Kompetensi Indikator (Pengetahuan Baik, Perasaan Baik, Perilaku Baik)

dokumen-dokumen yang mirip
TAKSONOMI DAN PENILAIAN PEMBELAJARAN. oleh Dr. B. Widharyanto, M.Pd

Penilaian Pembelajaran

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pengolahan data, pembahasan hasil penelitian yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. asusila, kekerasan, penyimpangan moral, pelanggaran hukum sepertinya sudah

Untuk Guru-guru MTs-DEPAG

Gambar 3.1 Bagan Penelitian Tindakan Kelas

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN. ditarik beberapa kesimpulan dan dirumuskan beberapa saran sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

I. PENDAHULUAN. Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar

PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI

7. Tes simulasi merupakan salah satu bentuk dari teknik penilaian: a. lisan b. praktik/kinerja c. penugasan d. portofolio e.

BAB I PENDAHULUAN. dan guru yang menerapkan komponen-komponen pembelajaran seperti strategi

DWIJACENDEKIA Jurnal Riset Pedagogik

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1.

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Guru Tahun 2012

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Awal Sertifikasi Guru Tahun 2012

7. Penilaian Pembelajaran Bahasa berbasis Kompetensi. (Edisi pertama cetakan kedua 2011, cetakan pertama 2010). Yogyakarta: BPFE.

BAB I PENDAHULUAN. institusi pendidikan melalui tujuan institusional. Tujuan institusional ini

Kurikulum 2013 MANAJEMEN PEMBELAJARAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Anterior Jurnal, Volume 13 Nomor 1, Desember 2013, Hal dari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat

IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 ((2)

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada

PLPG CEPI SAFRUDDIN ABD. JABAR

CONTOH SOAL PEDAGOGIK Proses Penilaian (Assesmen) Berilah tanda silang pada jawaban yang paling benar dari sejumlah pilihan jawaban yang tersedia..

BAB I PENDAHULUAN. yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 3, bahwa:

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PROSES PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN SMA NEGERI 10 SAMARINDA TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

PENGEMBANGAN INDIKATOR DALAM UPAYA MENCAPAI KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS KABUPATEN KARANGANYAR JAWA TENGAH

BAB I PENGEMBANGAN AFEKTIF ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan dalam mewujudkan sumber

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

TEKNIK PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Oleh: Dr. Marzuki UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU

J. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN ALAM SMALB AUTIS

SILABUS MATA PELAJARAN: BAHASA DAERAH KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. yaitu tujuan kurikulum (Rahmat, 2011:51). Tujuan Kurikulum 2013 adalah untuk

6. Di bawah ini merupakan beberapa kelebihan tes lisan, kecuali:

Kebijakan Implementasi Kurikulum 2013 (Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014) PPT - 1.1

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR

P MB M ELAJARAN N FIS I I S K I A

BAB I PENDAHULUAN. berbicara, membaca, dan menulis. Dari ke empat aspek berbahasa tersebut yang

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( )

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB IV ANALISIS KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN IPS SD/MI KURIKULUM 2013 DILIHAT DARI TAKSONOMI BLOOM

Oleh: Dr. Marzuki Universitas Negeri Yogyakarta

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

STRATEGI KOIN ADES SEBAGAI TEKNIK PEMBINAAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN PEMBELAJARAN

KURIKULUM Perangkat Pembelajaran RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) TEMA 6 : ORGAN TUBUH MANUSIA DAN HEWAN. Kelas / Semester : V / 2

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan scientific akan menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor).

BAB I PENDAHULUAN. Program pendidikan nasional diharapkan dapat menjawab tantangan harapan dan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

PENILAIAN KOMPETENSI KETERAMPILAM (Suroto, Kun Setyaning Astuti, Marwanti, Erman)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Prestasi belajar yang dicapai siswa tidak dapat lepas dari peran guru.

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun

ANALISIS MUATAN NILAI-NILAI KARAKTER PADA BUKU SISWA KELAS VI SEMESTER 2 SEKOLAH DASAR

SILABUS. Nama Sekolah : SMA Negeri 78 Jakarta Mata Pelajaan : Bahasa Indonesia 2 (IND 2) Beban Belajar : 4 sks. Materi Pembelajaran.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ada empat keterampilan berbahasa yang diterima oleh peserta didik secara

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

MATA PELAJARAN MULOK BAHASA JAWA

PENGUATAN KARAKTER SISWA SEKOLAH DASAR MELALUI PEMBELAJARAN IPA. Anatri Desstya PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan budaya dan karakter bangsa Indonesia kini menjadi sorotan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi untuk memperjelas istilah pada permasalahan yang ada.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus

KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER PADA MAHASISWA DI YOGYAKARTA

BAB V PEMBAHASAN. A. Perencanaan Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah. Dalam perencanaan kurikulum lembaga pendidikan tahapan pertama

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. SD Negeri Tlahap terletak di Desa Tlahap Kecamatan Kledung Kabupaten

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN APRESIASI CERITA PENDEK SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 TENGARAN KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak. Dengan kata lain, guru memegang peranan yang strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah survei pernah dilakukan Mazzola (2003) tentang bullying di sekolah.

