Analisis Variasi Kecepatan Angin Mesosfer dan Termosfer Bawah di Atas Pemeungpeuk

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI GELOMBANG GRAVITAS MENGGUNAKAN DATA RADAR MF

STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

Musim Hujan. Musim Kemarau

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

Pengertian Pasang Surut

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Angin Meridional. Analisis Spektrum

Gambar 4 Diagram alir penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

KOPLING ANTARA LAPISAN E DAN LAPISAN F IONOSFER

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS ANGIN ZONAL DI INDONESIA SELAMA PERIODE ENSO

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi

Pengaruh Angin Dan Kelembapan Atmosfer Lapisan Atas Terhadap Lapisan Permukaan Di Manado

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai

Geografi. Kelas X ATMOSFER IV KTSP & K-13. I. Angin 1. Proses Terjadinya Angin

(Kurnia Anzhar dan Yarianto SBS)'

IDENTIFIKASI GELOMBANG KELVIN ATMOSFER EKUATORIAL DI INDONESIA BERBASIS DATA NCEP/NCAR REANALYSIS I. Sandro Wellyanto Lubis dan Sonni Setiawan

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

Buldan Muslim Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

Perhitungan Potensi Energi Angin di Kalimantan Barat Irine Rahmani Utami Ar a), Muh. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

METEOROLOGI LAUT. Sirkulasi Umum Atmosfer dan Angin. M. Arif Zainul Fuad

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

VARIASI BULANAN GELOMBANG LAUT DI INDONESIA MONTHLY OCEAN WAVES VARIATION OVER INDONESIA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

Analisis Pola Distribusi Unsur-Unsur Cuaca di Lapisan Atas Atmosfer pada Bulan Januari dan Agustus di Manado

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA Pas Pa ang Surut Teor 1 Te Pembentukan Pasut a. Teor i Kesetimbangan

ANALISIS RAGAM OSILASI CURAH HUJAN DI PROBOLINGGO DAN MALANG

MEKANISME INTERAKSI MONSUN ASIA DAN ENSO

6massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6. Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan bumi) : kg

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musim Hujan dan Monsun

Atmosf s e f r e B umi

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

I. INFORMASI METEOROLOGI

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah

Jurnal Ilmiah Platax Vol. 1:(3), Mei 2013 ISSN:

ANALISIS MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN GEOMAGNET BERDASARKAN POSISI MATAHARI

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

PENDAHULUAN Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

VARIASI KETINGGIAN LAPISAN F IONOSFER PADA SAAT KEJADIAN SPREAD F

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT & PROSPEK CUACA WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DESEMBER 2016 JANUARI 2017 FORECASTER BMKG EL TARI KUPANG

BAB I PENDAHULUAN I.1.

STUDI EDDY MINDANAO DAN EDDY HALMAHERA TESIS. Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

Hasil dan Pembahasan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Dyah Rahayu Martiningrum Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi Diterima 8 April 2012; Disetujui 22 Juni 2012

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

Laporan Perjalanan Dinas Chief BRKP-DKP Bagus Hendrajana, Chief FIO Mr Jianjun Liu

III-11. Gambar III.13 Pengukuran arus transek pada kondisi menuju surut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada pembenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Eurasia,

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

TUGAS PRESENTASI ILMU PENGETAHUAN BUMI & ANTARIKSA ATMOSFER BUMI

Transkripsi:

