PEMANFAATAN JERAMI, PUPUK KANDANG, DAN RUMPUT LAUT SEBAGAI PUPUK ORGANIK PADA BUDIDAYA UDANG WINDU DI TAMBAK

dokumen-dokumen yang mirip
dan nila merah hybrid F 2 yang dipelihara di tambak. Sebagai perlakuan pada penelitian ini adalah A = penggunaan benih nila merah hybrid F 1

PEMANFAATAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) UNTUK MENGONTROL KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI TAMBAK

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA

TOLERANSI KADAR GARAM JENIS KEPITING BAKAU DI TAMBAK

PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA

PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK

Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Jln. Makmur Dg. Sitakka No. 129 Maros, Sulawesi Selatan

PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA

PARAMETER KUALITAS AIR

DESAIN WADAH BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) SEMI INTENSIF DI TAMBAK

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENAMPIL AN NIL A GESIT

SERAPAN TIRAM Crassostrea iredalei TERHADAP POPULASI Nannochloropsis sp. DENGAN KEPADATAN AWAL BERBEDA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Polikultur rajungan, udang vanamei, ikan bandeng, dan rumput laut di tambak (Suharyanto) Suharyanto *) *)

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA EKSTENSIF PLUS DI LAHAN MARGINAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah

BAB 3 BAHAN DAN METODE

GROUPER FAPERIK ISSN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK KUALITAS PERAIRAN TAMBAK DI KABUPATEN PONTIANAK

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

EFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA

HASIL DAN PEMBAHASAN

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN

Studi Potensi Air Tanah di Pesisir Surabaya Timur Untuk Budidaya Perikanan Air Payau

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TAMBAK MELALUI PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TAMBAK MEL ALUI BUDIDAYA PERIKANAN TERPADU

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, yang melaksanakan tugas operasional

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

NILA MERAH AIR TAWAR, PELUANG BUDIDAYANYA DI TAMBAK AIR PAYAU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MANAJEMEN KUALITAS AIR

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

FLUKTUASI OKSIGEN TERLARUT HARIAN PADA TAMBAK POLIKULTUR UDANG WINDU (Penaeus monodon), RUMPUT LAUT (Gracilaria sp.), DAN IKAN BANDENG (Chanos chanos)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PRINSIP BUDIDAYA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei DI TAMBAK DENGAN TEKNOLOGI EKSTENSIF PLUS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem

PENDAHULUAN karena sungai-sungai banyak bermuara di wilayah ini. Limbah itu banyak dihasilkan dari

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

[ GROUPER FAPERIK] [Pick the date]

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

GROUPER FAPERIK ISSN

Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA AKUAPONIK UNTUK PRODUKSI PAKAN ALAMI (Moina sp.)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

KONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) SECARA RESIRKULASI DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA

BUDIDAYA MULTITROPIK UDANG WINDU (Penaeus monodon), NILA MERAH (Oreochromis niloticus), DAN RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI TAMBAK

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN TAMBAK DESA MOROREJO KABUPATEN KENDAL

Tingkat Kelangsungan Hidup

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

JENIS DAN KOMPOSISI PL ANKTON PADA BUDIDAYA POLIKULTUR UDANG WINDU, UDANG VANAME, IKAN BANDENG, DAN RUMPUT LAUT DI TAMBAK

PENGGUNAAN RESERVOIR TERHADAP PERFORMA UDANG WINDU (Penaeus monodon Fabricius) YANG DIBUDIDAYAKAN SECARA TRADISIONAL

nila dibedakan menjadi dua yaitu pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

PENDAHULUAN Latar Belakang

STRATEGI PENGELOL AAN PAKAN YANG EFISIEN PADA BUDIDAYA UDANG VANAME, Litopenaeus vannamei POL A SEMI-INTENSIF DI TAMBAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGGUNAAN KOMBINASI BERAGAM PAKAN HIJAUAN DAN PAKAN KOMERSIAL TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT IKAN GURAME (Osphronemus gouramy Lac.)

Transkripsi:

55 Pemanfaatan jerami, pupuk kandang dan rumput laut... (Burhanuddin) PEMANFAATAN JERAMI, PUPUK KANDANG, DAN RUMPUT LAUT SEBAGAI PUPUK ORGANIK PADA BUDIDAYA UDANG WINDU DI TAMBAK ABSTRAK Burhanuddin dan Erfan Andi Hendrajat Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: litkanta@indosat.net.id Udang merupakan komoditas ekspor perikanan penting terutama ke negara-negara maju. Semakin meningkatnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan menyebabkan makanan yang dikonsumsi mengalami pengawasan yang ketat tentang kebersihandan kandungan bahan berbahaya bagi tubuh. Fenomena seperti ini akan terus berkembang dan meningkat seiring dengan perkembangan kemajuan dunia. Karena itu, selain produk organik banyak diminati oleh masyarakat, juga produk dihargai 3 kali lipat dibanding dengan harga produk non-organik, Meningkatnya animo masyarakat pada makanan organik menuntut usaha menyediakan makanan organik sehingga perlu banyak penelitian yang menunjang usaha tersebut. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk organik yang terbuat dari bahan baku jerami, pupuk kandang, dan rumput laut terhadap pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang windu di tambak. Hewan uji yang digunakan adalah tokolan udang windu. Perlakuan yang dicobakan yaitu pupuk yang terbuat dari: A (rumput laut + jerami + pupuk kandang), B (pupuk organik komersial) dan C (tanpa pemupukan) masing-masing dengan 3 ulangan. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan udang, sintasan, produksi, serta kualitas air dan plankton. Hasil yang dicapai selama 90 hari pemeliharaan adalah sintasan dan produksi tertinggi pada perlakuan A yakni masing-masing sebesar 46,2% dan 84 kg/ha, perlakuan adalah C 43% dan 44,8 kg/ha serta perlakuan B adalah 11,37% dan 15,5 kg/ha. Pertumbuhan mutlak udang windu pada perlakuan A, B, dan C masing-masing sebesar 8,55 g/ekor; 6,55 g/ekor; dan 5,42 g/ekor. Pupuk organik dari bahan baku jerami + pupuk kandang + rumput laut (perlakuan A) memberikan pertumbuhan, sintasan dan produksi yang berbeda nyata (P<0,05) dengan pupuk organik komersial sehingga bahan tersebut dapat dijadikan pupuk organik untuk keperluan tambak. KATA KUNCI: pupuk organik, udang windu, pertumbuhan, sintasan, produksi PENDAHULUAN Produksi udang windu (P. monodon) asal tambak masih mengalami keterpurukan akibat serangan penyakit yang belum dapat diatasi secara tuntas. Pemanfaatan tambak hanya dilakukan dengan memelihara ikan bandeng, udang vaname, dan udang windu penebaran rendah masih terus dilakukan. Beberapa tahun terakhir kecenderungan masyarakat dunia untuk mengonsumsi makanan organik ternyata tidak semata-mata hanya dari produk sayur-sayuran. Minat itu mulai meluas, pada produk kelautan seperti udang organik. Peminat pada umumnya adalah masyarakat Jepang, Kanada, dan Uni Eropa. Harga komoditas udang organik lebih tinggi dibandingkan udang yang diproduksi dengan teknologi tinggi yang menggunakan bahan kimia. Permintaan udang organik di pasar dunia mencapai ribuan ton per tahun, akan tetapi yang bisa dipenuhi hanya puluhan ton. Hal ini disebabkan budidayanya masih terbatas karena produktivitas tambak udang yang dikerjakan secara organik rendah yaitu 1.000 kg/ha dan jumlah pengelola masih kurang. Walaupun produksinya rendah, tetapi nilai jual lebih tinggi 3 kali lipat dibanding dengan udang biasa menyebabkan produktivitas dan pendapatan naik. Harga udang organik US$ 20/kg, sedangkan harga udang dengan pestisida maksimal US$ 7/kg. Udang organik hanya bisa didapatkan dari kegiatan budidaya penebaran rendah. Karena itu, potensi pengembangan budidaya udang organik cukup tinggi di Indonesia karena 80% kegiatan budidaya dilakukan secara tradisional di tambak. Khusus di Sulawesi Selatan luas tambak mencapai 90.540 ha pada tahun 1995 dengan produksi udang windu

Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012 56 mencapai 20.622,0 kg dan ikan bandeng 58.715,4 kg (Anonim, 1995 dalam Tangko et al., 2007). Apabila luas tambak yang ada dioptimalkan kembali untuk budidaya udang windu kepadatan rendah dan hanya menggunakan pupuk organik maka produksi udang akan membaik dengan kualitas yang terjamin. Pupuk organik mudah didapatkan dan dibuat dari bahan baku yang tersedia seperti jerami, pupuk kandang, dan rumput laut. Jerami selama ini dibakar dan menghasilkan polusi udara yang mengganggu kesehatan. Pengolahan jerami menjadi pupuk melalui fermentasi dapat menghasilkan produk yang bermanfaat seperti pupuk organik yang diperlukan oleh petani dan petambak. Penggunaan jerami sebagai bahan utama pupuk organik selain cukup tersedia juga mengandung unsur P dan N 4,37% dan 2,39% (Amin et al., 1994). Ketersediaan unsur P dan N pada tambak dapat dilakukan dengan cara pemupukan susulan untuk penumbuhan pakan alami seperti plankton lumut dan klekap. Klekap adalah kumpulan jasad renik yang tersusun oleh alga biru, diatom, bakteri, dan organisme renik hewani (Mintardjo et al., 1984). Kecenderungan peningkatan keragaman dan keseragaman makrobentos apabila terjadi peningkatan bahan organik (Pirzan et al., 2004). Komposisi spesies makro bentos cenderung lebih tinggi pada tambak intensif dan tradisional daripada di tambak bakau (Gunarto et al., 2002). Selanjutnya Syarief (1985) mengatakan bahwa jumlah unsur hara yang tersedia dalam tanah bagi pertumbuhan tanaman pada dasarnya harus cukup agar tingkat produksi yang diharapkan dapat tercapai. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk organik yang terbuat dari bahan baku jerami, pupuk kandang, dan rumput laut terhadap pertumbuhan sintasan dan produksi udang windu di tambak. Sedangkan manfaat dan sasaran yang ingin dicapai adalah untuk menyediakan pupuk organik yang murah dan mudah didapat sehingga swasembada pupuk organik selalu terpenuhi. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Instalasi Tambak Percobaan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros, Sulawesi Selatan menggunakan 9 petak tambak berukuran masing-masing 500 m 2. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri atas 3 perlakuan yaitu: A = pupuk yang terbuat dari jerami (50%) + rumput laut (25%) + pupuk kandang (25%), B = pupuk organik komersial, dan C = tanpa pemupukan. Setiap perlakuan diulang masing-masing 3 kali. Sebelum penelitian dilaksanakan terlebih dahulu dilakukan persiapan tambak yang meliputi perbaikan pematang, pintu air, dan perbaikan dasar tambak. Setelah persiapan selesai maka dilakukan pemupukan dengan menebar secara merata pada pelataran tambak dengan dosis 2.000 kg/ha pada perlakuan A dan B. Setelah pupuk mulai kelihatan homogen dengan tanah, mulailah dimasukkan air. Pengisian air setinggi sampai 60 cm bertujuan untuk memicuh pertumbuhan plankton yang diharapkan sebagai pakan alami udang yang akan dipelihara. Penebaran dilakukan pada pagi hari dengan kepadatan yang diaplikasikan 2 ekor/m 2 tokolan udang windu. Lama penelitian 3 bulan. Pergantian air dilakukan seperlunya. Peubah biologis yang diamati adalah pertumbuhan bobot setiap 15 hari, sedangkan sintasan dan produksi dihitung setelah akhir penelitian. Peubah kualitas air meliputi suhu, salinitas, ph, alkalinitas, dan oksigen terlarut, NO 2 -N, NO 3 -N,NH 3 -N, BOT, PO 4 -P, dan SiO 2 setiap 15 hari sekali. Peubah biologis dan peubah kualitas air dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN BAHASAN Pertumbuhan Hasil pengamatan pertumbuhan bobot udang windu yang dipelihara selama 90 hari dengan menggunakan pupuk organik berbeda memperlihatkan pertumbuhan yang berbeda (Gambar 1). Pada perlakuan A mengalami peningkatan pertumbuhan sampai akhir penelitian, pada perlakuan B mengalami penurunan pertumbuhan mulai pada hari ke-75, sedangkan perlakuan C pertumbuhannya memuncak pada hari ke-60 dan seterusnya tidak mengalami pertumbuhan yang berarti. Pada Gambar 1 tampak pertumbuhan tertinggi diperoleh pada perlakuan A yang memakai pupuk dari bahan baku jerami + pupuk kandang + rumput laut disusul perlakuan B yang menggunakan pupuk komersial dan perlakuan C (tanpa pemupukan). Sedangkan Laju pertumbuhan tertinggi yang

