BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI DI KAWASAN LINDUNG SUNGAI LESAN, KALIMANTAN TIMUR RAHMAT ABDIANSYAH

BAB IV. 4.1 Letak PT. Luas areal. areal kerja PT. PT Suka Jaya. areal Ijin Usaha. Kabupaten

II. METODOLOGI. A. Metode survei

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB III METODE PENELITIAN

Kawasan Lindung Sungai Lesan untuk Anak Cucu Kita

IV. KONDISI UMUM 4.1. Taman Nasional Tesso Nilo Sejarah Kawasan

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

BAB III KONDISI UMUM LOKASI

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekologi Padang Alang-alang

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT ECOSITROP 1. Dr. Yaya Rayadin 2. Adi Nugraha, SP.

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB III METODE PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB II TINJAUAN UMUM

mendorong menemukan pasar untuk produk yang sudah ada dan mendukung spesies-spesies lokal yang menyimpan potensi ekonomi (Arifin et al. 2003).

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

HASIL ANALISA VEGETASI (DAMPAK KEGIATAN OPERASIONAL TERHADAP TEGAKAN HUTAN)

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. KEADAAN UMUM LOKASI

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan

FORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN ALAM

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. TODO CONSULT 1. Hendra Masrun, M.P. 2. Djarot Effendi, S.Hut.

PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: ( Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.

BAB III LOKASI DAN KEADAAN UMUM

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

BAB I PENDAHULUAN. klimaks pada daerah dengan curah hujan mm per tahun, rata-rata

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I. PENDAHULUAN A.

Lampiran 1. Kriteria Lahan Kritis di Kawasan Hutan Lindung (HL), Budidaya Pertanian (BDP) dan Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan (LKHL)

ANALISIS DAN SINTESIS

Deskripsi KHDTK Siali-ali Sumatera Utara

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Letak, Luas dan Keadaan Wilayah. Areal HPH PT. Suka Jaya Makmur terletak di kelompok hutan S. Pesaguan -

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis KPHL Batutegi terletak pada BT dan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

KEADAAN UMUM WILAYAH

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

Transkripsi:

15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Kawasan Lindung Sungai Lesan Kawasan lindung Sungai Lesan terletak di Kecamatan Kelai Kabupaten Berau Kalimantan Timur dalam koordinat antara 01 0 32 20,26-01 0 40 29,67 Lintang Utara dan antara 117 0 03 58,19-117 0 11 13,47 Bujur Timur, dengan luasan 12.192 ha, kawasan tersebut terbagi dalam wilayah administrasi empat kampung yaitu Lesan Dayak, Muara Lesan, Sidobangen, dan Merapun. Kawasan Lindung Sungai Lesan sebelah Utara berbatasan dengan Sidobangen, sebelah Timur dengan Lesan Dayak dan Muara Lesan; sebelah Selatan berbatasan dengan kampung Merapun dan sebelah Barat berbatasan dengan HPH PT. Mardhika Insan Mulia dan PT. Karya Lestari (PEMDA Berau 2005). Menurut surat rekomendasi Gubernur Kalimantan Timur No. 521/9038/EK tanggal 10 November 2005 tentang perubahan kawasan yang ditujukan kepada menteri Kehutanan, luasan kawasan yang direkomendasikan mencapai 11.342,61 ha dari luasan 12.192 ha yang diusulkan oleh bupati Berau. Berkurangnya luasan kawasan tersebut disebabkan adanya kajian ulang Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur yang menemukan bahwa sebagian wilayah Kawasan Lesan yang semula diusulkan merupakan wilayah IUPHHKT PT. Belantara Pusaka. 4.2 Kondisi Iklim Stasiun iklim terdekat yang ada diwilayah ini terletak di desa Merasa dan stasiun iklim camp 37 PT. Inhutani I Labanan (berjarak sekitar 30 km dari kawasan lindung Sungai Lesan), serta stasiun iklim Kalimarau (berjarak kurang lebih 130 km dari kawasan lindung Sungai Lesan). Rata-rata curah hujan tahunan selama 30 tahun pencatatan (1971-2000) mencapai 2.012 mm dengan distribusi yang relatif merata sepanjang tahun yaitu tidak mempunyai bulan kering (curah hujan bulanan <100 mm). Bulan basah (curah hujan bulanan >200 mm) terjadi pada bulan November, Desamber, Januari, dan Maret sedangkan sisanya merupakan bulan lembab (curah hujan antara 100-200 mm per bulan). Curah hujan terendah biasanya terjadi pada bulan Juli sampai September. Rata-rata

