1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
c. memantau, mengevaluasi dan menilai hasil kerja bawahan dalam

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN Sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RINGKASAN EKSEKUTIF. vii. LAKIP 2015 Dinas Kelautan dan Perikanan

BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover)

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara.

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 56/KEP-DJPSDKP/2015 TENTANG

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

MINAPOLITAN DAN DESA LIMBANGAN, KETIKA KONSEP sdpembangunan DAN POTENSI KAWASAN DISATUKANcd ( oleh : Adi Wibowo)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Tangkap

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

KEBIJAKAN PEMANFAATAN PELABUHAN PERIKANAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN NELAYAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN KKP "Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad melakukan jumpa pers di kantor KKP Jakarta, Senen (18/10).

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN KEPADA KELOMPOK MASYARAKAT KELAUTAN DAN PERIKANAN

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN NELAYAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN

4/3/2017 PEMBANGUNAN PERIKANAN & KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA WORKSHOP DAU & DAK DAERAH PERBATASAN. Pontianak, 26 Juni 2008

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Kab. Minahasa Selatan MISI TUJUAN SASARAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2014 TENTANG SISTEM LOGISTIK IKAN NASIONAL

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

7 PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLA PERIKANAN TANGKAP DI PERBATASAN

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

Pemantapan Sistem Penyuluhan Perikanan Menunjang lndustrialisasi Kelautan dan Perikanan: Isu dan Permasalahannya serta Saran Pemecahannya 1

MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1. PERENCANAAN EKONOMI SERINGKALI BERSIFAT TAK TERBATAS 2. SETIAP AKTIVITAS SELAL

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM PENYULUHAN PERIKANAN MENUNJANG INDUSTRIALISASI KP SEJUMLAH MASUKAN PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya.

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun demikian sampai saat ini kesejahteraan masih belum dapat sepenuhnya dirasakan oleh sebagian besar masyarakat. Disamping itu, seiring dengan pembangunan ekonomi yang semakin berorientasi kepada mekanisme pasar serta adanya pergeseran struktur perekonomian, ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia merupakan hal yang sulit dihindari. Kesenjangan antar daerah terjadi terutama antara perdesaan dan perkotaan, antara Jawa dan luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia serta antara kawasan hinterland dengan kawasan perbatasan. Berbagai bentuk kesenjangan yang timbul meliputi kesenjangan tingkat kesejahteraan ekonomi maupun sosial. Kesenjangan yang ada juga diperburuk oleh faktor tidak meratanya potensi sumber daya terutama sumber daya manusia dan sumber daya alam antara daerah yang satu dengan yang lain, serta kebjakan pemerintah yang selama ini terlalu sentralistis baik dalam proses perencanaan maupun pengambilan keputusan. Salah satu ketimpangan pembangunan adalah antara wilayah-wilayah terluar yang merupakan perbatasan dengan negara-negara tetangga dengan wilayah-wilayah dalam. Kondisi sebagian besar wilayah terluar masih sangat jauh dari memadai dibandingkan dengan wilayah lainnya. Permasalahan utama dari ketertinggalan pembangunan di wilayah perbatasan ini adalah arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking sehingga seolah-olah kawasan perbatasan hanya menjadi halaman belakang dari pembangunan negara. Akibatnya, wilayah-wilayah perbatasan dianggap bukan merupakan wilayah prioritas pembangunan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Sementara itu pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia sulit berkembang terutama karena lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau. Diantaranya banyak yang tidak berpenghuni atau sangat sedikit jumlah penduduknya, serta belum tersentuh oleh pelayanan dasar dari pemerintah.

