digilib.uns.ac.id 38 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskriptif Data Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dewan komisaris dan komite audit terhadap luas pengungkapan CSR pada perbankan konvensional yang terdaftar di BEI tahun 2010-2012. Berdasar pada kriteria yang telah ditentukan sebelumnya, diperoleh sampel penelitian dengan rincian sebagai berikut. Tabel IV. 1 Hasil Pengambilan Sampel Kriteria Sampel Jumlah Perbankan konvensional yang terdaftar di BEI tahun 2010-2012 93 Data yang tidak lengkap (4) Jumlah observasi tahun 2010-2012 89 Sumber : Hasil Sampling Dari tabel di atas diketahui bahwa jumlah sampel tahun 2010-2012 sebanyak 32 perusahaan per tahun. Perusahaan perbankan yang tidak secara berturut-turut terdaftar di BEI tahun 2010-2012 sebanyak 5 perusahaan. Jumlah observasi selama perioda penelitian 91 perusahaan. Data dalam penelitian ini diperoleh dari annual report dari bank konvensional yang listing pada Bursa Efek Indonesia mulai dari tahun 2010-2012. Data tersebut diperoleh dari website www.idx.co.id dan alamat website masing-masing bank. 38
digilib.uns.ac.id 39 B. Tahap 1 Dari 89 sampel yang ada, peneliti akan melakukan uji asumsi klasik, koefisien determinasi, uji signifikansi F, dan uji T. Pada tahap 1 ini peneliti akan menguji variabel independen saja tanpa memasukkan variabel kontrolnya. 1. Statistik Deskriptif N Tabel IV.2 Descriptive Statistics Minimu m Maximu m Mean Std. Deviation UDK 89 2.000 10.000 5.1685 1.835483 4 PDKI 89.330 1.000.57146.117081 UKAUD 89 2.000 7.000 3.8202 1.123730 2 Valid N (listwise) 89 Sumber: Hasil Olah Data Dari data statistik deskriptif pada table IV.2 dapat kita lihat bahwa rata-rata ukuran dewan komisaris pada bank adalah sebesar 5,1. Rata-rata proporsi dewan komisaris independen yang dimiliki oleh bank adalah 57,14%. Rata-rata ukuran komite audit pada bank adalah sebesar 3,8. 2. Uji Asumsi Klasik a. Uji normalitas Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov- Smirnov. Suatu data dikatakan normal apabila mempunyai nilai signifikansi hitung >0,05.
digilib.uns.ac.id 40 Tabel IV. 3 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parameters a,b Mean Most Extreme Differences Std. Deviation Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) Sumber: data sekunder yang diolah 89.0000000.07192313.100.045 -.100.944.335 Berdasarkan tabel IV.3 di atas, dapat diketahui bahwa uji normalitas terhadap data residual menunjukkan besarnya Asymp. Sign (2-tailed) sebesar 0,335 di atas tingkat signifikansi 0,05 (0,335>0,05). b. Uji Multikolinieritas Pengujian multikolinieritas ini bertujuan untuk mengidentifikasi ada tidaknya hubungan antar variabel independen dalam regresi. Tabel IV. 4 Hasil Uji Multikolinieritas dengan VIF dan Nilai Tolerance Model Collinearity statistics Status Tolerance VIF UDK.601 1.664 Terbebas dari multikolinearitas PDKI.832 1.202 Terbebas dari multikolinearitas UKAUD.692 1.446 Terbebas dari multikolinearitas Sumber: data sekunder yang diolah
digilib.uns.ac.id 41 Hasil uji VIF dan Tolerance menunjukkan bahwa semua variabel dalam penelitian ini mempunyai nilai Tolerance di atas 0,10 dan semua nilai VIF di bawah 10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak terjadi multikolinieritas. c. Uji Heteroskedastisitas Pengujian Heteroskedastisitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.jika probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5% atau (0,05), maka dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas (Ghazali, 2011). Berikut merupakan hasil dari uji heteroskedastisitas. Tabel IV. 5 Tabel Hasil Uji Heteroskedastisitas Coefficients a Model Unstandardized Standardiz T Sig. Coefficients ed Coefficients B Std. Beta Error 1-7.518 1.625-4.626.00 (Constan 0 t) UDK -.093.152 -.085 -.613.54 2 PDKI 2.019 2.022.117.999.32 1 UKAUD.150.231.083.647.51 9 Sumber: data sekunder yang diolah
