BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016.

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA JAMBI

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

STATISTIK PEMUDA BLORA TAHUN 2015

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Laki-laki Perempuan Jumlah

DESKRIPSI KARAKTERISTIK PETANI, KETERDEDAHAN TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI PETANI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUNGURAN BARAT 2015

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. 5.1 Karakteristik Wilayah dan Sosial Ekonomi Masyarakat Letak dan Kondisi Geografis Lokasi Penelitian

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN

Statistik Daerah Kabupaten Bintan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Gorontalo, dan memiliki batas-batas administrasi sebagai berikut :

I PENDAHULUAN. Kambing perah peranakan etawah (PE) merupakan ternak dwiguna yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara

BAB V PROFIL RELAWAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

HUBUNGAN PERSEPSI PETERNAK TERHADAP SIFAT INOVASI KARPET KANDANG DENGAN LAJU ADOPSI PADA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

HASIL DAN PEMBAHASAN. pemerintahan dalam memberikan pelayanan publiknya wilayah ini dibagi kedalam

Tabel 9. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin. Jenis Kelamin Jumlah (orang) Presentase (%) Perempuan Laki-Laki

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. dari kantor Kabupaten Wonogiri sekitar 30 km.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Talaga Jaya memiliki 5 desa yang berada diwilayah

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam

PENDAHULUAN. bagi masyarakat peternak di Kabupaten Pandeglang. Usaha peternakan kerbau di

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kota Metro merupakan ibukota Kecamatan Metro Pusat. Kota Metro

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan. Desa Bumi Restu memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Peternak

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

BAB IV GAMBARAN UMUM

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Terdiri dari 18 Kecamatan, 191 Desa, dan 14 Kelurahan. Letak

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN LAPORAN PENELITIAN. Makmur Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, Indonesia. Desa Handil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

STATISTIK DAERAH. Kecamatan Sukajadi Kota Bandung Tahun 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG. Katalog BPS nomor :

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Pasar Hewan Ingon-Ingon Ciwareng. yang menjual ternak besar yang berlokasi di Jalan Kopi, Desa Ciwareng,

BAB IV HASIL PEMBAHASAN. Kota Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo, Kecamatan Kabila juga di lintasi

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN



V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SUKAJADI 2016 ISSN : - No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, padi dapat digantikan atau disubstitusi


STATISTIK DAERAH KECAMATAN LOBALAIN 2016

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

PENDAHULUAN Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Pada bagian hasil penelitan ini memuat deskripsi hasil penelitian meliputi

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Populasi dan Sampel

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Syarat Rumah Sehat secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

Sekapur Sirih. Martapura, 11 Agustus 2010 Kepala BPS OKU Timur, Ir. DJONI NIP

Persepsi Nelayan Tentang Profesi Nelayan Di Desa Sungai Selodang Kecamatan Sungai Mandau Kabupaten Siak Provinsi Riau. Oleh

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sulawesi barat. Kabupaten Mamuju memiliki luas Ha Secara administrasi,

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

V. GAMBARAN UMUM POTENSI WILAYAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

Sanggau, Agustus 2010 Kepala BPS Kabupaten Sanggau MUHAMMAD YANI, SE NIP

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN AKSESIBILITAS TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI CYBER EXTENSION

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Statistik Daerah Kabupaten Bintan

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1

BAB. IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Penengahan yang berpenduduk Jiwa pada Tahun Secara

BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH KAJIAN. di Kota Pekanbaru dan merupakan Kecamatan tertua di Kota Pekanbaru dengan

