PERSEPSI DAN HARAPAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BAHASA DAN KEBUDAYAAN KOREA FIB-UI TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA KOREA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang beragam. Selain bahasa Inggris di SMA, SMK dan MA, peserta didik juga

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. ide, gagasan, pikiran dan perasaan seseorang. Bahasa juga digunakan untuk

BAB 5. Simpulan dan Saran

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

PENINGKATAN KEMAMPUAN LISTENING COMPREHENSION MELALUI STRATEGI TOP-DOWN DAN BOTTOM-UP

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat manusia adalah fenomena sosial (Chaer, 2007:32).

BAB I PENDAHULUAN. Proses pemerolehan bahasa dialami manusia sejak lahir. Seorang bayi

BAB 3 ANALISA DATA. 3.1 Perkembangan Peminatan Broadcasting Sastra China Universitas Bina. Nusantara Sejarah Universitas Bina Nusantara

Kurikulum Bahasa Arab Berbasis Kompetensi Oleh Syihabuddin *)

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dasar manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah komunikasi.

Pengembangan Dan Keefektifan Multimedia Dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) TIM UPI

PENGGUNAAN MULTITEKS PADA PEMBELAJARAN BAHASA JERMAN UNTUK KETERAMPILAN MEMBACA KELAS XI SMA NEGERI 1 KEPANJEN

Peningkatan Penguasaan Vocabulary Teks Deskriptif melalui Pendekatan Scientific dengan Model Guide Inquiry pada Siswa SMPN 1 Besuki.

BAB I PENDAHULUAN. pendapat yang dapat disampaikan baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

JUDUL Proses Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar Negeri (Studi Deskriptif di Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung)

Bab 1. Pendahuluan. dipelajari. Hal ini menyebabkan makin banyaknya minat pelajar tingkat mahasiswa

PENGEMBANGAN DAN KEEFEKTIFAN MULTIMEDIA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT PERTAMA (SLTP)

BAB I PENDAHULUAN. orang dan urutan kedua adalah China dengan jumlah pembelajar Bagi

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN BANTUAN MEDIA VIDEO UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS EKSPOSISI SISWA

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Guru Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) setelah bahasa Inggris. Dalam. bahasa Jerman baik secara lisan maupun tulisan.

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Awal Sertifikasi Guru Tahun 2012

Bab 1. Pendahuluan. Linguistik merupakan ilmu bahasa yang di perlukan sebagai dasar untuk meneliti

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa asing, khususnya bahasa Perancis kini semakin

SIKAP DAN PREFERENSI KEPALA SEKOLAH SMA SE JAWA TENGAH TERHADAP BAHASA ASING PILIHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

1 Universitas Indonesia

PENGGUNAAN TEKNIK SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KALIMAT SEDERHANA BAHASA PRANCIS

BAB I PENDAHULUAN. penting. Penguasaan kosakata akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas keterampilan berbahasa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran bahasa asing seperti bahasa Jepang, kita mengenal

UPAYA MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA INGGRIS MELALUI PENGGUNAAN MEDIA KARTU DOMINO KATA BERGAMBAR SISWA KELAS V SD

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai alat komunikasi manusia yang paling efektif, bahasa memegang. penanan yang sangat penting. Dengan berbahasa, manusia mampu

BAB III: METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI) penelitian adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis turutan..., Bima Anggreni, FIB UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENGARUH PERSEPSI SISWA TENTANG KEBERADAAN GURU PPL MATA PELAJARAN BAHASA JERMAN TERHADAP MINAT BELAJARNYA

Bab 1. Pendahuluan. tersebut dituangkan melalui bahasa. (Sutedi, 2003: 2). pada masyarakat untuk belajar bahasa Jepang.

Oleh Warniatul Ulfah ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA) merupakan

2016 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METOD E COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) D ALAM MENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBUAT KALIMAT BAHASA JEPANG

I. PENDAHULUAN. di sekolah. Dalam KTSP Bahasa Inggris 2006 dijelaskan bahwa dalam belajar

BAB I PENDAHULUAN. antar bangsa, sebagai anggota masyarakat bahasa. Selain bahasa ibu, bahasa asing

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasikan diri, alat untuk berintegrasi dan beradaptasi sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan menulis dapat kita klasifikasikan berdasarkan dua sudut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS TEKS DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia menuntut

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah orang asing yang belajar Bahasa Jepang dari tahun ke tahun pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERSEPSI SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DI KOTA YOGYAKARTA TERHADAP KESUSASTERAAN INDONESIA MODERN

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang sangat

KEMAHIRAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS XII SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MAITREYAWIRA TANJUNGPINANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat untuk mencapai tujuan ekonomi-perdagangan, hubungan antar

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. X, No. 1, Tahun 2012 Lorentya Yulianti Kurnianingtyas & Mahendra Adhi Nugroho Halaman 66-77

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat. Bahasa asing sangat

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA BILDERGESCHICHTE

BAB I PENDAHULUAN. mampu menjadi mampu dan dari keadaan tidak memiliki keterampilan. pada peserta didik yang memiliki manfaat sesuai dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia terus melakukan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Raysha Amanda, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai macam informasi yang diterima dari seseorang kepada orang lain. Oleh

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. membuat bahasa tersebut menjadi sarana komunikasi, karena fungsi bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. empat aspek keterampilan yang terbagi dalam dua kelompok, yakni

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik itu berasal dari aspek bahasa yaitu bahasa Indonesia. Banyak yang

PERSEPSI DAN HARAPAN MAHASISWA DAN DOSEN TERHADAP PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BAHASA ARAB

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini peneliti akan memaparkan proses pembelajaran kosakata