16 jumlah hari hujan pertahun mencapai 161 hari atau rata-rata tiap bulan terjadi 13 hari hujan. Jumlah hari hujan dibawah rata-rata biasanya terjadi pada bulan Mei sampai September (PEMDA Berau 2005). 4.3 Kondisi Hidrologi Kawasan lindung Sungai Lesan diapit oleh dua sungai yaitu sungai Kelai di bagian Utara dan Sungai Lesan di bagian Timur. Sungai Kelai merupakan salah satu dari dua sungai utama di Kabupaten Berau, dengan lebar kurang lebih 120 m dan debit air yang stabil sepanjang tahun. Sungai Lesan dengan lebar 30 m adalah salah satu sungai yang memberi kontribusi kepada sungai Kelai atau DAS Sungai Lesan merupakan sub DAS Kelai (bagian Utara). Dalam kawasan juga terdapat beberapa sub DAS yang lain yaitu sub DAS Sungai Lesan dan sub DAS sungai Leja (PEMDA Berau 2005). 4.4 Topografi Dari hasil identifikasi melalui sistem informasi data Demographic Elevation Model (DEM), data-data kontur, data-data RepPProt dan yang lainnya serta pengecekan lapangan, diperoleh informasi tentang kelas lereng dan keadaan topografi kawasan Lesan. Data dari RePPProt tahun 1987 menunjukkan bahwa 10.664 ha atau sekitar 87% areal pada kawasan ini memiliki kelas kemiringan lereng (slope) lebih dari 40%. Kemiringan lahan sangat ekstrim di kawasan Lesan ini menjadi indikator tingkat bahaya erosi sangat berat dan sudah seharusnya dijadikan hutan lindung (PEMDA Berau 2005). 4.5 Kondisi Penutupan Lahan Berdasarkan hasil penafsiran citra landsat dan hasil cek lapangan tim survei Berau Forest Management Project (BFMP) tahun 1999-2000 diketahui kondisi hutan kawasan ini masih sangat baik (85% hutan bekas tebangan sehat). Kondisi hutan semakin baik karena selama 2000-2007 tidak ada aktifitas yang cukup berat di kawasan ini selain pengambilan hasil hutan non kayu atau non timber forest product (NTFP) dan perburuan terbatas oleh masyarakat sekitar. Kawasan hutan lindung Sungai Lesan terdiri dari hutan bekas tebangan yang masih sehat, hutan

17 bekas tebangan sangat terganggu, hutan tanaman industri dengan komoditi tanaman karet, alang-alang dan belukar (PEMDA Berau 2005). 4.6 Tingkat Bahaya Erosi Dari survei tingkat bahaya erosi diketahui kawasan lindung Sungai Lesan mempunyai tingkat bahaya erosi ringan sampai berat. Mengacu pada kriteria bahaya erosi sebagaimana yang telah ditetapkan oleh RLKT Departemen Kehutanan 1994, kawasan lindung Sungai Lesan termasuk dalam tingkat bahaya erosi sedang sampai tinggi. Dengan tingginya nilai erosi di dalam kawasan sangat berat cocok dengan kriteria kelas bahaya erosi untuk hutan lindung dan penyangga yaitu kelas IV-V atau nilai erosi antara 60-180 ton/ha/thn dan diatas 180 ton/ha/thn (PEMDA Berau 2005). 4.7 Keanekaragaman Flora dan Fauna Hutan Sungai Lesan sebagian besar merupakan hutan sekunder. Tercatat ada 45 jenis pohon pakan primata dan sarang Orangutan (Nardiyono 2007). Adapun jenis-jenis pohon yang ditemukan pada kawasan ini adalah jenis pohon jambujambu, kayu kacang, resak, kayu arang, kecundai, majau, meranti merah, ulin, kapur, keranji, medang, kenari, rengas, meranti pandan, pasang, meranti kuning, empilung, mata kucing, mersawa, bengkal, nyatoh, meranti putih, semangkok, terap, sengkuang, penjalin, dan marsolo dan berbagai jeis pohon buah-buahan. Sebagian dari jenis kayu yang ditemui sangat cocok bagi sarang dan pakan Orangutan. Keanekaragaman satwa yang ada di kawasan Sungai Lesan sangat tinggi. Menurut Nardiyono (2007) beberapa jenis satwa yang berhasil diobservasi, tercatat ada 52 jenis mamalia (18 jenis kelelawar), 118 jenis burung, 12 amfibi dan lima jenis reptil. Dari data survei yang dilakukan The Nature Conservancy (TNC) beberapa jenis amfibi yang ditemukan seperti Pedostibes hosii, Ansonia sp, Limnonectes leporinus, Polypedates otilophus dan Limnonectes kuhlii, sedangkan tujuh jenis lainnya belum teridentifikasi yang terdiri dari famili Bufonidae, Megophryidae, Ranidae dan Rhacophoridae.

18 4.8 Sosial Budaya Kampung Lesan Dayak dan transmigrasi Sidobangen merupakan kampung terdekat dari kawasan lindung Sungai Lesan. Penduduk kampung di Sungai Lesan terdiri dari masyarakat asli Dayak Lebo (kampung Merapun), Dayak Gaai (Kampung Lesan Dayak), suku Berau/Benuag (Kampung Muara Lesan), dan kampung transmigrasi Sidobangen yang memiliki penduduk dari 14 suku bangsa di Indonesia. Mayoritas penduduk kampung Merapun dan Lesan Dayak beragama Kristen, sedangkan muara Lesan dan Sidobangen beragam Islam (Bina Swadaya 2006). Mata pencaharian mayarakat secara umum adalah berladang dan berkebun. Hasil dari perladangan lebih banyak digunakan utuk kebutuhan sendiri (subsistem). Uang tunai diperoleh dengan memungut dari alam. Kampung merekapun memilki kekayaan berupa gua-gua karst (limestone) yang dihuni oleh burung Wallet (Colocallia sp.). Kampung Lesan Dayak mendapatkan uang tunai selain dari perkebunan (palawija) juga dari menjual hasil buruan. Kampung Sidobangen memiliki pertanian dan perkebunan yang relatif lebih maju, mendapatkan uang tunai dari bertani dan hasil kebun kakao dan karet. Kampung Muara Lesan juga mengandalkan hasil berkebun, gaji pegawai dan karyawan perusahaan serta hasil hutan berupa kayu dan non kayu. Masyarakat kampung yang berada di sekitar kawasan pada umumnya berburu untuk mendapatkan sumber protein hewani, dan memetik buah di hutan setiap musim buah. Masyarakat memanfaatkan Kawasan Lesan untuk mendapatkan berbagai keperluan seperti madu, gaharu, rotan, damar, klepiai (sejenis damar), daun pinus (palem), dan berburu. Kekayaan alam masih menjadi sumber utama kehidupan masyarakat di Sungai Lesan, menurunnya fungsi sumberdaya alam utamanya hutan dan sungai akan berakibat hilangnya sumber penghidupan masyarakat (Bina Swadaya 2006).

19 4.9 Kondisi Setiap Plot Pengamatan yang Diteliti Plot pengamatan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari tiga plot yaitu anak Sungai Lejak, Sungai Lejak dan Sungai Lesan. Setiap lokasi dibagi menjadi dua jalur pengamatan yaitu akuatik dan terestrial. 4.9.1 Anak sungai Lejak Plot pengamatan pertama yaitu anak Sungai Lejak. Jalur terestrial pada plot ini merupakan bekas jalur pengamatan orangutan yang sudah lama dibuat dan memiliki karakteristik berupa hutan yang memiliki tutupan kanopi yang rapat, sedikit alang dan semak dengan ketebalan serasah mencapai 10 cm dan didominasi tumbuhan ulin (Eusideroxylon zwageri). Pada jalur ini dijumpai kubangan yang memotong dua aliran air berupa sungai yang kecil yang berlumpur, tipe jalur berbukit dan sedikit dijumpai tumbuhan besar yang tumbang dan lapuk yang merupakan mikrohabitat bagi satwa tertentu. Gambar 3 Jalur terestrial Anak sungai Lejak dan kubangan dalam jalur Jalur akuatik pada plot ini berupa sungai kecil beraliran tenang, dangkal dan jernih dengan dasar sungai berupa bebatuan kecil, namun pada bagian sungai yang lebih dalam, dasar sungai berisikan serasah, pasir dan bebatuan yang lebih besar dan kedalaman akan bertambah setiap habis hujan serta disekitar sungai banyak terdapat serasah. Tingkat kedalaman semakin tinggi pada setiap tikungan. Suhu air pada saat pengamatan yaitu 25 C dengan kelembapan 87,5 % dan ph 7. Lebar rata-rata sungai 3 m dengan kedalaman hanya 20 cm pada saat cerah. Plot ini memiliki karakteristik berupa sungai yang mengalir sepanjang tahun yang