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Boalemo, Di lihat dari letak geografisnya, Kecamatan Wonosari berada antara Bujur 0 37' 39,8'' LU 127 2' 48,9'' BT Lintang sampai 0 35' 9'' LU 127 3' 47,8'' BT. Kecamatan dengan luas wilayah 442,40 km 2 ini berbatasan dengan Kecamatan Asparaga di sebelah utara, Kecamatan Paguyaman di sebelah timur, Kecamatan Paguyaman di sebelah Selatan serta Kecamatan Dulupi di sebelah barat. wilayah Kecamatan Wonosari merupakan perbukitan dan dataran. Dengan rata-rata ketinggian dari permukaan laut 58 m. Jika dilihat dari luas wilayahnya, maka desa yang memiliki luas terbesar adalah Makmur dan yang memiliki luas wilayah terkecil adalah Tanjung Harapan Kecamatan Wonosari terdiri dari 14 desa dan 2 UPT yaitu Mekar Jaya, Harapan, Suka Maju, Makmur, Sejahtera, Pangeya, Jatimulia, Tri Rukun, Raharja, Dinito, Suka Mulia, Sari Tani, Tanjung Harapan, Dulohupa, UPT SP1 dan UPT SP2 dengan ibukota kecamatan terletak di Makmur (BPS, 2012). Menurut Bagian Pemerintahan Kecamatan Wonosari, status pemerintahan desa-desa di Wonosari adalah desa. Jika dilihat dari status hukumnya maka semua desa di Wonosari sudah tergolong definitife.

Jumlah penduduk Kecamatan Wonosari tahun 2012 adalah 24.818 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki 12.877 jiwa dan penduduk perempuan 11.941 jiwa Kepadatan penduduk Wonosari pada tahun 2012 sebesar 55 jiwa per km 2. Desa yang paling padat penduduknya adalah Tanjung Harapan, yaitu 275 jiwa per km2, sedangkan yang terendah adalah SP1 yaitu 24 jiwa per km². Dari sisi ketenagakerjaan, sebagian besar penduduk Wonosari bekerja di sektor pertanian. Jumlah penduduk kecamatan Wonosari menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Wonosari Menurut Jenis Kelamin serta Sex Ratio Desa Laki-Laki Perempuan Sex Rasio (1) (2) (3) (4) 1. Mekar Jaya 721 637 113 2. Harapan 1.649 1.626 101 3. Suka Maju 988 979 101 4. Makmur 879 844 104 5. Sejahtera 856 779 110 6. Pangeya 678 628 108 7. Jati Mulia 852 801 106 8. Tri Rukun 481 448 107 9. Raharja 361 333 108 10. Dimito 1.006 925 109 11. Sukamulya 682 611 112 12. Saritani 1.108 955 116 13. Tanjung harapan 389 392 99 14. Dulohupa 451 407 111 15. SP 1 999 887 113 16. SP 2 777 689 113 Total 12.887 11.941 1.731 Sumber: BPS Boalemo, 2012

Dari Tabel 2. menunjukkan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih kecil (48%) daripada jumlah penduduk laki-laki (52%). Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dapat digunakan untuk mengetahui sex ratio di suatu wilayah. Angka sex ratio yang jauh dibawah 100 menunjukkan bahwa wilayah tersebut kekurangan penduduk perempuan. Adapun jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo, selisihnya adalah 4% lebih besar laki-laki daripada perempuan, dan perbandingan laki-laki dengan perempuannya adalah 1,08. Apabila dilihat dari sex ratio, mempunyai angka sex ratio sebesar 108, artinya bahwa setiap 108 orang penduduk laki-laki terdapat 100 orang penduduk perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga laki-laki untuk melaksanakan pembangunan, khususnya pertanian didaerah tersebut masih cukup memadai. B. Identitas Responden Identitas responden merupakan hal yang dapat menggambarkan keadaan responden. Identitas responden dalam penelitian ini terdiri dari umur, pendidikan jumlah kepemilikan ternak, jumlah tanggungan keluarga, dan pengalaman beternak. 1. Umur Pengukuran umur respenden yaitu umur responden pada saat dilakukan penelitian dengan satuan tahun. Berdasarkan hasil penelitian dari 100 peternak terlihat umurnya cukup beragam. Umur responden termuda yaitu 35 tahun dan tertua 49 tahun. Adapun umur responden disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Identitas Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Wonosari Kabupatan Boalemo Kelompok Umur (Tahun) Responden (Orang) Persentase (%) 25-35 36-45 46-55 67 32 1 67 32 1 Total 100 100 Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2013 Hasil penelitian ini diperoleh bahwa umur produktif responden sebesar 100%, hal ini menurut Suharno dkk., (2010) menyatakan bahwa umur produktif berkisar antara 16-65 tahun, sedangkan umur 65 tahun termasuk non produktif. Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas kerja seseorang terutama dalam kegiatan usaha ternak dan juga mempengaruhi seseorang dalam merespon sesuatu yang baru walaupun belum banyak mempunyai pengalaman. Seseorang dengan umur yang produktif biasanya memiliki semangat untuk mengetahui sesuatu yang baru. Begitupun dengan adanya suatu inovasi, seseorang dengan umur produktif akan lebih mudah menerima inovasi yang disampaikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Prabayanti (2010) yang menyatakan bahwa seseorang dengan umur produktif biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu tentang berbagai hal yang belum diketahui. Selain itu usia juga mempengaruhi kondisi fisik seseorang. Terkait dengan adanya inovasi, seseorang pada umur non-produktif akan cenderung sulit menerima inovasi.

2. Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola usaha tani. Pendidikan juga sangat erat kaitannya dengan petani dalam hal menerima suatu teknologi serta informasi yang diperoleh dari penyuluh untuk mengoptimalkan usaha tani yang dijalankan. Adapun tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Identitas responden menurut tingkat pendidikan di Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo. Pendidikan Responden Persentase (Orang) (%) Tidak tamat SD 33 33 SD/Sederajat 47 47 SMP/Sederajat 11 11 SMA/Sederajat 9 9 Total 100 100 Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2013 Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan pendidikan peternak sapi Bali relatif rendah dengan proporsi terbesar berpendidikan SD ( 47%), tidak tamat SD (33 %) sedangkan yang berpendidikan SMP (11%) dan SMA (9%). Terlihat bahwa kebanyakan peternak memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah. Petani dengan tingkat pendidikan yang rendah akan menyebabkan kemampuan dalam mengadopsi suatu teknologi akan terhambat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sihombing (2010), pendidikan formal merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola usaha tani. Respon petani dalam hal menerima teknologi untuk mengoptimalkan usaha ternak sangat erat dengan pendidikan formal.

3. Jumlah Kepemilikan Ternak pada Tabel 5. Identitas peternak berdasarkan jumlah kepemilikan ternak dapat dilihat Tabel 5. Identitas peternak menurut jumlah kepemilikan ternak di Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo. Jumlah Sapi Bali (Ekor) Jumlah (Orang) 1-5 5 5 6-10 87 87 11-15 8 8 Persentase (%) Total 100 100 Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2013. Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan adanya variasi jumlah ternak yang dimiliki oleh responden. Responden terbanyak dengan jumlah kepemilikan ternak 6-10 ekor dengan persentase 87% dan terendah dengan jumlah kepemilikan sapi 1-5 ekor dengan persentase 5%. Berdasarkan Tabel 5 bahwa tingkat kepemilikan ternak hubungan terhadap pendapatan peternak. Hal ini disebabkan karena dengan banyaknya ternak sapi yang dimiliki petani, keuntungan yang diperoleh akan semakin banyak (Ihsan, 2011). Dalam kondisi semacam ini beternak bukan saja dipandang sekedar mendatangkan keuntungan, melainkan juga sebagai tabungan dan kesukaan. Jadi beternak bukan semata-mata mengelola ternak sapi saja tapi juga mengusahakan jenis kegiatan pertanian lain seperti palawija dalam sebuah sistem pertanian terpadu dan terkait. Besar kecilnya skala usaha yang dimiliki oleh peternak akan mempengaruhi pendapatan yang akan diperoleh oleh peternak tersebut.

4. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah anggota keluarga merupakan jumlah anggota keluarga responden yang tinggal dalam satu rumah tangga Identitas Responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Identitas Responden menurut jumlah tanggungan keluarga di Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang) Responden (Orang) Persentase (%) 3-4 13 13 5-6 73 73 7-8 14 14 Total 100 100 Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2013. Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki oleh responden atau peternak di Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo. Sebagian besar peternak memiliki jumlah tanggungan keluarga 5-6 orang dengan persentase 73% dan peternak yang memiliki jumlah tanggungan keluarga terendah yaitu 3-4 orang dengan persentase 13%. Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi petani atau peternak dalam mengadopsi suatu teknologi. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekartawi (1986) dalam Aceh (2010) yang menyatakan bahwa petani yang memiliki jumlah tanggungan keluarga yang banyak akan lebih sulit dalam menerapkan teknologi baru karena biaya untuk mencukupi kebutuhan keluarga sangat tinggi, sehingga mereka sulit menerima resiko yang besar jika nantinya inovasi tersebut tidak berhasil.

1. Pengalaman Beternak Pengalaman beternak sapi potong merupakan peubah yang sangat berperan dalam menentukan keberhasilan peternak dalam meningkatkan pengembangan usaha ternak sapi dan sekaligus upaya peningkatan pendapatan peternak. Pengalaman beternak adalah guru yang baik, dengan pengalaman beternak sapi yang cukup peternak akan akan lebih cermat dalam dalam berusaha dan dapat memperbaiki kekurangan di masa lalu. Karakteristik pengalaman beternak sapi Bali di Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7. Identitas Responden berdasarkan pengalaman beternak Sapi Bali di Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo Pengalaman Beternak Jumlah (Orang) Persentase (%) 2-5 Tahun - - 6-9 Tahun 71 71 10-14 Tahun 29 29 Total 100 100 Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2013 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar peternak mempunyai pengalaman beternak antara 6 9 tahun yaitu (71%) dan 29 % mempunyai pengalaman beternak 10-14 tahun. Soeharsono dkk. (2010) mengemukakan bahwa semakin lama pengalaman peternak membudidayakan ternak sapi, memungkinkan mereka untuk lebih banyak belajar dari pengalaman, sehingga dapat dengan mudah menerima inovasi teknologi yang berkaitan dengan usaha ternak sapi menuju perubahan baik secara individu maupun kelompok.

C. Tahap-Tahap Adopsi Teknologi Inseminasi Buatan Pada Sapi Bali Tahap adopsi teknologi Inseminasi Buatan meliputi tahap sadar, tahap minat, tahap mencoba, tahap evaluasi, dan tahap menerapkan. Dengan tahap pertama yaitu petani pernah mendengar, tahu, dan mengenal tentang teknologi IB, tahap kedua yaitu petani mencari lebih lanjut informasi tentang teknologi IB, tahap ketiga yaitu petani menilai bahwa teknologi IB memberikan keuntungan ekonomis yang lebih, tahap keempat yaitu petani pernah mencoba teknologi IB dalam skala kecil, dan tahap kelima petani sudah menerapkan teknologi IB secara kontinyu. Tabel 8. Tahap Adopsi Teknologi Inseminasi Buatan pada Sapi Bali Kriteria Jumlah responden Persentase (Orang) (%) Tahap sadar 100 100 Tahap minat 100 100 Tahap evaluasi 100 100 Tahap mencoba 99 99 Tahap menerapkan 99 99 Sumber : Olahan Data Primer, 2013 Pada tabel 8 diketahui bahwa responden pada tahap sadar sebanyak 100%, hal ini diperoleh dari hasil penelitian bahwa para petani sudah mengetahui dan sadar akan manfaat dan keuntungan pada inseminasi buatan yakni dapat memperbaiki mutu genetik sapi dan nilai ekonomi. Tahap minat sebesar 100 %, hal ini didasarkan bahwa petani hanya terbatas mencari informasi pada penyuluh dan teman-teman petani yang pernah menerapkan Inseminasi Buatan, dan pada tahap mengevaluasi petani hanya banyak mempertimbangkan akan perlunya IB diterapkan.

Pada tahap mencoba dan menerapkan sebanyak 99 %. Para petani di Kecamatan Wonosari telah menerapkan inseminasi buatan (IB) sejak tahun 1991 dan dinyatakan berhasil. Adapun Petani yang masih menolak IB hanya 1 %, karena mempunyai pertimbangan bahwa biaya Inseminasi Buatan masih termasuk kategori mahal namun petani tersebut masih tetap berminat menerapkan Inseminasi Buatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Adjid (2001), bahwa kemudahan inovasi dapat dicoba oleh pengguna berkaitan dengan keterbatasan sumber daya yang ada. Inovasi yang dapat dicoba sedikit demi sedikit akan lebih cepat dipakai oleh pengguna daripada inovasi yang tidak dapat dicoba sedikit demi sedikit D. Tingkat Adopter Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan golongan adopter adopsi inovasi lb oleh peternak sapi Bali di Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Golongan Adopter Adopsi Inseminasi Buatan (IB) Sapi Bali Di Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo Golongan Adopter Jumlah (Orang) Persentase (%) Golongan Perintis - - Penerap Dini 19 19 Penerap Awal 80 80 Penerap Akhir - - Penolak 1 1 Total 100 100 Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2013

Golongan Penolak merupakan jumlah terendah yang hanya 1 orang dengan persentase 1 %. Jumlah golongan ini sangat rendah karena golongan ini berpendidikan rendah, tidak berwawasan luas sehingga keyakinan untuk mengadopsi teknologi IB tidak ada karena takut gagal. Golongan adopter penerap akhir merupakan golongan adopter yang mayoritas (Tabel 9) karena golongan ini yang paling mudah dipengaruhi, namun golongan ini selalu hati-hati terhadap inovasi dan takut gagal sehingga golongan ini cenderung menunggu dan melihat keberhasilan dari golongan adopter diatasnya yaitu penerap dini. Golongan ini dijadikan patokan karena karakteristik usahanya yang hampir sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasaputra (1994) yang mengemukakan bahwa, sifat dari golongan ini dimiliki oleh kebanyakan petani. Penerapan teknologi dapat dikatakan lebih lambat dari golongan diatas tetapi lebih mudah terpengaruh dalam hal teknologi baru lebih meyakinkan dalam meningkatkan usaha taninya. Yaitu lebih meningkatkan pendapatan dan dapat meningkatkan cara kerja dan cara hidupnya. Namun demikian mereka bersifat hati-hati dan takut gagal. Oleh karena itulah golongan ini baru mengikutinya setelah jelas adanya kenyataan-kenyataan yang memungkinkan.

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Terhadap Teknologi IB Pada Sapi Bali Untuk melihat Faktor-Faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi tekonologi IB oleh peternak sapi Bali di Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo dapat dilihat dari total jumlah pembobotan dari tiap-tiap Variabel dibawah ini : Tabel 10. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kecepatan proses Adopsi Teknologi IB di kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Adopsi Skor Jumlah (5) (3) (1) Sifat-Sifat Inovasi 204 135 14 353 Keputusan Inovasi 390 53 4 447 Saluran Komunikasi 246 92 20 358 Sifat-sifat sistem sosial 146 198 5 349 Intensitas Penyuluhan 228 101 21 350 Total (Bobot) 1214 579 64 1857 Rata-Rata 371 Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2013 Faktor-faktor yang mempengaruhi memiliki skor 371 terhadap tingkat adopsi petani Inseminasi Buatan dalam hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya keputusan inovasi dengan skor tertinggi yaitu 447. Hal ini disajikan dalam garis interval di bawah ini :

396,66 170 371 622,66 850 R S T Keterangan : R = Rendah S = Sedang T = Tinggi Gambar 2. Garis Kontinum Faktor-Faktor yang mempengaruhi Tingkat Adopsi terhadap Inseminasi Buatan (IB) Oleh Peternak Sapi Bali Di Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo. Berdasarkan hasil interpretasi pada garis interval bahwa tingkat adopsi masih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun teknologi IB sudah cukup banyak manfaat namun masih kurang diterapkan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor khususnya sifat sistem sosial. a. Sifat-Sifat Inovasi Suatu inovasi pasti memiliki sifat-sifat yang melekat dalam inovasi tersebut. Demikian juga dengan Inseminasi Buatan yang merupakan suatu inovasi bagi petani di Kecamatan Wonosari juga memiliki sifat-sifat yang melekat pada inovasi tersebut. Sifat inovasi dalam penelitian ini diukur dengan persepsi petani terhadap sifat inovasi teknologi IB. Persepsi petani terhadap sifat inovasi teknologi IB dapat diuraikan sebagai berikut: Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui sifat inovasi memiliki skor 353. Hal tersebut menunjukkan bahwa sifat inovasi signifikan untuk menentukan adopsi teknologi IB. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sifat inovasi berpengaruh terhadap adopsi teknologi IB di Kecamatan Wonosari kabupaten Boalemo. Sifat