KOMPETENSI INTI 4 (PENGETAHUAN) dalam ranah konkret konseptual, dan prosedural) 4.1 Menguraikan makna teks iklan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Tematik Terpadu. Mudah memusatkan perhatian pada suatu tema atau topik tertentu

PENILAIAN RANAH AFEKTIF DALAM MENULIS CERPEN MENYONGSONG KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

EVALUASI PEMBELAJARAN KIMIA. Dosen : Nahadi,SPd.MSi. MPd.

Disampaikan pada Pembekalan Mikro teaching Mahasiswa PGSD-UAD RINI NINGSIH, M.Pd.

1. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SD/MI

BAB I P E N D A H U L U A N. Karakter yang secara legal-formal dirumuskan sebagai fungsi dan tujuan

: Bahasa Indonesia. Kelas VII Kurikulum 2013

BAB V PEMBAHASAN DAN TEORI HASIL PENELITIAN. 1. Indikator dan tujuan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan yaitu kegiatan belajar oleh pembelajar (Siswa) dan kegiatan mengajar

AUTHENTIC ASSESSMENT DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DI SEKOLAH DASAR BERBASIS KARAKTER KEPEDULIAN DAN KERJA KERAS

H. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SMALB TUNANETRA

APAKAH KUESIONER? Kuesioner : Daftar pertanyaan yang tersusun dengan baik yang digunakan untuk alat pengumpulan data melalui survei.

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA. : Pengembangan Pendidikan IPS SD. No. Dokumen Revisi: Tgl. Berlaku Hal.

BAB I PENDAHULUAN. berekspresi dan salah satunya adalah menulis puisi. Puisi dalam Kamus Besar. penataan bunyi, irama, dan makna khusus; sajak.

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

KOMPETENSI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH MENDESAIN PENILAIAN SIKAP DALAM PEMBELAJARAN SESUAI KURIKULUM 2013

Transkripsi:

Penilaian Afektif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia B.Widharyanto Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma 1. Pendahuluan Linn dan Gronlund (1995:26) menyatakan bahwa instructional goals objectives play a key role in both the instructional process and the assesment process. They serve as guides for both teaching and learning, [ ] and provide guidelines for assesing student learning. Berdasarkan pandangan itu, hubungan antara tujuan afektif/sasaran pembelajaran dengan proses pembelajaran dan penilaian digambarkan sebagai berikut. Kompetensi Indikator (Pengetahuan Baik, Perasaan Baik, Perilaku Baik) Kegiatan Belajar Mengajar Penilaian Pembelajaran Ini berarti bahwa, dari segi tiga di atas, dapat dimaknai adanya hubungan antara Kompetensi (indicator), Kegiatan Belajar Mengajar, dan Penilaian Pembelajaran. Kompetensi pembelajaran dicapai melalui kegiatan belaar mengajar (KBM) dan penilaian pembelajaran dimaksudkan untuk mengetahui perubahan sikap dan perilaku yang terjadi pada peserta didik setelah mengalami KBM atau proses pembelajaran. Dari pengalaman mendampingi workshop SSP para guru PLPG di Rayon 138 Yogyakara dan UKG oleh Pusat Penelitian dan Pelayanan Pendidikan pada banyak sekolah di banyak kota, ditemukan adanya ada 6 kasus penilaian afektif terkait dengan hubungan ketiga komponen di atas. Kasus-kasus itu seperti yang tertuang dalam Tabel 1 berikut. 1

