkap adalah aksesoris yang diperlukan dalam filter. a. Bak penampung effluent Bak ini berfungsi untuk menampung air yang keluar dari reaktor. Dapat berupa gallon atau timba. b. Botol sampel

5 Botol sampel yang terbuat dari kaca berfungsi untuk menampung air sampel yang akan dianalisis. Botol ini harus bebas dari bahan organik dan bakteri lain, karena dikhawatirkan nantinya akan mempengaruhi hasil analisis. Papan penutup 25 cm inlet Plat diffuser 5 cm 5 cm 8,5 cm Lapisan biofilm 5 cm Air Limbah Kran outlet 10 cm Karbon aktif 1mm Pipa outlet 0,5" 30 cm Pasir halus 0,25 mm 65 cm 10 cm Pasir kasar 1mm 10 cm Kerikil besar 6,3 mm 6 mm 30 cm 5,5 cm Gambar 3.2 Reaktor biosand filter 1 c. Kran Berfungsi untuk membuka dan menutup aliran sampel dari reaktor dan mengatur kecepatan filtrasi sesuai desain semula. Kran Ø0,5. d. Knee Sambungan pipa untuk menghubungkan pipa horizontal dan vertical.

6 Papan penutup 25 cm inlet Plat diffuser Lapisan biofilm 5 cm 5 cm 5 cm Air Limbah 8,5 cm Kran outlet 25 cm Karbon aktif 1mm Pipa outlet 0,5" 15 cm Pasir halus 0,25 mm 65 cm 10 cm Pasir kasar 1mm 10 cm Kerikil besar 6,3 mm 6 mm 30 cm 5,5 cm Gambar 3.3 Reaktor biosand filter 2 e. Plat diffuser Plat terbuat dari bahan stainless berguna untuk mencegah kotoran besar masuk ke dalam filter dan menjaga agar lapisan biofilm tidak rusak oleh arus air yang masuk. f. Penutup kayu Penutup kayu digunakan untuk mencegah pengotor, baik itu binatang atau dedaunan masuk ke dalam filter dan menghindari kontak langsung dengan matahari agar meminimalisir tumbuhnya algae dalam reaktor. C. Persiapan bahan Persiapan bahan dalam penelitian meliputi bahan yang diperlukan untuk filter dan analisis laboratorium. Bahan tersebut yakni: 1. Sampel Peneliti akan mengambil sampel limbah laundry yang berada di Gebang Kidul. Alasan memilih lokasi ini karena jarak dari industri laundry dengan laboratorium relatif dekat dan proses pengambilan sampel dari sumber lebih memadai. 2. Bahan untuk analisis Bahan yang dimaksud adalah reagen yang digunakan untuk menganalisis kandungan fosfat sebelum proses filtrasi dan setelah proses filtrasi. Reagen tersebut meliputi ammonium molybdate dan SnCl. 3. Media filter Media filter yang digunakan yaitu pasir halus dan karbon aktif. Pasir halus berdiameter 0,25 mm dengan susunan yang tidak terstratifikasi. Didukung dengan pasir kasar berdiameter 1 mm setebal 10 cm. Pasir yang digunakan merupakan pasir kali yang dapat diperoleh dari toko bangunan terdekat. Sedangkan karbon aktif yang digunakan berbentuk granular dengan ukuran 1 mm. Digunakannya karbon aktif berbentuk granular agar karbon tidak cepat jenuh sehingga umur operasinya dapat berjalan lebih lama.