57 Pemanfaatan jerami, pupuk kandang dan rumput laut... (Burhanuddin) 10 8 A B C Bobot (g) 6 4 2 0 Gambar 1. 0 15 30 45 60 75 90 Waktu (hari) Pertumbuhan udang windu pada setiap perlakuan diproleh pada riset ini adalah A (0,095%); disusul dengan perlakuan B (0,072%); dan C (0,06%). Laju pertumbuhan tertinggi pada perlakuan A disebabkan pakan alami berupa plankton selalu dalam keadaan tersedia mulai pada awal sampai akhir pemeliharaan. Pada perlakuan B plankton melimpah pada bulan I dan II dan mengalami penurunan pada hari ke-75, menyebabkan pertumbuhan udang mengalami penurunan akibat kekurangan makan. Karena itu, pada bulan I sampai awal bulan II termasuk kategori subur dan produktif, sedangkan memasuki bulan III kesuburan tambak menurun menyebabkan ketersediaan pakan alami terbatas. Ketersediaan plankton erat kaitannya dengan kandungan unsur hara pupuk yang diberikan. Hasil analisis pupuk yang digunakan disajikan pada Tabel 1. Dari hasil analisis kandungan unsur hara pada kedua jenis pupuk terlihat bahwa N total, bahan organik, dan C organik pada pupuk A hampir sama dengan perlakuan B, namun yang berbeda adalah kandungan unsur P 2 O 5 dengan kandungan pupuk A yaitu 96,72 mg/l lebih tinggi daripada pupuk komersial yaitu 5,81 mg/l (perlakuan B). Sedangkan hasil uji kualitas air menunjukkan bahwa PO 4 -P yang terkandung dalam air tambak tertinggi pada perlakuan A yaitu 0,027-0,213 mg/l dibanding pada perlakuan B yaitu 0,034-0,143 Tabel 1. Hasil analisis kandungan unsur hara pupuk organik yang diaplikasikan Kode ph H 2 O C-organik (%) Bahan organik (%) P 2 O 5 (mg/l) N Total (%) Pupuk organik A 6,16 7,77 13,4 96,02 1,14 Pupuk organik komersial 6,7 8,17 14,08 5,81 1,16 Sumber: Laboratorium Tanah BPPBAP, Maros (2011) mg/l dan C yaitu 0,009-0,126 mg/l. Dengan melihat kandungan fosfat pada air tambak maka perlakuan A dinilai termasuk kategori sangat subur, sedang perlakuan B dan C termasuk kategori subur. Hal ini sesuai dengan Yushimura (1983) dalam Wardoyo (1979) mengatakan ortofosfat 0,051-0,1 mg/l tergolong perairan dengan tingkat kesuburan baik. Sedangkan Jones & Bachman (1976) dalam Davis & Cornwel (1991) mengatakan fosfat adalah bentuk fosfor merupakan unsur hara yang esensial bagi tumbuhan termasuk plankton sehingga dapat berpengaruh terhadap produktivitas perairan. Ketersediaan unsur hara fosfat dalam air erat kaitannya dengan kandungan unsur hara fosfat tanah. Fosfat dalam tanah tambak akan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya waktu pemeliharaan. Hasil analisis P 2 O 5 tanah tambak setelah pemupukan teringgi pada perlakuan A disusul

Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012 58 perlakuan B dan C. Pada saat setelah pengoperasian tambak fosfat pada semua perlakuan relatif sama (Gambar 2). 140 Sebelum Sesudah Kandungan P 2 O 5 (mg/l) 120 100 80 60 40 20 0 Pupuk organik BPPBAP Pupuk organik komersial Tanpa pemupukan Gambar 2. Kandungan P 2 O 5 sebelum dan sesudah pengoperasian tambak Pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang windu dengan aplikasi jenis pupuk berbeda selama 90 haripemeliharaan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang windu pada setiap perlakuan Peubah Perlakuan A B C Luas petakan (m 2 ) 500 500 500 Kepadatan (ekor/petak) 1.000 1.000 1.000 Lama pemeliharaan (hari) 90 90 90 Bobot awal (g/ekor) 0,15 0,15 0,15 Bobot akhir (g/ekor) 8,71 6,7 5,57 Bobot mutlak (g/ekor) 8,55 a 6,55 b 5,42 b Sintasan (%) 46,2 a 11,37 b 39,76 c Produksi (kg/ha) 84 a 15,5 b 44,2 c Angka pada baris yang sama, disertai huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) Pada Tabel 2 terlihat bahwa pertumbuhan tertinggi dicapai pada perlakuan yang menggunakan pupuk organik dengan perbandingan bahan baku jerami 50%, pupuk kandang 25%, dan rumput laut 25% (perlakuan A), disusul dengan perlakuan B yang menggunakan pupuk organik komersial dan tanpa pemupukan (perlakuan C). Pertumbuhan tertinggi diperoleh pada perlakuan A dengan rataan bobot akhir 8,71 g/ekor; kemudian disusul perlakuan B dengan rataan bobot rataan akhir 6,7 g/ekor dan perlakuan C (tanpa pemupukan) hanya tumbuh 5,57 g/ekor. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan udang pada perlakuan A berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan B dan antara perlakuan B dengan perlakuan C tidak berbeda nyata (P>0,05). Tingginya pertumbuhan yang diperlihatkan pada perlakuan A diduga disebabkan ketersediaan pakan alami lebih baik dibandingkan dengan ketersediaan pakan alami pada perlakuan lainnya. Hasil pengamatan plankton menunjukkan

59 Pemanfaatan jerami, pupuk kandang dan rumput laut... (Burhanuddin) kelimpahan pakan alami lebih tinggi pada perlakuan A dibanding perlakuan B dan C. Kelimpahan pakan alami pada perlakuan A disebabkan ketersediaan unsur hara yang berasal dari pupuk selalu tersedia selama penelitian. Kelebihan daripada pupuk organik adalah proses penguraiannya lebih lambat tetapi bertahan lebih lama menyebabkan kebutuhan unsur hara plankton selalu terpenuhi. Sintasan Sintasan udang windu sampai pada hari ke-90 tertinggi pada perlakuan A (46,2%) dan terendah pada perlakuan B (11,37%). Tingginya sintasan pada perlakuan A disebabkan serangan penyakit tidak separah perlakuan lainnya. Sedangkan rendahnya sintasan pada perlakuan B disebabkan serangan penyakit lebih awal sampai akhir penelitian. Hasil analisis PCR menunjukkan bahwa udang terserang penyakit WSSV. Virus tersebut merupakan salah satu penyebab kematian udang secara massal dalam waktu yang singkat dan sampai saat initeknik penanggulangan penyakit tersebut belum ditemukan. Produksi Produksi berkaitan erat dengan pertumbuhan dan sintasan, sedangkan pertumbuhan dan sintasan sangat bergantung pada mutu benih, kualitas air dan ketersediaan pakan. Pada penelitian ini benih yang digunakan dinilai cukup baik karena telah ditokolkan selama 45 hari di tambak sehingga telah teradaptasi dengan lingkungan tambak. Sedangkan ketersediaan pakan alami dinilai lebih baik pada perlakuan A yang pertumbuhannya lebih tinggi sampai pada hari ke-90. Produksi pada perlakuan A = 84 kg/ha; B = 15,5 kg/ha; dan C = 44,2 kg/ha. Produksi tersebut masih dapat ditingkatkan apabila proses budidayanya berjalan dengan baik dan tidak terserang penyakit. Produksi pada perlakuan A telah menyamai produksi tambak tradisional yang menggunakan pupuk anorganik dalam penumbuhan pakan alami. Kualitas Air Parameter kualitas air dalam budidaya udang tidak kalah pentingnya dengan parameter lain untuk diketahui karena berpengaruh terhadap aktivitas organ tubuh ikan dan krustase lainnya. Tingkat keberhasilan usaha budidaya organisme perairan sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan organisme di mana berada. Air yang memiliki kualitas baik secara fisik, kimia, dan biologis akan memberikan pengaruh kehidupan yang baik pula terhadap hewan air yang dipelihara. Data kualitas air selama penelitian berlangsung disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kisaran parameter kualitas air pada setiap perlakuan selama penelitian Peubah Perlakuan A B C Suhu ( C) 27,0-30,1 27,8-29,9 27,1-30,3 Salinitas (ppt) 7,4-29,0 6,9-30,0 6,9-30,0 ph 8,0-9,5 7,7-9,0 7,8-9,0 Alkalinitas (mg/l) 111,4-188,1 110,0-209,0 103,1-179,7 Oksigen terlarut (mg/l) 3,3-5,2 3,2-5,1 2,9-5,1 NO 2 -N (mg/l) 0,01-0,08 0,01-0,04 0,02-0,04 NO 3 -N (mg/l) 0,05-0,79 0,003-0,93 0,02-1,00 NH 3 -N (mg/l) 0,003-0,58 0,03-0,76 0,01-0,67 BOT (mg/l) 28,0-50,6 25,9-52,1 27,7-52,6 PO 4- P (mg/l) 0,02-0,21 0,03-0,14 0,01-0,12 Si.O 2 (mg/l) 0,01-0,36 0,01-0,36 0,01-0,55

Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012 60 Suhu Suhu merupakan parameter kualitas air yang perlu diperhatikan pada tambak penebaran rendah. Stratifikasi suhu kadang terjadi pada lapisan air yang tidak terjadi pengadukan, seperti tambak tradisional. Adanya stratifikasi suhu dapat berpengaruh terhadap sintasan dan pertumbuhan udang yang dipelihara. Perubahan suhu juga mempengaruhi proses kimia dan biologis seperti kelarutan oksigen lebih banyak pada suhu rendah. Sedangkan kesesuaian air terhadap kehidupan dan pertumbuhan organisme akan lebih rendah pada kondisi fluktuasi yang besar. Kisaran suhu yang diamati selama 24 jam pada perakuan A (28,3 C- 33,2 C); B (28,5 C-32,4 C); dan C (28,8 C-2,7 C). Suhu terendah terjadi pada waktu subuh dan tertinggi pada sore hari. Perubahan suhu tinggi dalam perairan akan mempengaruhi proses metabolisme, aktivitas tubuh, dan syaraf lain (Tinggal et al., 2003). Salinitas Salinitas merupakan parameter kualitas air di tambak yang paling sering mengalami perubahan. Pada musim hujan salinitas cenderung turun sebaliknya pada musim kemarau cenderung naik. Sedangkan organisme budidaya memiliki batas toleransi minimal dan maksimal serta optimal untuk pertumbuhan dan sintasannya. Karena itu, ikan atau udang dan krustase lainnya yang hidup pada air payau terutama di tambak termasuk ikan yang tahan terhadap goncangan kadar garam dibanding dengan ikan yang hanya mampu hidup di air tawar dan di laut. Udang windu pada dasarnya hidup di laut, akan tetapi dengan proses adaptasi mampu menyesuaikan diri bahkan tumbuh lebih cepat pada air payau. Kisaran salinitas pada perlakuan A (7,4-29,0 ppt); B (6,9-30,0 ppt ); dan C (6,9-30,0 ppt). Pada kondisi salinitas seperti ini udang masih tumbuh, namun tidak sebaik dengan pada salinitas yang cenderung turun dari awal sampai akhir pemeliharaan. Menurut Haryanti (1988), penurunan salinitas mempengaruhi respons udang terhadap pakan dan terbaik pada penurunan 25 ppt ke 10 ppt. ph Tingkat kemasaman atau ph pada hakekatnya adalah negatif dari logaritma konsentrasi ion hidrogen (H + ). Apabila konsentrasi ion H meningkat maka nilai ph menjadi rendah, dan sebaliknya. Perubahan ph air yang besar dalam waktu singkat akan menimbulkan gangguan fisiologis. Pengaruh ph juga dapat mempengaruhi tingkat toksitas amonia dan keberadaan pakan alami seperti plankton, lumut, dan klekap. Kisaran ph pada perlakuan A (8,0-9,5) B (7,7 9,0) dan C (7,8-9,0). Hal ini sejalan dengan pendapat Supito et al. (1998) bahwa tingkat keasaman berada pada kisaran 7,5 8,5 dan suhu air 26,0 C-30,5 C. Alkalinitas Alkalinitas merupakan gambaran kapasitas air untuk menetralisir asam atau kapasitas penyanggah terhadap perubahan ph (Effendi, 2003). Pada penelitian ini nilai alkalinitas berada pada kisaran A (111,4-188,1 mg/l); B (110,0 209,0 mg/l); dan C (103,1-179,7). Nilai alkalinitas tersebut melebihi nilai yang baik yaitu 30-50 mg/l CaCO 3 (Effendi, 2003). Tingginya alkalinitas disebabkan bahan organik dari pemupukan sebagian belum terurai sempurna. Gunarto et al. (2006) mengatakan bahwa alkalinitas air tambak menjadi sangat tinggi pada kisaran 150 200 mg/l sehingga berpengaruh saat pengoperasian tambak. Pada penelitian ini alkalinitas belum berpengaruh terhadap pertumbuhan dan sintasan udang di tambak. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut pada perlakuan A (3,3-5,2 mg/l); B (3,2-5,1 mg/l); dan C (2,9-5,1 mg/l). Kisaran tersebut masih aman bagi udang windu. Menurut Roger (1987), selama oksigen terlarut belum kurang dari 2 mg/l maka pada umumnya keadaan udang dalam tambak belum kritis. Sumber oksigen terlarut dalam tambak dapat diperoleh dari oksigen hasil fotosintesis, oksigen yang berdifusi dari atmosfer ke dalam air tambak dan oksigen yang dimasukkan secara mekanis.