Tabel 1: Kasus-Kasus Penilaian dalam Pendidikan Karakter Kasus Penilaian Indikator Afektif dikembangkan dari KD Dimunculkan dalam KBM Afektif Ada Instrumen Penilaian Dilakukan penilaian Keterangan Kasus 1 Tidak direncanakan, sehingga tidak ada pelaksanaan dan penilaiannya. Kasus 2 Direncanakan, tapi tidak dilaksanakan, apalai dinilai. Kasus 3 Direncanakan dan dilaksanakan, tapi Kasus 4 tidak dinilai. Kasus 5 Tidak direncanakan, tidak dilaksanakan, tapi ada penilaian Kasus 6 Direncanakan, dilaksanakan, dan dinilai. Kasus yang pertama sampai keempat itulah yang sering dijumpai di dalam praktik pembelajaran pada umumnya di jenjang satuan pendidikan SD, SMP, dan SMA/K, dan secara khusus terjadi dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Untuk kasus yang kelima, masih sedikit guru yang mau dan mampu melaksanakan setiap tahapan dalam pendidikan karakter, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga penilaian. Selanjutnya, dari ketiga kompetensi yang ada, yakni kognitif, psikomotorik, dan afektif, kompetensi afektif adalah yang paling terabaikan. Dibandingkan kompetensi kognitif dan psikomotorik, kompetensi afektif dianggap paling sulit diajarkan dan dinilai. Inilah yang menyebabkan kompetensi afektif belum banyak dikembangkan di sekolah. Tulisan ini secara khusus akan menyoal tentang penyusunan instrumen untuk penilaian afektif dan pelaksanaan pengukurannya dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. 2. Pendidikan Karakter di Sekolah dan Penilaiannya Kemendiknas (2011:14) menjelaskan bahwa pendidikan karakter dalam KTSP dilakukan melalui 3 strategi, yakni (1) integrasi dalam mata pelajaran, termasuk bahasa Indonesia, (2) integrasi dalam muatan lokal, dan (3) kegiatan pengembangan diri. Pertama, integrasi dalam mata pelajaran dilakukan dengan mengembangkan silabus dan RPP pada kompetensi yang telah ada melalui pengembangan indikator afektif, dilanjutkan dengan pengembangan bahan ajar, pengembangan kegiatan belajar mengajar, dan pengembangan penilaian. Kedua, integrasi dalam muatan lokal ditetapkan oleh satuan pendidikan dan bahkan kompetensinya pun dikembangkan sendiri oleh satuan pendidikan. Ketiga, 2

kegiatan pengembangan diri diwujudkan melalui (1) pembudayaan dan pembisaan, (2) ekstrakurikuler (pramuka, PMR, UKS, olah raga, seni, dan OSIS), dan (3) bimbingan konseling untuk anak yang bermasalah. Selain itu, seperti yang disampaikan oleh Pemerintah Republik Indonesia (2010:33), bahwa integrasi pendidikan karakter di dalam mata pelajaran secara nyata terlihat di dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas. Dalam konteks mikro, satuan pendidikan, KBM adalah salah satu pilar dari empat pilar pengembang karakter, yaitu kegiatan keseharian dalam bentuk pengembangan budaya satuan pendidikan, kegiatan ko kurikuler dan atau ekstra kurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah atau di masyarakat. Gambar 1: Konteks Pendidikan Karakter secara Mikro di Sekolah Selanjutnya, nilai-nilai yang dikembangkan dalam semua mata pelajaran, khususnya dalam proses KBMnya bersumber dari (1) agama, (2) pancasila, (3) budaya, dan (4) tujuan pendidikan nasional (lihat Kemendiknas, 2010:7). Nilai-nilai tersebut adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Dari ke 18 nilai ini, terdapat 5 nilai yang semestinya harus diberikan di setiap sekolah, yakni nyaman, jujur, peduli, cerdas, tangguh/kerja keras. Sekolah, sesuai dengan visi misi masing-masing, 3

dapat (1) menambahkan nilai-nilai yang menjadi kekhasannya, misal nilai-nilai yang bersumber dari spirit pendiri kongregasi, dan (2) hanya mengambil nilai-nilai tertentu yang relevan dan sesuai dengan situasi sekolah yang bersangkutan. Dalam Kemendiknas (2010: 8) disebutkan bahwa pengembangan karakter terkait dengan dua hal, yakni (1) perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu, dan (2) fungsi totalitas sosial kultural dalam konteks interaksi (dalam keluraga, satuan pendidikan, dan masyarakat). Mengacu ke konsep PPG dan PLPG, nilai-nilai afektif ini dilabeli afektif karakter dan afektif keterampilan sosial. Terkait dengan itu, penilaian afektif dalam konteks KTSP adalah penilaian atas pencapaian nilai-nilai yang disebut di atas dalam rangka pengembangan karakter siswa, yang terintegrasi dengan kegiatan belajar mengajar (KBM) dalam semua mata pelajaran, termasuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia, penilaian afektif akan mengiringi penilaian kemampuan kognitif dan psikomotorik dalam membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan, baik melalui proses pembelajaran di kelas dalam diskusi, presentasi, pidato, baca puisi, bermain peran, atau proses pembelajaran di luar kelas dalam kerja kelompok, kerja proyek, penelitian sederhana atau inquiri, dsbnya. 4. Ranah Afektif Kompetensi afektif yang akan dicapai dan diukur dalam pembelajaran bahasa Indonesia meliputi kemampuan afektif siswa dalam lima tingkatan berikut ini. Tingkat Afektif Kemampuan yang diharapkan Menerima (A1) Menikmati nilai, norma, serta objek yang mempunyai etika dan estetika Merespon (A2) Memberikan reaksi terhadap nilai-nilai yang dihadapkan kepadanya Menilai (A3) Menilai suatu objek berdasarkan segi baik buruk, adil tidak adil, atau indah tidak indah Mengorganisasi (A4) Mengorganisasikan nilai ke dalam skala prioritas, memantapkan nilai yang telah dimilikinya. Menginternalisasi (A5) Menerapkan nilai, norma, etika, dan estetika dalam perilaku kehidupan seharihari. Tingkatan afektif di atas mengacu pada taksonomi yang dikembangkan oleh Krathwohl, Bloom, dan Masia (1964). Supratiknya (2012:12) mengungkapkan bahwa taksonomi model ini mengklasifikasikan emosi atau perasaan siswa terhadap aneka pengalaman belajar, serta cara siswa menanggapi nilai, objek 4