2 Hal ini tentu menjadi sangat krusial mengingat besarnya tekanan-tekanan dari negara lain terhadap wilayah terluar ini berupa tekanan-tekanan politik, ekonomi, sosial dan budaya. Masyarakat pada wilayah-wilayah tertentu bahkan lebih mengenal dan berinteraksi dengan masyarakat negara tetangga daripada dengan masyarakat Indonesia sendiri. Apabila hal tersebut dibiarkan bukan tidak mungkin akan mengancam integritas Indonesia sebagai suatu negara dan bangsa. Beberapa kasus sengketa perbatasan menunjukkan betapa kerugian yang cukup besar dialami Indonesia karena kehilangan wilayah-wilayah perbatasan ini seperti lepasnya Sipadan dan Ligitan. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar terdapat 92 pulau terluar. Potensi sumberdaya alam yang dimiliki sebagian besar wilayah terluar Indonesia tersebut adalah sumberdaya kelautan dan perikanan. Hal ini dapat dipahami mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dimana aspek kelautan menjadi sangat dominan. sektor perikanan dan kelautan sangat menungkinkan menjadi basis dan andalan pengembangan ekonomi wilayah perbatasan tersebut. Namun demikian, dalam kenyataannya wilayah-wilayah perbatasan dengan basis perikanan belum banyak berkembang. Terbatasnya akses dari dan ke wilayah tersebut menyebabkan aktifitas perekonomian dan pembangunan pada umumnya belum optimal dilaksanakan. Di sisi lain akses dari wilayah tersebut ke negara tetangga relatif lebih baik. Hal ini menyebabkan interaksi antara masyarakat Indonesia di wilayah terluar tersebut dengan masyarakat negara tetangga lebih intensif dibandingkan dengan masyarakat lain di dalam wilayah Indonesia. Di masa lalu, pembangunan di wilayah terluar ini lebih ditekankan pada pendekatan keamanan semata dan kurang memperhatikan pengintegrasian dengan aspek lainnya. Namun demikian ternyata pendekatan ini mempunyai kelemahan dimana wilayah yang harus diawasi relatif luas sementara jumlah SDM dan peralatan militer relatif terbatas. Oleh karena itu perlu pendekatan pembangunan lain dalam mengawasi wilayah-wilayah terluar tersebut. Satu faktor yang relatif terlupakan di masa yang lalu adalah peran masyarakat setempat dalam menjaga wilayah perbatasan yang justru merupakan garda terdepan ketahanan halaman

3 depan negara atau pintu gerbang negara ini. Inti dari segala kebijakan pembangunan di daerah perbatasan adalah menyejahterakan hidup masyarakat lokal. Manifestasi dari cita-cita ideal ini harus tercermin dalam berbagai program pembangunan daerah, yang disesuaikan dengan potensi lokal, sebab diskursus tentang isu daerah perbatasan selalu terpaut dengan pendekatan keamanaan. Konsekuensi dari pendekatan keamanan yang ditonjolkan pada rezim pemerintahan di masa lalu telah berdampak pada dinegasikannya peningkatan mutu hidup masyarakat di garis terdepan negara, sebagai ujung tombak pertahanan negara itu sendiri. Pendekatan tersebut seyogyanya diubah dengan tidak hanya melalui pendekatan keamanan tetapi lebih dipentingkan melalui pendekatan-pendekatan eknomi dan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perbatasan. Oleh karena itu, program/kegiatan-kegiatan yang mengarah pada pembangkitan aktifitas perekonomian perlu didorong dan dikembangkan di wilayah terluar ini. Fokus terhadap pembangunan prasarana fisik seperti jalan, pasar dan fasilitas umum lainnya, harus diikuti dengan pembangunan manusia yang mampu mengenal dan memanfaatkan potensi lokal untuk perbaikan mutu hidup mereka. Pada wilayah yang mempunyai potensi sumberdaya perikanan yang besar, maka aktifitas perekonomian yang berbasis perikanan menjadi hal yang strategis untuk dilakukan. 1.2 Perumusan Masalah Perairan Propinsi Kalimantan Timur termasuk Kabupaten Nunukan masih mempunyai potensi sumberdaya perikanan laut yang relatif besar. Perairan ini termasuk ke dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) RI 716 yaitu Laut Sulawesi. Potensi sumberdaya ikan di perairan ini terutama ikan pelagis kecil, pelagis besar dan ikan demersal. Namun demikian dalam kenyataannya, pengusahaan perikanan laut belum sepenuhnya memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan produksi perikanan, pengembangan industri, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap di wilayah ini menghadapi permasalahan yang kompleks. Kompleksitas tersebut terkait dengan

4 pengelolaan perikanan tangkap itu sendiri dan posisi geografis Kabupaten Nunukan yang berbatasan dengan negara lain yaitu Malaysia yang berimplikasi pada kondisi sosial dan politik wilayah Nunukan. Permasalahan-permasalahan perikanan tangkap di wilayah perbatasan dapat dikelompokkan ke dalam : 1. Bagaimana kondisi pemasaran hasil tangkapan yang berjalan selama ini? Apakah pola pemasaran tersebut telah memberikan keberpihakan kepada nelayan Nunukan untuk mendapatkan keuntungan yang memadai? 2. Bagaimana kondisi pengusahaan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan? Bagaimana kondisi sumberdaya ikan, unit penangkapan, infrastruktur pelabuhan perikanan dan sumberdaya manusia perikanan dalam memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi penangkapan ikan? 3. Apakah kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap yang ada mampu berjalan secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pengelolaan perikanan tangkap? 4. Faktor apa saja di luar perikanan tangkap yang menjadi lingkungan strategis dan dapat mempengaruhi kinerja perikanan tangkap? 5. Strategi apa yang perlu dilakukan dalam mengembangkan perikanan tangkap di wilayah perbatasan. Mengatasi permasalahan tersebut, perlu ada strategi yang menyeluruh dengan memperhatikan faktor-faktor penentu keberhasilan pengembangan perikanan tangkap di perbatasan. Mengingat karakteristik fisik dan masyarakat yang relatif unik dibandingkan dengan wilayah lain non perbatasan, maka strategi pengembangan perikanan tangkap perlu mengelaborasikan antara elemen-elemen perikanan tangkap dan elemen-elemen wilayah perbatasan. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis pengembangan pemasaran hasil tangkapan ikan 2. Menganalisis pengembangan produksi penangkapan ikan 3. Menganalisis pengembangan kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap 4. Menganalisis pengembangan lingkungan strategis pengembangan perikanan tangkap