inovasi dapat berpengaruh dalam teknologi IB karena adopsi IB memberikan keuntungan relatif bagi adopternya. Inovasi tersebut sesuai dengan kondisi petani dan lingkungan. Selain itu, teknologi IB mempunyai tingkat kerumitan yang rendah. Adopsi IB juga dapat dicobakan dalam skala kecil dan keteramatannya pun juga cukup tinggi. Petani yang telah menerapkan IB menganggap bahwa inovasi tersebut banyak keuntungan bagi petani baik secara teknis, ekonomis, maupun sosial-psikologis. Secara ekonomis Penggunaan IB dapat meningkatkan populasi ternak dan memperbaiki mutu genetik ternak meskipun secara teknis pelaksanaan IB cukup rumit dan memerlukan biaya yang yang cukup mahal. Semakin menguntungkan suatu inovasi bagi petani maka akan semakin mudah untuk diadopsi. Adopsi teknologi IB juga dianggap sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan ekonomi petani yang telah mengadopsi teknologi tersebut. Selain itu, inovasi tersebut juga dianggap tidak mencemari lingkungan sehingga sesuai dengan kondisi lingkungan. Lain halnya dengan petani yang tidak mengadopsi IB, mereka menganggap inovasi tersebut tidak begitu sesuai dengan kebutuhan petani karena dianggap terlalu nahal, sulit dilakukan dan merugikan. Semakin sesuai suatu inovasi, maka inovasi tersebut cenderung lebih cepat diadopsi. Oleh karena itu, kesesuaian inovasi berpengaruh terhadap adopsi IB. Semakin tidak rumit suatu inovasi maka akan cenderung lebih mudah untuk diadopsi. Inovasi yang sederhana lebih mudah diterapkan oleh calon adopternya. Petani yang telah mengadopsi menganggap bahwa IB bukanlah suatu inovasi yang rumit. Oleh karena itu, semakin tidak rumit suatu inovasi berpengaruh terhadap adopsinya. Dapat dicobanya IB oleh petani mempengaruhi diadopsinya teknologi tersebut.

Petani yang mengadopsi IB menilai bahwa inovasi tersebut dapat dicobakan oleh petani sebelum mereka benar-benar mengadopsi inovasi tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Adjid (2001), bahwa kemudahan inovasi dapat dicoba oleh pengguna berkaitan dengan keterbatasan sumber daya yang ada. Inovasi yang dapat dicoba sedikit demi sedikit akan lebih cepat dipakai oleh pengguna daripada inovasi yang tidak dapat dicoba sedikit demi sedikit. b. Tipe Keputusan Inovasi Berdasarkan hasil penelitian diketahui keputusan inovasi memiliki skor 447. Hal ini menunjukkan petani mengambil keputusan Banyaknya responden yang memutuskan untuk menerapkan Inseminasi Buatan sebanyak 99 responden atau 99% sedangkan sisanya yaitu sebanyak 1 responden atau 1% persen tidak menerapkan. Petani yang telah menerapkan adopsi IB pada umumnya telah menyadari bahwa IB memberikan keuntungan bagi petani. Sebaliknya, responden yang tidak menerapkan IB menganggap bahwa IB kurang efektif dan tidak praktis jika dibandingkan dengan kawin alami yang tidak memerlukan biaya mahal. Rogers (2003, menyebutkan ) adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara bertindak yang paling baik. Terkait dengan penelitian ini berarti adopsi yang dimaksudkan adalah keputusan petani untuk menggunakan Inseminasi Buatan.

c. Saluran Komunikasi Saluran komunikasi merupakan alat untuk menyampaikan suatu pesan. Frekuensi akses saluran komunikasi adalah frekuensi petani dalam mengakses saluran komunikasi untuk mendapatkan informasi mengenai teknologi IB baik melalui media interpersonal yang berupa penyuluhan pertanian atau perkumpulan kelompok tani maupun media massa yang terdiri dari koran, majalah, radio, televisi dan media massa lainnya dalam satu tahun. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa frekuensi akses saluran komunikasi dalam kategori cukup tinggi dengan skor 358 yaitu petani mengakses saluran komunikasi sebanyak 12 kali dalam satu tahun. Petani biasanya mengakses saluran komunikasi yang berupa saluran interpersonal seperti penyuluhan pertanian maupun perkumpulan kelompok tani. Kegiatan penyuluhan maupun perkumpulan kelompok tani merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh setiap kelompok tani. Penyuluhan maupun perkumpulan kelompok tani tersebut dilaksanakan setiap bulan sekali untuk menyampaikan pesan mengenai IB selain itu, biasanya membahas permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh petani sehingga ketika petani ingin mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan IB dapat ditanyakan dalam kegiatan tersebut. Walaupun demikian ada pula sebagian kecil yang mengakses saluran media massa. Media massa yang dimanfaatkan petani berupa koran, maupun majalah. Semakin sering petani mengakses saluran komunikasi untuk mendapatkan informasi mengenai IB maka pengetahuan petani mengenai inovasi tersebut akan semakin tinggi.

d. Sifat Sistem Sosial Sifat-sifat dari sistem masyarakat dimana para petani berada akan mempengaruhi tingkat kecepatan adopsi, suatu adopsi yang dianjurkan oleh para penyuluh kepada petani beserta keluarganya. Petani pada masyarakat tradisional dimana masih sangat terikat dengan nilai-nilai atau cara-cara lama pada umumnya akan lambat dalam mengadopsi suatu inovasi yang disuluhkan kepadanya. Sebaliknya, pada masyarakat modern inovasi akan lebih cepat diadopsi. Sifat lain dari sistem masyarakat yang berpengaruh terhadap kecepatan adopsi daintaranya, integritas komunikasi atau pola komunikasi. Orang-orang yang kosmopolit (memiliki hubungan luas dengan dunia luar) akan lebih cepat mengadopsi hal-hal baru dibandingkan dengan orang-orang yang lokalit. Berdasarkan tabel 9 sifat sistem sosial memiliki skor 349 hal ini menunjukkan bahwa dilihat dari sudut pandang, sarana dan prasarana sudah cukup baik. Dimana dalam mensosialisasikan teknologi IB harus ada keterlibatan pihak lain seperti tokoh masyarakat agar tidak mengalami hambatan. Hal ini mengingat penerapan IB berkaitan dengan berbagi aspek baik yang bersifat teknis maupun non teknis. Kendala yang bersifat keagamaan sosial keagamaan juga menjadi faktor penghambat yang sering kali dihadapi dalam kaitannya dengan proses adopsi. Banyak kalangan tokoh agaama meragukan boleh tidaknya teknologi tersebut diterapkan.

e. Intensitas Penyuluhan Intensitas penyuluhan merupakan frekuensi peternak dalam mengakses saluran komunikasi atau informasi mengenai teknologi yang dapat diterapkan dalam usaha ternak sapi potong. Intensitas penyuluhan terdiri dari intensitas penyuluhan interpersonal yaitu frekuensi peternak dalam mengikuti kegiatan penyuluhan serta perkumpulan kelompok tani serta penyuluhan media massa yang didapat oleh peternak melalui acara-acara peternakan melalui televisi. Beradsarkan Tabel 10 intensitas penyuluhan mempunyai skor 350, hal ini menunjukkan petani cukup aktif mengikuti penyuluhan baik melalui media massa maupun dari penyuluh langsung. Dengan penyuluhan yang diikuti oleh peternak baik penyuluhan interpersonal maupun media massa dapat menambah pengetahuan peternak sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi peternak untuk mengambil keputusan mengadopsi suatu teknologi yang disampaikan. Semakin sering peternak mengikuti penyuluhan maka pengetahuannya tentang teknologi yang disampaikan semakin meningkat dan akhirnya dapat mempengaruhi peternak mengadopsi teknologi tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Setyarini (2009), bahwa intensitas penyuluhan mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang.