PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
IDENTIFIKASI KUALITAS FISIK TAMAN KOTA SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK (KASUS : BAGIAN WILAYAH KOTA I, II, III KOTA SEMARANG)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. alami maupun buatan manusia, yang merupakan total dari bagian hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

I. PENDAHULUAN. Padang Golf Sukarame (PGS) merupakan Lapangan Golf pertama dan satu-satunya di

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MERAUKE

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

ANALISIS MENGENAI TAMAN MENTENG

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

BAB III METODE PENELITIAN

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya

I. PENDAHULUAN. Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Bantul merupakan kabupaten yang berada di Propinsi Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan ruang terbuka hijau khususnya ruang terbuka hijau publik.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Riksa Alhadi, 2016

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Pemerintah Kota Bandung dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan sosial

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB VI HASIL PERANCANGAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, jasa, dan industri. Penggunaan lahan di kota terdiri atas lahan

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PENGELOLAAN PEMELIHARAAN LANSKAP KAWASAN PERUMAHAN GRAHA RAYA KECAMATAN SERPONG DAN PONDOK AREN FEBBY LESTARI A

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV. KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengabaikan masalah lingkungan (Djamal, 1997).

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kepentingan Ruang Terbuka di dalam Kota

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan suatu wilayah dimana di dalamnya terdapat beberapa aktivitas manusia, seperti aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya (Yunus, 2005). Kegiatan manusia terkait aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya dapat berpengaruh terhadap kondisi kualitas lingkungan kota. Kegiatan manusia di wilayah perkotaan dapat meningkatkan kualitas lingkungan kota, sebaliknya apabila tidak dikelola dengan baik kualitas lingkungan akan menurun. Penurunan kualitas lingkungan bisa diartikan sebagai degradasi lingkungan kota. Degradasi lingkungan tersebut ditandai dengan fenomena seperti peningkatan temperatur udara, air tanah yang semakin terkuras dan polusi udara (Wirosanjaya, 1996). Salah satu upaya untuk mempertahankan kualitas lingkungan perkotaan yaitu dapat dilakukan dengan pengembangan taman kota melalui optimalisasi fungsi yang dimiliki oleh taman kota baik dari fungsi sosial, ekonomi, ekologis, dan estetis (Sasongko,2002). Terletak di wilayah pesisir, Kota Semarang dengan temperatur udara tinggi memerlukan ruang terbuka hijau yang asri. Badan Pusat Statistik (2011) mencatat suhu minimum rata-rata berubah sebesar 21,1 ⁰C pada bulan September, menjadi 24,6 ⁰C pada bulan Mei, dan suhu maksimum rata-rata berubah-ubah dari 29,9 ⁰C menjadi 32,9 ⁰C. Hal ini menunjukkan jika Kota Semarang membutuhkan ruang terbuka hijau agar dapat sedikit meminimalisir dampak suhu udara tersebut. Namun di satu sisi, Kota Semarang memiliki pembangunan relatif cepat. Pembangunan tersebut ditandai oleh perubahan fungsi lahan menjadi lahan terbangun seperti gedung, permukiman dan perkantoran. Pembangunan kota yang mengalami perkembangan paling cepat terjadi di pusat Kota Semarang, yaitu Bagian Wilayah Kota I, II, III Kota Semarang. Berdasarkan Perda Kota Semarang No 14 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Semarang Tahun 2011 2031, Bagian Wilayah Kota (BWK) merupakan suatu kawasan yang memiliki kemiripan fungsi ruang. Kota Semarang memiliki sepuluh daerah pengembangan, dimana Bagian 1

Wilayah Kota I, II, dan III peruntukannya sebagai pusat kegiatan perkantoran, perdagangan, dan jasa. Berkembangnya wilayah pusat kota berdampak pada keterbatasan lahan karena tingginya konversi lahan. Menurut Sasongko (2002) pusat kota di Semarang mengalami konversi lahan dan banyak sarana prasarana maupun infrastruktur kota dibangun tanpa memperhatikan aspek lingkungan. Jumlah penduduk yang terus bertambah juga akan berakibat pada tingginya permintaan lahan untuk permukiman maupun fasilitas publik. Yunus (2005) dalam bukunya yang berjudul manajeman perkotaan menyatakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk maupun tuntutan kehidupan masyarakat dapat mengakibatkan pada konsekuensi keruangan. Konsekuensi keruangan diartikan dengan meningkatnya tuntutan akan ruang untuk mengakomodasi sarana dan infrastruktur fisik perkotaan yang dibutuhkan masyarakat kota. Jumlah penduduk Kota Semarang tahun 2011 mencapai 1.544.358 jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk 1,11% (BPS, 2011). Persebaran penduduk Kota Semarang terkonsenterasi pada wilayah BWK I, II, dan III dengan angka mencapai 9.426 jiwa/km². Selain itu, kepadatan bangunan di wilayah ini juga tergolong tinggi, dimana luas kawasan terbangun mencapai 90% dari luas wilayah (BPS, 2011). Supaya dapat menciptakan kehidupan bermasyarakat yang seimbang baik pada aktivitas sosial, budaya, maupun ekonomi, kota yang ideal memerlukan suatu ruang sebagai wadah kegiatan yang biasa terwujud dalam bentuk ruang publik berupa taman kota. Sasongko (2002) berpendapat bahwa keberadaan taman kota penting guna menyeimbangkan kondisi lingkungan kota dari perkembangan fisik yang terjadi di wilayah perkotaan. Taman kota di Kota Semarang, khususnya di wilayah BWK I, II, dan III terus berubah menjadi kawasan terbangun untuk kegiatan perdagangan, jasa, maupun kantor pemerintahan. Taman kota yang mengalami perubahan diantaranya ialah Taman Indraprasta yang berubah fungsi menjadi bangunan hotel, Taman Tabanas menjadi rumah makan, dan Taman Rinjani menjadi kantor Kecamatan Gajahmungkur (Sasongko, 2002). Kebutuhan masyarakat akan taman kota semakin meningkat seiring dengan perkembangan fisik kota. Darmawan (2006) menyatakan bahwa taman kota merupakan bagian dari kota yang secara 2

