NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ADULT ATTACHMENT DENGAN MANAJEMEN KONFLIK DALAM PERNIKAHAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel Tergantung : Kecenderungan Perilaku Bullying

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. maka penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. numerik dan diolah dengan metode statistika serta dilakukan pada

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdahulu mengenai self-esteem dan kecenderungan kesepian

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB III METODE PENELITIAN

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.5 No.1 (2016)

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB III METODE PENELITIAN. Oleh karena itu, peneliti telah menetapkan tiga variable dalam penelitian.

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. berkaitan dengan variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KOMUNIKASI DENGAN KEPUASAN DALAM PERKAWINAN PADA ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian antara dua kelompok penelitian.adapun yang dibandingkan adalah

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi, 2009 : 96).

BAB III METODE PENELITIAN. (C). Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel (D). Metode. A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan rumah tangga merupakan salah satu tahap yang signifikan dalam

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel. Alat ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data angka (numerikal) yang

BAB III METODE PENELITIAN. numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika (Azwar, 1996). Dalam

BAB III METODE PENELITIAN. yang menekankan analisisnya pada data-data numerik dan diolah dengan metode


BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan. Yogyakarta angkatan 2015 yang berjenis kelamin laki-laki dan

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB III METODE PENELITIAN. interpretasi data dan kesimpulan berdasarkan angka-angka yang

Fitriana Rahayu Pratiwi, Dian Ratna Sawitri. Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang 50275

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. bersifat deskriptif. Hal ini disebabkan karena data-data yang diperolah dalam

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

KELEKATAN DAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL DI KOTA BANDA ACEH. Putri Soraiya, Maya Khairani, Risana Rachmatan, Kartika Sari, Arum Sulistyani

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian. 1. Variabel Dependen: Perilaku mengemudi agresif

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel gaya

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yaitu dukungan sosial teman sebaya sebagai variabel bebas (X) dan kebahagiaan

BAB III METODE PENELITIAN. Dilaksanakan pada 30 November sampai 15 Desember 2016.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB III METODE PENELITIAN. Data dari metode penelitian kuantitatif ini berupa angka-angka dan. analisisnya mengunakan statistik (Sugiyono,2010:7).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kuantitatif dan (b). Penelitian kualitatif (Azwar, 2007: 5). Dalam

INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental p-issn e-issn

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan komitmen yang dibentuk antara seorang pria dan

BAB III METODE PENELITIAN

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PERSONAL RESPONSIBILITY KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN PERKEBUNAN YOGYAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. suatu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain,

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tipe Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Pendekatan

BAB V HASIL PENELITIAN. Pengujian hipotesis menggunakan teknik analisis korelasi Product

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA MEMAAFKAN PASANGAN SUAMI ISTRI DENGAN KEPUASAN PERKAWINAN INTISARI

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN PERKAWINAN DAN KUALITAS PERKAWINAN PADA SUAMI ISTRI

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Penelitian ini terdiri atas tiga variabel, yaitu dua variabel bebas dan satu

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan yang signifikan antara kualitas

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. linieritas. Tahap berikutnya setelah melakukan uji asumsi yaitu uji

Transkripsi:

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ADULT ATTACHMENT DENGAN MANAJEMEN KONFLIK DALAM PERNIKAHAN Oleh: Ega Asnatasia Maharani Ully Gusniarti PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008 1

HUBUNGAN ANTARA ADULT ATTACHMENT DENGAN MANAJEMEN KONFLIK DALAM PERNIKAHAN Ega Asnatasia Maharani Uly Gusniarti INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara adult attachment dengan manajemen konflik dalam pernikahan. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara adult attachment dengan manajemen konflik dalam pernikahan. Semakin secure kelekatan antara suami-istri, maka semakin konstruktif pula kemampuan manajemen konflik yang dimiliki. Subjek dalam penelitian ini adalah laki-laki dan perempuan yang telah menikah, bekerja, berpendidikan minimal SMU atau sederajat, dan berkewarganegaraan Indonesia. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Manajemen Konflik yang mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Gottman dan Krokoff (1989). Skala Adult Attachment merupakan modifikasi dari Adult Attachmnet Scale yang mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Collin dan Read (1990). Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi program SPSS 12,0 for windows untuk menguji apakah terdapat hubungan antara adult attachment dengan manajemen konflik dalam pernikahan. Korelasi product moment dari Spearman menunjukan korelasi sebesar r = 0, 692 dengan p = 0, 000 yang artinya ada hubungan yang sangat signifikan antara adult attachment dengan manajemen konflik dalam pernikahan. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci: Adult Attachment, Manajemen Konflik 2

Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang diciptakan Allah SWT dengan memiliki naluri, akal pikiran, dan keinginan-keinginan. Perjalanan hidup manusia akan banyak diisi dengan melakukan relasi dan interaksi dengan orang lain dalam rangka pemenuhan kebutuhannya. Namun proses interaksi ini tidak akan selalu berjalan seiringan, sebab selalu ada perbedaan perspektif dan tujuan antar individu. Hal inilah yang kemudian berpotensi menimbulkan konflik. Konflik dapat dipandang sebagai dua hal : positif dan negatif, tergantung bagaimana cara penanganannya. Konflik menjadi sesuatu yang positif saat individu yang terkait dapat mempertemukan perbedaan-perbedaan, sehingga wawasan menjadi semakin luas. Simmel (Andayani, 2001) mengatakan bahwa konflik dapat berperan sebagain lem yang mempererat rasa kesatuan dalam hubungan antar manusia. Namun tidak dapat dibantah bahwa konflik dapat menjadi sesuatu yang negatif manakala tidak dihadapi secara konstruktif sehingga justru menimbulkan stres, krisis, permusuhan, kekerasan, perasaan terancam, manipulasi, dan kemarahan. Oleh sebab itu, banyak ahli kemudian memandang konflik sebagai penyakit dalam sistem hubungan manusia, bersifat merusak, serta menyebabkan perpecahan dan penyangkalan antara pihak yang terkait. Namun pendapat ini disangkal oleh Simmel dan Coser (Andayani, 2001) yang menyatakan bahwa efek negatif bukan disebabkan oleh konflik itu sendiri, melainkan hasil dari ketidakmampuan untuk melakukan pendekatan-pendekatan dalam rangka penyelesaian konflik. Dari sini dapat dilihat 3

bahwa hal yang jauh lebih esensial daripada permasalahan konflik adalah cara menangani konflik tersebut, yaitu dengan melakukan manajemen konflik yang tepat. Schmidt dan Gardner menyatakan manajemen konflik di sini dimaksudkan untuk menjelaskan proses menghadapi atau menyelesaikan konflik (Dwijanti, 2001). Model penyelesaian konflik menurut Gottman dan Krokoff (1989) terbagi ke dalam dua garis besar yaitu: 1. Manajemen konflik konstruktif yaitu positive problem solving yang terdiri dari kompromi dan negosiasi. Kompromi adalah suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sedangkan negosiasi adalah suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang. 2. Manajemen konflik destruktif yang meliputi conflict engagement (menyerang dan lepas control), withdrawal (menarik diri dari permasalahan dan dari orang lain yang terlibat), dan compliance (menyerah dan tidak membela diri). Salah satu jalur yang sangat rentan diwarnai oleh konflik adalah institusi pernikahan. Permasalahan yang muncul dalam kehidupan pernikahan merupakan hasil dari kompromi yang mau tidak mau harus dilakukan kedua belah pihak dalam berbagai urusan rumah tangga. Menurut Stinnett dan DeFrain (Olson dan Defrain, 2003) kemampuan menghadapi stres dan krisis merupakan salah satu aspek kekuatan rumah tangga. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa idealnya, setiap 4

permasalahan atau konflik yang timbul dalam perjalanan rumah tangga akan dapat diselesaikan dengan baik. Namun pada kenyataannya tidaklah sedemikian mudah. Banyak kasus-kasus yang terjadi akibat pasangan suami istri tidak mampu menghadapi permasalahan yang hadir dalam kehidupan mereka, antara lain kasuskasus perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kasus perceraian yang terjadi saat ini menunjukkan jumlah yang sangat besar dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 di Indonesia terjadi 4.485 perceraian, dan tahun 2005 meningkat menjadi 4.671 perceraian. Di Jakarta saja, angka perceraian yang terjadi pada tahun 2006 mengalami peningkatan dari bulan ke bulan. Pada bulan Januari, terdapat 359 kasus, Februari 394 kasus, dan Maret 412 kasus (Harian Ibu, 4 Juni 2006). Seperti telah disebutkan di atas, bahwa konflik dapat menjadi sesuatu yang positif sepanjang tidak melibatkan kekerasan fisik, verbal, dan psikis. Namun kenyataannya banyak konflik dalam rumah tangga yang berakhir dengan adanya kekerasan dan jumlahnya pun terus mengalami peningkatan. Fenomena ini dapat dilihat dari statistik atau data dari LBH APIK Jakarta, kekerasan domestik pada tahun 2004 mencapai 194 kasus, tahun 2005 meningkat hingga 473 kasus, dan hingga pertengahan 2006 telah tercatat 216 kasus (Harian Ibu, 4 Juni 2006) Penelitian yang dilakukan oleh Olson & Olson (Olson dan DeFrain,2003) dengan subjek sebanyak 10.280 pasangan membagi subjek kedalam dua kelompok: pasangan yang berbahagia dan tidak berbahagia. Kemudian pasangan-pasangan tersebut dibandingkan berdasarkan bagaimana sikap mereka dalam menghadapi 5

konflik. Hasilnya, 87% pasangan dari kelompok bahagia mengaku pasangannya memahami mereka saat menghadapi masalah, sementara hanya 19% pasangan dari kelompok tidak bahagia yang mengakui hal serupa. Kemudian, sebanyak 71% pasangan bahagia merasa memiliki kemampuan mengatasi konflik sementara hanya 11% dari pasangan tidak berbahagia yang juga memiliki kemampuan tersebut. Fenomena meningkatnya kasus-kasus KDRT dan perceraian di atas membuktikan bahwa banyak pasangan suami-istri tidak memiliki kemampuan manajemen konflik sehingga akhirnya membahayakan kehidupan pernikahan mereka. Sumber-sumber permasalahan dalam kehidupan rumah tangga yang seharusnya dapat diselesaikan dengan baik, gagal ditangani secara konstruktif sehingga akhirnya jusru menimbulkan kekerasan dan perceraian. Meningkatnya jumlah kasus-kasus tersebut juga membuktikan bahwa kehidupan pernikahan saat ini lebih rentan terhadap berbagai masalah namun tidak dibarengi dengan semakin meningkatnya kemampuan manajemen konflik pasangan suami-istri. Hal ini terjadi sebab mereka tidak mampu melakukan sikap-sikap dasar yang merujuk pada penyelesaian konflik secara konstruktif seperti memahami pikiran dan perasaan pasangan, mempertemukan perbedaan, serta menangani konflik secara serius. Kondisi tersebut kemudian menyebabkan pasangan suami-istri merasa permasalahan mereka tidak akan terselesaikan, memilih pergi untuk menghindari konflik, dan tetap tidak mampu mempertemukan perbedaan sebagai sumber konflik. Berbagai macam faktor inilah yang kemudian dapat berujung pada tindak kekerasan dalam rumah tangga maupun perceraian sebagai akibat tidak mampu menyelesaikan konflik pernikahan. 6

Kemampuan manajerial konflik dalam pernikahan sangat bergantung pada banyak faktor, salah satunya adalah adult attachment style atau pola kelekatan di masa dewasa, yang dalam hal ini terjadi antar pasangan suami-istri. Adult attachment menurut Hazan dan Shaver merupakan suatu bentuk ikatan emosional pada pasangan yang bertujuan untuk mendapatkan rasa aman (Pistole dan Arricale, 2003). Pola kelekatan ini terbagi ke dalam tiga kategori utama berdasarkan teori Hazan dan Shaver (1987) yaitu secure-autonomous, insecure-avoidant, dan insecureanxious. Gaya kelekatan secure diidentifikasikan sebagai orang yang nyaman dengan keintiman, ketergantungan, dan hubungan timbal balik dalam satu hubungan, dan memiliki kecemasan yang rendah akan kehilangan figur lekat. Individu secure juga memiliki keinginan untuk selalu berbagi pikiran dan perasaan pada pasangannya. Gaya kelekatan avoidant menggambarkan individu yang tidak memiliki kepercayaan terhadap pasangannya, dan merasa tidak nyaman dengan adanya keintiman dan ketergantungan. Mereka juga memiliki sisi emosional yang tidak stabil sehngga mudah naik-turun. Sementara gaya kelekatan anxious menggambarkan individu yang menginginkan adanya kedekatan dengan pasangannya, namun memiliki ketakutan akan penolakan dan ketakutan bahwa keinginan akan keintiman dalam dirinya melebihi yang orang lain dapat berikan. Sama dengan gaya kelekatan avoidant, individu anxious juga memiliki sisi emosional yang mudah naik-turun bahkan seringkali dibarengi oleh rasa cemburu yang berlebihan. Ketiga jenis kelekatan ini akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap kemampuan manajemen konflik individu. Karakteristik individu secure 7

yang mudah berbagi perasaan dan pikiran terhadap pasangannya serta memiliki kepercayaaan yang tinggi pada pasangannya mempermudah terciptanya manajemen konflik konstruktif, dimana keterbukaan pendapat dan komunikasi yang positif merupakan elemen penting dalam penyelesaian masalah. Sebaliknya, karakteristik individu dengan pola kelekatan insecure (avoidant dan anxious) yang memiliki ketakutan akan kedekatan dan kecemasan yang tinggi pada pasangannya, akan menyebabkan ia cenderung menyelesaikan konflik dengan cara-cara yang destruktif. Sisi emosional individu avoidant dan anxious yang tidak stabil juga dapat menyulitkan terciptanya manajemen konflik konstruktif. Secara teoritis, adult attachment mempengaruhi individu dalam hal ekspektasi (harapan), emosional, pertahanan diri, dan perilaku lain yang berhubungan dengan interaksi dengan figur lekat (Crowell dan Treboux, 1995), sehingga dapat disimpulkan bahwa pola kelekatan ini juga mempengaruhi emosi dan perilaku seseorang ketika berinteraksi dengan pasangannya termasuk ketika menghadapi konflik. Selain itu penelitian Corcoran dan Mallinckrodt menunjukkan individu secure lebih mengindikasikan tingginya level kepuasan dan kesuksesan dalam hubungan dengan pasangannya dibanding individu dengan gaya kelekatan tidak aman (Creasey dan Kershaw, 1999). Sehingga, apabila gaya kelekatan aman berhubungan dengan kesuksesan sebuah hubungan, maka orientasi kelekatan ini juga berpengaruh terhadap kemampuan manajemen konflik sebab kemampuan ini merupakan salah satu elemen penting dalam membangun sebuah rumah tangga. 8

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara adult attachment dengan manajemen konflik dalam pernikahan. Tinjauan Pustaka 1. Manajemen Konflik Menurut Schmidt dan Gardner manajemen konflik dimaksudkan untuk menjelaskan proses menghadapi atau menyelesaikan konflik (Dwijanti, 2000). Istilah manajemen konflik digunakan untuk menunjukkan pengaturan konflik-konflik mana yang dipandang berguna dan konflik mana yang perlu direduksi. Pendapat Deutch yang dikutip Pernt dan Ladd (Ridho, 2006) menyatakan bahwa manajemen konflik adalah proses untuk mendapatkan kesesuaian pada individu yang mengalami konflik. Dari uraian mengenai pengertian manajemen konflik tersebut, peneliti mengambil kesimpulan bahwa manajemen konflik adalah suatu upaya yang dilakukan individu untuk menghadapi pertentangan dan perselisihan yang terjadi antara dirinya dan orang lain. Aspek-Aspek Manajemen Konflik Gottman dan Krokoff (1989) yang menyebutkan bahwa secara garis besar terdapat dua aspek manajemen konflik yaitu: (1) Manajemen konflik konstruktif yaitu positive problem solving yang terdiri dari kompromi dan negosiasi. Positive problem solving dipandang sebagai suatu bentuk manajemen konflik yang konstruktif karena 9

individu berupaya mengkonfrontasikan konflik yang ada secara langsung, aktif, dan terbuka. Perasaan, pendapat, kebutuhan, dan tujuan yang berhubungan dengan konflik diekspresikan dengan jelas. Di samping itu individu yang terlibat juga berusaha memahami dan mempertimbangkan pendapat dan perasaan pasangannya dalam menyelesaikan konflik. (b) Manajemen konflik destruktif yang terdiri dari: withdrawal, conflict engagement, dan compliance. Withdrawal merupakan upaya yang dilakukan individu untuk menghindarkan diri dari sumber konflik maupun pihak lain yang terlibat di dalamnya. Conflict engagement merupakan cara penyelesaian konflik dimana pihak yang berkonflik memaksakan kehendaknya dengan perilaku menyerang dan lepas kontrol. Sedangkan compliance merupakan tindakan menyerah dan tidak membela diri. Ketiga pola penyelesaian konflik tersebut dianggap sebagai manajemen konflik destruktif karena konflik dihadapi dengan perilaku yang negatif. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Konflik Faktor-faktor yang mepengarhi manajemen konflik antara lain menurut Boardman dan Horowitz (Suyatno, 2005) yaitu kecenderungan agresivitas, kebutuhan untuk mengontrol dan menguasai, orientasi kooperatif atau kompetitif, kemampuan berempati, dan kemampuan untuk menemukan alternatif penyelesaian konflik. Selain itu, Gabrieldis (Kumolohadi dan Andrianto, 2002) menyatakan adanya pengaruh perbedaan kultural terhadap manajemen konflik. Orang pada budaya kolektivistik mempunyai kecenderungan untuk memilih strategi harmoni dari manajemen konflik. Sedangkan orang pada budaya individualistik memilih strategi yang lebih kompetitif. Faktor lain yang turut memengaruhi adalah atribut keluarga dan atribut 10

individual. Yang termasuk dalam atribut individual adalah gaya kelekatan dan symptomp depresi (Reese-Weber dan Marchand, 2001). Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa kelekatan atau attachment merupakan salah satu factor yang mempengaruhi manajemen konflik. 2. Adult Attachment Kelekatan menurut Papalia (Borualogo, 2004) pada dasarnya adalah suatu relasi yang aktif, penuh afeksi, resiprokal, dan berlangsung lama antara individu dengan figur lekatnya yang berinteraksi secara kontinu untuk memperkuat ikatan mereka. Pada usia sekolah dan masa remaja, figur lekat umumnya adalah teman sebaya, sedangkan pada orang dewasa kelekatan umumnya diarahkan pada pasangan perkawinannya. Inilah yang kemudian disebut adult attachment atau kelekatan di masa dewasa. Dari uraian tersebut peneliti mengambil kesimpulan bahwa gaya kelekatan di masa dewasa merupakan pola kepribadian yang menetap dan/ atau karakteristik kepribadian berupa ikatan emosional antara individu dengan figur lekatnya (pasangan hidupnya) untuk mendapatkan rasa aman. Gaya kelekatan di masa dewasa ini juga terbagi atas tiga kategori yaitu secure, insecure-avoidant, dan insecure-anxious (Hazan dan Shaver, 1987). Gaya kelekatan secure dideskripsikan pada adanya kedekatan kepercayaan, dan ketergantungan. Ada rasa percaya bahwa pasangannya akan ada saat dibutuhkan. Kelekatan insecureavoidant dideskripsikan sebagai gaya kelekatan yang ditandai kurangnya kepercayaan 11

dan kecenderungan untuk menjaga jarak emosional sebab ia merasa tidak nyaman dengan ketergantungan. Gaya kelekatan insecure-anxious dideskripsikan sebagai kelekatan yang ditandai kurangnya kepercayaan bahwa pasangannya ada saat ia membutuhkan dukungan, ketidakpuasan pada jarak emosional dengan pasangannya, dan kecemasan bahwa pasangannya tidak akan mencintainya sebesar ia mencintai pasangannya Aspek-Aspek Adult Attachment Aspek dari ketiga pola kelekatan tersebut adalah kedekatan (closeness), ketergantungan (dependency), dan kecemasan (anxiety). Individu secure memiliki tingkat kedekatan dan ketergantungan yang tinggi, namun memiliki tingkat kecemasan rendah. Sebaliknya, individu avoidant memiliki tingkat kedekatan dan ketergantungan rendah, dan kecemasan yang rendah pula sementara individu anxious memiliki kedekatan dan ketergantungan yang rendah, namun tinggi pada aspek kecemasan. Hipotesis Ada hubungan positif antara pola kelekatan (adult attachment) dengan manajemen konflik dalam pernikahan. Semakin secure kelekatan yang dimiliki, maka semakin konstruktif kecenderungan manajemen konflik yang digunakan. 12

Metodologi Penelitian Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel tergantung : Manajemen konflik 2. Variabel bebas : Adult attachment Subjek dalam penelitian ini adalah pria atau wanita yang telah menikah, berkewarganegaraan Indonesia, berkerja, dan berpendidikan minimal SMU atau sederajat berjumlah 70 orang. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis product moment dari Spearman dengan bantuan omputer program SPSS 12.0 for Windows. Metode pengumpulan dta pada penelitian ini mengguakan dua skala, yaitu: 1. Skala Manajemen konflik Skala ini bertujuan untuk mengungkap seberapa sering subjek menggunakan tiap-tiap cara pengelolaan konflik. Skala ini disusun oleh peneliti dengan menggunakan dua kemungkinan pendekatan oleh Gottman dan Krokoff (1989) yaitu manajemen konflik konstruktif (positive problem solving) dan manajemen konflik destruktif (withdrawal, conflict engagement, dan compliance). Skala terdiri dari dua jenis aitem, yaitu item favorable yang menunjukkan kemampuan subjek mengelola konflik secara konstruktif dan item unfavorable yang menunjukkan kemampuan subjek dalam mengelola konflik secara destruktif. Cara penskoran skala pada aitem favorable adalah 4 jika SL, 3 jika SR, 2 jika KK, dan 1 jika TP. Sebaliknya untuk unfavorable adalah 4 jika TP, 3 jika KK, 2 jika SR, dan 1 jika SL. Semakin tinggi skor yang diberikan pada maka semakin konsruktif 13

manajemen konfliknya. Sebaliknya semakin rendah skor yang dimiliki subjek maka semakin destruktif kemampuan manajemen konfliknya. Hasil analisis aitem skala ini menunjukkan bahwa dari 40 aitem yang diuj cobakan, 30 aitem valid dan 10 aitem gugur. Koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0,309-0,844 dengan koefisien reliabilitas Cronbach s Alpha sebesar 0,850. 2. Skala Adult Attachment Skala ini bertujuan untuk mengungkap gaya kelekatan subjek penelitian. Skala ini merupakan adaptasi dan pengembangan dari Adult Attachment Scale (Collins dan Read, 1990) yaitu:(1) nyaman dengan kedekatan dan keintiman (2) nyaman dengan ketergantungan (3) ketakutan akan penolakan. Skala ini disusun berdasarkan kategorisasi adult attachment dari Hazan dan Shaver (1987) yaitu pola kelekatan secure-autonomous, dan pola kelekatan insecure (anxious dan avoidant). Skala ini hanya teriri dari dua jenis item, yaitu item favorable yang disusun berdasarkan ciri-ciri pola kelekatan secure, dan item unfavorable yang disusun berdasarkan ciri-ciri pola kelekatan insecure. Masing-masing item memberikan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Cara penskoran skala pada item favorable adalah 4 jika SS, 3 jika S, 2 jika TS, dan 1 jika STS. Sebaliknya untuk unfavorable adalah 4 jika STS, 3 jika TS, 2 jika S, dan 1 jika SS. Semakin tinggi skor yang diberikan subjek maka semakin secure pola kelekatan yang dimilikinya. Sebaliknya semakin rendah skor yang diberikan subjek maka semakin insecure kelekatan yang dimilikinya. jumlah item yang digunakan adalah 30 butir. 14

Hasil analisis aitem skala ini menunjukkan bahwa dari 30 aitem yang diuj cobakan, 20 aitem valid dan 10 aitem gugur. Koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0,328-0,723 dengan koefisien reliabilitas Cronbach s Alpha sebesar 0,830. 1. Deskripsi SubjekPenelitian Hasil Penelitian Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 70 orang yang merupakan karyawan BKBKCS dan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lampung Tengah. Deskripsi subjek penelitian dapat dilihat pada table berikut: Jumlah karyawan Dishutbun sebagai subjek penelitian No Lokasi Pengambilan Laki-laki Perempuan Jumlah data 1 Dishutbun 32 31 63 2 BBKCS 4 3 7 Jumlah 36 34 70 2. Uji Asumsi a. Uji Normalitas Uji Normalitas dimaksudkan untuk melihat apakah bentuk sebaran dari skor jawaban subjek normal atau tidak, kaidah yang digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya data adalah p > 0,05 maka sebaran normal, dan jika p < 0,05 maka sebaran tidak normal. Pengujian normalitas ini dilakukan dengan teknik Kolmogorov- Smirnov Test. 15

Hasil uji normalitas untuk Skala Manajemen Konflik dan Skala Adult Attachment dengan menggunakan 70 subjek ternyata tidak dapat memenuhi distribusi normal. Untuk skala Manajemen Konflik, koefisian Kolmogorov-Smirnov Z (K-SZ) sebesar 1,493 dengan p < 0,05 dan untuk Skala Adult Attachment, koefisian Kolmogorov-Smirnov Z (K-SZ) sebesar 0,768 dengan p > 0,05. b. Uji Linieritas Uji linieritas merupakan pengujian garis regresi antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah sebaran dari titik-titik yang merupakan nilai dari variabel-variabel tersebut mengikuti garis linier atau garis lurus. Dari hasil uji linieritas diperoleh bahwa hubungan antara adult attachment dengan variabel manajemen konflik menunjukkan adanya hubungan linier dengan F = 167,801 dan p = 0,000. c. Uji Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Spearman, dikarenakan salah satu variabel yaitu manajemen konflik tidak terdistribusi normal. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan positif antara adult attachment dengan manajemen konflik dalam pernikahan memiliki korelasi sebesar r = 0,692 dengan p = 0,000 (p<0,01). Angka tersebut menunjukkan adanya hubungan yang sangat signifikan antara kedua variabel. Dengan demikian, maka hipotesis yang menyatakan 16

ada hubungan antara adult attachment dengan manajemen konflik dalam pernikahan diterima. Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa koefisien korelasi r = 0,692 dengan p = 0,000 (p<0,01). Berdasarkan analisis data tersebut diketahui bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan positif antara pola kelekatan (adult attachment) dengan manajemen konflik dalam pernikahan diterima. Artinya, semakin secure kelekatan yang dimiliki, maka semakin konstruktif kecenderungan manajemen konflik yang digunakan, demikian pula sebaliknya. Konflik merupakan suatu proses yang natural dalam sebuah pernikahan dan keberadaannya dapat memberikan kontribusi positif bagi stabilitas hubungan suamiistri (Rahmah, 2003). Namun saat tidak dapat diselesaikan, konflik dapat menyebabkan rasa frustasi, hilangnya kasih sayang, dan secara keseluruhan dapat membahayakan kelangsungan hubungan tersebut. Beberapa ahli memandang konflik sebagai penyakit dalam sistem hubungan manusia, bersifat merusak, serta penghindaran antara pihak-pihak yang terkait (Andayani, 2001). Padahal kenyataannya, semakin intim suatu hubungan, maka peluang terjadinya konflik interpersonal pun semakin besar. Sehingga positif maupun negatif hasil yang mungkin timbul akibat adanya konflik, sangat tergantung pada strategi manajemen konflik yang digunakan. 17

Adult attachment merupakan ikatan emosional yang terjalin dengan figur lekatnya nya yang terbentuk sejak masa awal kehidupan individu dan berlanjut ke masa dewasanya dalam rangka pemenuhan rasa aman (Hazan dan Shaver, 1987). Saat salah satu pihak mengalami tekanan, pasangannya bertindak sebagai figur lekat yang dapat menyediakan rasa aman dan dukungan. Pola kelekatan ini dapat muncul dalam bentuk secure, insecure-avoidant, dan insecure-anxious (Hazan dan Shaver, 1987). Kelekatan secure ditandai dengan adanya pandangan yang positif baik terhadap dirinya sendiri maupun kepada pasangannya. Sebaliknya, kelekatan insecure ditandai adanya pandangan yang negatif, bisa terhadap diri sendiri maupun terhadap pasangannya. Simpson dan Rholes (Reese-Weber dan Marchand, 2001) menyatakan bahwa orientasi kelekatan seseorang memberikan semacam pengarahan tentang pengharapan, persepsi, dan perilaku dalam interaksi seseorang dengan pasangannya secara kontinyu. Karakteristik individu secure maupun insecure yang memiliki perbedaan cara pandang baik terhadap dirinya sendiri mupun figur lekatnya pada akhirnya akan mempengaruhi pengharapan, persepsi, maupun perilaku nya dalam berbagai situasi termasuk saat berkonflik. Hal yang sama juga berlaku pada manajemen konflik dimana manajemen konflik merupakan kombinasi antara perspektif dan tindakan; bagaimana seseorang mengkonseptualisasikan konflik akan turut menentukan bagaimana menyelesaikan konflik tersebut (Dwijanti, 2000). Adult attachment dalam kenyataannya memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek dalam sebuah hubungan berupa: (1) perasaan aman, (2) pemahaman dan 18

pembelajaran baik dalam hubungan dengan pasangannya maupun pengalaman hidup sehari-hari, (3) kemampuan membangun dan menjaga ikatan afeksional, dan (4) perasaan dan penanganan terhadap konflik yang dialami oleh setiap pasangan (www.attachmentexperts.com) Individu dengan kelekatan secure memiliki karakteristik adanya kepercayaan, dukungan, dan rasa aman terhadap pasangannya, serta merasa nyaman dengan keintiman baik ketika pasangannya ada maupun tidak. Individu dengan pola kelekatan ini pun memiliki penilaian yang positif baik terhadap dirinya maupun pada figur lekatnya. Karakteristik ini apabila dikaitkan dengan manjemen konflik akan membuat individu tersebut mempersepsi konflik sebagai sesuatu yang bermanfaat sebab dapat mempertemukan perbedaan antara dirinya dan pasangannya. Konflik juga dipersepsi sebagai kesempatan untuk lebih mengenal pasangannya, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kedekatan antara dirinya dan pasangannya. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Hazan dan Shaver, Levy dan Davis, serta Pistole (Bippus dan Rollin, 2003) yang menemukan bahwa individu secure memiliki pendekatan yang lebih konstruktif terhadap konflik dibanding individu insecure. Mereka yang memiliki orientasi kelekatan aman kemudian akan menggunakan strategi manajemen konflik konstruktif yaitu positive problem solving berupa kompromi maupun negosiasi. Sikap dasar untuk melaksanakan kompromi dan negosiasi ini adalah bahwa salah satu pihak bersedia merasakan memahami keadaan pihak lainnya. Hal ini kemudian terkait juga oleh karakteristik individu secure, 19

dimana kedekatan dan kepercayaan membuat ia mampu memahami keadaan pasangannya. Sebaliknya, pada individu insecure dimana mereka sedikitnya memiliki satu pandangan negatif baik terhadap diri sendiri maupun pasangannya, akan menyebabkan kurangnya kepercayaan dan memandang konflik sebagai situasi yang penuh ancaman. Cara pandang ini kemudian dibarengi dengan karakteristik individu insecure yaitu cenderung memiliki jarak emosi dengan pasangannya dan pengendalian emosi yang kurang stabil. Hal-hal ini kemudian memunculkan dua kemungkinan perilaku yaitu dengan bersikap berlebihan (hyperactivation) atau justru dengan tidak merespon apapun (deactivation). Bartholomew dan Horowitiz (Pistole dan Arricale, 2003) mengatakan, di saat individu insecure merasa terancam secara otomatis mereka akan bersikap dingin, menjaga jarak, dan nonexpressive. Apabila dikaitkan dengan perilaku pada manajemen konflik, respon semacam ini akan menghasilkan manajemen konflik yang bersifat destruktif berupa conflict engagement (menyerang dan lepas control), withdrawal (menghindar), maupun compliance (tidak melakukan apa-apa). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 57,14% subjek memiliki tingkat kekonstruktivan manajemen konflik dalam kategori tinggi, dan 42,86% subjek memiliki tingkat kelekatan dengan pasangannya juga dalam kategori tinggi, atau dengan kata lain memiliki tingkat ke-secure an yang tinggi.pada penelitian ini juga didapatkan sumbangan efektif adult attachment terhadap kemampuan manajemen konflik dalam pernikahan sebesar 59,9%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 40,1% 20

variabel lain yang mempengaruhi kemampuan manajemen konflik dalam pernikahan. Kemungkinan variabel-variabel lain tersebut antara lain karakteristik kepribadian, lingkungan sosial, perbedaan kultural, maupun atribut keluarga Penutup 1. Kesimpulan Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara adult attachment dengan manajemen konflik dalam pernikahan. Hal ini dapat diketahui dari nilai korelasi antara keduanya sebesar r = 0,692 dengan p = 0,000 (p<0,01). Sehingga semakin secure pola kelekatan antar pasangan suami istri maka semakin konstruktif manajemen konflik yang digunakan. 2. Saran a. Saran bagi subjek penelitian Kelekatan antara pasangan suami-istri ternyata dapat meningkatkan kemampuan manajemen konflik dalam pernikahan. Oleh karena itu kelekatan perlu dipupuk di antara pasangan suami-istri selama rentang waktu pernikahan. Hal ini sangat penting sebab manajemen konflik merupakan salah satu faktor penting dalam membina keluarga bahagia. b. Saran bagi penelitian selanjutnya Adult attachment hanyalah salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan manajemen konflik, masih ada faktor-faktor lain seperti kecenderungan agresivitas, 21

lingkungan sosial, orientasi kemasyarakatan, maupun atribut keluarga lainnya. Peneliti merekomendasikan agar penelitian dimasa mendatang memiliki lingkup penelitian yang lebih luas sehingga hasil yang dicapat dapat lebih cermat. Peneliti juga merekomendasikan agar di masa mendatang penggunaan alat ukur lebih memperhatikan faktor kesederhanaan bahasa agar lebih sesuai dengan kondisi subjek penelitian. Penyusunan alat ukur juga harus membagi aspek dan indikator perilaku dengan lebih jelas. Hal ini perlu dilakukan agar setiap aspek sesuai dengan pengertian masing-masing dapat terwakili dengan baik dan dapat meningkatkan validitas alat ukur. Selain itu, peneliti selanjutnya sebaiknya lebih mengontrol aitem-aitem yang mengandung social desirability sehingga dapat meningkatkan reliabilitas alat ukur. 22

DAFTAR PUSTAKA Andayani, B. 2001. Marital Conflict Resolution Of Middle Class Javanese Couples. Jurnal Psikologi, No.1, 19-34. Beach, R. dan Fincham, F. D., 1999. Conflict In Marriage: Implications For Working With Couples. Annual Review of Psychology Bippus, A. M., dan Rollin, E., 2003. Journal Article: Attachment Style Differences In Relational Maintenance And Conflict Behaviors: Friends Perception. Communication Reports, Vol.16 Borualogo, I. S., 2004. Hubungan Antara Persepsi Tentang Figur Attchment dengan Self Esteem Remaja Panti Asuhan Muhammadiyah. Jurnal Pikologi. Vol.13, No.1 Creasey, Gary, dan Kershaw, Kathy. 1999. Conflict Management with Friends and Romantic Partners: The Role of Attachment and Negative Mood Regulation Expectancies. Journal of Youth and Adolescence. Vol.28. Crowell, J.A, dan Treboux D., 1995. A review of Adult Attachment Measures: Imlication for Theory and Research. Social Development. 4. 294-327 Collins, N., & Read, S. (1990). Adult Attachment Relationships, Working Models And Relationship Quality in Dating Couples. Journal of Personality and Social Psychology.58, 644-683 Dwijanti, 2000. Perbedaan Penggunan Metode Resolusi Konflik Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Antara Manajemen dan Karyawan. Anima, Indonesian Pychological Jurnal, Vol.15, No.2, 131-148 Gottman dan Krokoff. 1989. Marital Interaction and Satisfaction: A Longitudinal View. Journal of Consulting and Clinical Psychology. 57, 47-52. Hazan, C.,Shaver, P.1987. Romantic Love Conceptualized As An Attachment Process. Journal of Personality and Social Psychologi, 52 (3), 511-524 Kumolohadi, R., dan Andrianto, S. 2002. Resolusi Konflik dalam Perspektif Psikologi Lintas Budaya. Psikologika, No.13. tahun VII. 2002 Olson, D. H. dan DeFrin, J. 2003. Marriages and Families : Intimacy, Diversity, and 23

Strengths. New York: McGraw-Hill. Pistole, C. dan Arricale, F., Journal Article: Understanding Attachment: Beliefs About Conflict. Vol.81, 2003 Pruitt, D.G., dan Kim, S.H., 2004. Social Conflict: Escalation, Stalemate, and Settlement. 3 rd edition. NY: McGraw-Hill Rahmah, L., 2003. Kepuasan Pernikahan dalam Kaitannya dengan Manajemen Konflik. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Reese-Weber, M., dan Marchand, J. F., 2001. Family and Individual Predictors of Late Adolescent Romantic Relationship. Journal of Youth and Adolescent, Vol.28 Ridho, A, 2006. Hubungan Antara Religiusitas Dengan Manajemen Konflik Pada Remaja. Naskah publikasi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Suyatno, N., 2005. Perbedaan Manajemen Konflik antara Tipe Kepribadian Ekstrovert Dengan Introvert. Naskah publikasi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UII --------------, 2006. Tekanan Ekonomi dan KDRT Penyebab Tertinggi Perceraian. Harian Ibu, 4 Juni 2006. www.attachmentexperts.com IDENTITAS PENULIS: Nama Alamat : Ega Asnatasia Maharani : Perum. Palagan Asri 2 no.17 Jl. Palagan Tentara Pelajar No. telp : 081802720004 24