tertentu, atau situasi dengan menggunakan perasaannya. Emosi atau perasaan tersebut mencakup sikap, minat, perhatian, kesadaran, nilai, yang tercermin dalam wujud perilaku siswa. Berdasarkan taksonomi afektif ini, para guru bahasa Indonesia harus merancang kegiatan belajar mengajar di kelas yang memberikan pengalaman tentang nilai-nilai tertentu dalam integrasinya dengan membaca, menulis, berbicara, atau mendengarkan. Setelah itu, para guru pun harus merancang dan melaksanakan penilaian afektif untuk melihat ada tidaknya perubahan perilaku afektif para siswa. 5. Prinsip Penilaian Afektif Penilaian afektif berbeda dengan penilaian kognitif maupun psikomotorik. Penilaian kognitif untuk mengungkap kemampuan berpikir siswa sebagai hasil belajar dan penilaian psikomotorik untuk mengungkap kemampuan berbuat siswa sebagai hasil latihan. Selanjutnya, penilaian afektif untuk mengungkap sikap, minat, dan nilai-nilai (values) yang mewujud dalam karakter personal maupun keterampilan sosial siswa. Berikut ini secara lebih rinci disajikan prinsip-prinsip penilaian afektif. 1) Penilaian aspek afektif dapat terintegrasi dengan aspek kognitif atau psikomotorik. Menurut Krathwohl (1961), kompetensi kognitif memiliki komponen afektif. Dalam pembelajara sains misalnya, di dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Dalam tes tindakan, siswa dituntut untuk memperlihatkan unjuk kerjanya dalam berbagai aktivitas seperti menggambar peta/tabel, presentasi, berpidato, bercerita, bermain drama, dsb. Dalam unjuk kerjanya itu, akan terlihat aspek afektif seperti kedisiplinan, kebersihan, ketelitian, keterbukaan, adil, kelancaran, keberanian, kerjasama, toleransi, kecermatan, inisiatif, kerapiahan, kesantunan, tanggungjawab, dsb. Aspek afektif ini dapat ikut diamati dan dinilai terintegrasi dengan tes tindakan. 2) Penilaian aspek afektif dilakukan untuk mengungkap sikap, minat, dan nilai-nilai. Penilaian afektif berkaitan dengan sikap dan nilai. Sikap dan nilai menurut beberapa ahli (lihat Sudjana, 2010) dapat diramalkan perubahannya. Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat dikembangkan, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan.sikap siswa dan penerimaannya terhadap suatu nilai (value) dapat terlihat pada waktu siswa beraktivitas, baik yang diprogramkan guru sebagai tuntutan kompetensi dasar, maupun yang tidak diprogramkan. 5

3) Penilaian aspek afektif secara otentik dilakukan dengan observasi langsung Tipe hasil belajar afektif dapat terlihat pada siswa dalam berbagai tingkahlakunya di kelas, seperti perhatiannya terhadap pelajaran, interaksinya dengan guru dan teman, kebiasaan belajar, dan hubungan sosialnya di kelas dan di sekolah. Semua itu tentunya tidak akan pernah luput dari pengamatan guru. 4) Penilaian afektif bertujuan untuk melihat ada tidaknya perubahan perilaku siswa Karena tujuannya untuk melihat ada tidaknya perubahan perilaku siswa, maka penilaian afektif idealnya dilakukan minimal dua kali untuk objek atau nilai (value) yang sama.penilaian pertama lebih untuk mengetahui kondisi awal dari siswa. Selanjutnya, penilaian kedua, untuk mengetahui dampak dari kegiatan belajar mengajar terhadap perubahan perilaku siswa. 5) Penilaian afektif dilakukan dengan teknik dan instrumen yang bervariasi Penilaian afektif dapat dilakukan dengan berdasarkan pada respon siswa. Pertama, penilaian afektif yang terintegrasi dengan tes tindakan untuk mengukur aspek psikomotorik dan tes esai kasus untuk kognitif siswa. Kedua, penilaian afektif dengan cara non tes melalui intrumen (1) kuesioner, (2) wawancara, (3) skala sikap, (4) observasi perilaku, dan (5) catatan harian (anedoctal record). 6. Teknik Penilaian untuk Kompetensi Afektif Untuk menilai kompetensi afektif diperlukan teknik dan intrumen penilaian. Berikut ini disampaikan intrumen penilaian yang dimaksud. Klasifikasi instrumen penilaian afektif didasarkan pada jenis respon atau modes of response dari siswa terhadap tugas afektif yang diberikan oleh guru, yakni (1) tertulis (tes esai kasus, skala sikap/minat), (2) lisan (wawancara), dan (3) tingkah laku (observasi dengan daftar cek, skala penilaian, catatan harian). Berikut ini disajikan Piramida Istrumen Penilaian Afektif. 6