ekologis memiliki kualitas tinggi, seperti tersedianya tanaman dan fasilitas publik. Tersedianya taman kota merupakan suatu kebutuhan yang diperlukan oleh masyakarat kota sekarang ini. Menurut Darmawan (2006) salah satu upaya untuk mempertahankan kondisi lingkungan kota, salah satunya dapat dilakukan dengan mengembangkan taman kota, baik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Jika suatu kota memiliki keterbatasan lahan dan hanya memiliki jumlah taman kota yang terbatas, maka dapat diimbangi dengan peningkatan kualitas fisik taman kota, seperti penambahan jumlah vegetasi atau optimalisasi pemeliharaan taman. Selain perubahan fungsi taman kota, permasalahan lain mengenai taman kota di Kota Semarang adalah belum mampu memberikan fasilitas taman yang mencukupi bagi pengunjung (kampus.okezone.com). Berangkat dari permasalahan tersebut, peran serta masyarakat, swasta, dan pemerintah kota bersinergi dalam membenahi wilayahnya dengan menciptakan ruang terbuka hijau publik yang memadai untuk kegiatan masyarakat. Dilakukannya penelitian ini sebagai salah satu langkah identifikasi kualitas fisik taman kota di wilayah BWK I, II, dan III Kota Semarang melalui inventarisasi kondisi dan kenampakan fisik yang dimiliki. Kualitas fisik taman kota yang baik dapat berpengaruh terhadap lingkungan perkotaan dan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan pengguna dalam aktivitas sosial budaya, ekonomi, dan rekreasi. 1.2. Perumusan Masalah Perkembangan wilayah perkotaan dapat berdampak terhadap ketersediaan ruang terbuka hijau publik. Menurunnya kualitas maupun kuantitas ruang terbuka publik tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat kota yang semakin meningkat. Penurunan kualitas fisik tersebut dapat berdampak pada degradasi lingkungan seperti polusi dan meningkatnya temperatur udara. Kualitas lingkungan yang menurun terus mendorong masyarakat kota untuk mencari tempat dengan kondisi masih alami, sejuk, dan teduh. Tempat yang dibutuhkan tersebut yaitu taman kota. Kebutuhan masyarakat akan taman kota perlu didukung dengan kualitas fisik yang 3

memadai. Kualitas fisik tersebut dapat berpengaruh dalam memberikan suasana nyaman dan tenang, serta mampu mewadahi berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pengguna. Selain itu dapat juga berpengaruh terhadap kualitas biotis yang dimiliki oleh taman kota tersebut. Berdasarkan penjelasan diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini ialah: 1. Seperti apa kualitas fisik taman kota BWK I, II, III Kota Semarang? 2. Bagaimanakah keterkaitan kualitas fisik dengan pemanfaatan taman kota oleh pengguna? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah: 1. Mengukur kualitas fisik taman kota di BWK I, II, III Kota Semarang. 2. Menganalisis keterkaitan kualitas fisik taman kota dengan pemanfaatan taman kota oleh pengguna. 1.4. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai bahan penyusunan skripsi guna menempuh ujian akhir tingkat sarjana S1 Fakultas Geografi. 2. Sebagai bahan masukan untuk menentukan suatu perencanaan kota atau suatu kebijakan berkaitan dengan pembangunan kota berwawasan lingkungan. 3. Sebagai bahan masukan untuk memberikan arah pengembangan taman kota di masa yang akan datang. 4. Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas fisik taman kota BWK I, II, III Kota Semarang. 4

1.5. Keaslian Peneltian Taman kota menjadi salah satu ruang terbuka hijau yang mempunyai banyak manfaat baik untuk masyarakat maupun lingkungan perkotaan. Penelitian mengenai kajian ruang terbuka hijau, khususnya taman kota juga sudah banyak dilakukan. Seperti penelitian yang dilakukan Suteja (2011) tentang kualitas fisik ruang terbuka kota bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas fisiknya sebagai pertimbangan pada perencanaan dan perancangan kota. Pada penelitiannya, indikator yang digunakan yaitu letak/lokasi RTH terhadap kondisi sekitar, kelengkapan dan variasi fasilitas, serta keberagaman jenis aktivitas yang ada di RTH tersebut. Data didapat dengan melakukan survei lapangan dan wawancara. Secara teknik memiliki metode yang hampir sama dengan penelitian ini. Bahkan teknik analisis data yang digunakan juga sama yaitu teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil yang didapat yaitu kualitas fisik ruang terbuka perkotaan yang tergolong baik. Kriteria tersebut disebabkan karena lokasi yang strategis, kelengkapan dan variasi fasilitas, serta adanya penggunaan wadah aktivitas yang beragam. Selanjutnya, Rahmayana (2010) juga meneliti mengenai Ruang terbuka hijau tentang pengelolaannya yang dapat berdampak pada kualitas ruang terbuka hijau tersebut. Aspek yang ditinjau yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Analisis data dilakukan secara deduksi. Data didapat melalui observasi lapangan dan wawancara kepada dinas terkait. Hasil penelitian menunjukkan kualitas RTH yang ada di Pekanbaru sudah bagus, rapi, dan penataannya baik, namun peran pemerintah perlu ditingkatkan agar proses pengelolaan lebih baik lagi. Hasil lain yang didapat adalah kebijakan RTH Kota Pekanbaru telah berusaha membuat rencana tata ruang terbuka hijau perkotaan, tetapi dokumen tersebut belum mempunyai landasan hukum yang kuat. Profil dari penelitian sebelumnya bisa dilihat pada Tabel 1.1 sehingga nanti bisa dilihat secara jelas perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada. 5

Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang Dilakukan Peneliti No Nama Judul Tujuan Metode Hasil 1. Mekar Sari Suteja Kualitas Fisik Ruang Terbuka kota 2. Rahimi Rahmayana Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota Pekanbaru 1. Mengidentifikasi Kualitas fisik ruang terbuka kota sebagai pertimbangkan pada perencanaan dan perancangan kota. 1. Mengetahui apa saja bentuk ruang terbuka hijau yang telah terealisasi di pusat Kota Pekanbaru. 2. Mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat terhadap fungsi dan kualitas ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru. 3. Mengetahui bagaimana pengelolaan ruang terbuka hijau oleh Pemerintah Daerah KotaPekanbaru yang termasuk di dalamnya adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Metode Kualitatif melalui pendataan, survey lapangan, dan wawancara. Teknik analisis deskriptif kualitatif. Metode Kualitatif melalui observasi lapangan dan wawancara kepada dinas terkait. Teknik analisis deduksi Kualitas fisik ruang terbuka perkotaan di Kota Yogyakarta khususnya Jalan Ahmad Yani masih tergolong baik, hal tersebut terkait dengan lokasi yang strategis, kelengkapan, variasi fasilitas ruang, intensitas dan mobilitas pergerakan yang tinggi serta penggunaan wadah aktivitas yang beragam. Kualitas ruang terbuka hijau yang ada di Pekanbaru sudah bagus, sudah rapi, dan penataannya sudah baik, namun masih perlu pengelolaan yang lebih baik lagi. Peran pemerintah Pekanbaru adalah sebagai perencana, penyedia, pengatur, dan pengontrol kegiatan pengelolaan ruang terbuka hijau. Dalam kebijakan RTH Kota Pekanbaru telah berusaha membuat rencana tata ruang terbuka hijau Kota Pekanbaru, namun dokumen tersebut belum mempunyai landasan hukum yang kuat. 6

No Nama Judul Tujuan Metode Hasil 3. Feri Hariyadi Identifikasi kualitas fisik taman kota BWK I,II,III Kota Semarang Sumber : Analisis peneliti, 2015 1. Mengukur kualitas fisik taman kota BWK I,II,III Kota Semarang. 2. Menganalisis keterkaitan kualitas fisik taman kota dengan pemanfaatan taman kota oleh pengguna. Metode kualitatif melalui observasi lapangan, GIS, wawancara semi terstruktur Teknis analisis deskriptif kualitatif. Hasil Penelitian: 1 Kualitas Fisik taman Kota BWK I, II, dan III Kota Semarang tergolong cukup baik atau sedang. 2 Aktivitas yang dilakukan pengunjung taman kota baik itu aktivitas sosial, budaya, dan olahraga mempunyai hubungan dengan kualitas fisik taman kota dimana mereka melakukan kegiatan tersebut dipengaruhi oleh kondisi fisik tempat tersebut. 7

Kajian pada penelitian ini berlatar belakang dari kondisi taman kota di Kota Semarang, khususnya pusat kota. Terdapat taman kota yang mengalami perubahan fungsi akibat dari peruntukan kawasan perkotaan yaitu sebagai kawasan perdagangan, perkantoran, dan jasa. Upaya untuk memenuhi tuntutannya, maka kota harus menyediakan sarana yang merepresentasikan fungsi tersebut. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti akan mengukur kualitas fisik taman kota yang belum mengalami perubahan. Hal ini dilakukan agar peneliti mengetahui kondisi fisik tiap taman kota yang belum mengalami perubahan fungsi. Menggunakan metode penelitian kualitatif, peneliti akan mencoba mengukur kualitas fisik tiap taman kota di BWK I, II, III Kota Semarang. Kualitas fisik tersebut ditinjau dengan menggunakan elemen fisik taman kota yang berkaitan dengan fungsi utamanya yaitu ekologi, estetika, sosial budaya, dan ekonomi. Elemen fisik yang dimaksud ialah ketersediaan dan kondisi fasilitas, ketersediaan vegetasi dan kondisinya, serta aksesibilitas. Sesuai dengan judulnya, penelitian ini menggunakan unit analisis berupa taman kota, khususnya yang berada di BWK I, II, III Kota Semarang. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan dan wawancara semi struktur. Selain itu, data sekunder juga dibutuhkan sebagai pelengkap data. Teknik analisis yang digunakan yaitu teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah diketahuinya kualitas fisik dari masing-masing taman kota di BWK I, II, III Kota Semarang. Upaya tersebut dilakukan agar peneliti mengetahui taman kota mana yang membutuhkan perbaikan atau renovasi. Adanya perbaikan tersebut dapat meningkatkan kondisi fisik dari tiap taman kota. Selain itu juga bermanfaat bagi masyarakat perkotaan dimana taman kota digunakan sebagai wadah/ tempat untuk melakukan berbagai kegiatan. Hal tersebut karena semakin baik kualitas fisik taman kota dapat berpengaruh terhadap pemanfaatannya. 8

1.6. Tinjauan Pustaka 1.6.1. Taman Kota sebagai Bagian dari Ruang Terbuka Taman kota merupakan ruang terbuka hijau yang terletak pada sebidang lahan di kawasan pusat kota dan biasanya dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan jenis tanaman agar fungsi taman kota terpenuhi (Frick, 2006). Fungsi yang diperuntukan kepada taman kota ialah fungsi ekologi, estetika, sosial budaya, dan ekonomi. Empat fungsi tersebut secara langsung maupun tidak langsung dapat bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan perkotaan. Oleh sebab itu, taman kota dapat digunakan atau dimanfaatkan sebagai tempat beraktivitas oleh masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut, maka taman kota merupakan bagian dari ruang terbuka hijau publik yang terletak di wilayah pusat kota. Hal ini karena taman kota juga digunakan sebagai wadah/ tempat untuk menampung berbagai kegiatan yang dilakukan masyarakat. Sementara itu, ruang terbuka hijau publik diartikan sebagai ruang terbuka hijau yang dapat digunakan sebagai tempat beraktivitas oleh masyarakat kota (Darmawan, 2006). Aktivitas yang biasa dilakukan di ruang terbuka hijau publik adalah aktivitas sosial, budaya, dan olahraga. Melihat definisinya, ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka yang di dalamnya terdapat jenis tanaman baik yang tumbuh secara alami maupun budidaya manusia. Ruang terbuka hijau sendiri dibagi menjadi dua yaitu ruang terbuka hijau publik dan privat. Ruang terbuka hijau diartikan sebagai ruang terbuka yang berfungsi sebagai kawasan hijau yang di dalamnya terdapat berbagai jenis tumbuhan (Hakim, 2004). Kawasan hijau tersebut berfungsi sebagai perlindungan habitat tertentu dan sarana lingkungan kota. Menurut Sukawi (2008) secara fisik, taman kota merupakan tempat dimana keberadaannya tidak tertutup oleh bangunan karena fungsi yang dimilikinya sebagai ekologi dan estetika perkotaan. Hal ini menunjukkan jika taman kota berada di ruang terbuka yang hanya ditutupi oleh pepohonan. Uraian tersebut menunjukkan bahwa selain sebagai ruang terbuka hijau publik, taman kota juga menjadi bagian dari ruang terbuka. Ruang terbuka sendiri diartikan sebagai suatu 9