5 5. Merumuskan strategi pengembangan perikanan tangkap di wilayah perbatasan 1.4 Manfaat Penelitian Secara umum penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama bidang pengelolaan perikanan tangkap. Secara khusus penelitian ini bermanfaat sebagai masukan bagi pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap di wilayah perbatasan terutama wilayah Nunukan Kalimantan Timur. 1.5 Kerangka Pikir Penelitian Pembangunan perikanan tangkap di wilayah perbatasan mempunyai nilai strategis yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar wilayah perbatasan Indonesia dengan negara lain berupa perairan laut dimana sumberdaya yang cukup dominan di wilayah tersebut adalah perikanan tangkap. Pengembangan perikanan tangkap di wilayah perbatasan ini perlu memperhatikan empat komponen utama yaitu pengembangan produksi perikanan tangkap, pengembangan pemasaran hasil tangkapan, kelembagaan pengelolaan dan pengembangan lingkungan strategis. 1.5.1 Pengembangan produksi perikanan tangkap Undang-undang no 31 tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun termasuk kegiatan dengan menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, menangani, mengolah dan atau mengawetkannya. Upaya pengembangan penangkapan sangat terkait dengan ketersediaan sumberdaya ikan yang ada di perairan tersebut. Dalam konteks penangkapan sebagai suatu bisnis, tentu tidak sembarang ikan yang akan ditangkap tetapi terutama ikan-ikan yang mempunyai mempunyai nilai jual yang tinggi dan tersedia dalam jumlah yang memadai untuk diusahakan. Oleh karena itu, identifikasi komoditas unggulan menjadi sangat penting dilakukan.

6 Tingkat teknologi penangkapan seharusnya juga menjadi bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan produksi penangkapan ikan. Teknologi penangkapan akan berpengaruh terhadap efisiensi dan efektifitas penangkapan yang dilakukan. Efisiensi mengacu pada penggunaan sumberdaya yang lebih kecil untuk mendapatkan hasil yang sama atau bahkan lebih besar seperti penggunaan modal, sarana penangkapan dan penggunaan sumberdaya manusia. Sedang efektifitas mengacu pada besaran hasil tangkapan yang dapat diperoleh dengan menggunakan alat tangkap tertentu. Penggunaan alat tangkap tertentu dapat dipengaruhi oleh karakteristik sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan, karakteristik daerah penangkapan, jumlah hasil tangkapan yang ingin ditangkap, ketersediaan modal pendukung dan adanya permintaan pasar terhadap komoditas ikan tertentu. Praktek penangkapan ikan illegal (Illegal, Unreported, Unregulated Fishing) menjadi permasalahan penting dalam penanganan perikanan tangkap di wilayah-wilayah perbatasan. Adanya praktek penangkapan seperti ini tidak hanya merugikan secara ekonomi maupun finansial, terlebih lagi akan memberikan ketidakpastian jumlah potensi sumberdaya ikan yang dimiliki. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan terjadinya bias dalam pengambilan kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan yang ada. Infrastruktur pelabuhan perikanan merupakan bagian dari sistem perikanan tangkap. Perannya sangat besar sebagai fishing base dan market base bagi hasil tangkapan yang didaratkan. Sebagai fishing base, pelabuhan perikanan berperan dalam penyediaan bahan perbekalan melaut (es, air, BBM, dll). Sedangkan sebagai market base, pelabuhan perikanan merupakan rantai terpenting dalam pendistribusian hasil tangkapan ke wilayah-wilayah pemasaran. UU no 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan menyatakan bahwa Pelabuhan Perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Fungsi-fungsi tersebut berupa pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan, pelayanan bongkar muat, pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan, pemasaran dan