PERSEPSI SISWA SMP MUHAMMADIYAH SANDEN TERHADAP PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI

BAB I PENDAHULUAN. dimengerti dan digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Adapun cara-cara

I. Metode Tata Bahasa dan Terjamah ( ) (Grammar-Translation Method)

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

PENGEMBANGAN TES KEMAMPUAN BERBAHASA INDONESIA RAGAM BISNIS BAGI PENUTUR ASING BERBASIS PENDEKATAN INTEGRATIF

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR CERITA PENDEK MELALUI METODE JIGSAW

EJOURNAL. diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) SRI TULARSIH NIM

BAB I PENDAHULUAN. jika di Jepang juga terdapat bahasa daerah atau dialek. Pada awalnya penulis. yang sedang penulis pelajari di dalam perkuliahan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. global. Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan tersebut adalah kurikulum,

ABSTRAK. by Desty Yusniarti. S. A, Sumadi, Dedy Miswar ABSTRACK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran bahasa Inggris yang dipelajari sebagai bahasa

PENERAPAN TEKNIK PEMODELAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIDATO SISWA

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan menulis seseorang akan mampu mengungkapkan segala pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. Usia anak-anak adalah salah satu periode yang tepat untuk belajar bahasa. Masa anakanak

INOVASI PEMBELAJARAN SASTRA PADA MATA PELAJARAN BAHASA JERMAN DI SMA. Ryan Nuansa Dirga Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan era globalisasi serta tumbuh dan berkembangnya berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. dari tahap perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data sampai pada tahap. pengambilan kesimpulannya (Sutedi, 2009: 53).

BAB 1 PENDAHULUAN. Mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang selalu ada di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ghyna Amanda Putri, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. keterampilan hidup (life skills) yang harus dikuasai. Bahasa sebagai alat untuk dapat berinteraksi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menjadi daya tarik itu sendiri yaitu bahasa Indonesia. Dewasa ini, banyak

BAB l PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari baik secara lisan

Transkripsi:

ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 PERSEPSI DAN HARAPAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BAHASA DAN KEBUDAYAAN KOREA FIB-UI TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA KOREA Usmi Universitas INHA-Korea, Universitas Indonesia usmijakarta@gmail.com, usmi7@ui.ac.id ABSTRAK Penulisan makalah ini bertujuan untuk memaparkan persepsi dan harapan mahasiswa Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea FIB-UI terhadap pembelajaran bahasa Korea. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kuantitatif dengan menggunakan teknik survei, yakni berupa penyebaran angket untuk memperoleh data yang diperlukan dari responden. Jumlah responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebanyak 2 orang, terdiri atas 55 mahasiswa tahun pertama; 53 mahasiswa tahun kedua; 55 mahasiswa tahun ketiga; dan 37 mahasiswa tahun keempat. Pembahasan hasil penelitian dibagi menjadi 1 bagian, yakni: pembahasan (1) bahasa pertama yang dikuasai responden; (2) pengalaman mempelajari bahasa asing; (3) persepsi terhadap pentingnya penguasaan bahasa Korea di Indonesia; (4) persepsi terhadap kemahiran bahasa yang dianggap paling sulit; (5) persepsi terhadap bahasa pengantar di kelas kemahiran berbahasa; (6) metode pembelajaran di kelas berbicara dan menyimak; (7) fokus pembelajaran di kelas membaca dan menulis; (8) persepsi terhadap pengajaran tata bahasa dan bahasa pengantarnya; (9) kesempatan mahasiswa berlatih bahasa Korea diluar dan didalam kelas; (1) persepsi terhadap ketersediaan buku di lingkungan belajar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi penelitian dan pengembangan pembelajaran bahasa Korea, khususnya di Universitas Indonesia. Kata kunci: persepsi, harapan, bahasa Korea, pembelajar Korea, pembelajaran 1. PENDAHULUAN Pembelajar bahasa asing akan lebih bersemangat dan termotivasi untuk belajar lebih giat apabila mereka melihat lingkungan belajar dan metode pembelajaran yang diterapkan oleh pengajar secara lebih positif. Oleh karena itu, kajian tentang persepsi pembelajar terhadap pembelajaran bahasa asing (PBA) telah menjadi perhatian para pendidik dan peneliti. Sejumlah penelitian mengenai persepsi pembelajar terhadap PBA telah dilakukan dan telah memberikan banyak informasi berharga bagi para pendidik dan peneliti (Miller, 1992; Tsukamoto, 211; Alseweed, 212; Alkaff, 213). Akan tetapi, fokus utama dari sebagian besar penelitian tersebut adalah pembelajaran bahasa Inggris (BIng) sebagai bahasa kedua/asing. Penelitian yang difokuskan pada PBA lain masih sangat sulit ditelusuri. Terutama, penelitian mengenai persepsi pembelajar Indonesia terhadap pembelajaran bahasa Korea (PBK) di Indonesia masih belum ada. Oleh karena itu,!49

ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 sebagai langkah awal melalui penulisan makalah sederhana ini, penulis mencoba memberikan kontribusi bagi pengembangan penelitian dan PBK, khususnya di lingkungan Universitas Indonesia. Penelitian ini merupakan kajian awal untuk meneliti pembelajaran bahasa di Indonesia. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dan harapan mahasiswa Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea FIB-UI terhadap PBK. 2. LANDASAN TEORI Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia dalam merespon kehadiran pelbagai aspek dan gejala di lingkungan sekitarnya. Persepsi memiliki pengertian yang cukup luas. Beberapa ahli telah mendefinisikan persepsi secara beragam meskipun pada prinsipnya memiliki pemahaman makna yang sama. Atas dasar pengertian yang diberikan oleh beberapa ahli, persepsi merupakan suatu proses menafsirkan atau menginterpretasikan sesuatu yang tidak hanya melibatkan rangsangan panca indera tetapi juga rangsangan pengalaman yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Persepsi manusia terdapat perbedaan sudut pandang dalam penginderaan. Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata (Denver, 199; Sugihartono dkk, 28; Jalaludin, 27). Mahasiswa memiliki persepsi atau pendapat tertentu yang didasari pada pengalaman terdahulu dan harapan mereka di masa depan. Pengalaman dan harapan mereka sudah pasti menjadi acuan bagaimana mereka melihat cara mereka belajar dan cara dosen mengajar. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Yorio (1989: 33), sebagai berikut:.two issues that are clear: 1) Students have definite, strong opinion; 2) Students opinions are based on previous and current experiences and clearly have a bearing on the way in which they see their learning and our teaching. Lebih lanjut, persepsi atau pendapat mahasiswa terhadap proses pembelajaran bahasa dipengaruhi oleh kemampuan bahasa yang mereka pelajari dan latar belakang bahasa yang mereka kuasai (Yorio, 1986).!491

ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kuantitatif yang menggunakan teknik survei. Teknik survei digunakan untuk memperoleh data dari responden dengan menggunakan kuesioner (Nazir, 29). Analisis data penelitian menyangkut persepsi dan harapan mahasiswa terhadap PBK diukur dengan menggunakan persentase (%). Populasi penelitian adalah mahasiswa program studi bahasa dan kebudayaan Korea FIB-UI. 3.1. Kuesioner Penelitian Pengumpulan data penelitian dilakukan pada 28 september - 3 oktober 215. Komposisi pertanyaan kuesioner disusun dengan menggunakan pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Pada pertanyaan tertutup, responden diminta menjawab pertanyaan dengan memilih dari sejumlah alternatif, sedangkan pada pertanyaan terbuka responden diminta untuk memberikan alasan mereka atas persepsi/pendapat tertentu yang berkaitan dengan pertanyaan sebelumnya (Sulistyo, 21). 3.2. Responden Penelitian Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebanyak 2 orang yang terbagi menjadi 4 kelompok: 37 orang mahasiswa tahun keempat, 55 orang mahasiswa tahun ketiga, 53 orang mahasiswa tahun kedua, dan 55 orang mahasiswa tahun pertama. Keempat kelompok selanjutnya akan disebut responden 215, responden 213, responden 214, dan responden 214 (sesuai dengan tahun angkatan). Berikut ini adalah gambaran lengkap responden penelitian:!492

!! ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 8.5% 91.5% Perempuan Laki-laki Gambar 1. Responden menurut Jenis Kelamin 27.5% 18.5% 26.5% 27.5% Responden 212 Responden 213 Responden 214 Responden 215 Gambar 2. Responden menurut Angkatan 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini hasil penelitian dan pembahasan akan dipaparkan. Seperti dikemukakan di atas, komposisi pertanyaan kuesioner disusun dengan menggunakan pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Agar pembahasan lebih sistematis, hasil penelitian akan dibahas per bagian. Berikut ini adalah hasil penelitian dan pembahasannya. 4.1. Bahasa Pertama Responden 9.5% 4.5% 86.% Bahasa Indonesia Bahasa daerah lainnya Bahasa Indonesia dan bahasa daerah/lainnya Gambar 3. Bahasa Pertama (Ibu) yang Dikuasai oleh Responden!493

! ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 Gambar 3 menggambarkan jawaban responden mengenai bahasa pertama yang dikuasai. Dari total responden (2 orang), 86% responden menyatakan bahasa Indonesia (BInd), 9,5% menyatakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah, dan hanya 4,5% menyatakan bahasa daerah sebagai bahasa pertama yang dikuasai. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa bahasa pertama yang dikuasai oleh mayoritas mahasiswa prodi Korea FIB-UI adalah BInd. 4.2. Pengalaman Mempelajari Bahasa Asing Lain. 1 75 5 25 212 213 214 215 Gambar 5. Pengalaman Mempelajari Bahasa Asing lain Pernah Tidak Pernah Gambar 5 menggambarkan jawaban responden mengenai pengalaman mempelajari bahasa asing (BA) lain sebelum mempelajari bahasa Korea (BK). 98% responden menyatakan pernah mempelajari BA lain, dan hanya 2% menyatakan tidak pernah. Berkaitan dengan bagian ini, berikut ini adalah jawaban responden mengenai BA lain yang pernah dipelajari. 4% responden menyatakan bahasa Inggris (Bing), 22% responden menyatakan bahasa Jepang (BJep), 13% responden menyatakan bahasa Jerman (BJer), 1% responden menyatakan bahasa Arab (BAr), 9% responden menyatakan bahasa Mandarin (BMan), dan 6% responden menyatakan bahasa Perancis (BPer) sebagai bahasa asing lain yang pernah dipelajari. Adapun jawaban responden pada pertanyaan apakah BK atau BA lainnya yang lebih sulit dipelajari. Dari total responden (2 orang), 68% responden menyatakan BA lain, dan hanya 32% menyatakan BK yang lebih sulit dipelajari. Alasan jawaban responden dapat dibagi menjadi empat kelompok. Pertama,!494

! ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 sebagian besar responden yang pernah mempelajari bahasa Inggris menyatakan bahwa BK lebih sulit daripada Bing karena BK merupakan bahasa berkarakter dan tata bahasa (TTB) Korea yang sangat berbeda dengan TTB Indonesia sehingga sulit dipelajari. Kedua, responden yang menyatakan pernah mempelajari BJep menganggap bahwa BJep lebih sulit daripada BK karena memiliki dua macam karakter, yakni hiragana dan katagana. Ketiga, responden yang pernah mempelajari Bman berpendapat Bman lebih sulit daripada BK karena Bman memiliki lima intonasi, sedangkan BK tidak. Keempat, responden yang pernah mempelajari bahasa Eropa, seperti BJer dan BPer, mengganggap bahasa eropa lebih sulit daripada BK karena dalam TTB bahasa Eropa setiap benda bergender. 4.3. Pentingnya Penguasaan Bahasa Korea di Indonesia 7 53 35 18 212 213 214 215 Gambar 6. Penguasaan Bahasa Korea di Indonesia Sangat penting Penting Cukup penting Tidak penting Sangat tidak penting Gambar 6 menunjukkan persepsi responden menurut angkatan terhadap penguasaan BK di Indonesia. Berbeda dengan tiga angkatan di bawahnya, 57% responden 212 menyatakan sangat penting dan 4% menyatakan penting, sementara hanya 3% menyatakan cukup penting. Selanjutnya, 18% responden 213, 28% responden 214, dan 43% responden 215 menyatakan sangat penting; 69% responden 213, 7% responden 214, dan 57% responden 215 menyatakan penting, sementara 13% responden 213, 2% responden 214 dan 4% responden 215 menyatakan cukup penting. Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar mahasiswa prodi Korea berpersepsi penguasaan BK di Indonesia penting.!495

ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 Alasan responden (dari total responden) terhadap persepsi di atas dapat dikelompokkan menjadi empat. Alasan pertama, berhubungan dengan dunia pekerjaan, 5% responden menyatakan penguasaan BK sangat penting karena dianggap dapat menunjang karir mereka untuk bekerja/mendapatkan pekerjaan di masa depan. Alasan kedua, 31% responden menyatakan penguasaan BK sangat penting karena mereka belajar di jurusan BK. Lebih lanjut, hanya 3% dari total jumlah responden menyatakan penguasaan BK penting karena mereka ingin melanjutkan studi S2 di Korea. Jawaban responden seperti untuk menghadapi globalisasi, memahami kebudayaan Korea, dan lainnya, dimasukan ke dalam kelompok alasan lain sebanyak 16%. 4.4. Kemahiran Bahasa Korea yang Dianggap Paling Sulit 6 45 3 15 212 213 214 215 Berbicara Menyimak Membaca Menulis Gambar 7. Persepsi terhadap Kemahiran Bahasa Korea yang Dianggap Paling Sulit Gambar 7 menggambarkan persepsi responden terhadap kemahiran BK yang dianggap paling sulit. Gambaran di atas menunjukkan adanya perbedaan persepsi responden menurut angkatan terhadap kemahiran BK yang dianggap paling sulit. 51% responden 212 menyatakan kemahiran menulis paling sulit (persentase kemahiran lain: menyimak 19%, berbicara 16% dan membaca 14%). Berbeda dengan responden 212, 44% responden 213 menyatakan kemahiran berbicara paling sulit (persentase kemahiran lain: menyimak 29%, menulis 25% dan membaca 2%). Senada dengan responden 213, sebagian besar responden 214 (51%) juga berpersepsi kemahiran berbicara paling sulit (persentase!496

ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 kemahiran lain: menyimak 34% dan menulis 15%). Berbeda dengan ketiga angkatan di atasnya, sebagian besar responden 215 (51%) berpersepsi kemahiran menyimak paling sulit (persentase kemahiran lain: berbicara 24%, menulis 2% dan membaca 5%). Berdasarkan gambaran di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan persepsi tiap angkatan terhadap kemahiran bahasa. Mahasiswa tahun keempat menilai kemahiran menulis paling sulit, mahasiswa tahun kedua dan ketiga menilai kemahiran berbicara paling sulit, sementara mahasiswa tahun pertama menilai kemahiran menyimak paling sulit di antara kemahiran bahasa lainnya. Alasan responden terhadap persepsi di atas dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, alasan responden yang berpersepsi kemahiran menulis paling sulit, kedua alasan responden yang berpersepsi kemahiran berbicara paling sulit, dan terakhir alasan responden yang berpersepsi kemahiran menyimak paling sulit. Berdasarkan alasan responden yang berpersepsi kemahiran menulis paling sulit, dapat disimpulkan bahwa ada tiga faktor yang menjadi penyebab kegiatan menulit paling sulit. Ketiga faktor tersebut adalah keterbatasan penguasaan kosakata, keterbatasan penguasaan unsur TTB dan keterbatasan kemampuan mengembangkan ide/pokok pikiran secara tertulis. Sebagian besar mahasiswa menyadari bahwa kemampuan menulis membutuhkan keakuratan dalam memilih kosakata dan unsur TTB yang tepat. Kemudian, berdasarkan alasan responden yang berpersepsi kemahiran berbicara paling sulit, dapat disimpulkan bahwa ada tiga faktor yang menjadi alasan kesulitan yang dialami responden dalam kegiatan berbicara. Faktor kurangnya rasa percaya diri' menjadi alasan utama mengapa kemahiran berbicara sulit. Dua faktor lainnya, adalah keterbatasan penguasaan kosakata dan unsur TTB. Lebih lanjut, berdasarkan alasan responden yang berpersepsi kemahiran menyimak paling sulit, dapat disimpulkan ada empat alasan, yakni tidak mampu berkonsentrasi dengan baik dalam proses menyimak, tidak mampu mengikuti bahasa lisan bertempo cepat, kurangnya kemampuan mengenali/ memahami kosakata yang didengar dan tidak mampu memahami keseluruhan informasi yang disampaikan.!497

! ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 4.5. Bahasa Pengantar di Kelas Kemahiran Berbahasa Gambar 8 di bawah ini menunjukkan gambaran persepsi responden terhadap penggunaan BK sebagai bahasa pengantar di semua kelas kemahiran berbahasa. Dari perhitungan rata-rata persentase total responden (RPTR), 76% responden menyatakan tidak setuju, sementara hanya 24% menyatakan setuju. 1 75 5 25 212 213 214 215 Gambar 8. Bahasa Korea sebagai Bahasa Pengantar di Kelas Kemahiran Berbahasa Setuju Tidak setuju Ragu-ragu Jawaban responden menurut angkatan adalah sebagai berikut: 56% responden 212 menyatakan tidak setuju, 41% menyatakan setuju; 69% responden 213 menyatakan tidak setuju dan 31% menyatakan setuju; 74% responden 214 menyatakan tidak setuju dan 26% menyatakan setuju; 93% responden 215 menyatakan tidak setuju dan hanya 7 % setuju. Bila mengamati selisih persentase responden yang menyatakan setuju dan tidak setuju menurut angkatan (selisih persentase responden 212 adalah 15, selisih persentase responden 213 adalah 28, selisih persentase responden 214 adalah 48 dan selisih persentase responden 215 adalah 86), terlihat semakin rendah angkatan, semakin tinggi persentase yang menyatakan tidak setuju. Hal ini bisa jadi mengindikasikan bahwa semakin rendah kemampuan berbahasa mahasiswa, semakin tinggi menyatakan tidak setuju. Sebaliknya, semakin tinggi kemampuan berbahasa mahasiswa, semakin rendah yang menyatakan tidak setuju. Dengan kata lain, ada kecenderungan semakin tinggi kemampuan mahasiswa, mereka semakin setuju apabila BK digunakan sebagai bahasa pengantar di seluruh kelas kemahiran berbahasa.!498

!! ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 9 68 45 23 212 213 214 215 Bicara Simak Baca Tulis Gambar 9. Kelas Kemahiran Bahasa yang paling tepat menggunakan Bahasa Korea sebagai Bahasa Pengantar Selanjutnya, gambar 9 menunjukkan gambaran persepsi responden terhadap kelas kemahiran bahasa yang paling tepat menggunakan BK sebagai bahasa pengantar. Pada pertanyaan ini, responden diperbolehkan memilih lebih dari satu jawaban. Total jawaban yang diterima pada bagian ini sebanyak 334 (1%). Dari total jawaban responden, 48% responden menyatakan BK paling tepat digunakan di kelas kemahiran berbicara (16 rang), 26% responden menyatakan di kelas menulis (88 orang), 17% responden menyatakan di kelas membaca (57 orang), sementara hanya 9% responden menyatakan di kelas menyimak (29 orang). 4.6. Metode Pembelajaran di Kelas Berbicara dan Menyimak 6 45 3 15 212 213 214 215 Gambar 1. Metode Pembelajaran di Kelas Berbicara Hafal Dialog Diskusi/Debat Presentasi Main Peran Gambar 1 menunjukkan gambaran harapan responden terhadap metode pembelajaran yang diterapkan di kelas berbicara. Dari perhitungan RPTR, 47% responden menyatakan metode bermain peran paling tepat diterapkan di kelas!499

ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 berbicara, sementara 27% responden menyatakan metode diskusi/debat, 16% responden menyatakan metode hafal dialog dan hanya 1% responden menyatakan metode presentasi. Namun, jika diamati lebih dalam, selisih persentase responden 212 yang menjawab bermain peran (46%) dan diskusi/debat (35%) tidak jauh berbeda, sementara jawaban responden 213 yang menyatakan metode bermain peran dan diskusi/debat sama (masing-masing 36%). Ini bisa jadi mengindikasikan bahwa mahasiswa angkatan tahun ketiga dan keempat cenderung berharap agar metode pembelajaran yang diterapkan di kelas berbicara adalah bermain peran dan diskusi/berdebat, dibandingkan dua metode lainnya. Lebih lanjut, selisih persentase jawaban responden 214 yang menjawab bermain peran (57%) terbilang cukup jauh dibandingkan dengan ketiga metode lainnya (diskusi/debat 21%, hafal dialog 17% dan presentasi 5%). Begitu pula dengan selisih persentase jawaban responden 215, yang menjawab bermain peran (49%) juga terbilang cukup jauh dibandingkan dengan ketiga metode lainnya (hafal dialog 26%, diskusi/debat 16%, dan presentasi 9%). Ini bisa jadi mengindikasikan bahwa mahasiswa angkatan tahun pertama dan kedua cenderung berharap agar metode pembelajaran yang diterapkan di kelas berbicara adalah metode bermain peran. Berikut ini adalah gambaran (gambar 11) harapan responden terhadap metode pembelajaran yang diterapkan di kelas menyimak. 7 53 35 18 212 213 214 215 Pengajar memperdengarkan materi menyimak lalu menjelaskan isinya. Pengajar memperdengarkan materi menyimak lalu mahasiswa menjelaskan isinya. Mahasiswa diberi kesempatan memahami daftar pertanyaan sebelum dosen memperdengarkan materi simak. Gambar 11. Metode Pembelajaran di Kelas Menyimak!5

ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 Dari perhitungan RPTR, 42% responden memilih metode mahasiswa diberi kesempatan memahami daftar pertanyaan sebelum dosen memperdengarkan materi menyimak, 38% memilih metode pengajar memperdengarkan materi menyimak lalu mahasiswa menjelaskan isinya, dan 2% memilih metode pengajar memperdengarkan materi menyimak lalu menjelaskan isinya. Akan tetapi, jika diamati secara saksama, terdapat perbedaan persepsi responden menurut angkatan. Angkatan yang lebih tinggi, yakni responden 212 (68%) dan 213, (45%) cenderung memilih metode pengajar memperdengarkan materi menyimak lalu mahasiswa menjelaskan isinya, sedangkan angkatan yang lebih rendah, yakni 214 (62%) dan 215 (4%), cenderung memilih metode mahasiswa diberi kesempatan memahami pertanyaan sebelum dosen memperdengarkan materi menyimak. Yang menarik, responden 215 yang memilih pengajar mendengarkan materi menyimak lalu menjelaskan isinya terbilang cukup tinggi (36%). Hal ini bisa jadi karena mereka masih di tahun pertama dan memiliki keterbatasan memahami materi menyimak, sehingga mereka cenderung mengandalkan pengajar untuk menjelaskan isinya. 4.7. Fokus Pembelajaran di Kelas Membaca dan Menulis Gambar 12 di bawah ini menunjukkan gambaran harapan responden terhadap fokus pembelajaran yang diutamakan di kelas membaca. Dari perhitungan RPTR, 47% responden menyatakan teknik membaca, seperti membaca cepat, mencari ide pokok, menebak kata dalam konteks dan teknik membaca lainnya. 28% responden menyatakan kosakata, 14% responden menyatakan tata bahasa, sementara 12% responden menyatakan naskah/isi teks bacaan menjadi fokus pembelajaran yang harus diutamakan di kelas membaca.!51

!! ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 7 53 35 18 212 213 214 215 Naskah/isi teks bacaan Tata Bahasa Kosakata Teknik Membaca (spt. membaca cepat, mencari ide pokok, menebak kata dalam konteks dsb.) Gambar 12. Fokus pembelajaran yang Diutamakan di Kelas Membaca Namun, dari gambaran di atas terlihat jelas adanya perbedaan pendapat berdasarkan jawaban menurut angkatan. Angkatan yang lebih tinggi, responden 212, 213 dan 214, rata-rata berharap pembelajaran kemahiran membaca harus mengutamakan pembelajaran/ pelatihan teknik membaca, sedangkan angkatan yang lebih rendah, responden 215, berharap kelas membaca lebih difokuskan pada pembelajaran kosakata. Selanjutnya, berikut ini adalah harapan responden terhadap fokus pembelajaran yang diutamakan di kelas menulis. 7 53 35 18 212 213 214 215 Isi/tema karangan Tata Bahasa Kosakata Teknik Menulis (spt. menulis memo, surat, berita, laporan dsb.) Gambar 13. Fokus pembelajaran yang Diutamakan di Kelas Menulis Gambar 13 menunjukkan gambaran harapan responden terhadap fokus pembelajaran yang diutamakan di kelas menulis. Dari perhitungan RPTR, 51%!52

ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 responden menyatakan tata bahasa. 33%% responden menyatakan teknik menulis, 14% responden menyatakan isi/tema karangan, sementara 2% responden menyatakan kosakata menjadi fokus pembelajaran yang harus diutamakan di kelas menulis. Meskipun demikian, jika diamati secara teliti, selisih persentase jawaban responden 212 yang menjawab teknik menulis (46%) dan tata bahasa (43%) tidak jauh berbeda, begitu pula dengan selisih jawaban responden 213 yang menjawab tata bahasa (49%) dan teknik menulis (43%). Ini bisa jadi mengindikasikan bahwa mahasiswa angkatan tahun ketiga dan keempat cenderung berharap fokus pembelajaran di kelas menulis adalah teknik menulis dan pembelajaran penggunaan unsur TTB secara tertulis. Sementara, selisih persentase jawaban responden 214 yang menjawab tata bahasa (45%) terbilang cukup jauh dibandingkan dengan ketiga materi lainnya (teknik menulis 28%, isi/ tema karangan 25% dan kosakata 2%). Begitu pula dengan selisih persentase jawaban responden 215, yang menjawab tata bahasa (62%) juga terbilang cukup jauh dibandingkan dengan ketiga materi lainnya (teknik menulis 2%, isi/tema karangan 14%, dan kosakata 4%). Ini bisa jadi mengindikasikan bahwa mahasiswa angkatan tahun pertama dan kedua cenderung berharap agar fokus pembelajaran di kelas menulis adalah pembelajaran penggunaan unsur TTB secara tertulis. 4.8. Pengajaran Tata Bahasa dan Bahasa Pengantar 1 75 5 25 212 213 214 215 Ya, perlu. Tidak perlu. Tidak tahu/ragu-ragu Gambar 14. Pengajaran Tata Bahasa Terpisah dari Pembelajaran Keterampilan Berbahasa!53

! ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 Gambar 14 menunjukkan gambaran persepsi responden mengenai pengajaran TTB yang diajarkan secara terpisah dari pembelajaran kemahiran berbahasa. Dari perhitungan RPTR, 84% responden menyatakan perlu, 8% responden menyatakan tidak perlu, sementara 8% responden menyatakan tidak tahu/ragu-ragu. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar responden berharap atau menginginkan agar pengajaran TTB Korea diajarkan terpisah dari pembelajaran kemahiran berbahasa. 9 68 45 23 212 213 214 215 Bahasa Korea Bahasa Indonesia Gambar 15. Persepsi terhadap Bahasa Pengantar di Kelas Tata Bahasa Gambar 15 menggambarkan persepsi responden mengenai bahasa pengantar yang sebaiknya digunakan di kelas tata bahasa. 78% responden menyatakan BInd, sementara 22% menyatakan BK sebaiknya digunakan sebagai bahasa pengantar di kelas TTB. 9 68 45 23 212 213 214 215 Sangat Sulit Sulit Mudah Sangat Mudah Gambar 16. Persepsi terhadap Tingkat Kesulitan Tata Bahasa Korea Lebih lanjut, gambar 16 menggambarkan persepsi responden terhadap tingkat kesulitan memahami unsur TTB Korea. Dari rata-rata persentase total!54

!! ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 responden, 6% responden menyatakan sangat sulit, 77% responden menyatakan sulit, 16% responden menyatakan mudah dan 1% responden menyatakan sangat mudah memahami unsur TTB Korea. 4.9. Kesempatan Menggunakan Bahasa Korea di dalam dan di luar Kelas 7 53 35 18 212 213 214 215 Sangat sering Sering Kadang-kadang Jarang Sangat Jarang Gambar 17. Kesempatan Berbahasa Korea di dalam Kelas Kemahiran Berbahasa Gambar 17 menunjukkan gambaran kesempatan responden berbahasa Korea di dalam kelas kemahiran berbahasa. Berdasarkan perhitungan RPTR, 54% responden menyatakan kadang-kadang. 31% responden menyatakan sering, 8% responden menyatakan jarang, 5% responden menyatakan sangat jarang, dan hanya 2% responden menyatakan sangat sering. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa kadang-kadang menggunakan BK di dalam kelas. 8 6 4 2 212 213 214 215 Gambar 18. Kesempatan Berbahasa Korea di Luar Kelas Sangat sering Sering Kadang-kadang Jarang Sangat Jarang Gambar 18 menunjukkan gambaran kesempatan responden berbahasa Korea di luar kelas. Berdasarkan perhitungan rata-rata persentase total responden,!55

!! ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 59% responden menyatakan kadang-kadang. 15% responden menyatakan sering, 18% responden menyatakan jarang, 6% responden menyatakan sangat jarang, dan hanya 2% responden menyatakan sangat sering. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar mahasiswa kadang-kadang menggunakan BK di luar kelas. 6 45 3 15 212 213 214 215 Gambar 19. Kesempatan Melatih Kemampuan Berbahasa Korea di Lingkungan Belajar Sangat banyak Banyak Kurang Sangat kurang Tidak tahu Gambar 19 menunjukkan gambaran kesempatan responden dalam melatih kemampuan BK di lingkungan belajar. Berdasarkan perhitungan RPTR, 47% responden menyatakan kurang. 4% responden menyatakan cukup, 8% responden menyatakan sangat kurang, 4% responden menyatakan sangat cukup, dan hanya 1% responden menyatakan tidak tahu. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesempatan mahasiswa berlatih kemampuan BK di lingkungan belajar masih kurang. 8 6 4 2 212 213 214 215 Dosen Teman Jurusan Teman Korea Gambar 2. Mitra/Teman Berkomunikasi dalam Bahasa Korea!56

! ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 Gambar 2 menggambarkan dengan siapa responden biasa berkomunikasi dalam BK. Berdasarkan perhitungan rata-rata persentase total responden, 76% responden lebih sering berbahasa Korea dengan teman jurusannya, 25% dengan teman Korea, dan hanya 24% dengan dosen. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar mahasiswa lebih sering berbahasa Korea dengan teman sejurusannya. 4.1. Kesediaan Buku Penunjang Belajar Bahasa Korea di Lingkungan Belajar 7 53 35 18 212 213 214 215 Gambar 21. Kesediaan Buku Penunjang Belajar Bahasa Korea di Lingkungan Belajar Gambar 21 menggambarkan persepsi responden terhadap kesediaan buku penunjang belajar BK di lingkungan belajar. Berdasarkan perhitungan RPTR, 52% responden menyatakan kesediaan buku penunjang belajar BK di lingkungan belajar cukup, 36% responden menyatakan kurang, 8% responden menyatakan banyak, dan 4% responden menyatakan sangat kurang. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesediaan buku penunjang belajar bahasa Korea di lingkungan belajar FIB-UI cukup. Banyak Cukup Kurang Sangat kurang Berdasarkan rata-rata persentase jawab responden kesediaan buku penunjang di lingkungan belajar FIB-UI dinyatakan cukup. Akan tetapi, apabila diamati secara saksama, selisih persentase jawaban responden per angkatan tidak terlalu jauh berbeda, khususnya responden 213 dan 215. Selisih persentase jawaban responden 213 yang menyatakan cukup (49%) dan sangat kurang (42%) hanya 7, sedangkan selisih persentase jawaban responden 215 sama (masing-!57

ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 masing 4%). Hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan buku penunjang yang dibutuhkan oleh mahasiswa menurut angkatan bisa jadi berbeda. Oleh karena itu, pada bagian ini pendapat responden mengenai buku penunjang apa yang paling dibutuhkan tetapi masih belum tersedia juga ditanya. Jawaban responden per angkatan sangat bervariasi, akan tetapi jawaban mereka dapat dikelompokkan menjadi 6 macam buku, yakni buku tata bahasa lengkap yang menjelaskan pola pemakaian dan penggunaannya dalam bahasa Indonesia, kamus, buku latihan mengerjakan soal TOPIK (Test of Proficiency in Korean), buku kemahiran berbahasa, buku bacaan (seperti cerpen, dongeng, novel), dan buku lainnya, seperti buku sejarah, budaya, sastra dan linguistik Korea. Berikut ini adalah gambaran buku yang dibutuhkan oleh responden per angkatan. 6 45 3 15 212 213 214 215 tata bahasa Kamus Topik Buku bacaan Buku Kemahiran bahasa Lainnya Tidak tahu Gambar 22. Buku Penunjang yang Dibutuhkan Responden Per Angkatan Berdasarkan jawaban responden 212, responden yang membutuhkan buku TTB sebanyak 54%, buku latihan TOPIK 2%, kamus lengkap dan buku kemahiran bahasa masing-masing 8%, buku bacaan Korea dan buku lainnya masing-masing 5%. Berbeda dengan responden 212, sebagian besar responden 213 menyatakan lebih membutuhkan buku latihan topik (31%) daripada buku TTB Korea (25%). Kebutuhan buku bacaan Korea 14%, buku kemahiran bahasa 9%, kamus dan buku lainnya masing-masing 4%, dan yang tidak menjawab 13%. Sementara, berdasarkan jawaban responden 214, persentase responden yang membutuhkan buku TTB dan buku kemahiran bahasa sama, masing-masing 28%.!58

ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 Persentase responden yang membutuhkan kamus dan buku lainnya sama, masingmasing 11%. Begitu pula, persentase responden yang membutuhkan buku TOPIK dan buku bacaan korea sama, masing-masing 6%, sementara yang tidak menjawab 1%. Lebih lanjut, berdasarkan jawaban responden 215, 44% responden membutuhkan kamus, 22% responden membutuhkan buku TTB, 13% responden buku lainnya (seperti buku sejarah, budaya atau sastra), 3% responden membutuhkan buku bacaan Korea, dan 18% responden tidak menjawab. 5. SIMPULAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi dan harapan mahasiswa program studi bahasa dan kebudayaan Korea FIB-UI. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, sebagian besar mahasiswa berpersepsi bahwa penguasaan BK penting di Indonesia karena dipercaya dapat menunjang karir/pekerjaan mereka di masa depan. Kedua, persepsi terhadap kemahiran BK yang dianggap paling sulit berbeda menurut angkatan. Ketiga, sebagian besar mahasiswa tidak menyetujui apabila seluruh kelas kemahiran berbahasa menggunakan BK sebagai bahasa pengantar. BK paling tepat digunakan sebagai bahasa pengantar di kelas berbicara. Keempat, metode pembelajaran di kelas berbicara yang paling dimintai oleh sebagian besar mahasiswa adalah bermain peran. Akan tetapi, mahasiswa tahun keempat dan ketiga juga menginginkan agar metode diskusi/debat diterapkan di kelas berbicara. Kelima, metode pembelajaran di kelas menyimak yang paling diminati oleh mahasiswa tahun pertama dan kedua adalah mahasiswa diberi kesempatan memahami daftar pertanyaan sebelum dosen memperdengarkan materi menyimak, sedangkan metode yang paling diminati oleh mahasiswa tahun ketiga dan keempat adalah pengajar memperdengarkan materi menyimak, lalu mahasiswa men-jelaskan isinya dalam bahasa Korea. Keenam, fokus pembelajaran yang paling diminati di kelas membaca adalah teknik membaca, sementara di kelas menulis adalah TTB. Ketujuh, sebagian besar mahasiswa berpersepsi bahwa pengajaran TTB harus diajarkan secara terpisah dari kemahiran!59

ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 berbahasa, dan bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Kedelapan, kesempatan mahasiswa melatih kemampuan BK di lingkungan belajar kurang. Mereka umumnya hanya menggunakan BK di kelas atau saat bersama teman sejurusan. Dan terakhir, buku penunjang belajar BK yang sangat dibutuhkan adalah TTB lengkap, buku latihan TOPIK dan kamus lengkap. DAFTAR ACUAN Alkaff, A.A. (213). Students Attitudes and Perceptions towards Learning English. Arab World English Journal, 4(2). 16-121. http://www.awej.org/ images/allissues/ Volume 4 /Volume4Number2June213/8.pdf, diakses 16 Desember 215. Alseweed, M.A. (212). University Students Perceptions of the Influence of Native and Non-native Teachers. English Language Teaching, 5(12), 42-53. http:/www.ccsenet. org/ journal/index.php/elt/article/view/21446, diakses 15 Desember 215. Denver, J. (199). Kamus Psikologi. Diterjemahkan oleh Nancy. Jakarta: Binja Aksara. Flowerdew, J. and Miller, L. (1992) Student perceptions, problems and strategies in second language lecture comprehension. Regional English Language Centre Journal, 23(2), 6-8. http://teaching.polyu.edu.hk/datafiles/r4.pdf, Diakses tanggal 15 Desember 215. Jalaludin, Rakhmat. (27). Persepsi Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers Sugihartono, dkk. 27. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Sulistyo. (21). Metode Penelitian. Jakarta: Penaku. Tsukamoto, M. (211). Students Perception of Teachers language use in EFL Classroom. Journal of Osaka Johakuin University, 8. 143-154. http://www. wilmina.ac.jp/ojc/edu/kiyo_211/kiyo_8_pdf/d211_8.pdf, diakses 2 Desember 215.!51

ISSN 246-9167 Usmi, 49-511 Yorio, C. (1986). Consumerism in second language learning and teaching. Canadian Modern Language Review, 42(3), 668-687. Yorio, C. (1989). The Other Side of the Looking Glass. Journal of Basic Writing, Vol. 8, No. 1. http://wac.colostate.edu/jbw/v8n1/yorio.pdf, diakses 2 Maret 215.!511