wadah/ruang yang keberadaannya berfungsi sebagai tempat pertemuan masyarakat (Budihardjo dan Sujarto, 1999). Taman kota sebagai ruang terbuka akan menciptakan suatu hubungan yang dapat membentuk suatu kegiatan di dalamnya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka taman kota menjadi bagian dari ruang terbuka, ruang terbuka hijau, dan ruang terbuka hijau publik. Bagian tersebut menjelaskan bahwa taman kota diartikan sebagai sebidang areal penghijauan di wilayah pusat kota yang digunakan untuk menampung berbagai aktivitas masyarakat kota. Supaya aktivitas masyarakat terpenuhi maka taman kota dilengkapi oleh berbagai fasilitas publik dan vegetasi untuk sarana lingkungan kota. 1.6.2. Tipologi Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau memiliki beberapa jenis atau pembagian sesuai dengan sifat dan fungsinya. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, ruang terbuka hijau dibagi menjadi 4 jenis yaitu menurut fisik, fungsi, struktur dan kepemilikan. Jenis RTH di atas akan dideskripsikan melalui Gambar 1.1 berikut. Fisik Fungsi Struktur Kepemilikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) RTH alami Ekologis Estetika Pola Ekologis RTH publik RTH non alami Sosial budaya Ekonomi Pola Planologi RTH privat Gambar 1.1. Tipologi Ruang Terbuka Hijau (Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 5 Tahun 2008) Berdasarkan Gambar 1.1, RTH menurut fisiknya dibedakan menjadi dua jenis yaitu RTH alami dan RTH non alami. RTH juga mempunyai 4 fungsi utama 10

yaitu fungsi ekologi, estetika, sosial budaya, dan ekonomi. Selain itu, RTH berdasarkan strukturnya dibagi menjadi dua macam yaitu RTH pola ekologis dan RTH pola planologis. Sementara itu, jenis RTH yang terakhir adalah RTH berdasarkan kepemilikannya dibagi menjadi dua macam adalah RTH publik dan RTH privat. Secara lebih rinci, jenis RTH akan dijabarkan pada penjelasan sub bab selanjutnya. 1.6.2.1. Ruang Terbuka Hijau menurut Fisiknya Ruang terbuka hijau (RTH) menurut fisiknya dibagi menjadi 2 yaitu RTH alami dan RTH non alami (Permen PU No 5 Tahun 2008). a. Ruang terbuka hijau alami merupakan ruang terbuka hijau yang terbentuk secara alami baik tumbuhan maupun habitat yang ada di dalamnya, misalnya habitat liar, kawasan lindung, dan taman nasional. b. Ruang terbuka hijau non alami merupakan ruang terbuka hijau yang terbentuk karena adanya perencanaan yang dilakukan oleh manusia sebagai areal penghijauan dan berfungsi untuk kepentingan warga kota, misalnya lapangan olahraga, pemakaman, jalur hijau, taman kota, dan alun-alun. 1.6.2.2. Ruang Terbuka Hijau menurut Fungsi Ruang terbuka hijau mempunyai empat fungsi yaitu fungsi ekologi, estetika, sosial budaya dan ekonomi (Permen PU No 5 Tahun 2008). a. Berdasarkan fungsi ekologi, pengadaan ruang terbuka hijau digunakan untuk sistem sirkulasi udara atau paru-paru kota, pengatur iklim mikro, tempat hidup habitat satwa dan sebagai peneduh serta produsen oksigen. Komponen yang bisa dilihat berdasarkan fungsi ini adalah melalui ketersediaan tanaman/ vegetasi. b. Berdasarkan fungsi estetika, keberadaan RTH dapat meningkatkan daya tarik dan keindahan suatu kota. Keindahan RTH kota tersebut didapat melalui susunan tanaman yang rapi, letak yang teratur, kondisi tanaman yang subur dan bentuk yang teratur. Kondisi tersebut dapat menciptakan 11

keindahan kota yang alami dan dapat meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. c. Berdasarkan fungsi sosial budaya, RTH merupakan suatu ruang terbuka yang digunakan sebagai tempat rekreasi, interaksi sosial, dan dapat juga digunakan sebagai tempat pelatihan maupun penelitian tentang alam. Nilai sosial budaya yang dimiliki oleh RTH menitikberatkan pada kegiatan yang dilakukan oleh manusia di ruang terbuka tersebut. Misalnya RTH digunakan untuk tempat pertunjukan musik/budaya adat dan tempat berinteraksi sosial antar masyarakat. d. Berdasarkan fungsi ekonomi, RTH dapat menyediakan produk yang dapat dijual di pasaran seperti sayur mayur, tanaman bunga, dan buah-buahan. RTH juga dapat menjadi bagian dari sebuah usaha pertanian, perkebunan, kehutanan karena RTH dapat berwujud sebagai sawah, kebun, ataupun hutan. 1.6.2.3. Ruang Terbuka Hijau menurut Struktur Berdasarkan strukturnya, RTH dibagi menjadi dua yaitu RTH berdasarkan pola ekologis dan pola planologis (Permen PU No 5 Tahun 2008). a. RTH berdasarkan pola ekologis merupakan ruang terbuka hijau yang keberadaannya mengelompok, memanjang maupun tersebar di suatu wilayah yang fungsi utamanya sebagai ekologi wilayah sekitarnya. b. RTH berdasarkan pola planologis merupakan ruang terbuka hijau yang keberadaannya terbentuk karena suatu perencanaan yang dilakukan oleh sekelompok lembaga yang menangani tentang ruang terbuka hijau. 1.6.2.4. Ruang Terbuka Hijau menurut Kepemilikan Berdasarkan kepemilikannya, RTH dibagi menjadi dua macam yaitu RTH publik dan RTH privat. RTH publik merupakan ruang terbuka yang dimiliki oleh pemerintah tetapi dapat diakses langsung oleh masyarakat tanpa adanya batas waktu tertentu, sebagai contoh adalah alun-alun dan taman kota. RTH privat merupakan ruang terbuka hijau yang kepemilikannya bersifat pribadi/dimiliki oleh 12

seseorang sehingga hanya dapat diakses oleh pengguna tertentu saja, misalnya halaman tempat tinggal/pekarangan (Permen PU No 5 Tahun 2008). 1.6.3. Kedudukan Taman Kota dalam Tipologi RTH Taman kota sebagai ruang terbuka hijau mempunyai kedudukan di dalam tipologi ruang terbuka hijau. Berdasarkan penjelasan tipologi RTH sebelumnya, RTH dibagi menjadi 4 jenis yaitu berdasarkan fisik, fungsi, struktur dan kepemilikan. Merujuk pada tipolgi RTH, peneliti akan menjelaskan kedudukan taman kota dalam tipologi RTH. Sebelum menjelaskannya, peneliti menggambarkan kedudukan tersebut seperti pada Gambar 1.2 berikut. Fisik Fungsi Struktur Kepemilikan Ekologi Taman Kota RTH non alami Estetika Pola planologis RTH publik Sosial budaya Ekonomi Gambar 1.2. Kedudukan Taman Kota dalam Tipologi RTH Sumber : analisis peneliti, 2015 Berdasarkan Gambar 1.2 menunjukkan jika taman kota mempunyai kedudukan di dalam tipologi RTH. Taman kota termasuk dalam jenis RTH berdasarkan fisik, fungsi, struktur dan kepemilikan. Agar lebih jelasnya, peneliti akan membahas mengenai taman kota berdasarkan tipologi RTH sebagai berikut. a. Terkait dengan fisiknya, taman kota merupakan RTH non alami sebab ruang terbuka hijau tersebut dibentuk secara sengaja oleh manusia untuk kepentingan lingkungan perkotaan (Dahlan, 1992). b. Berdasarkan fungsinya, taman kota memiliki beberapa fungsi baik untuk lingkungan ataupun masyarakat meliputi fungsi estetika, ekologi, sosial budaya, dan ekonomi (Budihardjo, 1997). Taman kota dari segi estetika dapat 13

berguna untuk memperindah kenampakan fisik perkotaan. Menurut Budihardjo dan Sujarto (1999) jenis, tata letak, jumlah dan bentuk vegetasi/tanaman merupakan faktor yang mempengaruhi estetika taman kota. Berdasarkan ekologi, taman kota berfungsi sebagai paru-paru kota, tempat resapan air, tempat hidup ekosistem tertentu, penghasil oksigen dan peredam kebisingan di wilayah perkotaan. Menurut Dahlan (1992) dan Budihardjo (1997) fungsi ekologi tersebut berkaitan dengan keberadaan vegetasi dan kondisi vegetasi yang berada di taman kota dimana keberadaannya sangat penting bagi lingkungan. Berdasarkan fungsi sosial, taman kota digunakan untuk kegiatan masyarakat diantaranya adalah bersantai, berkomunikasi, dan rekreasi. Budihardjo (1997) menyatakan bahwa fungsi sosial taman kota juga berkaitan dengan aksesibilitas dimana semua pengguna harus dapat dengan mudah menjangkau taman kota. Berdasarkan fungsi budaya, taman kota dapat digunakan untuk berbagai kegiatan kesenian atau pertunjukan, misalnya pameran atau konser musik. Sementara itu, taman kota juga mempunyai fungsi ekonomi. Fungsi ekonomi tersebut diperuntukan kepada sebagian masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi. Tujuannya adalah agar mereka dapat memperoleh pendapatan dari pemanfaatan ruang tersebut. c. Berdasarkan strukturnya, taman kota termasuk dalam struktur pola planologis karena pembangunan/pengadaan taman kota berkaitan dengan suatu perencanaan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang menangani pengadaan taman kota. Menurut Rahmi (2002) taman kota diartikan sebagai suatu ruang dengan luasan tertentu yang di dalamnya terdapat berbagai tumbuhan baik yang tumbuh secara alami maupun budidaya manusia dengan pola yang teratur karena terkait dengan perencanaan. d. Berdasarkan kepemilikan, taman kota termasuk dalam ruang terbuka hijau publik karena ruang terbuka tersebut dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat tanpa adanya pembatasan waktu penggunaan maupun status golongan masyarakat. Menurut Darmawan (2006) taman kota diartikan sebagai ruang terbuka hijau yang dibangun untuk menampung berbagai aktivitas masyarakat yaitu aktivitas sosial budaya dan ekonomi. 14

1.6.4. Tinjauan Umum Aturan Hukum tentang KondisiFisik Taman Kota Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 5 Tahun 2008 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan RTH Perkotaan, taman kota merupakan salah satu jenis ruang terbuka hijau yang digunakan untuk melayani penduduk satu kota/bagian wilayah kota. RTH tersebut juga mempunyai peruntukan sebagai fungsi ekologis, estetika, sosial budaya dan ekonomi. Taman kota dapat melayani 480.000 penduduk dengan standar minimal 0,3 m² per penduduk kota dengan luas minimal 144.000 m². Selain itu taman kota juga harus dilengkapi dengan fasilitas dan vegetasi yang memadai sebagai komponen utama taman kota agar kegiatan pengguna di dalamnya dapat terwadahi dan fungsi taman kota dapat berjalan optimal. Terdapat sebuat contoh mengenai kelengkapan fasilitas beserta vegetasinya yang seharusnya dimiliki oleh taman kota. (dilihat pada Tabel 1.2). Tabel 1.2. Contoh Ketersediaan Fasilitas dan Vegetasi di Taman Kota Koefisien Dasar Fasilitas Vegetasi Hijau (KDH) 70 80 % (KDH = LRTH/ L 1. Terdapat tanaman perdu blok 2. 150 pohon Sumber: Permen PU no 5 tahun 2008 1. Lapangan terbuka 2. Unit lapangan basket (14x26 m) 3. Unit lapangan volley (15x24 m) 4. Trek lari 5. WC umum 6. Parkir kendaraan termasuk kios (jika diperlukan) 7. Panggung terbuka 8. Area bermain anak 9. Prasarana tertentu (kolam retensi untuk pengendali air larian) 10. Kursi (pohon sedang, semak) 3. penutup tanah besar, kecil, Berdasarkan Tabel 1.2, peneliti dapat mengetahui bahwa kelengkapan fasilitas dan ketersediaan vegetasi di taman kota bertujuan untuk menciptakan fungsi taman kota yang optimal. Fungsi yang dimaksud tersebut ialah fungsi ekologi, estetika, sosial budaya, dan ekonomi. Supaya taman kota sesuai dengan fungsinya maka dibutuhkan kelengkapan fasilitas dan vegetasi seperti yang tercantum pada Tabel 1.2 di atas. Merujuk pada Tabel 1.2, fasilitas yang merepresentasikan fungsi sosial taman kota yaitu fasilitas lapangan terbuka, 15

lapangan basket, lapangan volley, trek lari, toilet, fasilitas bermain dan tempat duduk. Fasilitas-fasilitas tersebut digunakan untuk mewadahi kegiatan sosial di taman kota. Taman kota juga mempunyai fungsi ekonomi. Fungsi tersebut digunakan oleh sebagian masyarakat untuk memperoleh pendapatan. Fungsi ekonomi ditunjukkan melalui adanya kios di taman kota. Selain dua fungsi di atas, taman kota juga mempunyai fungsi budaya. Fungsi budaya ditunjukkan melalui adanya fasilitas panggung terbuka. Fasilitas tersebut biasanya digunakan oleh pengguna untuk kegiatan, seperti pentas seni atau konser musik. Sementara itu, taman kota tidak hanya mempunyai fungsi yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat kota, namun juga mempunyai hubungan dengan lingkungan perkotaan. Fungsi yang dimaksud ialah fungsi ekologi dan estetika. Fungsi ekologi taman kota bermanfaat sebagai paru-paru kota dan tempat resapan air. Fungsi taman kota sebagai paru-paru kota membutuhkan tanaman/ pohon, seperti pohon perindang (jenis tanaman yang berukuran besar). Selain itu, fungsi taman kota sebagai tempat resapan air membutuhkan kolam retensi atau luasan taman kota berupa rumput maupun tanah. Selanjutnya, fungsi estetika bermanfaat sebagai estetika perkotaan yang dapat dibangun dengan menonjolkan kenampakan fisik taman kota seperti jenis tanaman beragam (tanaman hias dan perdu atau bentuk tanaman yang unik). 1.6.5. Elemen-Elemen Fisik Taman Kota Menurut Frick (2006) menyatakan bahwa taman kota merupakan suatu tempat di kawasan perkotaan yang mempunyai fungsi sebagai paru-paru kota dan sebagai tempat beristirahat manusia. Supaya taman kota memenuhi tuntutannya sebagai tempat yang nyaman, maka dibutuhkan ketersediaan vegetasi dan pemeliharaan taman kota dengan memperhatikan fasilitas taman kota. Semakin berkembangnya waktu, taman kota juga berfungsi untuk kesehatan, kesejahteraan, dan kenyamanan serta difungsikan sebagai ruang terbuka aktif yang mengundang unsur-unsur kegiatan di dalamnya (tempat bersosialisasi, bermain, rekreasi). Merujuk pada penjelasan tersebut, maka elemen fisik taman kota menurut Frick (2006) tentang kota ekologis di iklim tropis dan penghijauan kota yaitu: 16

1. Fasilitas taman kota Fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai pengguna taman ialah fasilitas yang dapat mewadahi berbagai aktivitas baik ekonomi, sosial, dan budaya. Aktivitas tersebut berhubungan dengan fungsi taman kota sebagai fungsi ekonomi, sosial dan budaya. Fasilitas taman kota yang dimaksud adalah tempat duduk, fasilitas bermain, warung makan/ kios, panggung terbuka dan gazebo. 2. Ketersediaan vegetasi Ketersediaan vegetasi yang dibutuhkan di taman kota adalah tanaman yang dapat berfungsi sebagai ekologi dan estetika perkotaan. Vegetasi yang berfungsi ekologi adalah tanaman yang dikategorikan sebagai tanaman perindang/berukuran besar. Sementara itu, tanaman yang dapat berdampak pada estetika taman kota ialah tanaman hias, seperti bunga maupun tanaman perdu. Contoh tanaman yang mempunyai fungsi ekologi adalah pohon beringin, mangga, jambu biji, sengon, asam dan palm. Sementara itu, contoh tanaman yang mempunyai fungsi estetika adalah bougenvil, melati, kembang sepatu dan kembang kenikir. 3. Pemeliharaan fasilitas dan vegetasi yang merujuk pada kondisi keduanya. Pemeliharaan tersebut bertujuan agar kondisi fisik fasilitas dan vegetasi tetap terjaga. Contoh aspek pemeliharaan taman kota adalah penyiraman tanaman, pemupukan, pemangkasan, pemberantasan hama, perawatan fasilitas, menjaga kebersihan area taman, dan perbaikan fasilitas jika diperlukan. Berdasarkan tiga hal di atas, maka kualitas fisik taman kota yang diharapkan oleh pengguna taman adalah taman kota yang dapat memenuhi fungsi taman kota yaitu sebagai fungsi ekologi, estetika, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi tersebut dapat tercipta apabila taman kota dilengkapi oleh berbagai fasilitas taman dan keberadaan vegetasi (tanaman perindang, semak, dan hias) di taman kota. Selain itu, untuk meningkatkan estetika dan kenyamanan pengguna taman, maka taman kota juga harus memenuhi aspek pemeliharaan supaya kondisinya tetap terjaga. 17