7 distribusi ikan, pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan, tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan, pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan, tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan, pelaksanaan kesyahbandaran, tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan, publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan, tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan, pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari dan/atau pengendalian lingkungan. 1.5.2 Pengembangan pemasaran hasil tangkapan Pemasaran dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menciptakan nilai ekonomi suatu barang. Kotler, 2007 mengatakan bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai kepada pihak lain. Pemasaran menjadi penghubung antara produsen dan konsumen. Hasil tangkapan ikan tidak mempunyai nilai ekonomi sampai didistribusikan dan dipasarkan kepada konsumen. Aspek pemasaran ini sangat penting dalam pengembangan perikanan tangkap. Hal ini terkait dengan karakteristik sumberdaya ikan yang relatif cepat mengalami penurunan mutu. Oleh karena itu hasil tangkapan ini harus segera dipasarkan kepada konsumen untuk dikonsumsi atau menjadi bahan baku industri pengolahan. Disamping itu, pemasaran memainkan peranan yang besar dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para pelakunya terutama nelayan. Hasil tangkapan yang dipasarkan dengan baik akan memberikan keuntungan yang besar kepada nelayan yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka. Namun demikian dalam pelaksanaannya pemasaran hasil tangkapan relatif kompleks terlebih lagi pemasaran hasil tangkapan di wilayah perbatasan. Kompleksitas tersebut pertama berkaitan dengan daerah pemasaran yang tidak hanya pemasaran antar daerah di dalam negeri, tetapi yang lebih memungkinkan adalah pemasaran luar negeri dengan pelaku usaha negara tetangga. Kedua, berkaitan dengan pola keterikatan nelayan dengan pihak lain. Sebagian besar

8 nelayan relatif tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk usaha penangkapannya. Oleh karena itu, untuk mengatasi persoalan tersebut, nelayan meminta bantuan permodalan kepada pihak lain yaitu para pemilik modal. Dalam kenyataannya, para nelayan ini tidak mempunyai sumberdaya yang dapat meningkatkan kemampuan tawar mereka dengan para pemilik modal. Akibatnya, usaha penangkapan nelayan sepenuhnya mengikuti pola/kebijakan dari para pemilik modal. Pola-pola interaksi inilah yang perlu diungkap untuk selanjutnya dilakukan intervensi kebijakan apabila terjadi ketidakadilan dalam hubungan tersebut. 1.5.3 Kelembagaan pengelolaan Kelembagaan adalah suatu aturan yang dikenal atau diikuti secara baik oleh anggota masyarakat, yang memberi naungan (liberty) dan meminimalkan hambatan (constraints) bagi individu atau anggota masyarakat. Kelembagaan kadang ditulis secara formal dan ditegakkan oleh aparat pemerintah, tetapi kelembagaan juga tidak ditulis secara formal seperti aturan adat dan norma yang dianut masyarakat. Kelembagaan itu umumnya dapat diprediksi dan cukup stabil serta dapat diaplikasikan pada situasi berulang (Wiratno dan Tarigan, 2002 dalam Yopulalan, 2009). Aspek kelembagaan ini terkait dua unsur yaitu tata aturan/peraturan yang menjadi landasan pengelolaan dan organisasi pengelola yang melaksanakan pengelolaan Kompleksitas pengelolaan perikanan tangkap terkait dengan lingkup pengelolaan yang tidak hanya dilakukan oleh lembaga-lembaga yang terkait langsung dengan perikanan tangkap (Kementerian Kelautan dan Perikanan atau Dinas Perikanan dan Kelautan) tetapi juga instansi pemerintah lainnya. Hal ini berimplikasi pada adanya permasalahan sinkronisasi aturan dan kegiatan dan koordinasi antar lembaga terkait. 1.5.4 Pengembangan lingkungan strategis Pengembangan perikanan tangkap di suatu daerah merupakan bagian dari pengembangan perekonomian wilayah secara keseluruhan. Keberhasilan perikanan tangkap juga sangat dipengaruhi oleh peran dan keterkaitannya dengan kondisi lingkungan dimana pengelolaan tersebut dilakukan. Lingkungan strategis

9 tersebut terkait dengan kondisi makro ekonomi wilayah secara keseluruhan, infrastruktur wilayah, kondisi masyarakat, aksesibilitas wilayah dan kebijakan pengelolaan wilayah perbatasan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, kerangka pemikiran penelitian dapat diskemakan seperti terlihat pada Gambar 1. Ketersediaan Sumberdaya Ikan Komoditas Unggulan Teknologi Penangkapan Ikan Pengembangan Produksi Penangkapan Ikan Penanganan IUU Fishing Infrastruktur Pelabuhan Perikanan Pola Distribusi Hasil Tangkapan Pola Interaksi Sosial Pengembangan Pemasaran Hasil Tangkapan Pengembangan Perikanan Tangkap di Wilayah Perbatasan Tata Aturan dan Kebijakan Pengelolaan Organisasi Pengelola Kelembagaan Pengelolaan Infrastruktur Perbatasan Kebijakan Perbatasan Pengembangan Lingkungan Strategis Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian