BAB II KEADAAN WILAYAH WONOSOBO SEBELUM ISLAM BERKEMBANG. bahasa Jawa berarti hutan, sedangkan Sobo berarti berkelana.

dokumen-dokumen yang mirip
PETA WILAYAH KEKUASAAN KERAJAAN MATARAM KUNO

BAB V PENUTUP. kekuasaan Kerajaan Mataram Islam. Wonosobo ialah daerah Siti Sewu yang. sedangkan Gowong terdiri dari Kerteg, Sapuran, dan Kaliwiro.

BAB III PROSES MASUKNYA ISLAM DI WONOSOBO PADA MASA DEMAK DAN MATARAM ISLAM. dunia yang menghubungkan benua dan samudra. 1 Secara langsung maupun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Cagar Budaya Candi Cangkuang

I. PENDAHULUAN. Kerajaan Mataram merupakan salah satu kerajaan berbasis agraris/pertanian

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

KERAJAAN DEMAK. Berdirinya Kerajaan Demak

BAB II KEADAAN BAGELEN PADA MASA PERANG DIPONEGORO. sekarang lebih dikenal sebagai Purworejo. Purworejo merupakan nama baru

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

SD kelas 5 - BAHASA INDONESIA BAB 7. Tema 7 Sejarah Peradaban IndonesiaLatihan Soal 7.1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6. Ksatria. Waisya.

LEGENDA JAKA TINGKIR VERSI PATILASAN GEDONG PUSOKO KARATON PAJANG DAN FUNGSINYA BAGI MASYARAKAT: TINJAUAN RESEPSI SASTRA

BAB I PENDAHULUAN. Periode kemunduran Keraton Yogyakarta di bawah pemerintahan. II membawa dampak yang sangat besar bagi perubahan

KERAJAAN SAMUDERA PASAI

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

BAB I PENDAHULUAN. dan situs sejarah adalah Situ Lengkong yang berada di desa Panjalu, Kecamatan

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR

BAB I PENDAHULUAN. Prabu Siliwangi adalah seorang sosok raja Sunda dengan pusat. pemerintahan berada pada Pakuan Pajajaran.

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun pertama masehi, Lampung telah dihuni oleh manusia. Hal ini dibuktikan

PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2

BAB I PENDAHULUAN. multi dimensional baik fisik, sosial, ekonomi, politik, maupun budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, Yogyakarta: Kanisius, 1981, hlm. 42.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

Lampiran 1. Peta Pembagian Wilayah Jawa Tahun 1811

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1.1 Gambar 1.2

BAB I PENDAHULUAN. sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Di dalam sejarah Islam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KERAJAAN HINDU-BUDHA DAN ISLAM DI INDONESIA BESERTA PENINGGALANNYA

INTERAKSI LOKAL - HINDU BUDDHA - ISLAM

Membekalkan hasil tempatan dan hasil kawasan takluk kepada pedagang antarabangsa.

INTERAKSI KEBUDAYAAN

JENIS KOLEKSI KETERANGAN UKURAN SKALA GAMBAR RUANG TRANSISI A. Dimensi obyek = 5m x 2m 1 :1. diorama 1 : 1. Dimensi 1 vitrin B = 1,7 m x 1,2 m 1 : 1

TOKOH PENYIAR AGAMA ISLAM BERIKUT WILAYAHNYA ENCEP SUPRIATNA

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta terletak antara 70 33' LS ' LS dan ' BT '

BAB I PENDAHULUAN. serta mudah dipahami oleh orang awam lantaran pendekatan-pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat

ASAL MULA NAMA PANTARAN

BAB IV PENYEBARAN ISLAM DI WONOSOBO

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam

Toponimi Cilacap Berdasarkan Perspektif Linguistik dan Sejarah. Linda Sari Wulandari

SISTEM KETATANEGARAAN KERAJAAN MAJAPAHIT

DAFTAR INVENTARIS BCB TAK BERGERAK DI KABUPATEN BANTUL

BAB III KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR MAKAM KADILANGU (SUNAN KALIJAGA) DEMAK

Verifikasi dan Validasi Cagar Budaya dan Museum Kab. Pacitan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

Pengaruh Hindu pada Atap Masjid Agung Demak

IMPLEMENTASI KARAKTER TANGGUNG JAWAB PADA ABDI DALEM. (Studi Kasus di Astana Mangadeg Matesih Karanganyar) NASKAH PUBLIKASI

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

MENGHARGAI PENINGGALAN SEJARAH. By : Arista Ninda Kusuma / PGSD USD

BAB V KESIMPULAN. Mangkubumi, yang terdiri dari Pangeran Mangkubumi, Pangeran Wijil, Pangeran

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Blitar memiliki banyak sektor pariwisata yang salah satunya

PETA KONSEP KERAJAAN-KARAJAAN HINDU BUDDHA DI INDONESIA

Fungsi agama dalam pemerintahan pada masa kejayaan majapahit (abad ke-14 masehi) HB. Hery Santosa

Sunan Ampel memiliki silsilah hingga sampai ke Nabi Muhammad SAW, yaitu : * Sunan Raden Sayyid Ahmad Rahmatillah bin

Kerajaan Mataram Islam. Dhani Ahmad K. ( 08 ) Fahira Rahma N. ( 11 ) Pradana Raditya ( 21 ) Qanita Ciesa ( 22 ) Rachmad Agung W.

(b) Senaraikan kegiatan ekonomi yang dijalankan oleh masyarakat tersebut.

PUSAT INFORMASI PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN DI KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB II GAMBARAN UMUM. Ibukotanya adalah Demak. Tanggal 28 Maret 1503 ditetapkan sebagai hari jadi

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah salah satu daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. makam yang merupakan tempat disemayamkannya Ngabei Loring Pasar

Kerajaan Mataram Kuno

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 7. INDONESIA MASA ISLAMLATIHAN SOAL BAB 7

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG

BAB 3: TINJAUAN LOKASI

MASARIAH MISPARI SEKOLAH SULTAN ALAM SHAH PUTRAJAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Museum merupakan suatu lembaga yang sifatnya tetap dan tidak mencari

5. (775 M) M M M 9. (832 M) 10. (842 M) 11. (850 M) 12. (856 M) 13. (863 M) 14. (880 M) 15. (907 M) 16.

BAB II KONDISI DAERAH SEKITAR TEMPAT TINGGAL PANGLIMA BESAR JENDERAL SOEDIRMAN

APLIKASI PETA TEMATIK UNTUK PARIWISATA (KASUS APLIKASI PETA LOKASI DAN. Absatrak

Kerajaan-Kerajaan Hindu - Buddha di indonesia. Disusun Oleh Kelompok 10

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata

IV. GAMBARAN UMUM. Magelang secara Geografis terletak pada posisi Lintang

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan Pura Tanah Lot (yang selanjutnya disingkat GPTL)

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang

BAB I PENDAHULUAN. sekarang, pada Kubur Pitu ini terdapat nisan yang didalamnya terdapat. hiasan Matahari dengan Kalimah Toyyibah, nisan ini merupakan

Jakarta dulu dan Kini Senin, 22 Juni :55

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV KOTA BANYUMAS PASCA PERPINDAHAN PUSAT PEMERINTAHAN KE KOTA PURWOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. Bengawan Solo :

BAB I PENDAHULUAN. yaitu animisme dan dinamisme. Setelah itu barulah masuk agama Hindu ke

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Kesenian tradisional pada

LETAK GEOGRAFIS DAN KEADAAN ALAM

MUNCULNYA AGAMA HINDU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENGHARGAI PENINGGALAN SEJARAH. By : Arista Ninda Kusuma / PGSD USD

PN. MASARIAH BINTI MISPARI MAKTAB TENTERA DIRAJA

Verifikasi dan Validasi Cagar Budaya Kabupaten. Kota waringin Barat Kalimantan Tengah

Transkripsi:

BAB II KEADAAN WILAYAH WONOSOBO SEBELUM ISLAM BERKEMBANG A. Letak Wilayah Wonosobo 1 Wonosobo berasal dari dua kata yaitu Wono dan Sobo. Wono dalam bahasa Jawa berarti hutan, sedangkan Sobo berarti berkelana. Sedangkan dalam bahasa Sansekerta, Wono barasal dari kata Wanua yang berarti desa dan Sobo berasal dari kata Sabha yang berarti besar. Secara etimologi, Wonosobo adalah wanua besar atau desa besar yang kedudukannya sebagai tempat pertemuan para raja dalam upacara pendarmaan. 2 Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, Wono atau Wana berarti hutan, sedangkan Saba atau Sobo artinya bepergian ke luar rumah/kerap kali mengunjungi (mendatangi). 3 Jadi Wonosobo merupakan suatu tempat atau hutan yang sering dikunjungi. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa Wonosobo merupakan suatu tempat yang 1 Wonosobo/Wanasaba/Wanusaba pada hakikatnya merupakan morfologi kata (logat) yang mempunyai arti yang sama. Disampaikan pada sarasehan Sejarah Ki Wanu Melacak Sejarah Ki Wanu di Wonosobo di Desa Plobangan pada tanggal 26 November 2012. Sarasehan ini di selenggarakan oleh PMII (Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia) Universitas Sains Al-Qur an Wonosobo (UNSIQ). 2 Sabha oleh agama Buddha dipakai untuk menandai adanya pendharmaan seperti Darma Sabha yang berarti Darma Besar, lihat Kusnin Asa, dkk, Sejarah Wonosobo Edisi Prasejarah, Hindu-Buddha, dan Islam, Wonosobo: Bhakti Tunas Perkasa, 2008, hlm. 104. 3 Dendy Sugono, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008, hlm. 1808 dan 1334. 30

31 awalnya berbentuk hutan belantara. Akan tetapi karena seringkali dikunjungi dan menjadi daerah yang penting, sehingga dijadikan kadipaten. Secara astronomis Wonosobo merupakan daerah tropis yang terletak pada koordinat 7 o 04 11 hingga 7 o 11 17 lintang Selatan dan antara 109 o 43 10 hingga 110 o 04 40 bujur Timur. Sedangkan secara administratif, sebelah Selatan Wonosobo berbatasan dengan wilayah Semawung, sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Banyumas, sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Magelang, Temanggung, Parakan, Sadegan dan Muntung. 4 Berdasarkan penelitian tahun 1999, luas Kabupaten Wonosobo 98.468,38 hektar dan terbagi kedalam 4 eks kawedanan atau pembantu bupati yang terdiri atas 13 kecamatan, 28 kelurahan, dan 236 Desa. Luas persawahan mencapai 18.500 hektar dan tanah kering 79,9 hektare. Pada bagian Utara tingginya mencapai 2250 m di atas permukaan laut dan di dataran rendah di sisi selatan hanya 250 m di atas permukaan laut. Kota Wonosobo sendiri berada pada ketinggian 772 m. 5 4 Radix Penadi, Riwayat Kota Purworejo, Purworejo: Lembaga Studi dan Pengembangan Sosial Budaya, 2002, hlm. 68. Lihat lampiran 3, Peta Wilayah Bagelen Pada Masa Kekuasaan Mataram Islam, hlm. 98. 5 Salamun, dkk., Budaya Masyarakat Suku Bangsa Jawa di Kabupaten Wonosobo Propinsi Jawa Tengah, Yogyakarta: Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata dan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional DIY, 2002, hlm. 7-8.

32 B. Keadaan Politik Wilayah Wonosobo Wonosobo (Ledok dan Gowong) merupakan daerah pedalaman yang terletak di daerah dataran tinggi. Pada tahun 1522 M, Wonosobo merupakan bagian dari daerah Pengging. 6 Pengging ialah bekas wilayah Kerajaan Majapahit. Pada masa pemerintahan Sultan Jin Bun/ al-fatah, daerah Pengging diperintah oleh Bupati Dayaningrat. 7 Namun demikian, pengaruh Majapahit di Wonosobo belum dapat dipastikan karena keterbatasan sumber dan peneliti. Arsip Wonosobo mulai ditemukan pada masa kekuasaan Mataram Islam. Pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645 M), Kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan. Kekuasaan Mataram meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. 8 Sedangkan wilayah administratif Mataram yang dibenahi oleh Sultan Agung ialah sebagai berikut: 1. Keraton/istana tempat raja beserta keluarganya yang dibatasi oleh benteng. 2. Nagari/Mataram pusat, tempat tinggal rumah-rumah bangsawan dan keluarganya. 6 Kusnin Asa, dkk., op. cit., hlm. 105. 7 Bupati Dayaningrat ialah menantu Raja Wikramawardhana (Raja Majapahit). Bupati Dayaningrat mempunyai 2 anak yaitu Kebo Kanigara yang beragama Buddha dan Kebo Kenanga yang beragama Islam. Kebo Kenanga lah yang nantinya akan menggantikan ayahnya (Dayaningrat) dengan julukan Ki Ageng Pengging. Di bawah kekuasaannya, ia tidak mau tunduk kepada kekuasaan Demak. Akan tetapi, anaknya sebagai pengganti Kebo Kenanga yang mendapat julukan Ki Jaka Tingkir tunduk di bawah Kekuasaan Demak. 1975, hlm. 1. 8 Sartono Kartodirjo, Sejarah Nasional IV, Jakarta: Depdikbud,

33 3. Nagari Ageng/daerah disekitar nagari yang merupakan tanah nafkah raja. 4. Mancanegara daerah diluar nagari ageng yang terletak di pedalaman dan sepanjang pantai Jawa Timur. 5. Pesisir/daerah pantai Jawa Tengah, Jawa Timur dan Pulau Madura. 9 Tentang pembagian wilayah Mataram Islam terdapat pada naskah No. 1 (terlampir) yang merupakan arsip sebelum Perjanjian Giyanti. Naskah ini memuat catatan tentang pembagian wilayah kerajaan, struktur birokrasi, dan nama-nama kesatuan prajurit Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645 M). Pada naskah ini disebutkan bahwa Sultan Agung Hanyakrakusuma mulai membentuk dan mengatur birokrasi kerajaan yang terdiri dari 16 pejabat Bupati Nayaka Jawi-Lebet serta membagi tanah pedesaan diluar tanah Negara Agung bukan Mancanegara 10 sebagai berikut: 1. Tanah di Pagelan (Bagelen) dibagi menjadi 2 bagian, sebelah Barat disebut Siti Sewu, sebelah Timur disebut Siti Numbak Anyar. Penduduk dikedua wilayah ini diberi kewajiban menyediakan bau-suku, disertai abdi-dalem Tiyang Gowong. 2. Tanah di Kedu dibagi menjadi 2 bagian, sebelah Barat disebut Siti Bumi, sebelah Timur disebut Siti Bumijo. Penduduknya diberi tanggung jawab 9 Nugraha Hariadi, Tari Bedhaya Sapto dan Kebijakan Pemerintahan Sultan Agung Tahun 1613-1629, Skripsi: tidak diterbitkan, Program Studi Ilmu Sejarah, Universitas Negeri Yogyakarta, 2009, hlm. 30-31. Lihat juga Dwi Ratna Nurhajarini, dkk., Dari Hutan Beringin ke Ibukota Daerah Istimewa, Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2012, hlm. 9. 10 Wilayah ini ialah tanah yang sebagian hasilnya diberikan kepada raja sebagai nafkah pribadinya.

34 menyiapkan perkakas lumpang dan lesung, daun, kayu, sapit-sujen, ancak, dan sebagainya, disertai abdi-dalem Galadhag. 3. Tanah Pajang dibagi menjadi 2 bagian, sebelah Barat disebut Siti Penumping, sebelah Timur disebut Siti Panekar. Penduduknya diberi tugas menyiapkan beras, padi, dan perlengkapannya, disertai abdi-dalem Narawita dan abdi-dalem Narakuswa. 4. Tanah yang berada di antara Demak dan Pajang disebut Siti Ageng. Diberi kewajiban mempersembahkan inya (perempuan), disertai abdi-dalem Pinggir dan abdi-dalem dua orang. 11 Tanah Pagelen (Bagelen) merupakan tanah yang terletak di Jawa Tengah sebelah Selatan. 12 Bagelen dan seluruh wilayah Negara Agung pada masa Kerajaan Mataram Islam merupakan tanah yang berada di bawah Adipati Danureja. 13 Menurut Serat Pustaka Raja Purwa, Tanah di Pagelen (Bagelen) dibagi menjadi 2 wilayah yaitu sebelah Barat yang disebut dengan Siti Sewu 11 S. Margana, Kraton Surakarta dan Yogyakarta 1769-1876, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 9. Lihat juga arsip teks 1 pada lampiran 4, hlm. 99. 12 Suharjo Hatmosuprobo, Palungguh pada Zaman Kerajaan Mataram, Yogyakarta: Jurusan Sejarah dan Geografi Sosial IKIP Sanata Dharma, 1980, hlm. 6. 13 Adipati Danureja berdasarkan deskripsi Naskah Keraton No. 4 ialah lurah atau seorang pejabat kedua setelah putra mahkota yang diberi kekuasaan oleh raja untuk mengatur dan menjaga ketantraman kerajaan. Patih berwenang melaporkan baik-buruknya Abdi-Dalem di seluruh Jawa. S. Margana, op. cit., hlm. 11.

35 dan sebelah Timur disebut sebagai wilayah Siti Numbak Anyar. 14 Penduduk di kedua wilayah ini diberi kewajiban menyediakan bau-suku disertai abdi-dalem Tiyang Gowong. 15 Wilayah Siti Sewu meliputi wilayah antara sungai Bogowonto ke Barat mengikuti Dhudhuwala, Telaga Bulu Kapitu, Dhadap Agung sampai sungai yang mengalir ke Cilacap, sedangkan wilayah Numbak Anyar meliputi daerah antara sungai Bogowonto sampai Sungai Progo. 16 Wilayah Siti Sewu meliputi Banyumas, Kutowinangun, Remo, Semawung, Wonosobo (Ledok dan Gowong). Sedangkan wilayah Numbak Anyar terdiri dari Tanggung, Loano, Brosot, dan Dekso. Wonosobo yang merupakan daerah Siti Sewu terdiri dari 2 wilayah yaitu Ledok dan Gowong. Wilayah Ledok terdiri dari Batur, Karangkobar, dan Wonosobo, sedangkan wilayah Gowong yang terdiri dari Kaliwiro, Sapuran,dan Kreteg. 17 Daerah ini merupakan kayu dengan mantri yang disebut 14 Sulistiyani, Islamisasi di Bagelen Purworejo Pada Masa Pemerintahan Sultan Agung Tahun 1613-1645 M, Skripsi: tidak diterbitkan, Yogyakarta: Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, 2009, hlm. 20. 15 S. Margana, op. cit., hlm. 19. Lihat juga Arsip Surakarta dan Yogyakarta pada lampiran 5, hlm. 100. 16 S. Margana, loc. cit., lihat juga Purwadi, Hidup, Mistik, dan Kematian Sultan Agung, Nyutran: Tugu Publiser, 2005, hlm. 134. 17 Radix Penadi, loc. cit, Lihat lampiran 3, Peta Wilayah Bagelen Pada Masa Kekuasaan Mataram Islam, hlm. 98.

36 dengan Gowong. Pengiriman kayu sebagai nafkah pribadinya dilakukan oleh mantri Gowong. 18 Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa wilayah Wonosobo (Ledok dan Gowong) yang terletak diantara Sungai Bogowonto sampai sungai yang mengalir ke Cilacap merupakan bagian dari Tanah Pagelen (Bagelen). Daerah ini merupakan penghasil kayu dan abdi-dalem tiyang Gowong/tenaga kerja dibidang pertukangan. Pada masa kekuasaan Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645 M), Wonosobo/Ledok dan Gowong diperintah oleh Ki Tumenggung Wiraduta. 19 Sementara itu, untuk menggambarkan keadaan kota Wonosobo pada masa kerajaan Mataram Islam, Muh. Alie menyatakan bahwa: Pada masa kerajaan Mataram, letak pusat daerah Wonosobo di desa Selomanik dan dengan Ki Tumenggung Kartawasesa sebagai kepala daerahnja dan Ki Butowereng sebagai pepatihnja. Kemudian seperempat abad dari wafatnya Ki Tumenggung, beralih tempat pusat itu ke Desa Petjekelan (Kalilusi/Kerteg) dengan Ki Tumenggung Wiraduta sebagai bapak daerahnja. Dan tiada lama dari wafat beliau, berpindah lagi pusat pemerintahan daerah Wonosobo ke tempat jang disebut Plobangan Ledok. Ki Tumenggung Jogonegoro jang memegang tampuk pimpinan pemerintahannja, oleh beliau dipindahkan lagi ke Selomerto, jang dianggap beliau lebih baik tempat letaknya. Dan achirnja di bawah bapak bupati Setjonegoro dipindah lagi tempat itu ketempat jang sekarang ini Wonosobo berdiri. Sebagai 18 Vita Ery Oktaviyani, Perubahan Nama Kadipaten Brengkelen Menjadi Kabupaten Purworejo oleh Cakraningrat I Tahun 1828-1831, Skripsi: tidak diterbitkan, Program Studi Ilmu Sejarah, Universitas Negeri Yogyakarta, 2011, hlm. 30. 19 Tumenggung merupakan sebutan kepada Kepala distrik pada masa kekuasaan Mataram Islam. Kepala distrik dibawahi oleh Bupati Wadana distrik. Pada saat itu, Bupati Wadana distrik Siti Sewu/ Oeroet Sewoe ialah Ario Blitar yang dibantu oleh Ario Soerio. Arsip laporan tulisan tangan Bagelen yang dikutip dalam Radix Penadi, op. cit., hlm. 69.

37 pembangunan kota jang baru itu beliau mengusahakan bangunanbangunan dan djalan-djalan jang di atur sedemikian rani-nja. 20 Sebelum Wonosobo menempati tempat yang definitif sebagaimana sekarang, pusat pemerintahan telah berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Akan tetapi mengenai waktu pemerintahannya belum diketahui secara pasti. Belum ditemukan peninggalan pada periode pemerintahannya, selain penjelasan di atas. Pusat pemerintahan yang pertama ialah di Desa Selomanik (Kaliwiro) dengan Ki Tumenggung Kartawasesa sebagai kepala daerahnnya. Kemudian berpindah ke Desa Pecekelan (Kalilusi) dengan dipimpin oleh Ki Tumenggung Wiraduta. Berpindah lagi ke Desa Leksono yang dipimpin oleh Adipati Sidokolo. Kemudian di Desa Selomerto tepatnya Plobangan, diperintah oleh Ki Tumenggung Djogonegoro. 21 Setelah wafatnya Ki Tumenggung Djogonegoro, putra beliau yang bernama Tjokrodimedjo menggantikan tahtanya. Namun pemerintahannya tidak berjalan lama kemudian diangkatlah Surodipoero sebagai penggantinya. 22 Mengenai tahun pemerintahannya tidak diketahui secara pasti karena baru pada 20 Kenang-kenangan DPRDS, Kabupaten Wonosobo, 1950-1956, t.t, hlm. 104. Lihat pula Tanti Muljayanti, Rekruitmen dan Partisipasi Politik Perempuan dalam Pemilu legislatif 2009 di Kabupaten Wonosobo, Skripsi: tidak diterbitkan, Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Negeri Yogyakarta, 2010, hlm. 90 21 Kholiq Arif dan Otto Sukatno, Mata Air Peradaban: Dua Millenium Wonosobo, Yogyakarta: LKiS, 2010, hlm. 408. 22 Ibid, hlm. 408-409.

38 masa kekuasaan Setjonegoro tahun pemerintahan diketahui dengan jelas yaitu 1815-1832. Pada tahun 1832 daerah Ledok ditetapkan sebagai bagian dari karesidenan yang dikenal dengan Afdeling Ledok dengan pusat pemerintahan di Wonosobo sekarang. Afdeling Ledok meliputi 554 Desa mempunyai lima wilayah distrik yaitu Wonosobo, Kalialang, Leksono, Kaliwiro, dan Sapuran. Kemudian ketika Afdeling Ledok dihapuskan tahun 1901, secara resmi wilayahnya digabungkan dengan Karesidenan Kedu. Sejak saat itulah nama Afdeling Ledok diganti dengan nama Wonosobo di bawah Karesidenan Kedu. 23 C. Kondisi Keagamaan Sebelum Islam masuk dan berkembang, Wonosobo sudah mendapat pengaruh agama Hindu-Buddha. Kebanyakan dari mereka masih percaya adanya kekuatan yang melebihi segala kekuatan (kesekten) arwah atau leluhur, dan lainnya yang tinggal di sekitar tempat tinggal mereka yang kesemuanya itu mereka anggap dapat mendatangkan kesuksesan atau keselamatan. 24 Pengaruh Hindu-Buddha di Wonosobo dapat dibuktikan dengan beberapa peninggalan, 23 Fakih Muntaha, dkk., Mengenal dan Membangun Wonosobo, Wonosobo: Pembkab Wonosobo, 2002, hlm. 3-4. 24 Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1980, hlm. 340.

39 yaitu perkomplekan candi yang ada di Dieng, 25 Siva Trisirah, Jaladwara, Lingga, Yoni, dan beberapa prasasti dan peninggalan lain sebagai berikut: 26 1. Prasasti D. 58 (731 Saka) Prasasti ini berbahasa dan beraksara Jawa Kuno yang ditemukan di dekat candi Arjuna, Dieng, Wonosobo dengan angka tahun 731 Saka (809 M). Isinya menyebutkan bahwa terdapat status sima (desa istimewa yang dibebaskan dari sebagian pajaknya) bagi desa Sri Manggala, Wukawatu, dan Panulingan. Nama raja dan pejabat serta keterangan lain tidak dapat dibaca karena rusak. 27 Penemuan prasasti ini menggambarkan bahwa tahun 731 Saka (809 M) sudah terdapat tata tertib dan tata pemerintahan di Dieng. Hal ini dapat dilihat dengan keputusan di dalam sebuah prasasti batu yang menetapkan desa Sri Manggala, Wukawatu, dan Panulingan sebagai daerah Sima. 2. Prasasti D. 10 (776 Saka) Prasasti ini ditemukan di Wayuku, Dieng dengan tinggi 97 cm dan angka tahun 776 Saka (854 M). Isi dari prasasti ini ialah tentang adanya 25 Kata Dieng atau Diyeng berasal dari kata dihyang yang berarti tempat Hyang. Hyang sendiri ialah arwah leluhur. Keberadaan Dieng/ bangunan suci di tempat tersebut menunjukkan bahwa pada masa itu dataran tinggi Dieng merupakan tempat untuk kegiatan kerohanian. Salamun, dkk., op. cit., hlm. 11. 26 Lihat lampiran 9-12, Beberapa peninggalan kerajaan Hindu- Buddha yang masih tersimpan di Museum Kailasa (Dieng) dan di Selomerto, hlm. 104-107. 27 Sekarang ini, keempat prasasti ini berada di Leiden, Belanda. Beberapa peninggalan Hindu-Buddha yang masih ada di Wonosobo disimpan di Museum Kailasa. Kusnin Asa, dkk., op. cit. hlm. 50.

40 penetapan tanah sawah di Wayuku sebagai sima yang dilakukan oleh Rakai Sisair Pu Wiraja dan hasil sawah itu untuk membiayai perawatan bangunan Abhayananda. 28 Jumlah tulisan yang ada pada prasasti D. 10 ialah 6 baris. Prasasti ini disebut dengan prasasti Wayuku karena ditemukan di Wayuku, Dieng. Kemudian dibawa ke Museum Nasional dan diberi nomor D. 10. 3. Prasasti D. 30 (730 Saka) Prasasti ini berasal dari Gunung Panggonan, Dieng yang dibawa ke Museum Nasional dan diberi No. D. 30. Tinggi batunya 53 cm, lebar 32 cm, dan tebal 11 cm. Aksara dan bahasanya Jawa Kuno, bertulis 18 baris pada satu sisi. Ada alas kaki prasasti (lapik) yang bertulis 1 baris. Hanya sedikit tulisan yang dapat dibaca, antara lain Dewa Siwa, angka tahun, nama pejabat Sang Hadyan Juru Wadihati, dan Kawikuwan atau pertapaan. 29 4. Prasasti D. 57 (731 Saka) Prasasti ini berasal dari Dieng sebagaimana dilaporkan dalam NBG 1886: 29-30; 186-189; NBG. 1887: 61-62; 85-86; NBG. 1889: 131. Kemudian prasasti ini dibawa ke Museum Nasional dan di beri No. D. 57. Tulisan yang dapat dibaca Brandes ada 14 baris. Isinya menyebutkan pemujaan kepada Dewa Siwa dan tentang seseorang yang membeli tanah untuk dijadikan sima 30 bagi bangunan suci sesuai dengan janji Guru Hyang. 28 Kholiq Arif dan Otto Sukatno, op. cit., hlm 51. 29 Oud Javaansch Oorkonden, no. XCVII; NBG. 1863: 238; NBG. 1889: 131; Inventaris Verbeek, Ibid, hlm. 52. 30 Sima di pakai untuk penyebutan daerah Swapraja yang diserahkan dengan bebas pajak/ tidak dipungut pajak oleh kerajaan, namun di pungut oleh

41 5. Siva Trisirah merupakan siva berkepala tiga yang merupakan perwakilan dari Hindu, Siva-mahadewa, dan Trimurti. Peninggalan ini sekarang disimpan di Museum Kailasa, Dieng. 6. Jaladwara merupakan bagian dari candi yang berguna sebagai saluran air. Jaladwara juga disimpan di Museum Kailasa, Dieng. 7. Lingga dan Yoni merupakan lambang seorang laki-laki dan perempuan sebagai lambang kesuburan. Selain peninggalan di atas, di daerah Selomerto juga ditemukan candi yang di kenal candi Bogang. Berdasarkan observasi peneliti, candi tersebut sudah rusak sehingga yang jelas tersisa ialah Patung Buddha tanpa kepala. Namun terdapat prasasti yang belum dapat dibaca. Kemudian, di Desa Pakuncen, tepatnya di sekitar makam Ki Tumenggung Djogonegoro juga ditemukan peninggalan berupa Lingga yang sudah rusak. Beberapa peninggalan tersebut membuktikan bahwa ada pengaruh agama Hindu-Buddha sebelum Islam masuk di Wonosobo. Bahkan berdasarkan Prasasti D 11 dan D. 57, tercatat bahwa jauh sebelumnya, sekitar tahun 772 sudah terdapat pemujaan kepada Dewa Siwa. Akan tetapi, kerajaan mana yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Wonosobo belum diketahui secara pasti. Sejalan dengan datangnya Islam ke Jawa, kerajaan Majapahit mengalami keruntuhan pada tahun 1478 akibat serangan dari Raja Girindra kaum rohaniawan (agama). Otto Sukatno, Dieng Poros Dunia. Yogyakarta: IRCiSOD, 2000, hlm. 144.

42 Wardana. Keadaan ini menguntungkan Islam yang sedang berkembang di Pantai Utara Jawa, sehingga berdirilah kerajaan Islam Demak dengan Raden Patah sebagai raja pertama. 31 Peranan para wali sangat besar terhadap jalannya pemerintahan di Kesultanan Demak. Metode pengembangan dan penyiaran Islam yang ditempuh dengan mendekatkan rakyat dan penguasa secara langsung. 32 Secara bertahap mereka menyebarkan agama Islam ke semua lapisan masyarakat, termasuk Wonosobo. Awal dakwah Islam di Wonosobo dilakukan oleh Ki Gede Wanasaba. Pada serat Walisana yang ditulis oleh Sunan Giri, disebutkan bahwa Ki Gede Wanasaba yang merupakan utusan dari Kerajaan Demak diperintahkan untuk menjalankan dakwah Islamiah di Wonosobo. 33 Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bagaimana pengaruh agama Hindu-Buddha di Wonosobo. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari benda-benda yang ditinggalkan berupa prasasti, perkomplekan candi di Dieng, Nandi, Ratna, Lingga, Yoni, dan lain sebagainya. Pada saat itu, pengaruh agama Hindu Siwa dan Buddha saling berjalan beriringan, bahkan para pemimpin agama Siwa dan Buddha hidup rukun dan damai (Prasasti D. 15). 31 Solihin Salam, Sekitar Walisongo, dalam Afif Rifai, Pendekatan Kultural dalam Dakwah Walisongo, IAIN Sunan Kalijaga: Al-Jami ah No. 54, 1994, hlm. 119. 32 Ridin Sofyan, dkk., Islamisasi di Jawa, Walisongo, Penyebar Islam di Jawa, Menurut Penuturan Babad, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 15. 33 Kholiq Arif dan Otto Sukatno, op. cit., hlm. 365.

43 Kemudian masuklah pengaruh kerajaan Islam Demak dengan datangnya Ki Gede Wanasaba. Beliau ialah penerus walisanga yang masuk ke daerah Wonosobo dan menyebarkan agama Islam. Sampai saat ini beliau masih dikenang oleh masyarakat Wonosobo dan diabadikan dengan dibangunnya Makam Ki Gede Wonosobo di Wilayah Ledok.