7 Karbon aktif dalam penelitian ini sudah dalam bentuk dan ukuran yang ditentukan saat diperoleh. 4. Media penyangga Media penyangga yang digunakan adalah kerikil dengan diameter 6,3 mm setebal 10 cm. Media penyangga berfungsi untuk mencegah keluarnya media filter dari kran saat pengambilan sampel. D. Pencucian Media Pencucian media pasir dan kerikil dilakukan dengan cara: 1. Pasir dan kerikil dicuci dengan air bersih dan diaduk-aduk dalam bak. Pasir dan kerikil terus dicuci hingga air bekas cucian tampak jernih. 2. Pasir dan kerikil dikeringkan dengan cara dioven pada suhu 105 o C. Setelah kering pasir dan kerikil dimasukkan ke dalam reaktor. 3. Proses memasukkan media dilakukan secara bertahap. Pertama dimasukkan kerikil, pasir kasar lalu pasir halus. 4. Setelah pasir dan kerikil masuk ke dalam reaktor, maka dilakukan penyiraman secara perlahan untuk membasahi pasir agar pasir memadat dan mudah dilakukan pengukuran ketinggian media yang diharapkan. Penumbuhan Bakteri (seeding) Penumbuhan bakteri dengan cara menuang air limbah ke dalam filter, air hasil filtrasi awal dibiarkan keluar hingga tersisa air setinggi ±5cm diatas media pasir lalu dibiarkan selama ±10-20 hari untuk mendapatkan kualitas effluent yang maksimal. Pembentukan lapisan schmutzdecke dapat dilakukan selama 5 hari dan selama masa operasi. Agar lapisan schmutzdecke cepat terbentuk adalah dengan tersedianya unsur C,N dan P. Unsur-unsur tersebut dapat diberikan dengan dilakukan penambahan gula dan lumpur IPLT. Pengoperasian Biosand Filter Biosand filter dioperasikan secara kontinyu dengan aliran gravitasi. Pengoperasian berlangsung 21 hari untuk menganalisis effluent. Saat akan dilakukan pengoperasian biosand filter, katup harus tertutup rapat. Langkah pengoperasian sebagai berikut: 1. Limbah cair dari industri laundry dituang ke dalam timba 1 yang letaknya di bawah. Kemudian limbah dipompa ke timba 2 yang letaknya lebih tinggi dibandingkan reaktor. 2. Limbah dari timba 2 dialirkan ke dalam reaktor menggunakan selang. Ketinggian limbah dalam reaktor dijaga tetap ±5cm diatas plat diffuser. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan lubang pada dinding reaktor untuk overflow. 3. Limbah overflow dialirkan ke dalam timba 1 yang nantinya akan dipompa lagi ke timba 2. 4. Kran outlet 2 pada reaktor dibuka perlahan agar udara dapat keluar dan limbah dapat mengisi setiap lapisan media. Bila limbah telah mengisi setiap lapisan media maka dilakukan pengaturan bukaan kran outlet 2. 5. Saat reaktor beroperasi, dilakukan pengambilan sampel pada inlet, outlet 1 dan outlet 2 untuk diukur kandungan fosfatnya. 6. Pengukuran kandungan fosfat dilakukan setiap hari. Pengukuran lama waktu mencapai clogging juga terus dilakukan hingga mencapai waktu clogging. Jika terjadi clogging perlu dilakukan pembersihan pada biosand filter dengan langkah sebagai berikut: 1. Mengaduk secara perlahan-lahan air di atas lapisan biofilm untuk memecah lapisan biofilmnya.

8 2. Mengambil air tersebut, kemudian dibuang sebanyak ±2cm. Pasir bagian paling atas media juga diambil sebanyak 1,5-2 cm untuk dicuci di tempat terpisah hingga air pncucian media nampak jernih. Analisis Parameter Fosfat Analisis akhir dilakukan untuk mengetahui kandungan air limbah laundry setelah menjalani pengolahan menggunakan biosand filter dengan fosfat sebagai parameternya. Analisis dilakukan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 658 nm (panjang gelombang optimum). Sampel diambil pukul 10.00 WIB. Sampel tersebut dimasukkan ke dalam botol kaca yang sudah dibersihkan. Prosedur analisis di laboratorium berdasarkan pada metode analisis pencemar lingkungan dan dapat dilihat di lampiran. Penentuan waktu clogging berdasarkan kondisi back through setelah melewati masa steady state. Analisis dan Pembahasan Analisis dan pembahasan dilakukan pada data yang telah diperoleh dari hasil pengukuran parameter dan berdasarkan kondisi yang terjadi selama dilakukannya penelitian. Analisis dan pembahasan ini dilakukan sesuai dengan studi literatur yang mendukung. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan dan saran diperoleh dari hasil penelitian tugas akhir yang ditinjau dari analisis dan pembahasan serta hasil perbandingan dengan studi literatur. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penumbuhan Bakteri Sebelum mulai dioperasikan, terlebih dahulu diisi dengan air limbah laundry sebagai air baku, agar media terbiasa dengan karakteristik air yang diolah. Selain itu juga untuk membentuk lapisan schmutzdecke yang nantinya berfungsi menurunkan parameter yang akan diuji. Pertama yang dilakukan adalah memastikan kran dalam kondisi tertutup. Kemudian air dari jirigen dialirkan masuk ke dalam filter dan dibiarkan hingga ketinggian ±5 cm dari atas media karbon aktif. Air limbah yang ada dalam filter diupayakan selalu menggenangi media. Hal ini agar lapisan schmutzdecke yang terbentuk tidak mati. Karena bila mikroorganisme yang hidup pada lapisan ini mati maka keefektifan filter akan terganggu. Agar lapisan schmutzdecke cepat tumbuh adalah dengan tersedianya unsur C,N dan P. Unsur-unsur tersebut dapat diberikan dengan dilakukan penambahan gula dan lumpur IPLT. Gula berperan sebagai unsur karbon (C), sedangkan lumpur IPLT berfungsi sebagai unsur fosfor (P). Lumpur IPLT merupakan lumpur yang berasal dari tinja manusia yang telah mengalami pengolahan awal secara anaerob. Lumpur tinja atau kotoran adalah salah satu dari bentuk fosfor yang ada di ekosistem air. Pengoperasian Filter Pengoperasian filter ini berjalan selama 21 hari dengan aliran kontinyu. Kecepatan aliran diatur pada bukaan kran dengan menjaga kecepatan filtrasi 0,042 m/jam. Perhitungan dapat dilihat dari persamaan 4.1 di bawah ini. Q = v x A Dimana: Q = debit (m 3 /jam) v = kecepatan filtrasi (m/det) A = luas filter (m 2 ) Perhitungan kecepatan filtrasi didapatkan sebagai berikut:

9 Q = 90 L/hari = 0,00375 m 3 /jam A = 0,09 m 2 Q v A 0,00375 = 0,042 m/jam 0,09 Debit dapat diketahui dengan mengukur volume air pada outlet dengan gelas ukur per satuan waktu (menit). Proses filtrasi secara downflow atau memanfaatkan gaya gravitasi. Pengairan air limbah yang berjalan kontinyu mempercepat tumbuhnya lapisan schmutzdecke, karena bakteri mendapat supply nutrient secara rutin setiap harinya. Menurut Marsono (1997), pada lapisan schmutzdecke akan terjadi proses penurunan partikel tersuspensi, bahan organik dan bakteri melalui proses oksidasi biologi maupun kimiawi. Analisis Parameter Fosfat Pengukuran penurunan parameter fosfat dilakukan setiap hari di dua titik yaitu pada outlet hasil penyaringan oleh karbon aktif dan outlet hasil penyaringan oleh seluruh media. Dilakukan pengujian parameter fosfat karena keberadaannya bila berlebihan dapat menyebabkan eutrofikasi. Menurut Sastrawijaya (1991) fosfat merupakan faktor pembatas. Bila dalam suatu perairan tidak mengandung nitrogen, asal ada fosfat dan ganggang, maka senyawa nitrogen akan terbentuk dan eutrofikasi akan menyusul pula. Namun bila di suatu perairan dengan kadar nitrat tinggi asalkan kadar fosfat rendah, maka eutrofikasi akan lambat terbentuk. Dalam ekosistem air, fosfor ada dalam tiga bentuk yakni senyawa fosfor anorganik seperti ortofosfat, senyawa organik dalam protoplasma dan sebagai senyawa organik terlarut yang terbentuk karena kotoran atau tubuh organisme pengurai. Analisis fosfat menggunakan metode klorid timah dan untuk mengukur kadarnya menggunakan alat spektrofotometer dengan memanfaatkan panjang gelombang. Ketika mengambil sampel untuk dianalisis di laboratorium, penulis mengamati bahwa saat lapisan schmutzdecke belum terbentuk sempurna, timbul bau yang kurang enak dan warna efluen dari outlet 1 baik dari