HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka***

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang baik dan berkeadilan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan menurut UU No. 23 Tahun 1992 adalah keadaan sejahtera dari

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

GAMBARAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU DI KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI I KABUPATEN PEKALONGAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikategorikan high burden countries. Kasus baru Tuberkulosis di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PENDERITA TENTANG PENULARAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TANRUTEDONG KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan. kepada orang lain (Adnani & Mahastuti, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terus meningkat, terutama negara-negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada potensi biologinya. Tingkat tercapainya potensi biologi seorang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

Kegiatan Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sakti Kabupaten Pidie Tahun 2010)

I. PENENTUAN AREA MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mycobacterium tuberculosis. Penyakit menular Tuberkulosis masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh sejenis mikroba atau jasad renik. Mikroba ini

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Salah satu ciri

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Insiden Seluruh Kasus

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ini menular dan menyebar melalui udara, apabila tidak diobati

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP. TB Paru

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru-paru,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembagan laju penyakit di Indonesia dewasa ini sangat

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lampiran 1. Denah Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjung Gusta Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT

Transkripsi:

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA Herlina 1, Erris 2* 1 STIKes Prima Jambi 2 Politeknik Kesehatan Jambi Jurusan Kesehatan Lingkungan *Korespondensi penulis : nazra_ugm@yahoo.com ABSTRAK Kejadian TB Paru di Kota Jambi khususnya di Puskesmas Putri Ayu terus meningkat, oleh karena itu perlu perhatian khusus dan mendapat prioritas utama di bidang kesehatan. Puskesmas Putri Ayu merupakan salah satu Puskesmas yang ada di Kota Jambi dengan kejadian TB Paru paling tinggi dibandingkan Puskesmas lainnya, dengan jumlah penderita TB Paru BTA (+) sebanyak 59 orang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan status gizi dan kelembaban udara dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Tahun 2014. Jenis penelitian bersifat retrospektif dengan desain case control, untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, menggunakan uji Chi-square untuk melihat hubungan antar variabel. Cara pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Jumlah sampel sebanyak 45 orang kasus dan 45 orang kontrol. Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara status gizi dan kelembaban udara dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Tahun 2014. Status gizi (OR = 4,429), kelembaban udara (OR = 2,985). Masyarakat khususnya penderita TB Paru diharapkan memperhatikan status gizi dan kondisi fisik rumah terutama kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat. Memperbanyak pengetahuan tentang status gizi, kelembaban udara, dan TB Paru. Kata Kunci : Status gizi, Kelembaban udara, TB Paru, Puskesmas Putri Ayu PENDAHULUAN Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan benda hidup seperti virus, bakteri, jamur, protozoa, dan metazoan atau cacing. Oleh karenanya penyakit dapat menular dari satu penderita ke orang lain yang peka. Penyakit menular tertentu, berdasarkan peraturan perlu dilaporkan atau terkena wajib lapor, contohnya TB Paru, hepatitis, cholera dan typhus (Slamet, 2009). Penyakit Tuberkulosis atau yang sering disebut TB Paru adalah infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobakterium Tubercolusis. Tubercolusis merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Penyakit TB menyerang sebagian sebagian besar kelompok usia produktif, penderita TB kebanyakan dari kelompok sosial ekonomi rendah (Zulkoni, 2011). Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara negara berkembang. Situasi TB di dunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan. Sekitar 75% pasien TB Paru adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30% (Depkes, 2011). DiIndonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia (WHO, 2009). Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tubekulosis Infection = ARTI) di 75

Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1 3%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk terdapat 10 orang akan terinfeksi. Hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB Paru. Dari keterangan di atas maka di antara 100.000 penduduk rata rata terjadi 100 penderia tuberculosis setiap tahun, di mana 50 penderita adalah BTA positif (Depkes, 2011). Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi (Depkes 2011). Penyakit TB Paru yang juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama lingkungan dalam rumah serta perilaku penghuni dalam rumah karena dapat mempengaruhi kejadian penyakit, konstruksi dan lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat, umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman yang merupakan faktor risiko sumber penularan berbagai penyakit TB Paru (Depkes, 2008). Faktor risiko yaitu semua variabel yang berperan timbulnya kejadian penyakit. Pada dasarnya berbagai faktor risiko TB Paru saling berkaitan satu sama lain. Berbagai faktor risiko tersebut yaitu kondisi fisik rumah ( ventilasi, pencahayaan, kelembaban, kepadatan hunian, lantai rumah), dan perilaku ( Fahmi, 2008). Sumber Penularan penyakit TB Paru adalah penderita TB Paru dengan BTA (+). Apabila penderita TB Paru batuk, berbicara, atau bersin dapat menularkan kepada orang lain. Tetapi faktor risiko yang berperan penting dalam penularan penyakit TB Paru diantaranya faktor kependudukan dan faktor lingkungan. Faktor kependudukan diantaranya adalah jenis kelamin, umur, status gizi, dan kondisi sosial ekonomi. Sedangkan faktor lingkungan meliputi kepadatan penghuni, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, suhu, kelembaban, dan ketinggian wilayah (Fahmi, 2008). TB Paru merupakan penyakit yang tersebar luas di Indonesia, karena banyak penelitian yang dilakukan untuk menggali informasi tentang penyakit ini berkaitan dengan kekhususan karakteristik, dan lingkungan di masyarakat pada daerah tertentu. Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan kejadian TB Paru, diantaranya adalah hasil penelitian Rusnoto di Kabupaten Pati (2007) yang menyebutkan jika status gizi OR = 3,7, kelembaban OR = 6,3, berisiko terhadap kejadian TB Paru. Sedangkan menurut Deni Sri Wahyuni (2012), dalam penelitiannya di Ciputat menyebutkan jika status gizi OR = 1,4, kelembaban OR = 3,4, memiliki risiko terhadap kejadian TB Paru. Provinsi Jambi terutama di Kota Jambi masih banyak masyarakat yang menderita TB Paru dan terus mengalami peningkatan setiap tahun. Berdasarkan data profil Dinkes Kota Jambi diketahui jumlah TB paru klinis pada tahun 2011 berjumlah 5.407 penderita, pada tahun 2012 terjadi peningkatan dengan jumlah penderita 5825 penderita, dan sampai pada tahun 2013 terus meningkat dengan jumlah 5835 penderita TB paru klinis. Berdasarkan survei awal pada tanggal 29 mei 2014 yang dilakukan terhadap 10 penderita TB paru yang di observasi dan di wawancara di Puskesmas Putri Ayu, terdapat 6 diantaranya rumahnya tidak permanen, ventilasi yang tidak memenuhi syarat, luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuni rumah, pencahayaan yang kurang karena banyak rumah yang jendelanya tidak dibuka pada siang hari dan berpengaruh terhadap kelembaban udara di dalam rumah. Penderita berperilaku kurang sehat karena ada penderita yang tidak 76

menggunakan masker dan membuang dahak sembarangan dan penderita tidak mengkonsumsi makanan yang bergizi baik dan seimbang. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat retrospektif dengan desain Case Control (kasus kelola) dimana peneliti membandingkan antara kelompok kasus (orang yang menderita penyakit) dengan kelompok kontrol (orang yang tidak menderita penyakit).kemudian mengidentifikasi faktor risiko terjadinya pada waktu yang lalu, sehingga dapat menerangkan mengapa kasus terkena efek, sedangkan kontrol tidak terkena efek (Riyanto, 2011). Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi. Populasi dalam penelitian ini terbagi 2, yaitu populasi kasus dan populasi kontrol. Populasi kasus dalam penelitian ini adalah semua orang yang berobat dan dinyatakan positif menderita TB Paru di Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi yaitu sebanyak 59 orang. Sedangkan populasi kontrol dalam penelitian ini adalah semua orang yang mempunyai riwayat tidak menderita TB Paru yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi. Cara pengambilan sampel dengan cara teknik simple random sampling dengan secara random atau acak. Sampel dalam penelitian ini terbagi dua yaitu : Responden yang dinyatakan positif terkena TB Paru, dan terdaftar pada registrasi Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi dengan jumlah kasus sebanyak 45 orang dengan kriteria inklusi sebagai berikut : Berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi; Bersedia menjadi responden; Berusia 15 tahun ke atas (usia produktif); Terdaftar sebagai penderita pada registrasi Puskesmas Putri Ayu; Responden yang mempunyai riwayat tidak menderita penyakit TB Paru sebanyak 45 orang dengan kriteria inklusi sebagai berikut : Berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi; Bersedia menjadi responden; Berusia 15 tahun ke atas (usia produktif); Tidak terdaftar sebagai penderita pada registrasi Puskesmas Putri Ayu; Berdasarkan objek penelitian diatas, ada instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini. Dalam hal ini instrumen yang digunakan antara lain timbangan berat badan dan microtoise untuk mengukur berat badan dan tinggi badan, hygrometer untuk mengukur kelembaban dalam ruangan serta alat tulis untuk mencatat hasil pengukuran dan formulir isian variabel yang akan diteliti di wilayah kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Tahun 2014 Kejadian TB Paru No Statu s Gizi Penderita Bukan penderita Total p- valu OR (95% CI) n % n % n % e 1 Buruk 31 67, 15 32,6 46 51, 2 Baik 14 4 31, 30 68,2 44 1 48, 0,00 2 8 9 Jumlah 45 50 45 50 90 100 4,429 (1,829-10,726) 77

Berdasarkan tabel 1 hubungan status gizi dengan kejadian TB Paru dalam kelompok penderita TB Paru menunjukkan bahwa untuk status gizi buruk lebih besar yaitu sebanyak 67,4% dibandingkan status gizi baik sebanyak 31,8%. Sedangkan pada kelompok bukan penderita TB Paru yang paling besar adalah status gizi baik sebanyak 68,2% dan status gizi buruk adalah sebanyak 32,6%. Status gizi buruk menunjukkan jumlah penderita TB Paru sebanyak 31 orang (67,4%) daripada status gizi baik dengan jumlah penderita sebanyak 14 orang (31,8%). Sedangkan pada kelompok bukan penderita yang paling besar adalah status gizi baik yaitu sebanyak 30 orang (68,2%) dan status gizi buruk sebanyak 15 orang (32,6%). Hasil uji statistik Chi-square menunjukkan bahwa faktor status gizi mempunyai hubungan dengan kejadian TB Paru karena diperoleh p-value 0,002 (p < 0,05). Dari hasil analisis juga diperoleh nilai OR sebesar 4,429 (95% CI = 1,829-10,726) maksudnya adalah orang dengan status gizi buruk (IMT < 18,5) mempunyai risiko meningkatkan kejadian TB Paru sebanyak 4,429 kali lebih besar dibandingkan dengan orang status gizi baik (IMT 18,5). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak orang yang status gizinya buruk (IMT < 18,5) maka akan semakin banyak jumlah penderita TB Paru. Karena status gizi merupakan hal yang penting untuk diperhatikan sebab status gizi merupakan salah satu dari beberapa faktor penyebab terjadinya penyakit TB Paru. Kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi, dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan daya tahan tubuh seseorang menjadi menurun sehingga sangat rentan terhadap penyakit TB Paru. Ada kecenderungan responden yang memiliki IMT <18,5 kurang memperhatikan asupan makanan yang mereka konsumsi. Hal ini sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa masalah kekurangan gizi merupakan masalah penting, karena selain mempunyai risiko terhadap penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktifitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan yang ideal atau normal. Orang-orang yang berada di bawah ukuran berat badan normal mempunyai risiko terhadap penyakit infeksi seperti TB Paru (Supariasa, 2011). Untuk mengatasi masalah status gizi tersebut maka pihak Puskesmas dapat melakukan kerja sama lintas program melalui pojok gizi (POZI) puskesmas untuk memberikan konseling dan informasi tentang gizi melalui penyuluhan dan pemberian brosur ataupun leaflet yang berupa pedoman umum gizi seimbang (PUGS) agar masyarakat dapat memahami tentang gizi dan makanan yang bergizi baik dan seimbang seperti nasi, telur, ikan, daging, sayur-sayuran, buahbuahan, dan susu. Melakukan peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang gizi masyarakat. Peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang diarahakan pada pemberdayaan keluarga. Peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu mulai dari posyandu, puskesmas, dan rumah sakit. Puskesmas melalui kader-kader dapat aktif melakukan penyuluhan tentang gizi pada posyandu yang ada maupun disaat masyarakat berkumpul misalnya saat ada pengajian. Peran keluarga terhadap penderita TB Paru sangat penting untuk memperhatikan asupan makanannya agar memiliki status gizi yang baik sehingga dapat memiliki daya tahan tubuh yang baik dengan cara memperhatikan susunan menu yang bergizi baik dan seimbang yang berasal dari beraneka ragam makanan, vitamin dan mineral yang sesuai dengan kebutuhan. 78

No Tabel 2. Hubungan Kelembaban Udara Dengan Kejadian TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Tahun 2014 Kelembaban 1 Tidak memenuhi syarat 2 Memenuhi syarat Kejadian TB Paru Penderita Bukan penderita Total p-value OR n % n % n % (95% CI) 28 63,6 16 36,4 44 48,9 0,020 2,985 (1,266-7,039) 17 37,0 29 63,0 46 51,1 Jumlah 45 50 45 50 90 100 Berdasarkan tabel2 hubungan kelembaban udara dengan kejadian TB Paru dalam kelompok penderita TB Paru menunjukkan bahwa untuk kelembaban udara ysng tidak memenuhi syarat lebih besar yaitu sebanyak 63,6% dan yang memenuhi syarat sebanyak 37,0%. Sedangkan pada kelompok bukan penderita TB Paru yang paling besar adalah kelembaban yang memenuhi syarat sebanyak 63,0% dan yang tidak memenuhi syarat adalah sebanyak 36,4%. Kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat, menunjukkan jumlah penderita TB Paru sebanyak 28 orang (63,6%) daripada kelembaban yang memenuhi syarat dengan jumlah penderita sebanyak 17 orang (37,0%). Sedangkan pada kelompok bukan penderita yang paling besar adalah kelembaban yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 29 orang (63,0%) dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 16 orang (36,4%). Hasil uji statistik Chisquare menunjukkan bahwa faktor kelembaban udara mempunyai hubungan dengan kejadian TB Paru karena diperoleh p-value 0,020 (p < 0,05). Dari hasil analisis juga diperoleh nilai OR sebesar 2,985 (95% CI = 1,266-7,039) maksudnya adalah orang yang tinggal dirumah dengan kelembaban udara tidak memenuhi syarat mempunyai risiko meningkatkan kejadian TB Paru sebanyak 2,985 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tinggal dirumah dengan kelembaban udara memenuhi syarat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak rumah yang kelembaban udaranya tidak memenuhi syarat maka semakin banyak jumlah penderita TB Paru. Keadaan rumah yang gelap dan lembab karena tidak adanya jendela atau ventilasi yang berfungsi ditambah keadaan rumah yang tidak dimasuki cahaya matahari pagi secara langsung dapat menyebabkan berkembangbiaknya bakteri mycobacterium tuberculosis dan transmisi penularan penyakit dalam udara ruangan untuk waktu yang lama. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilaksanakan, keadaan rumah responden sebagian besar masih dijumpai rumah yang memiliki kelembaban udara yang tinggi, jendela yang tidak dibuka pada pagi hari sehingga cahaya mahatari pagi dan sirkulasi udara tidak masuk kedalam rumah, hal ini menyebabkan rumah menjadi gelap dan lembab. Dengan demikian semakin lembab keadaan didalam rumah maka bakteri TB Paru yang dikeluarkan oleh penderita dapat bertahan dalam waktu yang lama, sehingga menyebabkan transmisi penularan antar penghuni rumah berisiko tinggi. Hal ini sejalan pula dengan teori Fahmi (2008) yang mengatakan bahwa kelembaban merupakan sarana baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, termasuk Tuberkulosis sehingga visitabilitas lebih lama. Dengan demikian ventilasi sangat berpengaruh terhadap kelembaban, bermanfaat bagi 79

sirkulasi udara dalam rumah serta mengurangi kelembaban. Keringat manusia juga mempengaruhi kelembaban. Semakin banyak manusia dalam satu ruangan, kelembaban semakin tinggi khususnya karena uap air baik dari pernapasan maupun keringat. Kelembaban dalam ruangan tertutup dimana banyak terdapat manusia di dalamnya lebih tinggi dibandingkan kelembaban diluar ruangan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Teddy Soedjadi, yang melakukan penelitian tentang analisis mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Tuberculosis. Dari hasil penelitian didapatkan pengaruh sanitasi perumahan p = 0,000 artinya mempunyai hubungan yang bermakna antara sanitasi perumahan yang meliputi ventilasi, jendela, dan pencahayaan. Kelembaban mempunyai kaitan yang sangat erat dengan ventilasi, jendela, dan juga pencahayaan. Untuk mengatasi masalah kelembaban udara maka pihak Puskesmas dapat melakukan kerjasama lintas program dengan klinik sanitasi puskesmas untuk melakukan berbagai upaya promosi kesehatan seperti melakukan penyuluhan, pemberian leaflet ataupun poster agar masyarakat dapat memahami tentang rumah sehat dan masyarakat jadi membiasakan perilaku membuka jendela. Pihak puskesmas juga dapat mengadakan perlombaan rumah sehat sehingga masyarakat jadi terpacu untuk menjadikan rumahnya menjadi rumah yang memenuhi aspek rumah sehat. Masyarakat yang sedang merenovasi rumah atau membangun rumah agar lebih memperhatikan aspek sanitasi rumah sehat seperti ventilasi 10% dari luas lantai, dan pencahayaan. Masyarakat harus mulai membiasakan perilaku membuka jendela rumah khususnya pada pagi hari agar cahaya matahari pagi dapat masuk ke dalam rumah yang bisa membunuh kuman Mycobacterium Tuberculosis. SIMPULAN Pada kelompok penderita TB Paru menunjukkan bahwa untuk status gizi buruk lebih besar yaitu sebanyak 67,4% dibandingkan status gizi baik sebanyak 31,8%. Sedangkan pada kelompok bukan penderita TB Paru yang paling besar adalah status gizi baik sebanyak 68,2% dan status gizi buruk adalah sebanyak 32,6%; Kelompok penderita TB Paru menunjukkan bahwa untuk kelembaban udara ysng tidak memenuhi syarat lebih besar yaitu sebanyak 63,6% dan yang memenuhi syarat sebanyak 37,0%. Sedangkan pada kelompok bukan penderita TB Paru yang paling besar adalah kelembaban yang memenuhi syarat sebanyak 63,0% dan yang tidak memenuhi syarat adalah sebanyak 36,4%; Ada hubungan antara status gizi dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Tahun 2014; Ada hubungan antara kelembaban udara dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Tahun 2014; DAFTAR PUSTAKA Depkes, RI, 2008 Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta. Depkes, RI, 2011 Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta. Fahmi, Umar, 2008 Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Badan Penerbit Seri Desentralisasi Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta 80

Riyanto, Agus, 2011 Metodologi Penelitian Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta. Slamet, Soemirat, J, 2009 Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Supariasa, I, Dena, Nyoman, 2011 Penilaian Status Gizi, Kedokteran EGC, Jakarta. Zulkoni, Akhsin, 2011 Parasitologi, Nuha Medika, Jakarta. 81