61 Pemanfaatan jerami, pupuk kandang dan rumput laut... (Burhanuddin) Nitrit Kandungan nitrit pada perlakuan A (0,009-0,082 mg/l); B (0,014-0,043 mg/l); dan C (0,020-0,040 mg/l). Kandungan nitrit pada penelitian termasuk rendah, kecuali pada perlakuan C. Menurut Gunarto et al. (2002), kandungan NO 2 -N 0,039-0,072 mg/l termasuk rendah. Nitrat Pasokan unsur hara dari pemupukan dapat mempengaruhi pertumbuhan plankton. Pemupukan dengan pupuk organik ke dalam air sebagai sumber nutrien yang dapat digunakan untuk pertumbuhan biota air. Kisaran NO 3 dalam air pada perlakuan A (0,052-0,790 mg/l); B (0,003-0,930 mg/l); dan C (0,020-1,003 mg/l). Nilai ini telah melampaui dari batas yang telah ditetapkan yaitu 0,008 mg/l (Anonim, 2004). Amonia Pergantian air akan berpengaruh terhadap kualitas air lainnya seperti amonia. Amonia dalam air dapat menjadi racun bila konsentrasinya lebih tinggi dan dalam keadaan anaerob. Konsentrasi amonia pada perlakuan A = 0,003-0,,580 mg/l; B = 0,028-0,760 mg/l; dan C = 0,010-0,670 mg/l. Silvester (1958) dalam Anonim (1976) menyarankan agar kandungan amonia dalam air sebaiknya tidak melebihi 1,5 mg/l. Menurut Chin & Chen (1987) dalam Gunarto (2002), kandungan NH 3 -N yang layak untuk jasad akuatik tambak adalah kurang dari 0,13mg/L. BOT Bahan organik air dapat berasal dari bawaan air yang masuk ke dalam tambak dan bahan organik yang terkandung dalam tanah. Salah satu faktor yang menyebabkan keberadaan bahan organik pada tanah tambak karena sisa-sisa dari tumbuhan yang masih belum terurai. Sisa tumbuhan tersebut berpotensi menyuburkan tanah tambak. Proses reklamasi dan pengeringan mempercepat penguraian bahan organik menjadi nutrien yang dapat menyuburkan tumbuhan air seperti lumut, klekap, serta plankton yang diperlukan ikan atau udang di tambak sebagai pakan alami. Kebanyakan tambak yang terbuat dari lahan gambut memiliki potensi kesuburan tinggi sehingga lahan tersebut dikenal dengan kesuburan potensial. Kesuburan potensial tanah tambak tidak akan menjadikan tambak menjadi subur apabila ph tetap rendah. Untuk meningkatkan ph perlu reklamasi sehingga potensi asam seperti Fe yang terkandung dalam tanah terurai menjadi FeO 2 kemudian dibuang. Reklamasi dan pencucian secara berulang-ulang akan meningkatkan ph tanah. Pada ph netral atau mendekati netral akan mempercepat proses mineralisasi bahan oraganik yang menghasilkan nutrien yang diperlukan oleh plankton dan tumbuhan air lainnya sebagai produser primer. Selain bahan organik yang terdapat dalam tanah, bahan organik juga berasal dari pupuk yang diberikan pada tanah tambak. Kandungan bahan organik air yang diamati selama penelitian pada perlakuan A = 28,02-50,64 mg/l; B = 25,98-52,14 mg/l; dan C = 27,71-52,68 mg/ L. Kandungan bahan organik pada semua perlakuan dinilai subur karena telah melampaui 26 mg/l. Menurut Reid (1961) dalam Amin et al. (1994), bahwa perairan dengan kandungan bahan organik melebih 26 mg/l merupakan perairan yang subur. Pemberian pupuk organik pada tanah tambak dapat meningkatkan kandungan bahan organik dan tingkat kesuburannya akan bertahan lebih lama, sedang kekurangannya adalah lambat dalam proses penguraiannya. Fosfat Unsur fosfat salah satu penentu tingkat kesuburan suatu perairan. Fosfat adalah bentuk fosfor merupakan unsur hara yang esensial bagi tumbuhan termasuk plankton sehingga dapat berpengaruh terhadap produktivitas perairan (Jones & Bachman, 1976 dalam Davis & Cornwel, 1991). Pemberian pupuk atau pemupukan dimaksudkan untuk meningkatkan kesuburan tambak. Salah satu unsur penting yang terdapat dalam pupuk adalah fosfat. Pada penelitian ini PO 4 -P tertinggi yang terkandung dalam tambak diperoleh pada perlakuan A yaitu 0,027-0,213, mg/l; B = 0,034-0,143 mg/l; dan C = 0,009-0,126 mg/l.

Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012 62 Tersedianya kandungan nitrat dan fosfat yang merupakan unsur hara dalam bentuk ion dapat meningkatkan aktivitas terutama untuk proses pertumbuhan dan perkembangbiakan. Sebelum dilakukan pemupukan kandungan fosfat masih di bawah kategori subur pada semua perlakuan. Akan tetapi setelah dilakukan pemupukan kandungan fosfat dalam air meningkat dan berada pada kategori subur. Peningkatan fosfat sebagai unsur hara bagi tumbuhan air tercepat pada perlakuan B yang dipupuk dengan pupuk organik komersial yaitu pada hari ke-15 dan menurun pada hari ke-30 dan selanjutnya berangsur-angsur naik sedikit demi sedikit sampai akhir penelitian. Sedangkan pada perlakuan A terjadi hal sebaliknya yaitu pada hari ke-15 mengalami penurunan dan stagnan sampai hari ke-45. Selanjutnya meningkat pada hari ke-60 sampai pada hari 90. Peningkatan fosfat tertinggi pada perlakuan B kemudian perlakuan A dan C. Hal ini diduga disebabkan struktur butiran pupuk organik komersial (perlakuan B) lebih halus sehingga cepat terurai dalam air. Penggunaan pupuk organik di tambak sebaiknya diaplikasikan jauh sebelum penebaran benih dilakukan untuk memberikan kesempatan pupuk terurai serta pertumbuhan plankton. Dengan melihat kandungan unsur fosfat dalam air maka tambak tersebut tergolong subur. Yushimura (1983) dalam Wardoyo (1979), mengatakan ortofosfat 0,051 0,100 mg/l tergolong perairan dengan tingkat kesuburan baik. Silikat Kandungan silikat (SiO 2 ) pada perlakuan A = 0,010-0,360 mg/l; B = 0,009-0,360 mg/l; dan C = 0,009-0,550 mg/l. Dengan melihat kandungan silikat ternyata perlakuan yang tidak dipupuk memperlihatkan kandungan silikat tertinggi. Hal ini diduga disebabkan tambak yang tidak dipupuk kandungan unsur lain seperti fosfat sangat rendah sehingga pertumbuhan plankton relatif kurang, akibatnya silikat yang tersedia dalam air tambak kurang termanfaatkan menyebabkan kandungan silikat tetap tersedia. Sebaliknya tambak yang subur terjadi pemakaian silikat setiap saat akibatnya ketersediaan silikat menurun. Plankton Hasil pengamatan jumlah jenis plankton diperoleh selama penelitian terdiri atas fitoplankton 22 jenis dan zooplankton 12 jenis. Fitoplankton didominasi oleh Kelas Bacillariophyceae, sedangkan zooplankton didominasi oleh Kelas kustase. Jenis fitoplankton yang dominan diperoleh adalah Navicula dan Nitzschia, sedangkan zooplankton adalah Copepoda. Rataan jumlah plankton yang diperoleh selama penelitian terbanyak adalah pada perlakuan A = 203 ind./l, menyusul perlakuan B = 99 ind./ L, dan perlakuan C 70 ind./l. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Unsur hara yang terkandung dalam pupuk organik yang dibuat dari jerami + pupuk kandang + rumput melalui proses fermentasi kurang lebih sama dengan unsur hara pada pupuk organik komersial. Pertumbuhan,sintasan dan produksi udang tertinggi diperoleh pada perlakuan A yakni masingmasing sebesar 8,55 g/ekor; 46,2%; dan 84 kg/ha lebih tinggi dibanding dengan pupuk organik komersial. Pupuk organik dari bahan baku jerami + pupuk kandang + rumput laut dapat dijadikan pupuk organik untuk keperluan tambak. Saran Hindari pemeliharaan udang pada peralihan musim hujan dan musim kemarau. Budidaya udang organik sebaiknya dilakukan pada tambak yang dalam agar pergantian air mudah dilakukan. DAFTAR ACUAN Amin, M., Amini, S., & Suardi. 1994. Pengaruh berbagai jenis pupuk dan dosis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang windu, Penaeus monodon pada bak terkontrol. Risalah