digilib.uns.ac.id 42 Dari tabel variabel di atas dapat diketahui bahwa tidak ada satupun variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen. Jadi dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas. d. Uji Autokolerasi Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu t-1 (sebelumnya). Berikut tabel hasil uji autokorelasi dengan menggunakan Runs test. Tabel IV. 6 Tabel Hasil Uji Autokorelasi Runs Test Unstandardized Residual Test Value a 0.01120 Cases < Test Value 44 Cases >= Test 45 Value 89 Total Cases 49 Number of Runs.748 Z.455 Asymp. Sig. (2- tailed) Sumber: data sekunder yang diolah Berdasarkan hasil pengujian Runs test menunjukkan bahwa nilai test value adalah -0,01120 dengan probabilitas 0,455 signifikansi di atas 0,05 yang berarti commit bahwa to hipotesis user nol diterima, sehingga dapat
digilib.uns.ac.id 43 disimpulkan bahwa residual random atau tidak terjadi autokorelasi antar nilai residual. 3. Uji Regresi Berganda a. Uji koefisien determinasi (Uji R 2 ) Koefisien determinasi menyatakan persentase total variasi dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variable independen dalam model. Tabel IV.7 Tabel Uji Koefisien Determinasi Model Summary b Model R R Square Adjusted Std. Error of R Square the Estimate 1.657 a.431.411.073181 Sumber: data sekunder yang diolah Hasil dari regresi berganda menunjukkan bahwa Adjusted R Square sebesar 41,1%. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel dependen CSR dapat dijelaskan sebesar 41,1% dari variabel independen ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan jumlah komite audit, sisanya sebesar 58,9% dijelaskan oleh faktor lain diluar model ini. b. Uji signifikansi simultan (uji F) Uji F dilakukan untuk menentukan good of fit test atau uji kelayakan model regresi untuk digunakan dalam melakukan analisis hipotesis dalam penelitian.
digilib.uns.ac.id 44 Tabel IV. 8 Hasil Uji Signifikansi Simultan ANOVA b Model Sum of Squares Df 1 Regression.345 3 Residual.455 85 Total.800 88 Sumber: data sekunder yang diolah Mean Square.115.005 F Sig. 21.484.000 a Dari tabel IV.8 di atas dapat diketahui bahwa probabilitas signifikan 0,000. Maka dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama variabel independen mempengaruhi luas pengungkapan CSR. c. Uji signifikansi parsial (uji T) Uji signifikani-t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Berikut tabel hasil uji signifikansi-t dalam penelitian ini. Tabel IV. 9 Hasil Uji Signifikansi T Model Unstandardized Standardiz T Sig Coefficients ed Coefficients B Std. Error Beta 1.333.059 5.674.000 (Constan t) UDK.025.005.485 4.600.000 PDKI.042.073.051.571.570 UKAUD.023.008.271 2.751.007 Sumber: data sekunder commit yang to diolah user
digilib.uns.ac.id 45 Berdasarkan hasil uji signifikansi-t pada table IV.9 terlihat bahwa variabel ukuran dewan komisaris dan ukuran komite audit menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya (CSR) dengan taraf signifikansi 5%. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikan untuk UDK dan UKAUD yang masing-masing 0,000 dan 0,007 (sig. < 0,05). Sementara itu variabel proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR dengan taraf signifikansi 5%. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikan untuk PDKI adalah 0,570 (sig. > 0,05). C. Tahap 2 Dari 89 sampel yang ada, peneliti akan melakukan uji asumsi klasik, koefisien determinasi, uji signifikansi F, dan uji T. Pada tahap 2 ini peneliti akan menguji variabel independen bersama-sama dengan variabel kontrolnya. Variabel independen yang terdiri dari ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan ukuran komite audit. Variabel kontrolnya terdiri dari ukuran perusahaan (size), profitabilitas, dan leverage. 1. Statistik Deskriptif Satistik deskriptif merupakan statistik umum yang mencoba memberikan gambaran dengan data yang ada dalam penelitian. Berikut ini statistik deskriptif dari masing-masing variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.