1.7. LandasanTeori Kajian teori merupakan suatu landasan berfikir yang digunakan oleh peneliti sebagai dasar untuk memecahkan persoalan atau masalah penelitian. Landasan tersebut dapat bersumber dari teori-teori yang dikemukakan oleh seorang pakar atau peraturan perundang-undangan. Pada penelitian ini terdapat dua tujuan sebagai dasar upaya untuk menjawab permasalahan dalam penelitian, yaitu : 1. Tujuan pertama adalah mengukur kualitas fisik taman kota di BWK I, II, dan III Kota Semarang. Untuk menjawab tujuan penelitian tersebut, digunakan indikator yaitu kondisi dan ketersediaan fasilitas, ketersediaan dan kondisi vegetasi, dan aksesibilitas. Empat indikator tersebut merupakan elemenelemen fisik taman kota yang digunakan untuk menentukan kualitas fisik yang terkait dengan fungsi taman kota sebagai fungsi ekologi, estetika, sosial budaya, dan ekonomi (Frick, 2006). a. Kondisi fasilitas; menekankan pada analisis mengenai kondisi riil fasilitas yang tersedia, tingkat keterawatan, dan umur/lamanya fasilitas berada di taman kota. Indikator ini berkaitan dengan nilai estetika taman kota dimana dapat mempengaruhi keindahan taman kota. b. Ketersediaan fasilitas; menekankan pada analisis mengenai jenis fasilitas dan jumlah unit fasilitas yang tersedia di tiap taman kota. Ketersediaan fasilitas digunakan peneliti untuk mengetahui fungsi ekonomi, sosial dan budaya telah terwadahi atau belum terwadahi. Hal tersebut karena taman kota digunakan sebagai tempat rekreasi, bermain, bersantai, pentas seni dan bekerja bagi pengguna lainnya. c. Ketersediaan vegetasi; menekankan pada analisis mengenai jenis vegetasi, jumlah pohon, tingkat keterawatan, keteraturan penataan tanaman, harmonisasi antara vegetasi, keberadaan tanaman perindang, dan tingkat kerapatan vegetasi. Indikator tersebut berkaitan dengan fungsi taman kota yaitu fungsi ekologi dan estetika. Menurut Dahlan (1992) fungsi ekologi taman kota berupa peredam kebisingan kota, paru-paru kota, penahan angin, pelestarian air tanah, penyerap 18

karbondioksida dan penghasil oksigen yang berkaitan dengan keberadan vegetasi. Sementara itu, fungsi estetika menempatkan tumbuhan sebagai komponen utama yang dapat menciptakan keindahan melalui tata letak, bentuk dan jenis tanaman. d. Aksesibilitas; menekankan pada dua analisis yaitu aksesibilitas internal/di dalam kawasan (taman kota) dan aksesibilitas eksternal/ di luar kawasan. Pada aksesibilitas internal, peneliti menekankan pada sarana prasarana yang ada di dalam taman seperti jalan setapak, pedestrian dan trek lari yang diidentifikasi kondisi dan keterawatannya. Aksesibilitas eksternal, peneliti menekankan pada moda transportasi yang tersedia, prasarana transportasi pendukung, jaringan jalan yang menuju taman dan waktu tempuh taman kota ke tempat publik lainnya atau sebaliknya. Menurut Budihardjo (1997) dalam bukunya mengenai kota berkelanjutan, aspek aksesibilitas ini terkait dengan fungsi sosial taman kota agar taman kota dapat digunakan/dijangkau oleh semua pengguna baik anak-anak sampai lansia. 2. Tujuan kedua adalah menganalisis keterkaitan kualitas fisik taman kota dengan pemanfaatan taman kota oleh pengguna. Tujuan kedua dalam penelitian ini difokuskan pada pengguna yang memanfaatkan taman kota (users). Darmawan (2006) dalam bukunya mengenai teori dan kajian ruang publik kota berpendapat bahwa pemanfaatan taman kota ditentukan oleh beberapa faktor yaitu ragam kegiatan, karakteristik pengguna, waktu kegiatan dan konsentrasi kegiatan. Indikator tersebut akan dikaitkan dengan masingmasing indikator elemen fisik taman kota seperti yang dijelaskan pada tujuan pertama. Empat indikator yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjawab tujuan kedua di atas ialah: a. Jenis kegiatan; menekankan dalam analisis mengenai kegiatan sosial, budaya, dan olahraga. b. Karakteristik pengguna; menekankan dalam analisis mengenai pengguna yang memanfaatkan taman kota berdasarkan perbedaan umur 19

dan pekerjaannya karena hal tersebut sudah mencakup semua golongan pengunjung yang memanfaatkan taman kota. c. Waktu kegiatan; menekankan dalam analisis mengenai lama waktu pengguna di taman, frekuensi kunjungan pengunjung ke taman kota, waktu penggunaan taman (pagi/ siang/ sore/ malam). d. Konsentrasi kegiatan; merupakan tempat yang sering digunakan pengguna untuk beraktivitas di taman kota. 1.8. Kerangka Pemikiran Taman sebagai unsur yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia sejak zaman dahulu. Semakin pesat perkembangan zaman, kehadiran taman akan semakin dibutuhkan. Kehidupan manusia yang semakin kompleks menuntut taman agar sesuai dengan fungsinya. Kebutuhan akan taman dirasa semakin penting karena intensitas aktivitas manusia yang meningkat, sedangkan kondisi lingkungan perkotaan semakin rendah. Masyarakat kota membutuhkan tempat dimana mereka dapat beraktivitas di tempat sejuk dan nyaman. Semakin berkembangnya kota akan semakin padat dengan aktifitasaktifitas penduduknya, sehingga membutuhkan ruang terbuka hijau. Taman yang terletak di pusat kota akan menjadi bagian penting dari kota itu sendiri, karena masyarakat dapat berinteraksi di dalam taman tersebut. Kebutuhan manusia ketika beraktivitas di dalam taman akan terpenuhi jika taman mempunyai kualitas fisik yang baik. Taman kota akan dimanfaatkan oleh manusia apabila tempat tersebut mempunyai kualitas fisik yang sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan manusia akan taman kota dapat terpenuhi apabila fungsi yang dimiliki taman kota dapat berjalan secara optimal. Fungsi yang dimaksud tersebut ialah fungsi ekologi, estetika, sosial budaya, dan ekonomi. Merujuk pada permasalahan diatas, maka peneliti akan mengukur kualitas fisik taman kota di pusat kota, khususnya BWK I, II, III Kota Semarang. Pada penelitian ini, indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas fisik taman kota yaitu ketersediaan dan kondisi fasilitas, ketersediaan dan kondisi vegetasi, serta 20

aksesibilitas. Indikator kualitas fisik tersebut berkaitan dengan fungsi taman kota sebagai fungsi ekologi, estetika, sosial budaya, dan ekonomi. Sementara itu, kualitas fisik taman kota juga dapat berpengaruh terhadap pemanfaatannya. Hal ini karena kebutuhan pengguna taman dapat terpenuhi apabila taman kota mempunyai kualitas fisik yang baik. Berangkat dari uraian tersebut, maka peneliti juga mengidentifikasi keterkaitan antara kualitas fisik dengan pemanfaatan taman kota oleh pengguna. Indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi pemanfaatan taman kota ialah jenis kegiatan, karakteristik pengunjung, waktu kegiatan, dan konsentrasi kegiatan. Empat indikator tersebut akan dikaitkan dengan indikator kualitas fisik taman kota. Hal ini bertujuan supaya indikator kualitas fisik mana saja yang mempunyai keterkaitan dengan pemanfaatan taman kota. Berdasarkan penjelasan diatas maka dirumuskan sebuah kerangka pemikiran seperti yang ditunjukkan pada diagram alir Gambar 1.3. 21

Taman Kota Elemen Fisik Taman Kota Pemanfaatan Taman Kota Elemen fisik taman kota : 1. Ketersediaan fasilitas. 2. Kondisi fasilitas. 3. Vegetasi 4. Aksesibilitas Faktor-faktor pemanfaatan taman kota: 1. Jenis kegiatan 2. Ragam pengguna 3. Waktu kegiatan 4. Konsentrasi kegiatan Kualitas Fisik Taman Kota Tujuan 1 Keterkaitan kualitas fisik dengan pemanfaatan taman kota Tujuan 2 - Jenis kegiatan >< Elemen fisik - Ragam pengguna >< Elemen Fisik - Konsentrasi kegiatan >< Elemen Fisik - Waktu kegiatan>< Elemen fisik KESIMPULAN - Kualitas fisik taman kota BWK I,II,III Kota Semarang - Keterkaitan kualitas fisik taman kota dengan pemanfaatan taman kota oleh pengguna. Gambar 1.3. Kerangka Pemikiran 22

1.9. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dalam penelitian ini dibuat pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Seperti apa kualitas fisik taman kota BWK I, II, III Kota Semarang? a. Apa saja fasilitas yang tersedia di taman kota? b. Seperti apa ketersediaan vegetasi dan kondisinya di taman kota BWK I, II, III Kota Semarang? c. Seperti apa kondisi fasilitas yang tersedia di taman kota? d. Seperti apa aksesibilitas yang dimiliki oleh taman kota BWK I, II, III Kota Semarang? 2. Bagaimanakah keterkaitan kualitas fisik dengan pemanfaatan taman kota oleh pengguna? a. Apa saja jenis aktivitas yang dilakukan oleh pengguna taman kota? b. Apakah ada keterkaitan antara konsentrasi kegiatan dengan elemen fisik taman kota? c. Dimana dan mengapa pengguna melakukan kegiatan di area tertentu taman kota? d. Kapan saja dan mengapa pengguna melakukan kegiatan pada waktu tertentu? e. Siapa saja dan mengapa pengguna beraktivitas di taman kota BWK I, II, III Kota Semarang? 23

1.10. Batasan Operasional Ruang Terbuka merupakan suatu wadah/ruang yang keberadaannya berfungsi sebagai tempat pertemuan masyarakat (Budihardjo dan Sujarto, 1999). Ruang terbuka hijau merupakan ruang terbuka yang berfungsi sebagai kawasan hijau yang di dalamnya terdapat berbagai jenis tumbuhan (Hakim, 2004). Ruang terbuka hijau publik merupakan suatu tempat yang dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat umum dimana di dalamnya terdapat berbagai kegiatan (Darmawan, 2006). Taman Kota merupakan ruang terbuka hijau yang terletak pada sebidang lahan di kawasan pusat kota dan biasanya dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan jenis tanaman agar fungsi taman kota terpenuhi (Frick, 2006). Fungsi Taman kota merupakan ruang terbuka hijau yang mempunyai fungsi ekologi, estetika, sosial budaya dan ekonomi (Budihardjo, 1997). Tipologi Ruang Terbuka merupakan pembagian ruang terbuka berdasarkan beberapa jenis diantaranya menurut fisik, fungsi, struktur, dan kepemilikan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 5 Tahun 2008 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan). Bagian Wilayah Kota (BWK) merupakan suatu kawasan fungsional yang memiliki kemiripan fungsi ruang (Peraturan Daerah Kota Semarang No 14 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Semarang Tahun 2011 2031). Kota merupakan suatu wilayah atau bagian dari negara yang dibatasi oleh batas administrasi tertentu baik fisik maupun maya yang diatur oleh pemerintahan yang berlaku untuk mengatur dan melaksanakan urusannya sendiri tanpa adanya campur tangan dari pihak lain (Yunus, 2005). 24