Statistika, Vol. 7 No. 2, 13 17 Nopember 2007 Analisis Variasi Kecepatan Angin Mesosfer dan Termosfer Bawah di Atas Pemeungpeuk Dyah RM, Buldan M, Gatot W Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusfatsainsa LAPAN, Bandung e-mail: dyah_rm@bdg.lapan.go.id Abstrak Variasi kecepatan angin mesosfer dan termosfer bawah daerah ekuator Indonesia menarik untuk dikaji karena variabilitasnya dalam skala waktu dan tempat yang berbeda belum dimodelkan dan bagaimana mekanismenya belum diketahui. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana variabilitas kecepatan angin mesosfer dan termosfer bawah di atas Pameungpeuk sebagai studi awal untuk pemodelan kecepatan angin ekuator Indonesia. Analisis kecepatan angin dibuat berdasarkan data jam-an dari suatu hari yang representatif. Kemudian dengan analisis harmonik akan dikaji variasi harian kecepatan angin mesosfer dan termosfer bawah untuk komponen pasut diurnal, semidiurnal, dan 8 jam-an. Kata Kunci : mesosfer, termosfer, pasut, analisis harmonik 1. Pendahuluan Pemodelan kecepatan angin mesosfer dan termosfer bawah perlu dilakukan untuk memahami dinamika atmosfer atas terutama di daerah ekuator seperti Indonesia, mengingat peran penting daerah ekuator sebagai penggerak sirkulasi udara secara global. Sebelum lebih jauh merancang model baik model empiris maupun fisis maka lebih dulu perlu diketahui dan dipahami bagaimana variasi dari kecepatan angin di lapisan mesosfer dan termosfer bawah daerah yang akan dimodelkan. Berkaitan dengan pembahasan tentang variasi kecepatan angin mesosfer dan termosfer bawah maka terutama akan banyak membahas tentang pasut atmosfer karena diantara gelombang-gelombang atmosfer di lapisan ini maka pasut adalah yang dominan. Biasanya pasut diurnal dan semidiurnal paling dominan, walaupun ditemukan juga harmonik lebih tinggi seperti terdiurnal dan quarter diurnal (Sujata Kovalam, 2000). Pasut atmosfer adalah salah satu komponen terpenting dalam perpindahan energi dan momentum antara lapisan atmosfer satu dengan lapisan atmosfer lainnya. Dinamika atmosfer yang diakibatkan oleh pasut atmosfer di mesosfer dan termosfer bawah akan menyebabkan terjadinya peningkatan amplitudo dalam penjalarannya ke arah atas. Proses inilah yang menentukan besarnya momentum dan panas di lapisan atmosfer atas. Peningkatan amplitudo pasut, terutama di lapisan mesosfer dan termosfer bawah akan mendominasi medan-medan angin. Seperti gelombang atmosfer lainnya, pasut atmosfer akan memindahkan momentum dari daerah sumbernya ke daerah dimana pasut akan terdisipasi sehingga mempengaruhi sirkulasi rata-rata dan struktur lapisan atmosfer lainnya (Teitelbaum dan Vial, 1981; Lieberman dan Hays, 1994). Pengamatan dan kajian tentang pasut atmosfer di mesosfer dan termosfer bawah terdahulu menunjukkan adanya variabilitas dalam beberapa skala waktu meliputi skala pendek (Nakamura dkk, 1997), skala planeter (Fritts dan Isler, 1994), semiannual (Vincent dkk, 1988), intraseasonal (Eckermann dkk, 1997), dan interannual (Vincent dkk, 1988; Burrage dkk, 1995a; Fritts dan Isler, 1994). Variabilitas dalam skala waktu tersebut penting untuk mempelajari penyebab-penyebabnya. Variasi parameter-parameter pasut dalam skala waktu lebih lama ditemukan pada lapisan atmosfer lebih rendah. Pada penelitian ini akan dikaji variabilitas kecepatan angin mesosfer dan termosfer bawah daerah ekuator Indonesia dengan menganalisis data kecepatan angin hasil pengamatan MF Radar Pameungpeuk sebagai langkah awal dalam perancangan model mesosfer dan termosfer bawah ekuator Indonesia. 13

14 Dyah RM, Buldan M, Gatot W 2. Data dan Pengolahan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kecepatan angin zonal jam-an keluaran MF Radar Pameungpeuk tahun 2005 dan 2006 untuk ketinggian 80 km s.d. 98 km yang mewakili ketinggian lapisan mesosfer dan termosfer bawah. Data kecepatan angin zonal yang sudah diolah dengan program baca data yang dibuat kemudian diolah dengan analisis harmonik. Suatu fungsi harmonik dapat dinyatakan sbb: Vt = Ao + a24 sin[ 24t] + b24 cos[ 24t] + a12 sin[ 12t] + b12 cos[ 12t] + a8 sin[ 8t] + b8 cos[ 8t] Dengan manipulasi matriks maka akan diperoleh nilai-nilai koefisien persamaan fungsi harmonik tersebut. Amplitudo dan fase dihitung dari persamaan: A24 = [a24 2 + b24 2 ] 1/2 A12 = [a12 2 + b12 2 ] 1/2 A8 = [a8 2 + b8 2 ] 1/2 3. Hasil dan Pembahasan P24 = arc[tan(b24 /a24)] P12 = arc[tan(b12/a12)] P8 = arc[tan(b8/a8)] Sebagai contoh pengolahan data, gambar 1a dan gambar 1b menunjukkan hasil analisis harmonik untuk data kecepatan angin zonal bulan Januari 2006. Gambar 1a adalah plot data pengamatan dan fungsi harmonik yang digunakan untuk mendekatinya. Gambar 1a. Plot data pengamatan dan fungsi harmoniknya Dengan pendekatan menggunakan fungsi harmonik maka akan diperoleh komponenkomponen pasut diurnal, semidiurnal, dan 8 jam-an berupa amplitudo (A0, A1, A2, dan A3) dan fasa (P 1, P2, dan P3). Komponen pasut berupa amplitudo untuk bulan Januari dapat dilihat pada gambar 1b. Gambar 1b. Komponen pasut bulan Januari 2006 Secara keseluruhan hasil pengolahan data akan diperoleh nilai-nilai A0, A1, A2, dan A3 untuk bulan Januari s.d Juni 2005, Agustus s.d Desember 2005, dan Januari s.d September 2006 pada ketinggian 82 km s.d 96 km.

Analisis Variasi Kecepatan Angin Mesosfer dan Termosfer Bawah di Atas Pameungpeuk 15 Variasi komponen angin rata-rata, komponen pasut diurnal, semidiurnal, dan 8 jam-an dapat dilihat dalam gambar 2a s.d. 2d. (2a) (2b) (2c) Gambar (2a) Komponen Angin Rata-rata Januari 2005 sampai dengan September 2006, h=82 km s.d 96 km; (2b) Komponen Pasut Diurnal Januari 2005 sampai dengan September 2006, h=82 km s.d 96; (2c) Komponen Pasut Semidiurnal Januari 2005 sampai dengan September 2006, h=82 km s.d 96 km.

16 Dyah RM, Buldan M, Gatot W Gambar 2d. Komponen Pasut Terdiurnal Januari 2005 sampai dengan September 2006, h=82 km s.d 96 km Variasi komponen angin rata-rata bulan Januari 2005 s.d bulan September 2006 pada ketinggian 82 km s.d ketinggian 92 km tampak memiliki pola yang sama (Gambar 2a). Sedikit perbedaan mulai terlihat pada ketinggian 94 km s.d 96 km. Arah komponen angin rata-rata dari kecepatan angin zonal didominasi oleh arah timur dengan puncaknya terjadi pada bulan Januari, April, dan September. Untuk komponen pasut diurnal bulan Januari 2005 s.d bulan September 2006 pada ketinggian 82 km dan ketinggian 84 km memiliki pola yang sama (Gambar 2b). Sedikit perbedaan mulai terlihat pada ketinggian 86 km s.d 96 km. Arah komponen angin rata-rata dari kecepatan angin zonal didominasi oleh arah barat dengan puncaknya terjadi pada bulan Januari, April, dan September. Komponen pasut semidiurnal bulan Januari 2005 s.d bulan September 2006 terlihat agak tidak beraturan (Gambar 2c). Ada pola fluktuasi yang hampir sama antara ketinggian 88 km dan 90 km, juga antara ketinggian 94 km dan 96 km. Arah barat juga masih dominan pada komponen pasut semidiurnal, dengan puncak-puncaknya terjadi pada bulan-bulan Januari dan April. Ketidakteraturan pola fluktuasi juga masih tampak pada komponen pasut terdiurnal (Gambar 2d). Pola yang sama pada ketinggian 88-90 km, juga ketinggian 94-96 km. Arah dominan masih ke arah barat dengan puncaknya terjadi pada bulan Januari, April, dan September. Puncak-puncak komponen pasut terjadi pada bulan Januari, April, dan September. Hal tersebut tentu saja berkaitan dengan posisi matahari dan pengaruhnya terhadap atmosfer permukaan. Pada bulan Januari matahari berada di belahan bumi selatan sehingga BBS mengalami musim panas. Pada kondisi ini terbentuk tekanan tinggi di bagian utara Benua Asia. Aliran udara akan bergerak ke arah tenggara. Setelah mencapai Laut Cina Timur berubah menjadi angin Timur Laut. Adanya pegunungan di sebelah timur Myanmar membatasi pergerakan udara tersebut, melewati Asia Tenggara dan Laut Cina Selatan. Ketika melewati ekuator, aliran udara ini dibelokkan menjadi angin barat di atas Indonesia. Dominasi angin barat di permukaan kita temui juga pada ketinggian mesosferik dan termosferik. Amplitudonya pun mengalami peningkatan dengan bertambahnya ketinggian. Proses penjalaran gelombang, khususnya pasut atmosfer inilah yang berperan dalam perpindahan massa dan energi antar lapisan atmosfer. Ketika matahari berada di belahan bumi utara (Juni -Juli-agustus), aliran udara terjadi sebaliknya. Angin tenggara dari benua Australia bertiup menuju ke arah barat laut melewati Indonesia dan Samudera Indonesia. Pengaruh rotasi bumi membelokkan arahnya menjadi barat daya ke arah timur laut. Bulan April dan September adalah masa transisi dimana akan terjadi pembalikan arah angin monsun, sehingga nampaknya hal tersebut juga berpengaruh ke lapisan mesosfer dan termosfer bawah. Lebih detil lagi tentang proses terbentuk, penjalaran, dan pecahnya pasut atmosfer dari permukaan ke atas sampai saat ini masih terus dikaji.

Analisis Variasi Kecepatan Angin Mesosfer dan Termosfer Bawah di Atas Pameungpeuk 17 4. Kesimpulan Hasil pengolahan data kecepatan angin zonal keluaran MF Radar Pameungpeuk memberi gambaran kepada kita bagaimana pola variasi kecepatan angin mesosfer dan termosfer bawah di atas Pameungpeuk. Untuk komponen diurnal dan semidiurnal, masih terlihat kemiripan polanya untuk ketinggian 82 km s.d 96 km, tetapi untuk komponen terdiurnal, semakin bervariasi polanya dengan perubahan ketinggian. Posisi matahari akan berpengaruh terhadap variasi kecepatan angin mesosfer dan termosfer bawah di atas Pameungpeuk, hal itu terlihat dari puncak-puncak komponen pasut yang terjadi pada bulan Januari, April, dan September. Namun demikian bagaimana mekanisme fisis proses penjalaran gelombang pasut dari permukaan ke lapisan atas atmosfer masih harus dikaji lebih lanjut. 5. Rujukan Burrage, M.D., Hagan, M.E., Skinner, W.R., Wu, D.L and Hays, P.B., 1995a, Long term variability in the solar diurnal tide observed by HRDI and simulated by the GSWM, Geophysical Research Letters 22, 2641-2644. Eckermann, S.D., Rajopadhyaya, D., and Vincent, R.A., 1997, Intraseasonal wind variability in the equatorial and lower thermosphere: Long term observation for the central Pacific, Journal of Atmospheric and Terrestrial Physics 59, 603-627. Fritts, D.C and Isler, J.R., 1994, Mean motion and tidal and two-day wave structure and variability in the mesosphere and lower thermosphere over Hawaii, Journal of Atmospheric Sciences 51, 2145-2164. Gurubaran, S., Sridharan, S., Tsuda, T., Nakamura, T., Vincent, R.A., Tides in the Equatorial MLT Region: Results from simultaneous MF and Meteor Radar measurements from Indonesian and Indian Sectors, American Geophysical Union, Fall Meeting 2004. Groves G.V., 1967, Seasonal and Latitudinal model of Atmospheric structures between 30 and 120 km, Journal of British Interplanetary Society, 22, 285-307. Kovalam, S., 2000, MF Radar observations of tides and planetary waves, Thesis PhD, Department of Physics and Math Physics, University of Adelaide, Australia. Liebermann, R.S and Hays, P.B., 1994, An estimate of the momentum deposition in the lower thermosphere by the observed diurnal tide, Journal of the atmospheric sciences, 51, 3094-3105. Nakamura, T., Fritts, D.C., Isler, J.R., Tsuda, T., Vincent, R.A and Reid, I.M., 1997, Short period fluctuations of the diurnal tide observed with the low latitude MF and meteor radars during CADRE: Evidence for gravity wave/tidal interactions, Journal of Geophysics Research 102, 26.225-26.238.