Piramida Intrumen Penilaian Afektif Tulis Otentisitas Rendah Esai Kasus lisan Skala Sikap/Minat Wawancara Observasi (Daftar cek) Observasi (Skala Penilaian) Tingkah laku Observasi Naturalistic (Anecdotal Records) Otentisitas Tinggi 1) Esai Kasus Esai kasus merupakan bagian dari Tes Tulis Esai. Instrumen ini berupa pertanyaan yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk tulis dengan cara uraian, penjelasaan, perbandingan, pemberian alasan, dengan kata-kata sendiri secara tertulis, atas sikap yang dipilihnya terhadap suatu objek atau hal. Soal ini sangat baik untuk melatih sikap yang didukung oleh kemampuan menalar tingkat tinggi (aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi). Kelebihan dari tes ini adalah siswa dibiasakan menentukan sikap dengan didasari problem solving, berpikir logis, analitis, dan sistematis sehingga siswa terbiasa berpikir baik, berhati baik, dan berperilaku baik. Berikut ini diberikan contoh penilaian afektif yang diintegrasikan dengan keterampilan membaca. Aspek afektif yang akan dinilai adalah peduli lingkungan dan hemat energi yang akan dintegrasikan dengan kemampuan kognitif dan psikomotorik dalam membaca. 7

Teks: Bumi Pertanyaan 1. Apakah gagasan utama dalam paragraf 1? (Kognitif) 2. Apa penyebab meningkatnya suhu bumi? (Kognitif) 3. Bacalah teks ini dengan suara dan intonasi yang jelas! (Psikomotorik) 4. Jika ada gerakan pengurangan penggunaan barang yang mengeluarkan gas karbon dioksida, bagaimana sikapmu? (Afektif) 5. Jika ternyata di rumah, orang tuamu jarang merawat motor dan boros dengan energi lampu dan gas, apa yang akan kamu lakukan? (Afektif) 2) Skala Sikap Skala menurut Sudjana (1989: 77), Basuki (2004:11), dan Depdiknas (2004:8-9) adalah alat untuk mengukur nilai dan sikap yang disusun dalam bentuk pernyataan tentang sesuatu untuk dinilai oleh siswa dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan atau kategori sikap. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku siswa. Sikap juga dapat diartikan sebagai reaksi siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru. Terdapat tiga komponen sikap, yakni afeksi, kognisi, dan konasi. Afeksi berkenaan dengan perasaan, kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang disodorkan, 8

dan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh karena itu, sikap siswa akan terungkap jika dihadapkan pada objek tertentu, misalnya sikap terhadap gender, penganut agama, budaya, dan ras lain, yang semuanya itu akan memperlihatkan nilai kesetaraan dan toleransi. Skala sikap diwujudkan dalam bentuk sejumlah pernyataan untuk dinilai oleh siswa, apakah siswa mendukung atau menolak, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan sebaiknya terdiri atas dua kategori, yakni positif dan negatif. Selain itu, modelmodel skala yang biasa digunakan antara lain: (1) skala Likert, (2) skala Guttman, (3) Rating Scale (lihat Widharyanto, 2012). Selanjutnya, langkah-langkah pembuatan skala dapat mengikuti teknik sebagai berikut. a) Menentukan objek sikap/minat yang akan dikembangkan, misalnya sikap terhadap kebersihan. b) Membuat daftar kata sifat yang relevan dengan objek penilaian sikap. c) Menentukan skala dan penskoran. Berikut ini diberikan beberapa contoh bentuk skala sikap yang dikembangkan dengan 3 model skala di atas. (1) Skala Sikap dengan Model Likert Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik positif maupun negative, dinilai oleh siswa dengan sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju. Sistem penyekorannya adalah sebagai berikut. Pernyataan Sikap Sangat Netral Tidak Sangat Positif 5 4 3 2 1 Negatif 1 2 3 4 5 Tidak Penilaian Skala Sikap terhadap Kebersihan Sekolah No. Pernyataan Skala Sangat Netral Tidak 1. Saya senang menjaga kebersihan kelas (+ afektif) 2. Kebersihan kelas merupakan tanggungjawab seluruh siswa (+ kognisi) Sangat Tidak 9

3. Saya sering ikut membersihkan kelas dengan rela (+ konasi) 4. Kelas yang bersih tidak otomatis membuat semangat belajar meningkat (- kognisi) 5. Menjaga kebersihan kelas bukan kewajiban siswa (- kognisi) Apabila dikaitkan dengan isi dari Teks Bumi di atas, maka dapat pula dikembangkan skala sikap tentang sikap terhadap Lingkungan Hidup, seperti berikut ini. No. Pernyataan Skala Sangat Netral Tidak 1. Saya senang menjaga lingkungan tetap bersih dan bebas dari polusi (+ afektif) 2. Menjaga lingkungan hidup (rumah dan sekolah) agar tetap nyaman untuk semua merupakan tanggungjawab seluruh siswa (+ kognisi) 3. Saya sering mengingatkan teman dan keluarga untuk merawat motor agar tidak banyak mengeluarkan polutan (+ konasi) 4. Lingungan sekolah dan kelas yang bersih tidak otomatis membuat semangat belajar meningkat (- kognisi) 5. Menjaga lingkungan hidup tetap nyaman dan bersih, serta hemat dalam penggunaan energi, bukan kewajiban siswa (- kognisi) Sangat Tidak 25: skor keseluruhan (2) Skala Sikap Model Guttman Skala sikap dengan model ini akan mendapat jawaban yang tegas, yakni ya atau tidak; benar-salah; pernah-tidak pernah; positif-negatif. Dalam ini hanya terdapat dua interval, yaitu setuju dan tidak setuju. Untuk pernyataan positif, jika setuju diberi skor 1 dan jika tidak setuju diberi skor 0. 10

Penilaian Sikap terhadap Berhemat Energi (Mengacu ke Teks Bumi) No. Pernyataan/Pertanyaan Jawaban 1. Penggunaan alat-alat di sekolah yang membutuhkan listrik, seperti lampu, tv, AC perlu dibatasi. 2. Pernahkah anda menegur teman yang tidak mematikan lampu di ruangan atau komputer di lab setelah digunakan? 3. Perlukah ada aturan yang keras di sekolah tentang hemat energi dan sanksi untuk pelanggarannya! 4. Apakah anda mau memberi contoh dalam sikap berhemat energi, baik di sekolah maupun di rumah? 4: skor maksimal setuju tidak setuju pernah tidak pernah perlu tidak perlu ya tidak (3) Skala Sikap dengan Rating Scale Berbeda dengan Model Guttmen, skala penilaian ini memberikan alternatif jawaban yang lebih luas pada siswa. Bukan hanya ya atau tidak. Datanya berupa angka kemudian ditafsirkan secara kualitatif. Rating scale ini lebih fleksibel dan dapat mengukur sikap maupun persepsi siswa terhadap fenomena secara lebih variatif. Penilaian Sikap terhadap Berhemat Energi (Mengacu ke Teks Bumi) No. Pernyataan/Pertanyaan Jawaban 1. Penggunaan alat-alat di sekolah yang membutuhkan listrik, seperti lampu, tv, AC perlu dibatasi. 2. Pernahkah anda menegur atau mengingatkan teman yang tidak mematikan lampu di ruangan atau komputer di lab setelah digunakan? 3. Perlukah ada aturan yang keras di sekolah tentang hemat energi dan sanksi untuk pelanggarannya! 4. Apakah anda mau memberi contoh dalam sikap berhemat energi, baik di sekolah maupun di rumah? harus dilakukan tanpa pandang bulu bisa dilakukan untuk saat-saat tertentu saja kadang-kadang saja dilakukan tidak perlu dilakukan selalu saya lakukan pada teman saya sering saya lakukan pada teman saya kadang-kadang saya lakukan tidak pernah saya lakukan perlu dan mendesak perlu tapi tidak mendesak saat ini belum perlu tidak perlu ada aturan mau walaupun tanpa disuruh mau seandainya disuruh ragu-ragu tidak mau 11

16: Skor maksimal Daftar Nilai No. Nama Pernyataan Total No. 1 No. 2 No. 3 No. 4 1. Agustinus 4 2 4 2 12 2. Timoti 3 3 2 2 10 3. Maria 1 2 3 4 10 4. Bambang S 2 3 4 2 11 N. 3) Wawancara Secara substansi, respon sikap siswa secara lisan melalui wawancara atau respon sikap siswa secara tulis melalui esai kasus atau skala sikap, sebenarnya sama. Yang membedakan antara keduanya adalah medium dan cara menjawab. Wawancara memiliki kelebihan khusus, yakni bisa kontak langsung dengan siswa sehingga guru dapat mengetahui situasi, kondisi, gesture, olah tubuh, keseriusan, dari siswa ketika menjawab. Selain itu, dari segi siswa, siswa juga bisa lebih leluasa dalam menjawab tentang objek sikap yang ditanyakan kepadanya. Kekurangan dari wawancara adalah waktu yang dibutuhkan lebih banyak. Apabila wawancara dilakukan pada siswa satu persatu sudah tentu akan memakan waktu lebih lama dibandingkan respon dengan model tulis. Dalam praktiknya, model wawancara biasa dilakukan hanya untuk mendalami siswa-siswa tertentu yang sikapnya ekstrem, seperti yang terlihat dari jawaban tertulis dalam esai kasus atau skala sikap. 4) Observasi Sikap siswa dan penerimaannya terhadap suatu nilai (value) dapat terlihat pada waktu siswa beraktivitas, baik yang diprogramkan guru sebagai tuntutan kompetensi dasar, maupun yang tidak diprogramkan. Dalam tes tindakan, siswa dituntut untuk memperlihatkan unjuk kerjanya dalam berbagai aktivitas seperti menggambar peta/tabel, presentasi, berpidato, bercerita, bermain drama, dsb. Dalam unjuk kerjanya itu, akan terlihat aspek afektif seperti kedisiplinan, kebersihan, ketelitian, keterbukaan, adil, kelancaran, keberanian, kerjasama, toleransi, kecermatan, inisiatif, kerapiahan, kesantunan, tanggungjawab, dsb. Aspek afektif ini dapat ikut diamati dan diukur terintegrasi dengan tes tindakan. 12

Observasi merupakan cara untuk mendapatkan data mengenai aspek afektif siswa secara langsung (live) ketika yang bersangkutan melakukan unjuk kerja (on the spot) melalui penggunaan pancaindera penglihatan dan pendengaran. Unjuk kerja siswa tersebut dapat dirancang guru secara sengaja dalam Kegiatan Belajar Mengajar atau yang muncul secara spontan, natural atau alami, di kelas atau di luar kelas. Untuk yang pertama, proses pengamatannya tentu dilakukan secara terstruktur dan untuk yang kedua proses pengamatannya dilakukan secara tidak terstruktur. Chatterji dalam Supratiknya (2012) menyebut cara yang pertama sebagai observasi terstruktur dan cara yang kedua sebagai observasi naturalistik. Observasi terstruktur terhadap perilaku afektif siswa yang muncul ketika melakukan unjuk kerja dapat dilakukan dengan bantuan Daftar cek maupun Skala penilaian. Daftar cek merupakan daftar indikator sifat yang muncul sebagai sasaran pengamatan. Indikator sifat itu harus diamati muncul tidaknya dalam unjuk kerja siswa. Berikut ini diberikan contoh (1) rubrik pengamatan dengan daftar cek untuk Keaktifan dalam diskusi, (2) rubrik pengamatan dengan daftar cek untuk kerjasama, tanggung jawab, keaktifan, dalam kerja kelompok mewawancarai narasumber dan membuat laporan, dan (3) rubrik pengamatan dengan skala penilaian untuk pidato. (1) Penilaian Keaktifan Siswa dalam Diskusi tentang Cerpen Nama Siswa: Agustinus No. Aspek Keaktifan Berilah tanda ( ) 1. Mengajukan masalah untuk dipecahkan dalam diskusi ya tidak 2. Menjawab pertanyaan teman dalam diskusi ya tidak 3. Memberikan sumbang saran dalam diskusi ya tidak 4. Meminta kejelasan pendapat atau pandangan dari teman ya tidak Daftar Nilai No. Nama Aspek Keaktifan Total Aspek 1 Aspek 2 Aspek 3 Aspek 4 1. Agustinus 1 1 1 0 3 2. Timoti 3. Maria 4. Bambang S N. 13

(2) Penilaian kerjasama, tanggung jawab, keaktifan, dalam kerja kelompok mewawancarai narasumber dan membuat laporan Berilah tanda cek ( ) pada aspek afektif yang muncul dari hasil pengamatan! No. Nama Aspek Afektif Total Kerjasama Tanggungjawab Keaktifan (3) Penilaian sikap Percaya diri dalam Pidato Aspek yang diamati dapat berupa: isi pidato (kognitif), penampilan (psikomotorik), suara (psikomotorik), dan sikap percaya diri (afektif). Aspek Skor Kriteria Amatan Isi Pidato 3 Memberikan pengantar ke tema pidato; Menguraikan 4 hal yang dikembangkan dari tema pidato; Menyampaikan kesimpulan pidato. 2 Satu bagian tidak tuntas atau lengkap disajikan. 1 Dua bagian tidak tuntas atau lengkap disajikan. Penampilan 3 Mimik wajah mendukung isi pidato; gerak tangan dan tubuh selaras dengan isi pidato; menguasai panggung. 2 Satu kriteria tidak tampak atau tidak maksimal 1 Dua kriteria tidak tampak atau tidak maksimal Suara 3 Suara jelas terdengar hingga barisan paling belakang; intonasi sesuai dengan ragam kalimat; pelafalan jelas untuk pengucapan vokal dan konsonan. 2 Satu kriteria tidak tampak atau tidak maksimal 1 Dua kriteria tidak tampak atau tidak maksimal 3 Berani tampil suka rela; berani mengungkapkan gagasan tanpa takut salah dari awal hingga akhir pidato. Percaya Diri 2 Berani tampil suka rela; berani mengungkapkan gagasan dari awal sampai akhir, namun terlihat ada 2 kali keraguan. 1 Berani tampil dengan dorongan guru; kurang berani mengungkapkan gagasan ditandai dengan adanya 3 kali atau lebih keraguan. Lembar Pengamatan No. Nama Aspek Amatan dalam Pidato Total Isi Pidato Penampilan Suara Percaya Diri 14

5) Observasi Naturalistik (Catatan Anekdotal) Dalam pengamatan naturalistik atau tidak terstruktur, guru sebagai pengamat mengamati perilaku siswa secara langsung dan saat itu juga. Perilaku yang muncul adalah perilaku alami yang tidak dikondisikan oleh guru. Selain itu, guru tidak secara eksplisit mempersiapkan daftar jenis tingkah laku yang akan diamati. Guru hanya menyiapkan lembar catatan anecdotal yang bisa digunakan untuk menulis kejadian-kejadian menonjol yang terjadi di kelas bahasa Indonesia yang melibatkan siswa. Catatan ini bermanfaat untuk merekam dan menilai perilaku siswa dari waktu ke waktu secara kualitatif dalam kelas bahasa Indonesia. Kejadian-kejadian menonjol yang dicatat dapat bersifat positif maupun negatif. No. Hari/Tanggal Nama Siswa Kejadian Positif/ Negatif Tindak Lanjut 7. Penutup Penilaian afektif adalah penilaian yang ditujukan untuk mengetahui seberapa banyak karakter anak berkembang sebagai hasil dari proses belajar mengajar di kelas. Penilaian afektif dalam hal ini sama pentingnya dengan penilaian kognitif dan psikomotorik. Untuk kepentingan penilaian itu, pengumpulan data afektif dapat dilakukan secara terintegrasi dengan penilaian kognitif dan psikomotorik, atau dilakukan secara sendiri (diskret). Instrumen penilaian yang dapat digunakan antara lain (1) esai kasus, (2) skala sikap, (3) wawancara, (4) observasi terstruktur, dan (5) observasi naturalistik. Kelima instrument ini dapat digunakan secara bervariatif untuk kepentingan memperoleh gambaran perilaku yang utuh dari seluruh siswa dalam aspek afektifnya. Semoga dengan memanfaatkan instrument-instrumen ini, aspek afektif bukan lagi ranah yang sulit untuk dinilai, atau tidak bisa dinilai, atau bahkan dianaktirikan, tetapi menjadi pemenuhan bagi potret siswa kita yang lengkap dari segi kognitif, psikomotorik, dan afektif. 15

Daftar Pustaka Basuki, Ismet. 2004. Asesmen Berbasis Kompetensi. Jawa Timur: Depdikbud Provinsi Jatim. Depdiknas. 2004. Pedoman Penilaian di Sekolah Dasar. Jakarta: Dikdasmen. Gronlund, Norman E. 1971. Measurement and Evaluation in Teaching. Second Edition. New York: The Macmillan Company. Krathwohl, D.R., Bloom, B.S., dan Masia, B.B. 1973. Taxonomy of Educational Objectives. The classification of educational goals. Handbook II: Affective Domain. New York: David MacKay. Kemendiknas. 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Kemendiknas. 2010. Buku Induk Pembangunan Karakter. Jakarta. Kemendiknas. 2010. Disain Induk Pendidikan Karakter. Jakarta. Pusat Kurikulum. 2009. Pengemabngan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta. Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Supratiknya, A. 2012. Penilaian Hasil Belajar dengan Teknik Nontes. Yogyakarta: Penerbit Universtas Sanata Dharma. Widharyanto, B. 2012. Ragam Teknik Penilaian dan Pengembangannya. Makalah diseminarkan. 16