AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 02 Mei 2011, ISSN PENGARUH PEMBERIAN KITOSAN TERHADAP KUALITAS SEL DARAH ITIK PETELUR

PEMBERIAN KEONG MAS (Pomacea sp) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN ITIK BALI DAN ITIK TEGAL. Oleh: La Ode Nafiu dan Muhammad Amrullah Pagala 1)

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat

Kususiyah, Urip Santoso, dan Rian Etrias

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

Yosi Fenita, Irma Badarina, Basyarudin Zain, dan Teguh Rafian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG KETELA RAMBAT (Ipomea Batatas L) SEBAGAI SUMBER ENERGI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM PEDAGING FASE FINISHER

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

KANDUNGAN LEMAK KASAR, BETN, KALSIUM DAN PHOSPOR FESES AYAM YANG DIFERMENTASI BAKTERI Lactobacillus sp

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN YANG DISUPLEMENTASI EKSTRAK KULIT MANGGIS DALAM RANSUM

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

MATERI DAN METODE. Materi

RINGKASAN. : Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc. : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS.

EFEK PENAMBAHAN TEPUNG KULIT NANAS (Ananas comosus (L) Merr.) DALAM PAKAN TERHADAP JUMLAH TELUR DAN KUALITAS TELUR ITIK

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT menciptakan alam semesta dengan sebaik-baik ciptaan. Langit

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707

MATERI DAN METODE. Materi

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Produksi Ternak Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau pada bulan

ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER. Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

BAB I PENDAHULUAN. Ayam broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang gemar

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

Respon Broiler terhadap Pemberian Ransum yang Mengandung Lumpur Sawit Fermentasi pada Berbagai Lama Penyimpanan

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

PEMANFAATAN JAMU AYAM SEBAGAI FEED SUPLEMENT TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI AYAM BURAS DI DESA GARESSI, KECAMATAN TANETE RILAU, KABUPATEN BARRU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber penyedia daging dan telur telah dipopulerkan di Indonesia dan juga

EVALUASI PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA ITIK PEDAGING YANG DIBERI LEVEL AMPAS TAHU YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke 21 perkembangan masyarakat di dunia menunjukkan adanya perubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

Transkripsi:

199 EFEK SUPLEMENTASI KITOSAN TERHADAP PERFORMANS ITIK PETELUR Oleh: Muhammad Amrullah Pagala 1) ABSTRACT An experiment was conducted to study the effect of Chitosan as substitution on the performance of duck. As a threatment in this study was carried out four level of chitosan supplemented i.e 0%, 0,5%, 1,0% and 1,5%. with six repeated The study was carried out experiment by using 24 female ducklings. Statistical analysis were carried out according to completely random design procedures. The study showed that supplemented level of chitosan until 1,5% was positive effect to decrease of the weight gain, and result feed conversion steel good. Key words : Chitosan, feed comsumption, weight gain, feed conversion. PENDAHULUAN Itik adalah jenis unggas yang memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan khususnya sebagai salah satu sumber penyediaan daging dan saat ini ternak itik mulai dipopulerkan di beberapa negara lain di Asia untuk menjadi ternak komplementer bagi ternak ayam, pemeliharaannya cukup mudah dibandingkan pemeliharaan ayam ras atau ayam kampung. Dewasa ini preferensi masyarakat di tanah air terhadap daging dan telur itik lebih tinggi dibandingkan dengan ayam, namun demikian terdapat beberapa kendala utama yang menjadi faktor pembatas dalam pengembangan ternak ini yakni diperhadapkan dengan masih tingginya biaya pakan sehingga saat ini penyediaan bahan baku pakan lokal menjadi demikian penting dan sifatnya mendesak, terutama bila dikaitkan dengan harga pakan unggas yang terus mengalami kenaikan dari waktu ke waktu. Hal ini mudah dimaklumi karena bahan baku dalam pakan umumnya adalah impor, sehingga sudah saatnya sekarang melakukan upaya alternatif berupa penyediaan bahan baku lokal. Salah satu bahan baku lokal yang banyak terdapat di Indonesia adalah limbah cangkang udang yang diketahui mengandung kitosan. Limbah cangkang udang mudah sekali membusuk dan sukar terdegradasi dengan sendirinya sehingga dapat menjadi bahan pencemaran lingkungan. Selain itu penggunaan ruangan dari limbah cangkang cukup besar. Oleh karenanya perlu diupayakan pemanfaatannya. Cangkang udang basah mempunyai kadar air 60-65% dan apabila dikeringkan maka cangkang udang kering mengandung 50% protein kasar, 11% kalsium 1,95% fosfor kandungan kapur yang cukup tinggi memungkinkan bahan ini lebih cocok untuk bahan pakan ternak yang membutuhkan kalsium tinggi seperti unggas petelur. Penelitian Rahardjo (1985) dalam Sinurat (2001) menunjukkan bahwa pemberian tepung kepala udang hingga 30% dalam ransum itik petelur menghasilkan produksi telur dan efisiensi pakan lebih baik, disamping itu adanya pigmen astaxanthin dalam kulit udang menjadikan warna kuning telur lebih baik(kuning kemerahan). Namun demikian penggunaan limbah cangkang udang dalam ransum perlu dibatasi penggunaannya karena limbah cangkang udang memiliki serat kasar yang cukup tinggi, sehingga perlu dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu.. Limbah kulit udang ini setelah di ekstraksi akan dihasilkan senyawa kitin dan kitosan. Kemungkinan adanya faktor pembatas seperti zat anti nutrisi dalam bahan baku lokal perlu 1 ) Staf Pengajar Pada Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari. 1999

200 dipertimbangkan dalam pemanfaatannya terutama perlu tidaknya bahan tersebut diolah sebelum dapat digunakan sebagai pakan (Mathius dan Sinurat, 2001). Dengan pendekatan dan pemanfaatan teknologi yang tepat, potensi limbah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi senyawa polisakarida (polysaccharidae), dimana di dalamnya termasuk kitin [(C 8 H 13 NO 5 )n], kitosan [(C 6 H 11 NO4)n] dan glukosamin (C 8 H 13 NO 5 ). Gambar 1. Kitosan yang diekstrak dari kulit udang Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan konstituen organik yang sangat penting pada hewan golongan orthopoda, annelida, mollusca, coelanterata dan nematoda. Kitin biasanya berkonyugasi dengan protein dan tidak hanya terdapat pada kulit dan kerangkanya saja, tetapi juga terdapat pada trachea, insang, dinding usus, dan pada bagian dalam kulit pada cumi-cumi (Sepherd et al., 1997). Sejumlah kitin disintesis dari kopepoda laut (Austin et al., 1981 dalam ChonKyun Rha, 1984). Diperkirakan produksi dunia per tahunnya akan kitin mencapai 150.000 ton. Lebih lanjut dikatakan bahwa penggunaan kitin maupun kitin sangat penting dalam bidang biomedikal dan bioteknologi (ChoKyun Rha, 1984). Kitin adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin dan dapat larut dalam asam. Kitin mempunyai sifat mudah terurai dan tidak mempunyai sifat beracun, sehingga sangat ramah terhadap lingkungan. Umumnya kitin diisolasi melalui rangkaian proses produksi. Pertama, demineralisasi atau proses penghilangan mineral menggunakan asam. Kedua, deproteinasi atau proses penghilangan protein menggunakan basa. Struktur kimia dari kitin sebagai berikut: Kitosan mengandung Nitrogen 6,98% jauh lebih tinggi dibanding polimer sintetik yang hanya 1,25% sehingga sangat menarik untuk dipakai sebagai agen pengkelat, selain itu kitosan merupakan bahan alam yang lebih bersifat biocompatible dan biodegradable sehingga banyak diaplikasikan dalam bidang pertanian dan lingkungan, biomedis serta pangan. Dalam bidang biomedis sebagai senyawa anti tumor dan antikolesterol (Toharizman,2007). Cangkang atau karapas udang merupakan limbah yang dapat mencemari lingkungan jika tidak dimanfaatkan atau diolah. Pengolahan cangkang udang yang dapat member nilai tambah yakni dengan mengolahnya menjadi serbuk yang kemudian diolah lebih lanjut menjadi kitin dan kitosan

201 yang merupakan bahan industri bernilai ekonomi tinggi yang dapat digunakan untuk keperluan kosmetik,industri pangan, pertanian dan lingkungan. Kitosan dapat digunakan juga sebagai makanan kesehatan antara lain untuk menurunkan kadar kolesterol dengan cara mengikat lemak makanan yang masuk ke dalam tubuh (Aninomous, 2007) Telah dilakukan pula penelitian yang mengungkapkan bahwa serat kitosan dapat menghambat penyerapan lemak baik secara in vitro maupun in vivo baik pada hewan percobaan seperti tikus maupun pada tubuh manusia. Penelitian oleh suatu tim di Laboratorium Biokimia IPB (2002) menunjukkan bahwa secara in vitro (dalam tabung) molekul kitosan dapat mengikat molekul kolesterol sampai 18,6%. Uji yang dilakukan pada tikus percobaan menunjukkan bahwa penambahan kitosan 5% pada pakan selama 20 minggu dapat mengurangi level kolesterol darah hingga 65%. Pada penelitian selanjutnya disimpulkan bahwa pada kondisi normal kitosan mampu menyerap 4-5 kali lemak dibandingkan serat lain. Dalam suatu pengujian uji klinik dilaporkan bahwa kadar kolesterol berkurang hingga 32% setelah menggunakan kitosan selama lima minggu (Han et al., 1999; Nadrazky, 2006). Mekanisme pengikatan lemak oleh kitosan belum dimengerti secara utuh dan menyeluruh. Sejumlah pengamatan penelitian mendukung terjadinya dua mekanisme dasar pengikatan. Pertama, melibatkan tarik menarik dua muatan yang berlawanan, layaknya tarikan kutub magnet. Jadi, kitosan yang mempunyai gugus bermuatan positif akan menarik muatan negatif dari asam lemak dan membentuk ikatan yang tak bisa dicerna. Kedua, penetralan muatan. Dalam model ini kitosan menyelubungi sisi aktif lemak dan melindunginya dari serangan dan penguraian enzim-enzim lipida (Rismana, 2003). Berdasarkan hal tersebut di atas, dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui respons itik petelur dalam memanfaatkan ransum yang telah ditambahkan ekstrak limbah cangkang udang berupa kitosan pada level yang berbeda terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi ransum. METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Nopember 2009 di Kecamatan Pondidaha Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) (Steel and Torrie,1991), sebagai perlakuan digunakan 4 macam ransum yang telah disuplementasi kitosan dimana setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali, sehingga banyaknya unit percobaan adalah 4 x 6 = 24 unit percobaan. Ransum basal yang digunakan adalah ransum komersial dengan merk RK-24 -AA produksi PT Charoen Pokphand Indonesia. Kitosan diperoleh dengan cara diekstrak dari cangkang/kulit udang. Hasil analisis ransum basal yang dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas MIPA Universitas Haluoleo Kendari dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi formulasi bahan baku ransum Bahan baku Komposisi R1 R2 R3 R4 Dedak halus(%) 21,95 21,95 21,95 21,95 Jagung (%) 43,91 43,91 43,91 43,91 Konsentrat (%) 34,14 34,14 34,14 34,14 Kitosan (%) 0 0,05 0,10 0,15

