BAB III METODOLOGI. Diagram alir pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. Studi Literatur. Pembuatan Reaktor.
|
|
- Vera Tanuwidjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III METODOLOGI 3.1 Tahapan Penelitian Diagram alir pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. Studi Literatur Penyiapan Alat dan Bahan Penelitian Pemilihan Tanaman Pembuatan Reaktor Tahap Penjenuhan Pengoperasian Reaktor Pengambilan dan Pengukuran sampel Analisa Efisiensi Reaktor Kesimpulan Gambar 3.1 Diagaram alir metodologi penelitian 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang dipilih sebagai tempat pengambilan sampel adalah industri rumah tangga pembuat tahu dan Rumah Pemotongan Hewan (ayam) yang terletak di Dago Bengkok, Bandung. Tempat ini dipilih karena merupakan tempat pengambilan sampel pada penelitian sebelumnya sehingga memiliki karakteristik III-1
2 limbah yang tidak jauh berbeda. Selain itu kedua industri rumah tangga ini juga letaknya berdekatan dan merupakan penghasil zat organik yang tinggi, serta tidak memiliki sistem pengolahan limbah. Limbah yang dihasilkan langsung dibuang ke badan air penerima yaitu Sungai Cikapundung. Di RPH Dago Bengkok, kandang hewan berupa kandang terbuka berlantai tanah kotor, ada juga yang sudah tertutup dan berlantai beton. Bagian dari kandang ini terdiri dari kotoran cair dan padat yang dibuang dari kandang pada waktu pembersihan atau pada saat hujan turun (jika kandang tebuka). Sumber utama air limbah RPH adalah berasal dari pemotongan, pembersihan bulu hewan dan bagian dalam, pemotongan daging, dan pencucian. Limbah cair pada industri tahu berasal dari proses-proses yang terlibat dalam pembuatan tahu, mulai dari proses awal yaitu pencucian kedelai, sampai tahu yang telah jadi. Limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu antara lain : Air dari proses perendaman dan pencucian kedelai. Sisa air tahu yang tidak menggumpal. Potongan tahu yang hancur pada saat proses karena kurang sempurnanya proses penggumpalan. Limbah padat yang dihasilkan (ampas tahu) tidak dibuang melainkan dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sehingga tidak mencemari lingkungan. Lokasi penelitian adalah laboratorium penelitian kualitas air, Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan April hingga Bulan September Pemilihan Vegetasi Reaktor Constructed Wetland Tanaman yang digunakan pada penelitian ini yaitu Sagittaria lancifolia (Daun Tombak) dan Scirpus grossus (Walingi). Pada Gambar 3.2 dapat dilihat kedua jenis tanaman yang digunakan. III-2
3 Sagittaria lancifolia (Daun Tombak) Scirpus grossus (Walingi) Gambar 3.2 Tanaman yang digunakan pada penelitian Alasan-alasan digunakannya jenis tanaman tersebut sebagai vegetasi pada constructed wetland, yaitu : Kedua tanaman ini berupa tanaman air yang dapat hidup pada media tidak tergenang air karena pada percobaan ini aliran yang digunakan yaitu aliran bawah permukaan (horizontal subsurface flow). Kedua tanaman ini memiliki ukuran yang sesuai dengan desain reaktor yaitu zona perakaran cm. Tanaman ini hidup secara liar sehingga tidak membutuhkan perawatan secara khusus, dan mudah ditemukan di berbagai daerah. Sagittaria lancifolia banyak ditemukan di daerah Bandung, sedangkan Scirpus grossus terdapat di daerah Garut. Tanaman ini tumbuh liar pada lahan bekas pertanian atau rawa-rawa. Tanaman ini memiliki nilai ekonomis. Pada umumnya banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak, tanaman hias, dan bahan baku untuk kerajinan. Tanaman ini merupakan tanaman tahunan dan memiliki umur yang panjang sehingga tanaman tidak perlu sering dipanen. Selain alasan tersebut, Sagitaria lancifolia merupakan jenis tanaman yang digunakan sebagai vegetasi pada constructed wetland horizontal subsurface flow system bersekat dalam penelitian sebelumnya. Pada penelitian tersebut diperoleh efisiensi penyisihan COD sebesar 81,82-84,38%, efisiensi penyisihan BOD sebesar 92,6%, efisiensi penyisihan NTK sebesar 94,17%, efisiensi penyisihan total fosfat sebesar 93,42%, efisiensi penyisihan total solid sebesar 62,42% (Sonie, 2007) III-3
4 Sedangkan untuk tanaman Scirpus grossus dipilih sebagai tanaman pembanding karena jenis tanaman ini sangat sedikit digunakan dalam penelitian constructed wetland. Tanaman ini banyak ditemukan pada natural wetland, memiliki nilai ekonomis, dan cocok dikembangkan dalam constructed wetland tetapi sangat jarang digunakan sebagai vegetasi pada penelitian constructed wetland. 3.4 Penyediaan Alat dan Bahan a. Media Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran tanah, pasir, dan kerikil. Tanah yang digunakan berasal dari Lembang, Bandung. sedangkan pasir dan kerikil berasal dari Sungai Cikapundung, Bandung. Alasan digunakannya tanah lembang karena subur dan cukup kaya akan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Kerikil yang digunakan mempunyai ukuran seragam dengan diameter kirakira 2 cm. Kerikil diletakkan pada bagian inlet berfungsi untuk meratakan aliran, pada outlet untuk menghindari perkembangbiakan nyamuk, dan pada bagian dasar reaktor yang berfungsi untuk memastikan air mengalir tanpa terjadi clogging. b. Tanaman Pada reaktor A dan D ditanam tanaman Scirpus grossus yang berumur 1-2 bulan sebanyak 8 rumpun, setiap rumpun terdiri dari 4-10 batang. Untuk reaktor C dan D ditanam tanaman Sagittaria lancifolia yang berumur 2-4 bulan sebanyak 8 rumpun, setiap rumpun terdiri dari 8-20 daun. c. Limbah Limbah yang digunakan pada penelitian ini yaitu efluen anaerobic buffled reactor (ABR). Efluen ABR ini menjadi influen pada pengolahan dengan menggunakan constructed wetland. (Pengolahan pada ABR dilakukan oleh peneliti lain). III-4
5 d. Penampung Efluen ABR Penampung efluen ABR digunakan sebagai tempat untuk menampung efluen ABR sebelum dialirkan ke reaktor constructed wetland. Penampung ini berfungsi untuk membagi aliran agar efluen ABR mengalir ke dalam constructed wetland secara merata dengan debit yang sama. e. Atap Penutup Atap penutup merupakan konstruksi sederhana terbuat dari kayu yang dilapisi terpal berfungsi untuk melindungi reaktor constructed wetland agar terlindungi dari air hujan yang dapat menyebabkan kontaminasi dan pengenceran pada efluen constructed wetland sehingga dapat mengganggu hasil pengukuran. Sinar matahari harus tetap dapat masuk ke dalam constructed wetland sehingga proses pertumbuhan dan metabolisme pada tanaman tidak terganggu. Reaktor constructed wetland yang sudah siap diopersikan dapat dilihat pada Gambar 3.3. Gambar 3.3 Reaktor Constructed wetland 3.5 REAKTOR CONSTRUCTED WETLAND Pada percobaan ini digunakan empat buah reaktor wetland horizontal subsurface flow system dengan menggunakan sekat, yaitu: Reaktor A : tanaman Scirpus grossus Reaktor B : tanaman Sagittaria lancifolia Reaktor C : tanaman Sagittaria lancifolia Reaktor D : tanaman Scirpus grossus III-5
6 Alasan digunakannya constructed wetland horizontal subsurface flow karena sistem ini memiliki efisensi yang cukup tinggi dalam menyisihkan pencemar organik dan partikel tersuspensi sehingga diharapkan sistem ini mampu menyisihkan pencemar organik dan partikel tersuspensi pada efluen ABR. Selain itu, sistem ini juga cukup mudah dioperasikan dan tidak menimbulkan vector penyakit (nyamuk) yang dapat menjadi faktor kelayakan dari penggunaan constructed wetland tersebut. Rekayasa aliran dengan menggunakan sekat dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi constructed wetland. Pada Gambar 3.4 dapat dilihat sketsa bentuk reaktor yang digunakan pada percobaan ini. Gambar 3.4 Sketsa Reaktor Consturcted Wetland Reaktor ini dibagi menjadi tiga kompartemen yang terdiri dari zona inlet, zona pengolahan dan zona outlet. Pada reaktor A dan D panjang zona inlet dan outlet adalah 0,1 m serta panjang zona pengolahan adalah 0,32 m, sedangkan pada reaktor B dan C panjang zona inlet dan outlet adalah 0,2 m, serta panjang zona pengolahan adalah 0,32 m. Antara zona inlet-zona pengolahan-zona oulet diberi sekat berlubang dengan diameter lubang 0,5 cm. Zona inlet dan outlet diisi dengan kerikil yang memiliki ukuran seragam dengan diameter 2 cm. Zona pengolahan diisi dengan media tanah, pasir, kerikil, dan tanaman. Pada zona oulet dibuat lubang outlet dengan ketinggian 20 cm dari dasar reaktor. Kemiringan setiap reaktor adalah 1%. III-6
7 Struktur media yang digunakan pada reaktor constructed wetland dapat dilihat pada Gambar 3.5 dan Gambar 3.6. b d c a Keterangan kedalaman media : a = 5 cm b = 10 cm c = 5 cm d = 10 cm Gambar 3.5 Dimensi dan struktur media pada reaktor A dan D d b c a Keterangan kedalaman media: a = 5 cm b = 10 cm c = 5 cm d = 10 cm Gambar 3.6 Dimensi dan struktur media pada reaktor B dan C 3.6 TAHAP PENJENUHAN Tahap penjenuhan dilakukan pada awal pengaliran limbah. Pada tahap penjenuhan ini, reaktor yang telah siap untuk digunakan diisi dengan air kran yang bertujuan untuk melarutkan tanah. Biasanya membutuhkan waktu sekitar satu minggu. Tahap penjenuhan selesai dilakukan jika muka air pada reaktor tidak III-7