63 Pemanfaatan jerami, pupuk kandang dan rumput laut... (Burhanuddin) Seminar Hasil Penelitian Budidaya Pantai, hlm. 43-49. Anonim. 1976. Studi penentuan kriteria kualitas lingkungan hidup. Team Survey Ekologi Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2004. Menteri Negara Lingkungan Hidup. Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep.-51/MENLH/2004 tentang Buku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Davis, M.L. & Cornwell, D.A. 1991. Introduction to Enviromental Engineering. Second Edition. McGrow- Hill, Inc., New York, 822 pp. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta, 258 hlm. Gunarto, Pirzan, A.M., Suharyanto, Daud, R., & Burhanuddin. 2002. Pengaruh keberadaan mangrove terhadap keragaman makrobentos di tambak sekitar. J. Pen. Perik. Indonesia, 8(2): 77-88. Gunarto, Muslimin, Muliani, & Sahabuddin. 2006. Analisis kejadian serangan White Spot Syndrome Virus (WSSV) dengan beberapa parameter kualitas air pada budidaya udang windu menggunakan sistem tandon dan biofilter. J. Ris. Akuakultur, 1(2): 255 270. Haryanti. 1988. Tanggapan juvenil Penaeus monodon Farb. yang diperlakukan dengan penurunan kadar garam terhadap konsumsi pakan. J. Pen. Budidaya Pantai, 4(1): 13-20. Mintardjo, K., Sunaryanto, A., Utaminingsih, & Hermiyaningsih. 1984. Persyaratan tanah dan air. Dalam Pedoman Budidaya Tambak. Balai Budidaya Air Payau. Jepara, hlm. 63-111. Pirzan, A.M., Gunarto, Daud, R., & Burhanuddin. 2004. Hubungan antara bahan organik, tekstur tanah dan keragaman makrobentos di kawasan tambak mangrove. J. Pen. Perik. Indonesia, 10(2): 27-35. Roger, G.L. 1987. Perlunya aerasi dalam akuakultur. Seminar Teknik Budidaya Udang Intensif di Medan, Jakarta, Surabaya, dan Ujung Pandang. PT Kalorin Bahang. Jakarta, 45 hlm. Syarief, S.E. 1985. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Cetakan I. Pustaka Buana. Bandung, 182 hlm. Supito, Kuntiyo, & Djunaidah, I.S. 1998. Kaji pendahuluan pembesaran kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di tambak. Prosiding Seminar Teknologi Perikanan Pantai. Puslitbangkan, Loka Penelitian Perikanan Pantai Gondol-Bali bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency. Bali, 6-7 Agustus 1998. hlm. 149-154. Tangko, A.M. & Pantjara, B. 2007. Dinamika pertambakan di Sulawesi Selatan kurun waktu 1990-2005. Media Akuakultur, 2(2): 118-123. Tinggal, H., Hono, H., Zakim, Syamsul, A., Ruslan, Arik, H.W., Manja, M.B., Surya, L., & Agustik,S. 2003. Managemen pembesaran kerapu macan di keramba jaring apung. Loka Budidaya Laut Batam. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Batam. Wardoyo, S.T.H. 1979. Kriteria kualitas air untuk keperluan pertanian dan perikanan. Training Analisis Dampak Lingkungan PPLH, UNDP-PUSDI-PSL-IPN.