202 Tabel 2. Kandungan nutrisi bahan baku ransum ternak itik * Nutrisi ransum Kadar (%) Protein 14,85 Lemak 4,49 Serat kasar 14,49 Kadar air 8,57 Kadar abu 19,80 Keterangan: *) Hasil analisis proksimat Lab. Fakultas Perikanan dan Kelautan Unhalu Ransum perlakuan dibuat dengan cara menambahkan ransum basal dengan tepung kitosan dalam berbagai level. Ransum perlakuan tersebut adalah sebagai berikut: R1 = ransum basal + 0% kitosan; R2 = ransum basal + 0,5% kitosan; R3 = ransum basal + 1,0% kitosan; R4 = ransum basal + 1,5% kitosan. Data yang diperoleh diolah dengan analisis ragam (anova). Bila terdapat pengaruh perlakuan dilakukan uji lanjut menggunakan uji Beda Nyata terkecil (Steel and Torrie, 1991) penelitian ini dilakukan dengan mengukur beberapa variabel seperti: (1) Pertambahan bobot badan, (2) Konsumsi ransum dan (3) Konversi ransum. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan ternak itik yang diberi ransum dengan penambahan suplementasi kitosan pada level yang berbeda disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Pertambahan bobot badan (g ekor 1 mg -1 ) ternak itik yang diberi suplementasi kitosan dalam ransum PBB Perlakuan R1 R2 R3 R4 Rataan 25 18 16,5 15 Keterangan : R1 : Ransum Kontrol; R2 : Ransum + 0,5% Kitosan; R3 : Ransum + 1% Kitosan; R4 : Ransum + 1,5% Kitosan Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa rataan pertambahan bobot badan itik dengan suplementasi kitosan dalam ransum berkisar 15 25 g ekor -1 mg -1. Rataan PBB pada itik yang disuplementasi kitosan cenderung menurun dibandingkan dengan kontrol dengan penurunan bobot badan yang semakin rendah seiring dengan meningkatnya level kitosan dalam ransum. Hal ini disebabkan serat kitosan yang menghambat penyerapan lemak oleh tubuh ternak, dengan kata lain kitosan dapat mengikat dan menyerap lemak dengan efisien sehingga berdampak pada berkurangnya PBB ternak itik. Hal ini ditegaskan oleh penelitian di Laboratorium IPB, pada kondisi normal kitosan mampu menyerap 4 5 kali lemak dibandingkan dengan serat lain (Nadrazky, 2006). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa suplementasi kitosan dalam ransum memberikan pengaruh yang sangat nyata (P>0,01) terhadap pertambahan bobot badan itik. Hasil Uji lanjut dengan metode Beda Nyata terkecil (BNT) menunjukkan perbedaan yang nyata antara kontrol (tanpa pemberian kitosan) terhadap semua level pemberian kitosan baik R2, R3 maupun R4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Pakan Tabel 4. Rataan konsumsi (g ekor -1 mg -1 ) ternak itik yang diberi suplementasi kitosan dalam ransum Konsumsi Perlakuan pakan R1 R2 R3 R4 Rataan 705,75 701,18 704,53 704,32 Keterangan : R1 : Ransum kontrol; R2 : Ransum + 0,5% Kitosan; R3 : Ransum + 1% Kitosan; R4 : Ransum + 1,5% kitosan Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa rataan konsumsi pakan itik yang disuplementasi kitosan setiap minggunya berkisar antara 701, 18 705,75 g/ekor/mg. Rataan Konsumsi relatif lebih tinggi pada R1 (Kontrol) sedangkan pada perlakuan dengan penambahan level kitosan cenderung lebih rendah, Namun secara keseluruhan pengaruh penambahan kitosan dalam ransum tidak terlalu mempengaruhi konsumsi ransum itik.

