BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali adalah pembangunan dibidang perekonomian nasional. Di era

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA BATIK TULIS DI DESA JETIS KECAMATAN SIDOARJO KABUPATEN SIDOARJO

SENTRA BATIK TULIS LASEM Nanda Nurani Putri BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, tidak dipungkiri lagi bahwa persaingan dalam industri

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA PENGANUGERAHAN PIAGAM OVOP JAKARTA, 22 DESEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara agar tetap dapat unggul. Menurut Nurimansyah (2011), daya saing

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

PASAR FESTIVAL INDUSTRI KERAJINAN DAN KULINER JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. UMKM(Usaha Mikro Kecil Menengah) adalah unit usaha produktif yang

PUSAT BATIK DI PEKALONGAN (Showroom,Penjualan,Pelatihan Desain,dan Information center)

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik

MUSEUM BATIK PEKALONGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR

Analisis Rantai Nilai Industri Kreatif Produk Batik Tulis (Studi Kasus : Desa Wisata Batik Jarum, Bayat)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat meningkatkan ekonomi dengan cara melakukan pemasaran lebih luas,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan di daerah tersebut. Tinggi-rendahnya aktivitas perdagangan

Rebranding Sale Pisang dan Gula Kelapa untuk pasar yang lebih luas

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan (4) menjadi basis

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut mata pencaharian, tenaga kerja, dan pendapatan masyarakat

Sambutan Gubernur Bank Indonesia Karya Kreatif Indonesia Pameran Kerajinan UMKM Binaan Bank Indonesia Jakarta, 26 Agustus 2016

KLASIFIKASI IKM (INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH) MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS BERBASIS WEB DI KOTA GORONTALO

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nawacita Joko Widodo dan Jusuf Kalla tahun tentang

MUSEUM BATIK JAWA TENGAH DI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO (United Nation Educational, Scientific, and Culture Organization) telah

BAB III DISKRIPSI LEMBAGA. A. Gambaran Umum Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar

I. PENDAHULUAN. pengembangan ekonomi masyarakat. Usaha mikro selama ini terbukti dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik dibanding dengan tahun lalu. Kondisi ini tidak lepas dari pembangunan

BUPATI BOLAANG MONGONDOW PROVINSI SULAWESI UTARA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW NOMOR TAHUN 2015

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak milik hasil pemikiran yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. TUJUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perekonomian saat ini Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

Bangga Menggunakan Batik Tulis. PROFIL PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup, serta baiknya pengelolaan sumber daya alam yang ada. diri menjadi penting agar masyarakat dapat berperan dalam model

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian yang dilakukan oleh Lumintang (2013) menunjukkan bahwa antara

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan. Pertumbuhan industri pangan di Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan Pertumbuhan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) merupakan salah satu motor pengerak yang sangat

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MUSEUM BATIK TULIS BAKARAN DI KOTA PATI


otonomi daerah sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 memberikan peluang bagi Pemerintah Daerah selaku pengelola

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi jalan dan bertahannya perusahaan. Persaingan yang semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks desentralisasi ekonomi maka setiap daerah harus kreatif,

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata sebagai sebuah sektor telah mengambil peran penting dalam membangun perekonomian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan persaingan pada dunia bisnis di era globalisasi ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

B A B 5 PROGRAM. BAB 5 Program Program SKPD

Bab 2 Tinjauan Pustaka

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia, karena sektor ini dapat mengatasi permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. komoditas terbesar dari budaya Indonesia, karena batik mewariskan suatu nilai

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya transaksi baik berupa barang atupun jasa. Menurut Mankiw (2003: 82),

BAB I PENDAHULUAN. disebut juga dengan Batik Girli (Pinggir Kali) 1980-an. Sebab, pionir kerajinan batik di Sregen umunya pernah bekerja

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Istilah industri pada Industri Kreatif menimbulkan banyak penafsiran,

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Gambar sampul adalah hasil modifikasi gambar yang diambil dari kratonpedia.com

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. bagi perekonomian di Indonesia. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM)

PUSAT INFORMASI, PROMOSI DAN PERDAGANGAN KERAJINAN BATIK SURAKARTA DI SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

BAB I PENDAHULUAN. Sakur, Kajian Faktor-Faktor yang Mendukung Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Spirit Publik, Solo, 2011, hal. 85.

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

Nama jenis produk kerajinan tekstil beserta gambar dan komentarnya

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif di Indonesia. Konsep Ekonomi Kreatif merupakan sebuah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada negara berkembang salah satu yang menjadi prioritas utama dalam melaksanakan kegiatan negaranya adalah pembangunan nasional di segala bidang, tidak terkecuali adalah pembangunan dibidang perekonomian nasional. Di era otonomi daerah sekarang ini, pembangunan nasional di sektor ekonomi tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah pusat saja tetapi juga pemerintah daerah turut berperan aktif dalam pembangunan perekonomian nasional, ketentuan ini sesuai dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang luas dalam membangun potensi daerahnya, konsekuensi dari adanya kebijakan otonomi daerah tersebut adalah adanya upaya pemberdayaan dan peningkatan perekonomian daerah, untuk itu diperlukan berbagai upaya yang lebih inovatif dan kreatif oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat didaerahnya. Salah satu yang menjadi potensi di setiap daerah dalam pembangunan nasional dibidang ekonomi adalah keberadaan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Secara umum Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah mempunyai peranan yaitu sebagai bagian dari pembangunan ekonomi daerah 1

2 dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional, serta stabilitas ekonomi pada khususnya. Keberadaan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memberikan kontribusi cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja, peningkatan ekspor, serta peningkatan dan pemerataan pendapatan. Pemerataan pendapatan ini adalah sebagai bagian dari pertumbuhan perekonomian. Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dilakukan untuk menciptakan masyarakat yang mandiri, kreatif serta menopang perekonomian masyarakat. Terdapat kebijakan pemerintah dibidang pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang menegaskan bahwa UMKM perlu dikembangkan, langkah ini dilakukan supaya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat bertahan. Sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan usaha dalam bidang: 1. Produksi dan pengolahan 2. Pemasaran 3. Sumber daya manusia 4. Desain dan teknologi

3 Sejalan dengan implementasi dari Undang-Undang tersebut, maka Pemerintah Kota Surakarta menyusun program yang berkaitan dengan proses pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Program-program tersebut tertuang dalam salah satu misi Kota Surakarta, yakni mengembangakan seluruh kekuatan ekonomi daerah, sebagai pemacu pertumbuhan dan berkembangnya ekonomi rakyat yang berdaya saing tinggi. Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah hingga saat ini berjalan lamban dan belum bisa dikembangkan secara maksimal. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Koperasi dan UMKM menyusun program sebagai usaha untuk membantu pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, salah satunya adalah program One Village One Product (OVOP). Program OVOP (One Village One Product) adalah suatu program dari pemerintah yakni melalui pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah untuk menghasilkan satu produk kearifan lokal, berkelas global yang khas daerah dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Program OVOP merupakan upaya strategis yang dilakukan pemerintah untuk mengidentifikasi produk lokal dan perluasan pasar yang bertujuan agar produk unggulan daerah dapat bersaing dan meraih reputasi internasional sehingga mampu memberikan nilai tambah usaha masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (sumber: http://ppid-kemenkop.com/wp-content/uploads/2015/01/paparan-deputi-bidangpengkajian-dan-sumberdaya-ukmk-kkukm.pdf)

4 Salah satu kebijakan dari pemerintah untuk mengacu aktifitas pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yaitu di implementasikannya program OVOP (One Village One Product) berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, serta Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Percepatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mengamanatkan pengembangan sentra melalui program OVOP (One Village One Product). Program OVOP diutamakan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui peningkatan nilai tambah dari kegiatan usahanya dan mengharapkan setiap desa memiliki satu produk yang dapat diunggulkan. Sentra dan produk OVOP ditentukan sesuai dengan kriteria wilayah (desa atau kecamatan) yang dapat diusulkan sebagai sentra OVOP, penetapan kriteria di dalam pelaksanaan program OVOP sangat fundamental. Kekeliruan dalam penetapan kriteria akan menjadi penghalang pengembangan Program OVOP. Kriteria penetapan komoditas atau produk adalah sebagai berikut: 1. Merupakan produk unggulan desa/daerah atau kompetensi inti dan telah dikembangkan secara turun-temurun. 2. Merupakan komuditas/produk khas dan unik dari desa/daerah setempat. 3. Berbasis pada Sumber Daya Alam (SDA) setempat/lokal. 4. Memiliki tampilan dan kualitas produk yang baik. 5. Memiliki peluang pasar yang luas secara domestik maupun internasional.. 6. Memiliki nilai tambah produk yang tinggi.

5 7. Dapat menjadi penghela bagi ekonomi lokal/setempat. (sumber: http://www.smecda.com/e-book/bloe_print_ovop.pdf ) Pemerintah daerah khususnya Dinas Koperasi dan UMKM Kota Surakarta harus mampu mendorong masyarakatnya untuk dapat mendongkrak potensi dan produk daerahnya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah usaha masyarakat dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di daerah tersebut. Di Kota Surakarta mempunyai banyak potensi produk kreatif lokal yang mampu dikembangkan, salah satu produk yang dapat bersaing adalah produk batik. Batik adalah salah satu produk budaya Indonesia yang perlu dilestarikan dan dibudayakan, budaya batik yang konon berkembang pada masa kerajaan Majapahit, dan sampai saat sekarang kerajinan batik sudah diakui sebagai warisan budaya dunia yang telah diakui oleh UNESCO. Batik merupakan suatu proses pelekatan malam/lilin panas pada media kain katun atau kain sutra (kemudian berkembang pada media kayu, kulit, kaca dan lainnya) dengan motif tertentu sebagai teknik perintangan warna (sumber: http://kampoengbatiklaweyan.org/). Kerajinan batik yang sangat unik dan mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi inilah yang menarik untuk dapat dikembangkan dan dapat dijadikan obyek untuk menarik investor untuk masuk di Kota Surakarta. Kota Surakarta merupakan salah satu penghasil batik di Indonesia. Penamaan tersebut tak lain karena Kota Surakarta terkenal memiliki banyak saudagar batik. Dan kini, hampir di seluruh lokasi pembelanjaan menampikan batik. Selain itu, ditambah dengan kemunculan kampung-kampung wisata batik

6 yang turut menjadi magnet para wisatawan untuk berburu dan mengenal batik solo. Karakteristik batik khas Kota Surakarta atau batik solo yang klasik atau tradisional cukup mudah dikenali karena mempunyai ciri khas tersendiri, terutama dari ragam motif batik yang dipengaruhi dengan makna-makna simbolis yang berasal dari kebudayaan Hindu seperti motif sawat, meru, naga, burung, dan mondang. Dari semua karakteristik tersebut, secara umum corak batik solo merupakan perpaduan dari bentuk-bentuk geometris yang berukuran kecil-kecil dan sisi warna sehingga khas ini menjadikan kerajinan batik solo terkenal. Misalnya saja, warna batik hitam, tidak sepenuhnya hitam, tetapi cenderung kecoklatan. Hampir serupa dengan warna hitam, dalam pewarnaan putih pada batik, unsur cokelatnya masih tetap terlihat menonjol dan kuat, itulah menjadi ciri batik khas solo. Salah satu daerah di Kota Surakarta yang tekenal dengan kampung batiknya adalah Kampung Wisata Batik Kauman (KWBK). Zaman dahulu, Kampung Wisata Batik Kauman dikenal banyak orang akan pengasil batik dan penyuplai batik raja-raja Keraton Kasunanan Surakarta. Akan tetapi ketika kejayaan batik meredup Kampung Wisata Batik Kauman sempat mengalami mati suri. Hal ini terdapat dalam media cetak Joglosemar, sebagai berikut: Kampung Batik Kauman sudah terkenal sejak dahulu. Ratusan pengusaha batik ada disini. Namun ketika industri batik mulai dikalahkan dengan industri tekstil yang berbasis teknologi, apresiasi masyarakat tentang batik luntur, ditambah dengan masih ada anggapan bahwa batik itu kuno. Bahkan dari keterpurukan

7 industri batik tersebut hanya menyisakan 8 pelaku UMKM. (sumber: http://edisicetak.joglosemar.co/) Oleh karena itu pemerintah Kota Surakarta dalam hal ini adalah Dinas Koperasi dan UMKM Kota Surakarta melalui program OVOP berupaya untuk mengembangkan komuditas unggulan batik. Selain itu berupaya memberdayakan UMKM agar mampu bertahan dan bersaing di pasaran. Untuk pengembangan komoditas batik, program OVOP ini dilaksanakan di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta. Pelaksanaan Program OVOP di Kampung Wisata Batik Kauman dilaksanakan pada awal tahun 2012. Beberapa masalah yang dialami pengusaha batik kauman adalah terkait dengan lemahnya akses terhadap pemasaran produk, sumber permodalan, kualitas manajemen, teknologi, dan kemitraan usaha. (Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM Kota Surakarta) Oleh karena itu, Dinas Koperasi dan UMKM Kota Surakarta diharapkan untuk terus berperan serta untuk mendukung usaha batik kauman. Meski ada berbagai permasalahan yang dihadapi, Kampung Wisata Batik Kauman berpotensi untuk dikembangkan sehingga produk batik kauman mampu bersaing di kanca lokal hingga global. Terdapat beberapa alasan ditunjuknya Kampung Wisata Batik Kauman sebagai lokasi program OVOP di Kota Surakarta antara lain, telah banyak pelaku usaha batik yang memproduksi warna alam, batik kauman juga dikenal sebagai batik keraton, selain itu batik kauman dinilai memiliki sumber daya manusia yang terampil dan kreatif. (sumber: http//edisicetak.joglosemar.co/)

8 Dari potensi dan permasalahan yang terjadi di Kampung Wisata Batik Kauman tersebut, diharapkan usaha batik agar bisa berkembang melalui program OVOP. Dengan demikian UMKM sektor batik di Kampung Wisata Batik Kauman dapat terus tumbuh dan berkembang. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul Peranan Dinas Koperasi Dan Usaha Mikro Kecil Menengah Dalam Pengembangan Usaha Batik Melalui Program One Village One Product (OVOP) Di Kota Surakarta. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah penelitian ini adalah: Bagaimana Peranan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah dalam pengembangan usaha batik melalui program One Village One Product (OVOP) di Kota Surakarta? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun maka didapatkan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Tujuan Operasional Untuk mengetahui peranan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah dalam pengembangan usaha batik melalui program One Village One Product (OVOP) di Kota Surakarta.

9 2. Tujuan Fungsional a. Agar hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca dalam memahami peranan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah dalam pengembangan usaha batik melalui program One Village One Product (OVOP) di Kota Surakarta. b. Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan masukan bagi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah Kota Surakarta dalam pengembangan usaha batik melalui program One Village One Product (OVOP) di Kota Surakarta 3. Tujuan Individual Untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana di Fakulas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Guna mengembangkan penalaran, bentuk pola pikir, sekaligus untuk memenuhi kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang ada di perkuliahan. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberikan masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti, dan berguna bagi pihak yang berminat pada masalah yang sama.