8 mengalami penurunan lagi. Setelah kondisi jenuh, maka dilakukan pengaliran efluen ABR pada inlet constructed wetland. 3.7 PENGOPERASIAN REAKTOR Reaktor yang telah mengalami tahap penjenuhan dialiri dengan efluen ABR. Konsentrasi influen constructed wetland tergantung pada hasil pengolahan ABR sebagai pengolahan pendahuluan. Pada Gambar 3.7 dapat dilihat rangkaian sistem pengolahan yang digunakan. Pompa Peristaltik Tempat Penampung Limbah Pompa Peristaltik ABR dengan media batok kelapa ABR dengan media batu apung Reaktor D Scirpus grossus Reaktor C Sagittaria lancifolia Reaktor B Sagittaria lancifolia Reaktor A Scirpus grossus Gambar 3.7 Rangkaian sistem pengolahan Limbah dialirkan secara gravitasi dari outlet ABR ke inlet constructed wetland yang kemudian keluar melalui outlet constructed wetland. Debit pengaliran disesuaikan dengan waktu detensi pada constructed wetland yaitu 1 ml/menit untuk waktu detensi 7 hari dan 1,5 ml/menit untuk waktu detensi 5 hari. Pada penelitian ini dilakukan variasi waktu detensi pada constructed wetland dan variasi konsentrasi limbah pada influen ABR sehingga akan mempengaruhi konsentrasi efluen ABR yang menjadi influen dari constructed wetland. Variasi yang dilakukan yaitu : III-8
9 Variasi 1 : Beban pengolahan pada ABR 3000 mg/l COD, waktu detensi 5 hari. Variasi 2 : Beban pengolahan pada ABR 3000 mg/l COD, waktu detansi 7 hari. Variasi 3 : Beban pengolahan pada ABR, 4000 mg/l COD, waktu detensi 5 hari. Variasi 4 : Beban pengolahan pada ABR 4000 mg/l COD, waktu detensi 7 hari. Kerangka percobaan yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Kerangka Percobaan Variasi Reaktor Influen ABR(mg/l) Debit (ml/menit) Td (hari) Analisa lab 1 CW A dan CW B ,5 5 COD (setiap 2 kali sehari) 2 CW C dan CW D CW A dan CW B ,5 5 ph, temperatur, BOD, total solid, total fosfat, 4 CW C dan CW D NTK (pada kondisi tunak) 3.8 Pengambilan dan Pengukuran Sampel Metode sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel sesaat (grab sample) yaitu sampel diambil langsung dari satu titik pada saat tertentu. Sampel diambil di inlet dan outlet pada masing-masing constructed wetland setiap dua kali sehari untuk analisa COD. Sedangkan BOD, total solid, total fosfat, dan NTK dianalisa pada saat kondisi tunak yaitu pada saat nilai efisiensi untuk parameter COD telah stabil. Untuk mengetahui pengaruh pola pertumbuhan tanaman dengan efisiensi pengolahan, maka pertumbuhan tanaman tersebut diamati dan diukur selama penelitian berlangsung. Pertumbuhan tanaman yang dapat dilihat adalah tinggi dan jumlah rumpun Parameter Pencemar yang Diukur 1. ph ph adalah istilah yang digunakan secara universal untuk mengekspresikan intensitas asam atau kondisi alkali dalam suatu larutan. ph menyatakan III-9
10 konsentrasi ion hidrogen atau aktivitas ion hidrogen. ph merupakan suatu parameter penting untuk menentukan kadar asam/ basa dalam air. Perubahan ph air dapat menyebabkan berubahnya bau, rasa, dan warna. Ion H + dan OH - selalu berada pada keseimbangan kimiawi yang dinamis dengan H 2 O. Skala ph berkisar antara ph = 7 menunjukkan keadaan netral, ph < 7 menunjukkan keadaan asam, dan ph > 7 menunjukkan keadaan basa. Pengukuran ph pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan ph meter (metode Elektroda Potensiometri). 2. Suhu Suhu atau temperatur adalah parameter yang penting untuk diperiksa karena sangat berpengaruh pada Badan Air Penerima (BAP) yang mempengaruhi aktivitas kehidupan dalam air, penguraian secara biologis maupun kimiawi. Temperatur optimum agar bakteri berkembang dengan baik adalah o C. Perubahan temperatur terutama berasal dari air buangan aktivitas domestik dan industri. Parameter ini merupakan parameter fisik yang sangat penting karena menjadi faktor penentu dalam reaksi kimia dan dekomposisi biologis, serta berpengaruh pada kelangsungan kehidupan akuatik. Alat yang dipergunakan untuk mengukur suhu limbah adalah termometer berskala 1 30 o C. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002, diketahui bahwa temperatur maksimum yang diperbolehkan dalam air minum sebesar ± 3 o C. 3. BOD (Biological Oxygen Demand) Biological Oxygen Demand (BOD) merupakan suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang terjadi dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi) hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat-zat organik yang tersuspensi dalam air dalam keadaan aerobik. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri dan untuk mendesain sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. III-10
11 4. COD (Chemical Oxygen Demand) Chemical Oxygen Demand (COD) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik yang terdapat dalam 1 liter sampel air secara kimiawi. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Pemeriksaan COD merupakan salah satu metode untuk mengukur kandungan zat organik di dalam air dan biasanya digunakan untuk mengetahui kualitas air buangan. 5. TS (Total solid) Zat padat merupakan materi residu setelah pemanasan dan pengeringan pada temperatur o C. Total solid adalah semua zat-zat yang tersisa sebagai residu. Total solid terdiri dari zat padat terlarut (TDS) dan zat padat tersusupensi (TSS) yang dapat bersifat organis dan anorganik. Karena bervariasinya materi organik dan anorganik dalam analisa zat padat, tes yang dilakukan secara empiris tergantung pada karakteristik materi tersebut. Metode Gravimetry digunakan hampir pada semua kasus. TSS dihitung untuk mengetahui berapa banyak total padatan yang tersuspensi di dalam air buangan, sedangkan TDS menyatakan padatan organik yang terlarut dalam air buangan. Dari penjumlahan TSS dan TDS diperoleh TS (Total Solid). Untuk jenis limbah cair industri tahu dan RPH yang diperiksa adalah TS karena TDS yang terdapat pada sampel ini sangat kecil. 6. Nitrogen Total Kjeldahl (NTK) Nitrogen Total Kjeldahl adalah parameter yang menunjukkan kandungan Nitrogen organik dan Nitrogen Amoniak dalam larutan. Keberadaan Nitrogen dalam air mengindikasikan potensi cepatnya pertumbuhan algae dan mikroorganisme. Analisa Kjeldahl pada umunya hanya dilaksanakan pada sampel air yang diduga mengandung zat organik seperti air buangan penduduk, bermacam jenis air buangan industri dan air sungai (tidak pada air sumur, air PAM). III-11
12 7. Total Fosfat Fosfat merupakan salah satu unsur yang dibutuhkan dalam pertumbuhan mikroorganisme. Bila kadar fosfat pada air sangat rendah (< 0,01 mg P/l), pertumbuhan tanaman dan ganggang akan terhalang, keadaan ini disebut oligotrop. Bila kadar fosfat serta nutrient lainnya tinggi, pertumbuhan tanaman dan ganggang tidak terbatas (keadaan eutrop), sehingga tanaman tersebut dapat menghabiskan oksigen. Jenis Total fosfat adalah semua zat ortofosfat, polifosfat baik yang terlarut maupun yang tersuspensi, baik yang inorganik maupun yang terikat dalam senyawa organis. Pada pemeriksaan total fosfat, dilakukan hidrolisa polifosfat menjadi ortofosfat dengan cara menambahkan asam kuat pada sampel yang sudah dinormalkan ph nya, lalu dipanaskan dalam keadaan mendidih selama kuranglebih 90 menit. Setelah dingin sampel dinetralkan kembali dengan larutan NaOH, lalu diperiksa kandungan fosfornya sebagai total fosfat Metode Analisa Parameter Pencemar Pengukuran kualitas air limbah ini dilakukan baik di lapangan (temperatur, ph) maupun di laboratorium (BOD, COD, Organik, Total Solid, NTK, Total fosfat). Metode analisa parameter limbah dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Metoda Analisa Parameter Limbah dan Alat di Laboratorium No Parameter Metode Alat 1 ph SMEWW 4500-H+ ph meter 2 Suhu SMEWW 2550 Termometer 4 BOD SMEWW 5210-B Botol Winkler 5 COD SMEWW 5220-B Tabung COD mikro 6 NTK SMEWW-4500-Norg-B Labu kjeldahl, alat destilasi III-12
13 No Parameter Metode Alat 7 Total fosfat SMEWW-4500-P-B-D Spektrofotometer, tabung reaksi 8 Total Solid SMEWW-2540-B Cawan penguap, waterbath, oven C 3.9 Pengolahan Data Data yang diperoleh dari hasil analisa pemeriksaan sampel diolah dan disajikan dalam bentuk tabulasi kualitatif serta grafik masing-masing parameter. Efisiensi penurunan dan peningkatan konsentrasi parameter dihitung dengan rumus 3-1. C Ce x100% (3-1) C o o Keterangan : C o = Konsentrasi pada inlet (mg/l) C e = Konsentrasi pada outlet (mg/l) Kemampuan constructed wetland dalam menyisihkan zat organik dihitung dengan menggunakan rumus 3-2. Kemampuan penyisihan (g/m 2 /hari) = ( C C ) Q o A C e (3-2) Keterangan : C o = Konsentrasi pada inlet (g/m 3 ) C e = Konsentrasi pada outlet (g/m 3 ) Q = Debit (m 3 /hari) A C = Luas penampang (m 2 ) Evaluasi dilakukan dengan melihat pola penurunan dan peningkatan konsentrasi dari masing-masing parameter yang menggambarkan kondisi pengolahan limbah dan kemampuan penyisihan pada reaktor constructed wetland. Efisiensi dan efektifitas setiap unit reaktor constructed wetland dibandingkan III-13
14 sehingga dapat disimpulkan unit mana yang paling optimal dalam mengolah campuran limbah cair industri tahu dan RPH. Pada tahap akhir dilakukan perhitungan nilai K S dan K T. Nilai K S dan K T ini dilakukan setelah reaktor beroperasi. Pada prakteknya nilai-nilai tersebut digunakan untuk mendesain constructed wetland agar memenuhi kriteria yang diinginkan. Pada saat mendesain, nilai K T berguna untuk menentukan luas permukaan constructed wetland, sedangkan nilai K S untuk menghitung luas penampang constructed wetland. Untuk perhitungan nilai K T pada saat mendesain constructed wetland digunakan persamaan 2-1. Namun perhitungan K T dilakukan setelah reaktor beroperasi dengan menggunakan persamaan 2-2, Nilai K T berguna untuk menentukan luas permukaan wetland dengan menggunakan persamaan 2-4. Pada saat mendesain suatu constructed wetland nilai K S telah diketahui berdasarkan jenis media yang digunakan pada constructed wetland. Pada penelitian ini, nilai K S dihitung setelah reaktor beroperasi dengan menggunakan persamaan 2-5. III-14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan pada penelitian ini secara garis besar terbagi atas 6 bagian, yaitu : 1. Analisa karakteristik air limbah yang diolah. 2.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang sedang berkembang, sektor perekonomian di Indonesia tumbuh dengan pesat. Pola perekonomian yang ada di Indonesia juga berubah, dari yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. peternakan semakin pesat. Daging yang merupakan salah satu produk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dekade terakhir ini kebutuhan masyarakat terhadap produk-produk peternakan semakin pesat. Daging yang merupakan salah satu produk peternakan dihasilkan dari usaha
Lebih terperinciPENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA PADA LAHAN SEMPIT
PRO S ID IN G 20 11 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA PADA LAHAN SEMPIT Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10Tamalanrea
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pakaian. Penyebab maraknya usaha laundry yaitu kesibukan akan aktifitas sehari-hari
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laundry adalah salah satu penyedia jasa layanan dalam hal cuci mencuci pakaian. Penyebab maraknya usaha laundry yaitu kesibukan akan aktifitas sehari-hari yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat
TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat
Lebih terperinciMODIFIKASI SUBSURFACE WETLAND PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RPH DAN INDUSTRI TAHU
Modifikasi Subsurface Wetland (Rakhmi Sonie) MODIFIKASI SUBSURFACE WETLAND PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RPH DAN INDUSTRI TAHU MODIFICATION OF SUBSURFACE WETLAND FOR SLAUGHTER HOUSE S AND TOFU INDUSTRY S
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan
Lebih terperinciBAB V ANALISA AIR LIMBAH
BAB V ANALISA AIR LIMBAH Analisa air limbah merupakan cara untuk mengetahui karakteristik dari air limbah yang dihasilkan serta mengetahui cara pengujian dari air limbah yang akan diuji sebagai karakteristik
Lebih terperinciBAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS
6.1 Pre Eksperimen BAB VI HASIL Sebelum dilakukan eksperimen tentang pengolahan limbah cair, peneliti melakukan pre eksperimen untuk mengetahui lama waktu aerasi yang efektif menurunkan kadar kandungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Penelitian Disain penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tiga buah unit aquaponic, yang digunakan untuk menanam tanaman Genjer (Limnocharis flava), dengan
Lebih terperinciMukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang
OP-18 REKAYASA BAK INTERCEPTOR DENGAN SISTEM TOP AND BOTTOM UNTUK PEMISAHAN MINYAK/LEMAK DALAM AIR LIMBAH KEGIATAN KATERING Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh
Lebih terperinciAPLIKASI WETLAND. Prayatni Soewondo PRODI TEKNIK LINGKUNGAN, FTSL, ITB
APLIKASI WETLAND Prayatni Soewondo PRODI TEKNIK LINGKUNGAN, FTSL, ITB PEMBAHASAN: Teori: - Difinisi Wetland - Type-Type Wetland - Konstruksi Wetland Penerapan Wetland: - Skala lab - Skala Lapangan WETLAND
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan sektor industri menjadi salah satu sektor penting, dimana keberadaannya berdampak positif dalam pembangunan suatu wilayah karena dengan adanya industri maka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain mengandung gizi yang baik,
Lebih terperinciSISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN
SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN (1)Yovi Kurniawan (1)SHE spv PT. TIV. Pandaan Kabupaten Pasuruan ABSTRAK PT. Tirta Investama Pabrik Pandaan Pasuruan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja dan efisiensi Anaerobic Baffled Reactor dalam mengolah air limbah dari Rumah Pemotongan Hewan dan industri tahu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air limbah merupakan air sisa dari suatu kegiatan dan biasanya air limbah dibuang ke sungai, sedangkan air sungai menjadi salah satu sumber air bagi kehidupan mahluk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun cair. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan. Limbah
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Maksud dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh berkembangnya aktivitas kolam jaring apung di Waduk Cirata terhadap kualitas air Waduk Cirata. IV.1 KERANGKA PENELITIAN
Lebih terperinciBAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan
BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
digilib.uns.ac.id BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Lokasi Penelitian dan Kondisi Umum Kualitas Air Limbah Penelitian ini terletak di Perumahan Mutihan RT 03/ RW X, Sondakan, Laweyan, Surakarta,
Lebih terperinciPENYISIHAN ORGANIK MELALUI DUA TAHAP PENGOLAHAN DENGAN MODIFIKASI ABR DAN CONSTRUCTED WETLAND PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA
VOLUME 4 NO. 4, DESEMBER 2008 PENYISIHAN ORGANIK MELALUI DUA TAHAP PENGOLAHAN DENGAN MODIFIKASI ABR DAN CONSTRUCTED WETLAND PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA Ashila Rieska Munazah, Prayatni Soewondo Jurusan Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota-kota besar di Indonesia pada umumnya memiliki masalah tipikal yaitu peningkatan penduduk yang disebabkan oleh laju urbanisasi dan pertumbuhan penduduk kota. Permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Medan diantaranya adalah pemotongan hewan, pengadaan, dan penyaluran daging
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (PD RPH) Kota Medan secara administratif berada di wilayah Kota Medan Kecamatan Medan Deli tepatnya Kelurahan Mabar Hilir. PD
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian dilaksanakan di Hotel Mutiara Kota Gorontalo di mana
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Hotel Mutiara Kota Gorontalo di mana limbah cair yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari limbah cair
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.
Lebih terperinciINTEGRASI PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI BENANG DAN TEKSTIL MELALUI PROSES ABR DAN FITOREMOVAL MENGGUNAKAN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes)
PRESENTASI THESIS : INTEGRASI PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI BENANG DAN TEKSTIL MELALUI PROSES ABR DAN FITOREMOVAL MENGGUNAKAN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) Oleh: DYAH SETYORINI 3307 201 002 JURUSAN
Lebih terperinciBab V Hasil dan Pembahasan
biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo dan pengambilan sampel air limbah dilakukan pada industri tahu.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini bertempat di Desa Hulawa, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo dan pengambilan sampel air limbah dilakukan pada industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua makhluk hidup. Maka, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh
Lebih terperinciUji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi
Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi Edwin Patriasani 1, Nieke Karnaningroem 2 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) 1 ed_win1108@yahoo.com,
Lebih terperinciIII.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug.
39 III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Makna, Ciledug yang terletak di Jalan Ciledug Raya no. 4 A, Tangerang. Instalasi Pengolahan Air
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di tengah era globalisasi ini industri pangan mulai berkembang dengan pesat. Perkembangan industri pangan tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya laju pertumbuhan
Lebih terperinciBAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK
BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK 286 12.1 PENDAHULUAN 12.1.1 Permasalahan Masalah pencemaran lingkungan di kota besar misalnya di Jakarta, telah
Lebih terperinciJURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012
Oleh : Rr. Adistya Chrisafitri 3308100038 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
34 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Analisa Kualitas Air Seperti yang di jelaskan di bab bab sebelumnya bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besaran penuruan kadar yang terkandung
Lebih terperinciPENENTUAN KUALITAS AIR
PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis
Lebih terperinciBAB 1 KIMIA PERAIRAN
Kimia Perairan 1 BAB 1 KIMIA PERAIRAN Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di perairan A. Definisi dan Komponen Penyusun Air Air merupakan senyawa kimia yang sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA Tambak udang vannamei masyarakat Desa Poncosari, Srandakan, Bantul merupakan tambak udang milik masyarakat yang berasaskan koperasi dari kelompok tambak yang ada
Lebih terperinciUJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI
UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI Edwin Patriasani dan Nieke Karnaningroem Jurusan Teknik Lingungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Pada umumnya,
Lebih terperincidilakukan di laboratorium rancang bangun dan laboratorium kulitas lingkungan
42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dapat disebut dengan penelitian ilmiah apabila memiliki metode penelitian yang sistematis. Metode penelitian yang digunakana dalam penelitian ini adalah
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Proses ini yang memungkinkan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di empat lokasi digester biogas skala rumah tangga yang aktif beroperasi di Provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Eceng Gondok Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) adalah tumbuhan air yang hidup di perairan tawar yang menyerap nutrien untuk pertumbuhannya. Penyerapan nutrien dalam jumlah
Lebih terperinciPETUNJUK TEKNIS TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM
PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang lingkup Tata cara ini memuat pengertian dan ketentuan umum dan teknis dan cara
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistematika Pembahasan Sistematika analisa dan pembahasan pada penelitian ini secara garis besar terdiri dari karakteristik air limbah, pola penyisihan pencemar organik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi sektor industri terhadap
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL Berdasarkan hasil pengamatan sarana pengolahan limbah cair pada 19 rumah sakit di Kota Denpasar bahwa terdapat
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Water Treatment Plant (WTP) sungai Cihideung milik Institut Pertanian Bogor (IPB) kabupaten Bogor, Jawa Barat.Analisa laboratorium
Lebih terperinciKombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi
Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan membuat unit pengolahan limbah lahan basah buatan dengan lebar 3 meter dan panjang 1,5 meter. Unit pengolahan limbah dengan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini yaitu di industri tahu yang ada di Kecamatan Kota
28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi dalam penelitian ini yaitu di industri tahu yang ada di Kecamatan Kota Timur Kota Gorontalo yaitu industri tahu di Kelurahan Heledulaa (Pabrik
Lebih terperinciA. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas bahan uji dan bahan kimia. Bahan uji yang digunakan adalah air limbah industri tepung agar-agar. Bahan kimia yang
Lebih terperinciIII. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan 2. Alat
III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Limbah cair usaha kegiatan peternakan dari MT Farm Ciampea b. Air Danau LSI IPB. c.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air adalah materi esensial di dalam kehidupan. Tidak ada satupun makhluk hidup di dunia ini yang tidak membutuhkan air. Sel hidup seperti tumbuh-tumbuhan atau hewan,
Lebih terperinciBuku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,
Lebih terperinciREMOVAL CEMARAN BOD, COD, PHOSPHAT (PO 4 ) DAN DETERGEN MENGGUNAKAN TANAMAN MELATI AIR SEBAGAI METODE CONSTRUCTED WETLAND DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH
REMOVAL CEMARAN BOD, COD, PHOSPHAT (PO 4 ) DAN DETERGEN MENGGUNAKAN TANAMAN MELATI AIR SEBAGAI METODE CONSTRUCTED WETLAND DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH I Wayan Sri Sukmawati**) dan Pungut Asmoro*) Abstrak
Lebih terperinciAnalisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS)
Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS) Padatan (solid) merupakan segala sesuatu bahan selain air itu sendiri. Zat padat dalam air ditemui 2 kelompok zat yaitu zat terlarut seperti garam dan molekul
Lebih terperinciPENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKAN TANAMAN Alisma plantago DALAM SISTEM LAHAN BASAH BUATAN ALIRAN BAWAH PERMUKAAN (SSF-WETLAND)
PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKAN TANAMAN Alisma plantago DALAM SISTEM LAHAN BASAH BUATAN ALIRAN BAWAH PERMUKAAN (SSF-WETLAND) Amalia Masturah 1) Lita Darmayanti 2) Yohanna Lilis H 2) 1) Mahasiswa
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini diperlukan alur penelitian, berikut merupakan diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1. STUDI LITERATUR
Lebih terperinciKARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK
KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kandungan nilai gizi yang cukup tinggi. Bahan baku pembuatan tahu adalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahu merupakan salah satu makanan tradisional yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia. Pada tahun 2010 usaha tahu di Indonesia mencapai angka 84.000 unit usaha. Unit
Lebih terperinciKARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK
KARAKTERISTIK LIMBAH KARAKTERISTIK LIMBAH Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban dan konsistensinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal
Lebih terperinciAnalisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) COD atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan.