reaktor 1 maupun dari reaktor 2 menjadi kekuningan setelah kontak dengan udara. Dapat dilihat pada Gambar 4.1. Namun bila schmutzdecke telah terbentuk dengan baik, warna kekuningan efluen dari outlet 1 berangsur-angsur menipis saat kontak dengan udara yang dapat dilihat pada Gambar 4.2. Warna kekuningan timbul karena adanya reaksi ammonium klorida yang terkandung pada deterjen dengan unsur besi yang terdapat dalam air. Lapisan schmutzdecke mampu mendegradasi ammonium klorida yang terdapat pada deterjen. Pertumbuhan mikroorganisme ini cukup lama karena dipengaruhi suhu dan nutrisi. Deterjen akan mengalami penurunan ammonium klorida seiring dengan bertambahnya waktu. Efisiensi Penurunan Fosfat Filter terbuat dari kaca dan dioperasikan selama 21 hari. Pengambilan sampel dilakukan setiap hari untuk dianalisis. Pembentukan lapisan schmutzdecke dilakukan selama 5 hari dan bersamaan dengan waktu filter beroperasi untuk mempercepat proses terbentuknya. Di mana lapisan schmutzdecke akan terbentuk dengan baik selama ±10-20 hari (Lee, 2001). Tabel di bawah ini merupakan hasil analisa filtrasi dari reaktor biosand filter dengan ketinggian karbon aktif 10 cm dan pasir halus berdiameter 0,25 mm setinggi 30 cm. Pada tabel di bawah dapat dilihat saat lapisan schmutzdecke belum terbentuk dengan baik, kandungan fosfat pada outlet cenderung naik turun. Hal ini merupakan hal yang wajar. Karena untuk menuju kondisi steady state, akan terjadi peristiwa naik turun efisiensi hasil pengolahan karbon aktif dan

10 media pasir terhadap air limbah. Ini menunjukkan bahwa media sedang mengalami penyesuaian dengan air baku yang akan diolah. Selain itu, media yang digunakan untuk proses filtrasi juga mengandung fosfat. Sehingga fosfat yang terdapat pada media ikut larut ke dalam air limbah dan menunjukkan peningkatan saat dilakukan analisa pada efluen. Hasil analisa pemeriksaan kandungan fosfat pada media yang akan digunakan ditampilkan pada lampiran B. Kemudian setelah berjalan beberapa kali running, kondisi menjadi steady state dan pada akhirnya lapisan schmutzdecke menunjukkan kinerjanya dalam menurunkan fosfat. Umur Karbon Aktif Penurunan parameter fosfat pada limbah laundry menggunakan proses adsorpsi, yaitu proses perpindahan massa. Pada proses tersebut fosfat menempel dan mengisi pori-pori karbon aktif. Pada penelitian ini penulis menggunakan karbon aktif yang berbentuk granular dengan diameter 1 mm. Proses menempel dan mengisi pori karbon aktif akan mengakibatkan terbentuknya lapisan pada butir karbon aktif itu sendiri. Lapisan ini kian lama kian menebal dan akan mengakibatkan kejenuhan pada media. Masa tidak jenuh menjadi jenuh merupakan umur pakai karbon aktif. Pada penelitian ini, karbon aktif hanya digunakan selama 21 hari untuk setiap variable. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Efisiensi filter terhadap penurunan parameter fosfat adalah sebagai berikut: a. Tanpa pengenceran Reaktor 1 Penyaringan oleh karbon aktif = 14,2% Penyaringan oleh seluruh media = 19,8% Reaktor 2 Penyaringan oleh karbon aktif = 14,2% Penyaringan oleh seluruh media = 13,9% b. Pengenceran 2 kali Reaktor 1 Penyaringan oleh karbon aktif = 2,4% Penyaringan oleh seluruh media = 5,7% Reaktor 2 Penyaringan oleh karbon aktif = 1,3% Penyaringan oleh seluruh media = -0,5% 2. Media pasir dengan ketinggian 30 cm dan karbon aktif dengan ketinggian 10 cm lebih efektif dalam menurunkan parameter fosfat dibandingkan media pasir dengan ketinggian 15 cm dan karbon aktif dengan ketinggian 25 cm. 3. Pada penelitian ini terbukti lapisan schmutzdecke mampu mendegradasi warna dan bau. 4. Dari hasil analisa, terdapat 10% data yang menyimpang. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kemungkinan fosfor yang tertahan pada media, tergelontor saat penuangan limbah baru. Sehingga fosfor yang tertahan ikut larut ketika pangambilan sampel. Saran Saran yang diperlukan untuk penelitian selanjutnya adalah:

11 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengolahan limbah laundry menggunakan biosand filter dengan rentang waktu lebih lama untuk mengetahui pengaruh lamanya waktu terhadap tingkat efisiensi. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengolahan limbah laundry menggunakan biosand filter dengan horizontal flow. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut hingga karbon aktif mencapai titik jenuh dalam mengadsorpsi. DAFTAR PUSTAKA Alaerts, G., dan Sumestri, S.S. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. Awaluddin, N. 2007. Teknologi Pengolahan Air Tanah Sebagai Sumber Air Minum pada Skala Rumah Tangga. Peran Mahasiswa dalam Aplikasi Keteknikan Menuju Globalisasi Teknologi. Jakarta: Pekan Apresiasi LEM-FTSP UII. 17-18 Desember. Benefield, L. D., Judkins, J.F., and Weand, B. L. 1982. Process Chemistry for Water and Wastewater Treatment. New Jersey: Prentice-Hall, Englewood Cliffs. Bird, T. 1985. Kimia Fisik untuk Universitas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Elliot, M.A., Stauber, C.E., Koksal, F., Digiano, F.A., Sobsey, M.D. 2006. Intermittently Operated Slow Sand Filtration for point of Use Water Treatment, Safe Drinking Water Symposium. University of North Carolina. (URL:http://en.wikipedia.org/wiki/Biosand_Filter) Diakses: 12 Januari 2008 Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Ferry J. 2002. Pembuatan Arang Aktif dari Serbuk Gergajian Kayu Campuran Sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Fessenden, Ralp J., dan Fessenden, Joan S,. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Lee, T.L. 2001. Biosand Household Water Filter Project in Nepal. Master Thesis. Massachusetts Institute of Technology. Manz, David. 2007. Preparation of media for the Biosand Filter: three-layer system, AB. (URL:http://en.wikipedia.org/wiki/Biosand_Filter) Diakses: 12 Januari 2008 Meenakshi, G. 2005. Activated Carbon Adsorption. USA: Taylor and Francis Group. Metcalf & Eddy. 2004. Wastewater Engineering Treatment and Reuse 4 th ed. Singapore: Mc.Graw Hill. Marsono, B.D. 1997. Unit Operasi. Surabaya: Media Informasi Alumni ITS. Montgomery, J.M. 1985. Wastewater Treatment Principle and Design. Consulting Engineering, Inc. New York: John Willey and Son.

12 Ngai, Tommy dan Walewijk, Sophie. 2003. The Arsenic Biosand Filter (ABF) Design of an Appropriate Household Drinking Water Filter for Rural Nepal. Final Project. Massachusetts Institute of Technology. Reynold, Tom D. & Paul A. Richards. 1996. Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 2nd ed. Boston: PWS. Sari., Nur Maya. 2010. Studi Kinerja Biosand Filter untuk Pengolahan Air Minum Ditinjau Terhadap Parameter Kekeruhan dan Besi. Tugas AkhirS1, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS, Surabaya. Sastrawijaya, Tresna. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Setyaningsih, H. 1995. Pengolahan Limbah Batik dengan Proses Kimia dan Adsorpsi Karbon Aktif. Tesis. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia. Stauber, C.E., Elliot, M.A., Ortiz, G.M., Koksal, F., Digiano, F.A., Sobsey, M.D. 2006. Characterisation of the Biosand Filter for E. coli Reductions from Household Drinking Water Under Controlled Laboratory and Field Use Conditions. Water Science & Technology, Volume 54, No 3, pp 1-7. Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta: UI Press. Tectona, Johan. 2011. Pemanfaatan Kayu Angsana (Pterocarpus indicus) Sebagai Arang Aktif untuk Pengolahan Limbah Laundry. Tugas AkhirS1, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS, Surabaya. Weber, W.J. 1972. Physicochemical Processes for Water Quality Control. New York: Weley Interscience. Zoller, U. 2004. Handbook of Detergents Part B: Environmental Impact. New York: Marcell Dekker.