BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, informasi menjadi bagian penting untuk seluruh segi kehidupan (Ridwan, 2011). Ketersediaan informasi menjadi bagian yang sangat penting dalam pengambilan keputusan. Setiap keputusan diambil atas berbagai pertimbangan-pertimbangan yang diperoleh dari informasi. Oleh karena itu, kualitas dari sebuah keputusan sangatlah bergantung kepada seberapa banyak informasi yang dapat diperoleh serta seberapa relevan dan andal informasi tersebut digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Salah satu bentuk informasi dalam bidang ekonomi adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan utama kepada pihak-pihak di luar korporasi. Laporan ini menampilkan sejarah perusahaan yang dikuantifikasi dalam nilai moneter (Kieso, 2015). Informasi dalam laporan keuangan disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja keuangan, dan perubahan posisi keuangan. Adanya laporan keuangan adalah untuk memenuhi kebutuhan akan informasi keuangan dari sebuah entitas. Laporan keuangan yang disajikan perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan. Di samping itu, banyak pihak yang memerlukan dan berkepentingan 1
2 terhadap laporan keuangan yang dibuat perusahaan, seperti investor, kreditor, pemerintah, maupun para supplier. Dalam kaitannya untuk dapat menghasilkan informasi keuangan yang berguna, diperlukan pemilihan metode akuntansi yang tepat, jumlah dan jenis informasi yang harus diungkapkan, serta format penyajian melibatkan penentuan alternatif mana yang menyediakan informasi paling bermanfaat untuk tujuan pengambilan keputusan (Kieso, 2015). Sehubungan dengan upaya penyusunan laporan keuangan yang baik, pemilihan dan penggunaan metode akuntansi yang tepat menjadi hal yang harus diperhatikan. Metode akuntansi yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis industri yang dijalankan oleh entitas tersebut. Perbedaan jenis industri dan skala kegiatan entitas menyebabkan pemilihan dan penggunaan metode akuntansi yang berbeda pula (Esti, 2013). Perbedaan penggunaan metode untuk perlakuan akuntansi entitas sangat mungkin terjadi, khususnya pada beberapa jenis industri yang unik dan memiliki karakteristik khusus. Letak kekhususan karakteristik industri tersebut bisa terjadi pada sisi perlakuan aset, pengelolaan komoditas entitas, struktur permodalan, atau lainnya. Industri perkebunan dan peternakan memiliki karakteristik khusus yang dapat membedakan dengan industri lainnya. Hal ini terbukti karena adanya aktivitas pengelolaan dan transformasi biologis atas tanaman dan hewan ternak untuk menghasilkan suatu produk yang akan dikelola lebih lanjut. Oleh karena itu, perusahaan yang bergerak dibidang agriculture harus mampu menyajikan
3 informasi yang lebih andal dan relevan dibandingkan dengan perusahaan yang bergerak dibidang lainnya yang diutamakan adalah pada pengukuran, penyajian, dan pengungkapan aset tetapnya yang berupa aset biologis. Indonesia tidak hanya mempunyai kekayaan di industri perkebunan saja, tetapi juga memiliki hewan yang berkembang biak. Hewan merupakan aset biologis yang dimiliki industri peternakan, sasaran populasi yang semakin tahun semakin meningkat menandakan bahwa semakin tingginya populasi hewan di Indonesia (Departemen Peternakan, 2013). Kelompok hewan yang masuk dalam klasifikasi aset biologis pada masa pertumbuhan dan perkembangannya mengalami laktasi, sedangkan dalam kelompok tumbuhan aset biologis mengalami transformasi. Maka, diperlukannya pertimbangan di mana dalam kedua klasifikasi aset biologis tersebut mengalami masa berbeda (Rukmalasari, 2012). Aset biologis mengalami transformasi pertumbuhan bahkan setelah aset biologis menghasilkan output. Transformasi biologis terdiri atas proses pertumbuhan, degenerasi, produksi, dan prokreasi yang menyebabkan perubahan secara kualitatif dan kuantitatif dalam kehidupan hewan dan tumbuhan tersebut. Aset biologis dapat menghasilkan aset baru yang terwujud dalam agricultural produce atau berupa tambahan aset biologis dalam kelas yang sama (Dandy, 2008). Perlakuan akuntansi mengenai aset biologis pada perusahaan agrikultur telah diatur dalam IAS 41 sesuai penyampaian dari Komite Standard Akuntansi
4 Internasional atau International Accounting Standard Committee (IASC). IAS 41 mengatur mengenai perlakuan akuntansi untuk aset biologis selama periode pertumbuhan, degenerasi, produksi, dan prokreasi, serta untuk pengukuran awal hasil pertanian pada titik panen, penyajian laporan keuangan, dan pengungkapan terkait dengan kegiatan pertanian yang tidak tercakup dalam standar lainnya (Ike, 2013). International Accounting Standard Committee (IASC) telah mempublikasikan dalam International Financial Reporting Standards (IFRS), perlakuan akuntansi bagi aset biologis yang diatur dalam International Accounting Standard 41 (IAS 41) yang melingkupi tentang akuntansi bagi sektor usaha agrikultur. Berbeda dengan IFRS, dalam PSAK belum diatur tentang perlakuan akuntansi bagi aset biologis secara spesifik, sehingga belum ada standar yang mengatur tentang bagaimana informasi mengenai aset biologis dapat menjadi informasi yang andal dan relevan dalam pengambilan keputusan bisnis. Malaysia bersikeras bahwa revisi IAS 41 agriculture yang sedang digodok oleh IASB sangat sulit diaplikasikan di industri perkebunan. Pernyataan ini diajukan Malaysia dalam rapat AOSSG dengan IASB. AOSSG yang merupakan kumpulan asosiasi penyusun standar akuntansi di Asia Oceania membantu menyuarakan kepentingan kawasan kepada IASB (Ersa, 2013). IAS 41 merupakan salah satu standar yang menjadi ganjalan di Malaysia, Indonesia, dan India dalam adopsi penuh IFRS. IAS 41 mewajibkan semua aset biologis diukur dengan nilai wajar dan selisihnya masuk ke laporan laba rugi. AOSSG mengusulkan untuk BBA (Bearer Biological Asset) sebaiknya diizinkan
5 menggunakan metode biaya, serupa dengan mesin pabrik yang diatur dalam IAS 16. BBA ini contohnya adalah pohon kelapa sawit atau pohon karet. IASB kemudian mengeluarkan exposure draft (ED) untuk merevisi IAS 41 dan IAS 16 pada bulan Juni 2013. Di dalam ED tersebut IASB juga mewajibkan aset biologis yang belum dipanen dan masih menempel pada BBA diukur dengan metode nilai wajar. Menurut Malaysia untuk aset biologis yang belum dipanen akan sangat sulit untuk menerapkan metode nilai wajar. Dengan demikian, penerapan IAS 41 pada perusahaan agrikultur seharusnya sangat diperlukan untuk menyajikan informasi yang lebih relevan dan informatif. Pada faktanya banyak perusahaan agrikultur di Indonesia yang belum menerapkan IAS 41 sebagai dasar perlakuan akuntansi mengenai aset biologisnya. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis perlakuan akuntansi, serta membandingkan perlakuan akuntansi perusahaan tersebut dengan standard akuntansi yang mengatur tentang aset biologis yaitu IAS 41. Berdasarkan uraian di atas, maka topik yang diangkat adalah Analisis Perlakuan Aset Biologis Pada Laporan Keuangan. 1.2 Identifikasi Masalah Informasi yang berguna bagi pemakainya adalah informasi yang memiliki empat karakteristik kualitatif pokok, yaitu: dapat dipahami, relevan, andal, dan dapat diperbandingkan. Dengan memenuhi empat karakteristik tersebut, maka laporan keuangan yang dimiliki perusahaan dapat terbebas dari penyimpangan. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:
6 1. Bagaimana perlakuan aset biologis pada perusahaan peternakan dan perkebunan. 2. Bagaimana perbandingan perlakuan akuntansi aset biologis pada perusahaan peternakan dan perkebunan sesudah maupun sebelum penerapan IAS 41. 3. Bagaimana kualitas informasi berkaitan dengan aset biologis berdasarkan perlakuan akuntansi yang diterapkan pada perusahaan peternakan dan perkebunan. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai: 1. Perlakuan akuntansi berupa aset biologis pada perusahaan peternakan dan perkebunan, 2. Perbandingan antara perlakuan akuntansi aset biologis pada perusahaan peternakan dan perkebunan sesudah maupun sebelum penerapan IAS 41. 3. Kualitas informasi berkaitan dengan aset biologis berdasarkan perlakuan akuntansi yang diterapkan pada perusahaan peternakan dan perkebunan 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak, antara lain: 1. Manfaat bagi penulis
7 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan baru di bidang akuntansi khususnya mengenai aset biologis dalam laporan keuangan. 2. Manfaat bagi perusahaan Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dan ilmu pengetahuan baru kepada perusahaan sebagai bahan masukan mengenai pengakuan dan pengukuran dalam aset biologisnya. 3. Manfaat bagi dunia akademik Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan bagi peneliti-peneliti di masa datang mengenai aset biologis dan menjadi sumber pengetahuan dalam bidang akuntansi. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data dan menjawab penelitian yang dilakukan, penelitian dilakukan di perusahaan peternakan dan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia menggunakan data yang diperoleh melalui situs Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id). Penelitian ini dilakukan pada September 2015 sampai dengan Desember 2015.