digilib.uns.ac.id 46 N Tabel IV.10 Descriptive Statistics Minimu m Maximu m Mean Std. Deviation UDK 89 2.000 10.000 5.16854 1.835483 PDKI 89.330 1.000.57146.117081 UKAUD 89 2.000 7.000 3.82022 1.123730 SIZE 89 9.196 11.803 1.04592E.721246 1 PRO 89 -.318.313.12835.090835 LEV 89 3.026 15.620 8.88817 2.592984 CSR 89.397.746.57503.095369 Valid N (listwise) 89 Sumber: Hasil Olah Data Keterangan: UDK PDKI : ukuran dewan komisaris : proporsi dewan komisaris independen UKAUD : ukuran komite audit Size Prof Lev CSR : ukuran perusahaan : profitabilitas : leverage : indeks pengungkapan CSR Dari data statistik deskriptif pada table IV.10 dapat kita lihat bahwa rata-rata ukuran dewan komisaris pada bank adalah sebesar 5,1. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar bank sudah memenuhi Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 yang menyebutkan bahwa jumlah anggota komisaris paling kurang 3 orang. Rata-rata proporsi dewan komisaris independen yang dimiliki oleh bank adalah 57,14%. Hasil tersebut
digilib.uns.ac.id 47 menunjukkan bahwa sebagian besar bank sudah memenuhi aturan dari Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/12/DPNP Tahun 2007, yang menyatakan bahwa proporsi komisaris independen paling sedikit 50%. Rata-rata ukuran komite audit pada bank adalah sebesar 3,8. Hasil ini sudah sesuai dengan Peraturan Bapepam Nomor IX.15 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit bahwa semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia harus memiliki komite audit yang diketuai oleh komisaris independen dan beranggotakan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang dari pihak independen. Rata-rata ukuran perusahaan sebesar 104592. Profitabilitas memiliki rata-rata sebesar 12,83%. Rasio leverage rata-ratanya sebesar 888,81% dan untuk CSR memiliki rata-rata sebesar 57,5%. 2. Uji Asumsi Klasik a. Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov- Smirnov. Suatu data dikatakan normal apabila mempunyai nilai signifikansi hitung >0,05. Peneliti membuang beberapa data yang dianggap tidak normal sehingga sebaiknya dihilangkan. Outlier adalah data yang mempunyai karakteristik unik dan terlihat sangat berbeda jauh dari data observasi lainnya serta muncul dalam nilai ekstrim untuk variable tunggal (Ghozali, 2011). Kenormalan data diperlukan untuk uji statistic berikutnya, jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid.
digilib.uns.ac.id 48 Tabel IV. 11 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test N Normal Parameters a,b Mean Std. Deviation Most Extreme Absolute Differences Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) Sumber: data sekunder yang diolah Unstandardiz ed Residual 89.0000000.05909723.080.080 -.075.752.624 Berdasarkan tabel IV.11 di atas, dapat diketahui bahwa uji normalitas terhadap data residual menunjukkan besarnya Asymp. Sign (2-tailed) sebesar 0,624 di atas tingkat signifikansi 0,05 (0,624>0,05). Berdasarkan analisis grafik dan statistik di atas dapat diketahui bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas. b. Uji multikolinearitas Pengujian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ada tidaknya hubungan antar variabel independen dalam regresi. Pengujian terhadap multikolinieritas dilakukan dengan menggunakan nilai VIF dan nilai Tolerance. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai Tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF 10 commit (Ghazali, to 2011). user
digilib.uns.ac.id 49 Tabel IV. 12 Hasil Uji Multikolinieritas dengan VIF dan Nilai Tolerance Model Collinearity statistics Status Tolerance VIF UDK.430 2.325 Terbebas dari multikolinearitas PDKI.823 1.216 Terbebas dari multikolinearitas UKAUD.583 1.716 Terbebas dari multikolinearitas SIZE.397 2.517 Terbebas dari multikolinearitas PRO.640 1.563 Terbebas dari multikolinearitas LEV.963 1.038 Terbebas dari multikolinearitas Sumber: data sekunder yang diolah Hasil uji VIF dan Tolerance menunjukkan bahwa semua variable dalam penelitian ini mempunyai nilai Tolerance di atas 0,10 dan semua nilai VIF di bawah 10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak terjadi multikolinieritas. c. Uji Heteroskedastisitas Pengujian Heteroskedastisitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. commit to Jika user variance dari residual satu
digilib.uns.ac.id 50 pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas. Jika variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Jika probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5% atau (0,05), maka dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas (Ghazali, 2011). Berikut merupakan hasil dari uji heteroskedastisitas. Model 1 t) (Constan Tabel IV. 13 Tabel Hasil Uji Heteroskedastisitas Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardiz ed Coefficients Beta satupun variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen. Hal ini terlihat jelas dari T Sig. B Std. Error -1.076 4.620 -.233.81 6 UDK -.011.190 -.010 -.060.95 2 PDKI 1.244 2.156.067.577.56 6 UKAUD.528.267.274 1.979.05 1 SIZE -.798.504 -.266-1.585.11 7 PRO 3.732 3.152.156 -.056 1.184.24 0 LEV -.047.090 -.524.60 1 Sumber: data sekunder yang diolah Dari tabel variabel di atas dapat diketahui bahwa tidak ada
digilib.uns.ac.id 51 probabilitas signifikansinya di atas 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas. d. Uji autokorelasi Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu t-1 (sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Ghozali, 2011). Pada penelitian ini untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi menggunakan uji Runs test. Berikut tabel hasil uji autokorelasi dengan menggunakan Runs test. Tabel IV. 14 Tabel Hasil Uji Autokorelasi Test Value a Cases < Test Value Cases >= Test Value Total Cases Number of Runs Z Asymp. Sig. (2- Runs Test Unstandardized Residual -0.0342 tailed) Sumber: commit data to sekunder user yang diolah 44 45 89 47.321.748
digilib.uns.ac.id 52 Berdasarkan hasil pengujian Runs test menunjukkan bahwa nilai test value adalah -0,0342 dengan probabilitas 0,748 signifikansi di atas 0,05 yang berarti bahwa hipotesis nol diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual random atau tidak terjadi autokorelasi antar nilai residual. 3. Uji Regresi Berganda a. Uji koefisien determinasi (Uji R 2 ) Koefisien determinasi menyatakan persentase total variasi dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variable independen dalam model. Untuk model regresi dengan menggunakan dua atau lebih variabel independen koefisien determinasi ditunjukkan dengan nilai adjusted R square (adj R 2 ). Tabel IV.15 Tabel Uji Koefisien Determinasi Model Summary b Model R R Square Adjusted Std. Error of R Square the Estimate 1.785 a.616.588.061221 Sumber: data sekunder yang diolah Hasil dari regresi berganda menunjukkan bahwa Adjusted R Square sebesar 58,8%. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel dependen CSR dapat dijelaskan sebesar 58,8% dari variabel independen ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris
digilib.uns.ac.id 53 independen, dan jumlah komite audit, sisanya sebesar 41,2% dijelaskan oleh faktor lain diluar model ini. b. Uji signifikansi simultan (uji F) Uji F dilakukan untuk menentukan good of fit test atau uji kelayakan model regresi untuk digunakan dalam melakukan analisis hipotesis dalam penelitian. Kriteria yang digunakan dalam pengujian ini adalah probability value (sig), apabila probability value dalam hasil pengujian lebih kecil dari 5%, maka dapat dinyatakan bahwa model layak (fit) untuk digunakan sebagai model regresi. Sebaliknya jika probability value lebih besar dari 5% maka dapat dinyatakan bahwa model tidak layak untuk digunakan dalam pengujian hipotesis penelitian. Berikut table hasil uji signifikansi-f dalam penelitian ini. Tabel IV. 16 Hasil Uji Signifikansi Simultan ANOVA b Model Sum of Squares Df 1 Regression.493 6 Residual.307 82 Total.800 88 Sumber: data sekunder yang diolah Mean Square.082.004 F Sig. 21.925.000 a Dari tabel IV.16 di atas dapat diketahui bahwa F sebesar 21.925 dengan probabilitas signifikan 0,000. Karena signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama variabel ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris
digilib.uns.ac.id 54 independen, dan ukuran komite audit mempengaruhi variabel luas pengungkapan CSR. c. Uji signifikansi parsial (uji T) Uji signifikani-t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hasil pengujian yang menyatakan bahwa probability value (sig)-t lebih kecil dari 5% maka dapat dinyatakan bahwa variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian dapat diterima. Sebaliknya jika probability value (sig)-t lebih besar dari 5% maka dapat dinyatakan bahwa variabel independen tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian tidak diterima. Berikut tabel hasil uji signifikansi-t dalam penelitian ini. Tabel IV. 17 Hasil Uji Signifikansi T Model Unstandardized Standardiz T Sig Coefficients ed Coefficients B Std. Error Beta 1 -.298.132-2.261.026 (Constan t) UDK.016.005.306 2.931.004 PDKI.039.061.048.633.529 UKAUD.013.008.156 1.744.085 SIZE.061.014.463 4.268.000 PRO -.072.090 -.069 -.801.425 LEV.010.003.263 3.777.000 Sumber: data sekunder commit yang to diolah user
digilib.uns.ac.id 55 Berdasarkan hasil uji signifikansi-t pada table IV.9 terlihat bahwa variabel ukuran dewan komisaris, ukuran perusahaan (size) dan leverage menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap variabel dependennya (CSR) dengan taraf signifikansi 5%. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikan untuk UDK, Size, dan LEV yang masingmasing 0,004; 0,000; 0,000 (sig. < 0,05). Sementara itu variabel proporsi dewan komisaris independen, ukuran komite audit dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR dengan taraf signifikansi 5%. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikan untuk PDKI, UKAUD dan LEV yang masing-masing 0,529; 0,085; 0,425 (sig. > 0,05). Model regresi dapat diformulasikan sebagai berikut ini. CSRί = -0,298+ 0,306 UDK + 0,048 PDKI + 0,156 UKA + 0,463 SIZE + 0,069 LEV 0,263 PROF + e D. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis 1. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Luas Pengungkapan CSR Hipotesis pertama penelitian ini menyatakan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan CSR. Berdasarkan hasil uji t dengan variabel dependen luas pengungkapan CSR yang ditunjukkan dalam tabel IV. 9 menunjukkan bahwa variabel ukuran dewan komisaris memiliki nilai t sebesar 2,931 dan nilai signifikansi sebesar 0,004. Nilai signifikansi 0,004 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan
digilib.uns.ac.id 56 bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif dan signifikan terhadap luas pengungkapan CSR. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama, yaitu, Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan CSR diterima. Hasil penelitian ini berhasil mendukung teori agensi yang menyatakan bahwa pada perekonomian yang modern seperti sekarang ini banyak perusahaan yang memisahkan antara pengelolaan dan kepemilikan perusahaan. Perusahaan melimpahkan atau mendelegasikan wewenang perusahaan kepada pihak yang dianggap lebih ahli dalam mengelola perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sembiring (2005), Sitepu dan Siregar (2008) yang menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan CSR. Hal ini berarti semakin banyak jumlah dewan komisaris, maka akan semakin luas pengungkapan CSR oleh perusahaan. 2. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen Terhadap Luas Pengungkapan CSR Hipotesis kedua penelitian ini menyatakan proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan CSR. Berdasarkan hasil uji t dengan variabel dependen luas pengungkapan CSR yang ditunjukkan dalam tabel IV. 9 menunjukkan bahwa variabel proporsi dewan komisaris independen memiliki nilai t sebesar 0.633 dan nilai signifikansi sebesar 0,529. Nilai signifikansi 0,529>0,05 sehingga dapat
digilib.uns.ac.id 57 disimpulkan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan CSR. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua, yaitu, Proporsi Dewan Komisaris Independen berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan CSR tidak dapat diterima. Alasan yang dapat menjelaskan hasil ini adalah adanya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan Good Coorporate Governance. Bedasarkan peraturan tersebut, jumlah komisaris independen adalah minimal 50% dari jumlah total komisaris. Rata-rata perusahaan sampel dalam penelitian ini memiliki 57,14%. Jumlah komisaris independen ini kemungkinan hanya untuk memenuhi ketentuan peraturan, sehingga belum mampu untuk melaksanakan pengawasan dengan baik. Hal ini juga didukung oleh pendapat Muntoro (2006) bahwa kemampuan berdiskusi dan berorganisai manusia terbatas, sehingga semakin banyak jumlah komisaris independen semakin besar mengakibatkan ketidakefisienan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Handajani, dkk (2009), Waryanto (2010), serta peneletian Haniffa dan Cooke (2005) yang menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan CSR. 3. Pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap Luas Pengungkapan CSR Hipotesis ketiga penelitian ini menyatakan bahwa ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan CSR. Berdasarkan
digilib.uns.ac.id 58 hasil uji t dengan variabel dependen luas pengungkapan CSR yang ditunjukkan dalam tabel IV. 9 menunjukkan bahwa variabel ukuran komite audit memiliki nilai t sebesar 1,744 dan nilai signifikansi sebesar 0,085. Nilai signifikansi 0,085>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ukuran komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan CSR. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis ketiga, yaitu, Ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan CSR tidak dapat diterima. Alasan yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan hal ini adalah karena rata-rata jumlah komite audit yang telah diolah adalah 3,8. Hasil itu menunjukkan bahwa rata-rata ukuran komite audit seluruh perbankan yang terdaftar di IDX adalah 4. Jumlah ini kemungkinan hanya untuk memenuhi peraturan pemerintah, yaitu Peraturan Bapepam Nomor IX.15 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Peraturan ini mengatur bahwa semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek indonesia harus memiliki komite audit yang diketuai oleh komisaris independen dan beranggotakan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang dari pihak independen, sehingga fungsi pengawasan atau monitoring belum dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Hidayah (2009) dan penelitian yang dilakukan oleh Waryanto (2010), yang menunjukkan bahwa komite audit tidak berpengarus terhadap luas pengungkapan CSR.
digilib.uns.ac.id 59 4. Pengaruh Ukuran Perusahaan (Size) Terhadap Luas Pengungkapan CSR Berdasarkan hasil uji t dengan variabel dependen luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan ditunjukkan dalam tabel IV. 9 bahwa variabel ukuran perusahaan (size) memiliki nilai t sebesar 4,268 dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi 0,001 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan (size) berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa prediksi Ukuran perusahaan (size) berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan diterima. Hubungan positif dan signifikan yang ditunjukkan antara size dan luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan berarti bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka akan berpengaruh terhadap luasnya pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Menurut Sembiring (2005), berdasarkan teori agensi semakin besar ukuran perusahaan maka akan timbul biaya keagenan yang semakin besar pula. Untuk mengurangi biaya keagenan tersebut maka perusahaan akan cenderung mengungkapkan tanggung jawab sosial. Selain itu, menurut Cowen et.al (1987) dalam Sembiring (2005), perusahaan yang besar akan selalu mendapat tekanan untuk mengungkapkan tanggung jawab sosialnya. Hal ini dikarenakan perusahaan yang besar memiliki aktivitas operasi dan hubungan masyarakat yang lebih besar mungkin akan memiliki pemegang
digilib.uns.ac.id 60 saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat oleh perusahaan, sehingga hal ini akan mengakibatkan tanggung jawab sosial akan diungkapkan secara lebih luas. Hasil penelitian ini berhasil mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005), Rosmita (2007), Sitepu dan Siregar (2008) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara ukuran perusahaan dengan luas pengungkapan CSR. 5. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Luas Pengungkapan CSR Berdasarkan hasil uji t dengan variabel dependen luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan ditunjukkan dalam tabel IV. 9 bahwa variabel profitabilitas memiliki nilai t sebesar -0,801 dan nilai signifikansi sebesar 0,425. Nilai signifikansi 0,425 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Berdasarkan hasil tersebut, besar kecilnya profitabilitas tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. Hal ini juga menunjukkan bahwa prediksi Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan tidak dapat diterima. Berdasarkan teori legitimasi, perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi dirasa tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan dan sebaliknya, pada saat tingkat profitabilitas rendah perusahaan perlu mengungkapkan tanggung jawab sosial untuk menunjukkan kinerja yang baik atau good news misalnya dalam lingkup sosial, sehingga investor akan tetap berinvestasi
digilib.uns.ac.id 61 pada perusahaan tersebut. Hasil penelitian ini tidak berhasil mendukung teori legitimasi yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap luas pengungkapan CSR. Namun demikian, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sembiring (2005), Anggraini (2006), Mutia, Zuraida dan Andriani (2011). 6. Pengaruh Leverage Terhadap Luas Pengungkapan CSR Berdasarkan hasil uji t dengan variabel dependen luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan ditunjukkan dalam tabel IV. 9 bahwa variabel leverage memiliki nilai t sebesar 3,777 dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa leverage berpengaruh secara signifikan terhadap luas pengungkapan CSR perusahaan. Namun demikian, nilai t yang positif menunjukkan bahwa pengaruh leverage terhadap luas pengungkapan CSR dalam penelitian ini adalah positif, yaitu semakin besar rasio leverage maka pengungkapan CSR perusahaan akan semakin besar pula. Dengan demikian prediksi Leverage berpengaruh negatif terhadap luas pengungkapan CSR perusahaan tidak dapat diterima. Perbankan dengan rasio leverage yang tinggi dituntut untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas agar kinerja perusahaan terlihat bagus. Namun demikian perusahaan dengan rasio leverage tinggi cenderung akan melaporkan laba yang lebih tinggi dengan cara mengurangi biaya-biaya yang dapat mengurangi laba. Salah satunya adalah denga cara mengurangi biaya untuk pengungkapan CSR. Sehingga
digilib.uns.ac.id 62 dengan adanya rasio leverage yang besar maka akan mengurangi pengungkapan CSR perusahaan. Hal ini sesuai dengan teori agensi yang menyatakan bahwa perusahaan dengan nilai leverage yang tinggi akan mengurangi pengungkapan tanggung jawab sosialnya agar tidak menjadi sorotan para debtholder. Hasil penelitian ini tidak berhasil mendukung teori agensi yang menyatakan bahwa tingkat leverage mempunyai pengaruh negatif terhadap pengungkapan CSR. Akan tetapi penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosmita (2007), Waryanto (2010), Sitepu dan Siregar (2008).