25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Kerja Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Biomassa dari bulan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk
Lebih terperinciDosen Magister Ilmu Lingkungan dan Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UNDIP Semarang
12-114 PENGOLAHAN EFFLUENT DARI IPAL INDUSTRI FARMASI DENGAN SISTEM LAHAN BASAH BUATAN ALIRAN BAWAH PERMUKAAN (STUDI KASUS : PT PHAPROS TBK, SEMARANG) Mega Anggraeni 1 Henna Rya Sunoko 2, Hadiyanto 3 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencuci, air untuk pengairan pertanian, air untuk kolam perikanan, air untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi ini. Sesuai dengan kegunaannya, air dipakai sebagai air minum, air untuk mandi dan mencuci, air untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui
Lebih terperinciPENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I)
PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I) Dian Paramita 1 dan Nieke Karnaningroem 2 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik
Lebih terperinciOPTIMASI EFISIENSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DARI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN DAN PABRIK TAHU DENGAN REAKTOR ANAEROBIK BERSEKAT
No. Urut : 12187/1007/P/2007 OPTIMASI EFISIENSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DARI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN DAN PABRIK TAHU DENGAN REAKTOR ANAEROBIK BERSEKAT TUGAS AKHIR Karya Tulis sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Lebih terperinciNur Rahmah Fithriyah
Nur Rahmah Fithriyah 3307 100 074 Mengandung Limbah tahu penyebab pencemaran Bahan Organik Tinggi elon Kangkung cabai Pupuk Cair Untuk mengidentifikasi besar kandungan unsur hara N, P, K dan ph yang terdapat
Lebih terperinciPengolahan Air Limbah Domestik dengan Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan (Subsurface Flow Constructed Wetlands)
Pengolahan Air Limbah Domestik dengan Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan (Subsurface Flow Constructed Wetlands) Lita Darmayanti, Manyuk Fauzi, Bagus Hajri Program Studi Teknik Sipil S1, Fakultas
Lebih terperinciBAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. rata-rata nilai BOD dapat dilihat pada Gambar 5.1. Gambar 5.1. Nilai BOD dari tahun 2007 sampai 2014.
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisa Parameter Kualitas Air Limbah BOD 5.1.1. Parameter BOD Analisa terhadap nilai BOD pada instalasi pengolahan air limbah pada tahun 2007-2014 dilakukan dengan menganalisa
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Kuantitas Air Limbah Untuk kuantitas dapat dilakukan dengan menghitung debit limbah cair dan beban pencemaran. Untuk analisa kualitas dengan cara menghitung efesiensi
Lebih terperinciSeminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010
PARAMETER BIOLOGIS BADAN AIR SUNGAI NGRINGO SEBAGAI DAMPAK INDUSTRI TEKSTIL Nanik Dwi Nurhayati Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Email: nanikdn@uns.ac.id ABSTRAK Berbagai bakteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air adalah semua air yang terdapat di alam atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat
Lebih terperinciBAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5.
BAB 3 ALAT DAN BAHAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat- alat 1. Gelas ukur 25mL Pyrex 2. Gelas ukur 100mL Pyrex 3. Pipet volume 10mL Pyrex 4. Pipet volume 5mL Pyrex 5. Buret 25mL Pyrex 6. Erlenmeyer 250mL
Lebih terperinciEFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN
EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN Rizal 1), Encik Weliyadi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya
Lebih terperinciGambar 3.1 Desain Penelitian Sumber : Dokumen Pribadi
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif, yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui variabel yang
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Water Treatment Plan (WTP) sungai Cihideung milik Institut Pertanian Bogor (IPB) kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selain memproduksi tahu juga dapat menimbulkan limbah cair. Seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pembuatan tahu dalam setiap tahapan prosesnya menggunakan air dengan jumlah yang relatif banyak. Artinya proses akhir dari pembuatan tahu selain memproduksi
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI CaCo3 DAN KARBON AKTIF TERHADAP KUALITAS AIR DI DESA NELAYAN I KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA
Vol 3 Nomor 1 Januari-Juni 2015 Jurnal Fropil PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI CaCo3 DAN KARBON AKTIF TERHADAP KUALITAS AIR DI DESA NELAYAN I KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA Endang Setyawati Hisyam
Lebih terperinciPERENCANAAN SUBSURFACE FLOW CONSTRUCTED WETLAND PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI AIR KEMASAN (STUDI KASUS : INDUSTRI AIR KEMASAN XYZ)
PERENCANAAN SUBSURFACE FLOW CONSTRUCTED WETLAND PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI AIR KEMASAN (STUDI KASUS : INDUSTRI AIR KEMASAN XYZ) Oleh : Zulisnaini Sokhifah 3306 100 105 Dosen Pembimbing : Dr. Ir.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah zat atau bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat tertentu tidak dikehendaki
Lebih terperincipenambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL
63 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan menggunakan Fluidized Bed Reaktor secara aerobik dengan media styrofoam ini dimulai dengan melakukan strarter bakteri yaitu dengan penambahan
Lebih terperinciPENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE
PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE Deddy Kurniawan W, Fahmi Arifan, Tri Yuni Kusharharyati Jurusan Teknik Kimia PSD III Teknik, UNDIP Semarang
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Sebelum dibuang ke lingkungan, keberadaan suatu limbah membutuhkan pengolahan dan pengendalian agar tidak terjadi pencemaran lingkungan yang tidak terkendali. Sehingga, setiap
Lebih terperinciPENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)
PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) Diperoleh penurunan kadar COD optimum pada variasi tumbuhan Tapak Kuda + Kompos 1 g/l. Nilai COD lebih cepat diuraikan dengan melibatkan sistem tumbuhan
Lebih terperinci