203 Berdasarkan hasil analisis ragam suplementasi kitosan dalam ransum tidak memberikan pengaruh yang nyata (P< 0,05) terhadap konsumsi pakan itik. Pengaruh Perlakuan Terhadap Konversi Pakan Tabel 5. Konversi ransum ternak itik yang diberi suplementasi kitosan dalam ransum Konversi Pakan Perlakuan R1 R2 R3 R4 Konsumsi (g ekor -1 mg -1 ) 705,75 701,18 704,53 704,32 Bobot badan (g ekor -1 mg -1 ) 25,00 18,00 16,50 15,00 Konversi ransum 0,035 0,026 0,023 0,021 Keterangan : R1 : Ransum kontrol; R2 : Ransum + 0,5% Kitosan; R3 : Ransum + 1% Kitosan; R4 : Ransum + 1,5% Kitosan Data Tabel 5 menunjukkan nilai konversi pakan itik berkisar 0,021-0,035 hal ini memberi indikasi bahwa konversi ransum itik yang digunakan selama penelitian cukup efisien karena nilai konversi ransum yang cukup kecil dibawah nilai 1, Hasil ini juga menunjukkan bahwa untuk memperoleh bobot badan 1 kg pada itik dibutuhkan 0,021 kg ransum. Hasil analisis ragam memperlihatkan rataan konversi ransum pada setiap perlakuan tidak berpengaruh nyata. KESIMPULAN Berdasarkan data hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa supplementasi berbagai level kitosan dalam ransum itik memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan pertambahan bobot badan itik. Hal ini disebabkan karena kemampuan kitosan dalam penyerapan lemak tubuh, sehingga memberikan pengaruh signifikan dalam produksi telur. Supplementasi kitosan dalam ransum itik hingga 1,5% masih menghasilkan konversi ransum itik yang cukup baik. DAFTAR PUSTAKA Aninomous, 2007. Kitin dan Kitosan. Jurusan teknologi Pangan dan Gizi. IPB Bogor. Chon Kyun Rha. 1984. Chitosan as biomedical. Di dalam : Biotechnology in the Marine Sciences. Proceedings of First Annual MIT Sea Grant Lecture and Seminar. Colwell, R.R., Sinskey, A.J., Pariser, E.R. (Eds.). John Wiley & Sons, Inc. Canada. Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. CV ARMICO Bandung. Han LK, Kimura Y Okuda H. Reduction in fat storage during chitin-chitosan treatment in mice fed a high-fat diet. Int J Obes Relat Metab Disord. 1999;23:174-179. Joseph, G, Uhi TH., Rukmiasih., Wahyuni, I., Randa, SY., Hafid, H., Parakkasi, A. 2002. Status Kolesterol itik Mandalung dengan Pemberian Serat Kasar dan Vitamin E. Seminar Nasional Tknologi Peternakan dan Veteriner. Ciawi, Bogor. Mooners. 2007. All about chitosan. www.silvercolloidal.net Nadrazky, B. 2006. Chitosan research. http://www.nadraszky.com/cgi-bin/mt/mttb.cgi/940. (15 Desember 2010). North MO. 1978. Coercial Chicken Production Manual Second Adition. AVI Publishing Company IUC West Port Conneticcut. Nur, I. 2006. Manfaat kitin dari cangkang rajungan (Portunus pelagicus) untuk pengendalian infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan mas (Cyprinus carpio). Laporan Penelitian Dosen Muda. Universitas Haluoleo.

204 Ranto dan Sitanggang, M. 2005. Panduan Lengkap Beternak Itik. Agromedia Pustaka. Jakarta. Rismana, E. 2003. Serat Kitosan Mengikat Lemak. http://www.kompas.com/kompascetak/0301/09/iptek/ (5 Desember 2010). Rochima, E. 2005. Aplikasi Kitin Terdeasetilasi Termostabil dari Bacillus papandayan K29-14 Asal Kawah Kamojang Jawa barat pada Pembuatan Kitosan. Tesis. Fateta IPB. Schlundt, D. Chitosan. The Health Phychology Home Page. Vanderbilt University. Sepherd, R., S. Reader. A. Faishaw. 1997. Chitosan Functional Properties.Glycoconjugate Journal. Sopiah, N., dan J.P. Susanto. 2002. Isolasi dan identifikasi bakteri proteolitik terhadap deproteinasi limbah cangkang rajungan pada proses pembuatan chitin. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. Vol.4, hal: 9-14. Sudibya, 1998. Manipulasi kadar kolesterol dan asam lemak omega3 telur ayam melalui penggunaan kepala udang dan ikan lemuru (Disertasi) IPB. Warsito dan Eni Siti Rohaeni. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisarana. Surabaya. Widayati dan Wida Lestari. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisarana. Surabaya. Wiryowidagdo S, Sitanggang M. 2002. Tanaman Obat Untung Penyakit Jantung, Darah Tinggi dan Kolesterol.