20 disekitar sungai banyak didominasi oleh tumbuhan bintangur (Calophyllum inophyllum) dengan tinggi rata-rata 1 m. Gambar 4 Jalur akuatik Anak sungai Lejak 4.9.2 Sungai Lejak Plot pengamatan kedua yaitu Sungai Lejak. Pada plot ini Jalur akuatiknya merupakan sungai yang alirannya berasal dari lokasi pertama dengan karakteristik yang berbeda. Lokasi ini memiliki aliran air yang lebih tenang dan badan sungai yang lebih lebar dibandingkan plot pertama. Jalur terestrial pada plot ini merupakan jalur yang baru dibuat berbeda dengan jalur terestrial pada plot pertama. Di luar jalur ini terdapat sungai berarus tenang dengan air berwarna gelap bercampur dengan lumpur. Jalur ini berupa berupa hutan dengan tutupan kanopi rapat yang didominasi tumbuhan tingkat semai dan pancang dari jenis meranti (Shorea sp.). Terdapat dua aliran sungai yang masih mengalir dan satu bekas aliran air, serta kontur jalur yang berbukit dan bersemak cukup rapat. Ketebalan serasah mencapai 10 cm dan banyak ditemukan pohon tumbang. Banyak dijumpai pohon dengan banir besar yang dijadikan tempat berlindung.

21 Gambar 5 Jalur terestrial Sungai Lejak Jalur akuatik pada plot ini merupakan induk dari jalur akuatik plot pertama. Jalur ini merupakan sungai yang mengalir sepanjang tahun yang disekitar sungai didominasi oleh tumbuhan jambu-jambuan dengan tinggi rata-rata 1 m, namun banyak juga dijumpai pandan-pandanan dibagian tepi sungai. Rata-rata lebar sungai pada plot ini sebesar 10 m. Sungai ini memiliki tiga cabang sungai kecil di sepanjang jalur. Arus sungai pada plot ini sangat tenang tetapi ada juga yang berarus deras. Sungai ini berwarna keruh dan banyak ditemukan pohon tumbang disekitar pinggir sungai. Substrat dasar sungai didominasi oleh pasir dan serasah namun pada beberapa titik didominasi oleh bebatuan besar. Suhu air pada saat pengamatan yaitu 24 C dengan kelembapan 80 % dan ph 8. Gambar 6 Jalur akuatik sungai Lejak

22 4.9.3 Sungai Lesan Plot pengamatan ketiga yaitu Sungai Lesan. Sungai Lesan merupakan satusatunya sungai yang dilewati untuk menuju ke kawasan lindung Sungai Lesan. Jalur akuatik yang digunakan adalah anak sungai yang mengalir langsung ke Sungai Lesan. Jalur terestrial pertama pada plot ini merupakan jalur yang dilalui untuk menuju plot pertama dan plot kedua. Jalur ini berupa hutan yang memiliki tutupan kanopi cukup rapat dengan kontur jalur yang berbukit dan ditemukan satu kubangan yang sudah kering serta melewati satu aliran sungai kecil. Tegakan dominan berupa tumbuhan tingkat pancang dan rapat dengan ketebalan serasah lebih dari 10 cm. Gambar 7 Jalur terestrial pertama sungai Lesan dan kubangan dipinggir jalur Jalur terestrial kedua pada plot ini merupakan jalur utama masuk lokasi Lesan, plot ini merupakan jalur yang paling berbeda dari plot lainnya karena jalur pengamatannya sudah dibangun jalan yang permanen dan di sepanjang jalur terdapat bangunan rumah sehingga kondisi habitatnya sudah tidak alami lagi. Plot ini diambil sebagai pembanding tingkat keanekaragaman terhadap plot lainnya. plot ini merupakan hutan dengan tutupan kanopi yang rapat namun dengan vegetasi dominan tingkat pohon.

23 Gambar 8 Jalur terestrial kedua sungai Lesan Jalur akuatik pada plot ini merupakan sungai kecil yang mengalir sepanjang tahun yang disekitar sungai didominasi oleh tumbuhan jambu-jambuan dan rotan (Daemonorops sp.). Sungai berarus tenang dan banyak dijumpai genangan namun terdapat arus yang cukup deras pada beberapa titik. Aliran sungai ini langsung mengalir ke Sungai Lesan dimana sungai ini merupakan sungai terbesar di Kawasan Lindung Sungai Lesan. Dasar sungai ini berpasir dan berserasah dengan tutupan kanopi yang cukup rapat dan semak yang lebat sehingga hanya terdapat sedikit celah matahari masuk, yang mengakibatkan plot ini lebih lembab dibanding lokasi lainnya. Gambar 9 Jalur akuatik sungai Lesan