BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Kebutuhan akan tanah semakin hari semakin meningkat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

KAJIAN AGRARIA (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT.

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, sumber daya

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengantar Presiden - Ratas Tentang Reforma Agraria, Kantor Presiden Jakarta, 24 Agustus 2016 Rabu, 24 Agustus 2016

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

I. PENDAHULUAN. diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar

BAB I PENDAHULUAN. penghidupan masyarakat, bukan hanya aspek hubungan sosial-ekonomis, tetapi

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

Total Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN; A. Latar Belakang Masalah. Sebagaimana kita ketahui bersama, tanah merupakan kebutuhan dan

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

BAB VI PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN): LANDASAN HUKUM, KONSEPSI IDEAL DAN REALISASINYA DI KABUPATEN CIAMIS

Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan. Lukita Dinarsyah Tuwo

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara agraris yang kehidupan masyarakatnya

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN

BAB 1 SIKAP (ATTITUDE)

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang tidak seimbang. Dari ketidakseimbangan antara jumlah luas tanah

BAB I PENDAHULUAN. prasarana penunjang kehidupan manusia yang semakin meningkat. Tolak ukur kemajuan

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN. Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Pressindo, Jakarta, 2009, hlm Erwin Kallo, Panduan Hukum Untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun, Minerva Athena

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum. bermanfaat bagi seluruh masyarakat merupakan faktor penting yang harus

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Pembukuan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting

I. PENDAHULUAN. kegiatannya manusia selalu berhubungan dengan tanah. Sehubungan dengan hal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wiwit Khairunisa Pratiwi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menentukan bahwa: Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 merupakan peraturan dasar bagi pembentukan

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

BAB I PENDAHULUAN. petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dikenal sebagai Negara Agraris, bahwa tanah-tanah di

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan.

TINJAUAN HUKUM PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIS MELALUI AJUDIKASI BERDASARKAN PP NO. 24 TAHUN 1997 ANIKA SELAKA MURFINI/D ABSTRAK

21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

BAB I P E N D A H U L U AN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. 1 A. P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Madar Maju, Badung, 1998, hlm.6

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun

Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA

PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DAN IMPLIKASI HUKUMNYA

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka. Struktur Agraria

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat yang dilakukan di seluruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, ruang angkasa, dan segala kekayaan alam yang terkandung di

BAPPEDA Planning for a better Babel

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.

BAB I PENDAHULUAN. tanah dapat menimbulkan persengketaan yang dahsyat karena manusia-manusia

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidangbidang tanah yang sudah ada hak tertentu yang membebaninya (Sumarjono, 2009). Pendaftaran berasal dari kata Cadaster (Bahasa Belanda kadaster) yaitu istilah untuk record (rekaman), menunjukkan tentang luas, nilai dan kepemilikan atau lain lain atas hak terhadap suatu bidang tanah. Selain itu, pendaftaran berasal dari bahasa latin Capilastrum yang berarti suatu register atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi. Dalam artian yang tegas Cadaster adalah rekord (rekaman daripada lahan lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan hukum lainnya) (Purba, 2006) UUPA memberi pengertian pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 ayat (2) yaitu rangkaian kegiatan yang meliputi : 1.) Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah. 2.) Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak tersebut. 3.) Pembuktian surat surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktiaan yang kuat.

Kegiatan yang berupa pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah akan menghasilkan pula peta-peta pendaftaran tanah dan surat ukur. Di dalam peta pendaftaran tanah dan surat ukur akan diperoleh keterangan tentang letak, luas, dan batas-batas tanah yang bersangkutan, sedangkan kegiatan yang berupa pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak tersebut akan diperoleh keteranganketerangan tentang status tanahnya, beban-beban apa yang ada diatasnya, dan subyek dari haknya. Kegiatan terakhir dari pendaftaran tanah adalah pemberian surat bukti atas tanah yang lazim disebut dengan sertifikat. Sedangkan pengertian pendaftaran tanah menurut Pasal 1 angka 1 PP No. 24 Tahun 1997 adalah : Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang bidang tanah dan satuan satuan rumah susun termasuk pemberian surat bukti haknya bagi bidang bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak hak tertentu yang membebani (Santoso, 2008) Pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu yang ada di wilayah wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda bukti dan pemeliharaannya.

Pendaftaran tanah mengandung unsur unsur sebagai berikut : 1.) Dilakukan secara terus menerus Terus menerus dimaksudkan apabila sekali tanah itu didaftarkan maka setiap terjadi perubahan atas tanah maupun subyeknya harus diikuti dengan pendaftaran tanah. Boedi Harsono berpendapat bahwa kata terus menerus menunjuk kepada pelaksanaan kegiatan, yang sekali dimulai tidak akan ada akhirnya. Data yang sudah terkumpul dan tersedia selalu harus disesuaikan dengan perubahan perubahan yang kemudian, hingga tetap sesuai dengan keadaan yang terakhir. 2.) Pengumpulan Data Tanah Data yang dikumpulkan pada dasarnya meliputi 2 macam, yaitu : a. Data fisik, yaitu data mengenai letak tanahnya, batas batas tanahnya dan luasnya berapa serta, bangunan dan tanaman yang ada diatasnya. b. Data yuridis, yaitu mengenai nama hak atas tanah, siapa pemegang hak tersebut, serta peralihan dan pembebanannya jika ada. 3.) Tujuan tertentu Pendaftaran tanah diadakan untuk menjamin kepastian hukum (legal cadastre) dan kepastian hak atas sebagaiman tercantum dalam ketentuan Pasal 19 UUPA. Hal tersebut berbeda dengan pendaftaran tanah sebelum UUPA, yang bertujuan untuk dasar penarikan pajak (fiskal cadastre). 4.) Penerbitan alat bukti hak / sertifikat Sertifikat adalah surat tanda bukti hak, diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan, sesuai dengan data fisik yang ada dalam surat ukur dan data yuridis yang telah di daftar dalam buku tanah. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 sertifikat terdiri atas salinan buku tanah yang memuat data

yuridis dan surat ukur yang memuat data fisik hak yang bersangkutan, yang dijilid menjadi satu dalam suatu sampul dokumen. Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau pihak lain yang dikuasakan olehnya. Konsep agraria tidak hanya mencakup tanah atau pertanian saja, tetapi memiliki cakupan yang lebih luas dari itu. Konsep agraria juga merujuk pada berbagai hubungan antara manusia dengan sumber-sumber agraria serta hubungan antar manusia dalam rangka penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria (Sitorus,2002). Pengembangan dan penyederhanaan proses-proses pelayanan pertanahan terus dijalankan, dengan membangun terobosan-terobosan baru menjadi keniscayaan ketika menghadapi kenyataan bahwa masih ada 69% dari ± 85 juta bidang tanah yang belum teregalisasi. Jika menggunakan skema yang sudah dijalankan selama ini, maka perlu 110 tahun untuk dapat mensertifikatkan semua tanah diseluruh Indonesia. Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh Kepala. BPN berperan aktif didalam mensukseskan program PPAN (Program Pembaharuan Agraria Nasional) dan di dalam pembuatan sertifikat tanah untuk petani sehingga dapat meningkatkan hak tanah juga daya saing petani pedesaan. Paradigma pembangunan yang mengejar pertumbuhan telah membawa kondisi pertanian dan pedesaan Indonesia menjadi terpuruk. Padahal, pedesaan dan pertanian merupakan dua wilayah vital dalam pembangunan. Dimulai dari

bergulirnya revolusi hijau yang justru telah menggadaikan kemandirian dan kedaulatan para petani. Saat ini arah pembangunan masih diarahkan semata-mata pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan ekspor. Ujung-ujungnya, kondisi sosial ekonomi menjadi keropos dan negara tidak mampu memenuhi hak sebagian besar rakyatnya untuk hidup layak dan bermartabat (Sumardjono, 2009). Secara kategoris, subyek agraria dibedakan menjadi tiga yaitu komunitas (sebagai kesatuan dari unit-unit rumah tangga), pemerintah (sebagai representasi negara), dan swasta (private sector). Ketiga subyek agraria tersebut memiliki ikatan dengan sumber-sumber agraria melalui institusi penguasaan/pemilikan (tenure institution). Dalam hubungan-hubungan itu akan menimbulkan kepentingan-kepentingan social ekonomi masing-masing subjek berkenaan dengan penguasaan/pemilikan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria tersebut. Bentuk dari hubungan ini adalah hubungan sosial atau hubungan sosial agraria yang berpangkal pada akses (penguasaan, pemilikan, penggunaan) terhadap sumber agraria. Komunitas Sumber Agraria Swasta Pemerintah

Keterangan : : hubungan teknis agraria : hubungan sosio agraria Gbr 1. Lingkup Hubungan - Hubungan Agraria ( Sitorus, 2002 ) Makna Reforma Agraria adalah restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan, dan pemilikan sumber-sumber agraria, terutama tanah yang mampu menjamin keadilan dan keberlanjutan peningkatan kesejahteraan rakyat. Apabila makna ini di dekomposisikan, terdapat lima komponen mendasar di dalamnya, yaitu: 1) Resturukturisasi penguasaan aset tanah ke arah penciptaan struktur sosial ekonomi dan politik yang lebih berkeadilan (equity), 2) Sumber peningkatan kesejahteraan yang berbasis keagrariaan (welfare), 3) Penggunaan atau pemanfaatan tanah dan faktor-faktor produksi lainnya secara optimal (efficiency), 4) Keberlanjutan (sustainability), dan 5) Penyelesaian sengketa tanah (harmony). Berdasarkan makna Reforma Agraria di atas, dirumuskan tujuan Reforma Agraria sebagai berikut: 1) Menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah ke arah yang lebih adil, 2) Mengurangi kemiskinan, 3) Menciptakan lapangan kerja,

4) Memperbaiki akses rakyat kepada sumber-sumber ekonomi, terutama tanah, 5) Mengurangi sengketa dan konflik pertanahan, 6) Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup, dan 7) Meningkatkan ketahanan pangan. Badan Petanahan Nasional RI (2007) Inti dari reforma agraria adalah upaya politik sistematis untuk melakukan perubahan struktur penguasaan tanah dan perbaikan jaminan kepastian penguasaan tanah bagi rakyat yang memanfaatkan tanah dan kekayaan alam yang menyertainya, dan yang diikuti pula oleh perbaikan sistem produksi melalui penyediaan fasilitas teknis dan kredit pertanian, perbaikan metode bertani, hingga infrastruktur sosial lainnya. Adapun tujuan dari Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) adalah: 1) Menciptakan pemerataan hak atas tanah diantara para pemilik tanah. Ini dilakukan melalui usaha yang intensif yaitu dengan redistribusi tanah, untuk mengurangi perbedaan pendapatan antara petani besar dan kecil yang dapat merupakan usaha untuk memperbaiki persamaan diantara petani secara menyeluruh. 2) Untuk meningkatkan dan memperbaiki daya guna penggunaan lahan. Dengan ketersediaan lahan yang dimilikinya sendiri maka petani akan berupaya meningkatkan produktivitasnya terhadap lahan yang diperuntukkan untuk pertanian tersebut, kemudian secara langasung akan

mengurangi jumlah petani penggarap yang hanya mengandalkan sistem bagi hasil yang cenderung merugikan para petani. Tanah merupakan sumberdaya strategis yang memiliki nilai ekonomis. Saat ini, jumlah luasan tanah pertanian tiap tahun terus mengalami penurunan. Berkurangnya jumlah lahan pertanian ini merupakan akibat dari adanya peningkatan jumlah dan aktivitas penduduk serta aktivitas pembangunan. Hal tersebut mengakibatkan permintaan akan lahanpun meningkat. Pada akhirnya, terjadilah konversi lahan pertanian ke non-pertanian seperti perumahan, industri, dan lain sebagainya untuk memenjuhi permintaan yang ada. Konversi lahan yang terjadi tak lepas dari kepentingan berbagai pihak seperti pemerintah dan pihak swasta yang cenderung membawa dampak negatif terhadap lingkungan. Pembaruan agraria merupakan prasyarat utama bagi rakyat pedesaan yang selalu dalam posisi termarginalkan untuk melepaskan diri dari eksploitasi kekuatan ekonomi besar dan penindasan kekuasaan politik rezim yang dominan. Pembaruan agraria bertugas untuk menciptakan proses perombakan dan pembangunan kembali struktur sosial masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan, sehingga tercipta dasar pertanian yang sehat, terjaminnya kepastian pemilikan tanah bagi rakyat sebagai sumber daya kehidupan, terciptanya sistem kesejahteraan sosial dan jaminan sosial bagi rakyat pedesaan, serta penggunaan sumberdaya alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dengan demikian pembaruan agraria yang dicita-citakan harus menganut falsafah kedaulatan rakyat (Santoso,2008).

Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) mengingatkan pemerintah agar tidak sekadar merealisasikan PPAN tapi juga memberi dukungan modal dan pemberdayaan petani sehingga dapat produktif. Ketika PPAN digulirkan, maka pemerintah segera mem-back up dengan kebijakan penyediaan sarana pendukung pertanian seperti penyediaan pasar, akses permodalan, dan penguatan kelembagaan petani lewat koperasi. Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah pemerintah dan bertanggung jawab kepada presiden dan dipimpin oleh kepala (Sesuai dengan Perpres No. 10 Tahun 2006). Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral (Anonimus,2009). Menurut Badan Petanahan Nasional RI (2007) makna Reformasi agraria melalui Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) adalah restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan, dan pemilikan sumber-sumber agraria, terutama tanah yang mampu menjamin keadilan dan keberlanjutan peningkatan kesejahteraan rakyat. Apabila makna ini di dekomposisikan, terdapat lima komponen mendasar di dalamnya, yaitu: 1) Resturukturisasi penguasaan aset tanah ke arah penciptaan struktur sosialekonomi dan politik yang lebih berkeadilan (equity), 2) Sumber peningkatan kesejahteraan yang berbasis keagrariaan (welfare), 3) Penggunaan atau pemanfaatan tanah dan faktor-faktor produksi lainnya secara optimal (efficiency), 4) Keberlanjutan (sustainability), dan 5) Penyelesaian sengketa tanah (harmony).

Berdasarkan makna Reforma Agraria di atas, maka tujuan Reforma Agraria diantaranya adalah untuk menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah ke arah yang lebih adil, mengurangi kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, memperbaiki akses rakyat kepada sumber-sumber ekonomi, terutama tanah, mengurangi sengketa dan konflik pertanahan, memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup, dan meningkatkan ketahanan pangan. Untuk menunjang keberhasilan PPAN, maka tanah atau obyek PPAN harus tersedia dalam jumlah yang memadai dan dengan kualitas yang baik. Demikian pula jangka waktu penyediaan tanahnya tidak boleh terlalu lama, dengan cara yang sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sejalan dengan tahapan perencanaan yang telah ditentukan. Tanah-tanah obyek reforma agraria pada dasarnya adalah tanah negara yang menurut peraturan perundang-undangan dapat dijadikan sebagai obyek reforma agraria. Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, tanah-tanah yang dapat dijadikan sebagai obyek reforma agraria adalah : 1) Tanah yang haknya tidak diperpanjang atau tidak mungkin diperpanjang; 2) Tanah yang berasal dari pelepasan hak 3) Tanah hak yang pemegangnya melanggar ketentuan dan atau yang tidak sejalan dengan keputusan pemberian haknya; 4) Tanah obyek landreform; 5) Tanah bekas obyek landreform; 6) Tanah timbul; 7) Tanah bekas kawasan pertambangan

8) Tanah yang dihibahkan oleh Pemerintah untuk reforma agraria; 9) Tanah tukar menukar dari pemerintah; 10) Tanah yang diadakan oleh pemerintah untuk reforma agraria; 11) Tanah pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi; 12) Tanah yang sudah dilepaskan dari kawasan kehutanan menjadi tanah negara yang pemanfaatan tanahnya tidak sesuai dengan peruntukannya. Tanah-tanah obyek Reforma Agraria ini, tersebar baik di wilayah padat maupun kurang padat penduduk. Keberadaan tanah obyek Reforma Agraria dalam wilayah yang berpenduduk padat dipandang strategis dan diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan pertanahan seperti sengketa dan konflik pertanahan. Sengketa dan konflik pertanahan diperkirakan lebih terkonsentrasi di wilayah-wilayah yang berpenduduk padat. Sedangkan untuk wilayah berpenduduk kurang padat, tanah diperkirakan lebih tersedia dan lebih luas sehingga lebih dimungkinkan untuk melaksanakan restrukturisasi penguasaan dan penggunaannya. Untuk wilayah berpenduduk kurang padat, alternatif penyediaan tanah yang dapat dilaksanakan adalah tanah yang berasal dari kawasan hutan, tepatnya pada kawasan Hutan Produksi yang dapat di-konversi (HPKv). Pertimbangan penyediaan tanah dari kawasan Hutan Produksi yang dapat di-konversi ini antara lain adalah: 1) Menata penguasaan dan penggunaan tanahnya, sehingga fungsi ekosistem kawasan ini tetap terjaga, 2) Peruntukan penggunaan sebagai kawasan hutan produksi dapat lebih diefektifkan,

3) Peraturan perundang-undangan yang ada memungkinkan dilepaskannya tanah-tanah tersebut dari kawasan hutan, dan 4) Meminimalkan persinggungan dengan tanah-tanah yang telah dikuasai oleh masyarakat. Landasan Teori Reforma Agraria, yang dalam implementasinya disebut juga Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN), merupakan upaya bersama seluruh komponen bangsa dalam rangka menata kembali ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah menuju struktur yang lebih menjamin keadilan, keberlanjutan dan meningkatkan kesejahteraan, sesuai dengan prinsip tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat. PPAN merupakan suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia (Sumarjono, 2009). Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak terhadap objek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu, artinya tidak ada sikap tanpa objek. Sikap diarahkan kepada benda- benda, orang, peristiwa, pemandangan, lembaga, norma, dan lain- lain. Jika individu bersikap positif terhadap objek tertentu, maka ia akan cenderung membantu atau memuji atau mendukung objek tersebut, jika ia bersikap negatif, maka ia akan cenderung untuk mengganggu, atau menghukum atau merusak objek tersebut. (Soetarno,1989)

Definisi sikap antara lain sebagai berikut : 1) Berorientasi kepada respon Sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung (Unfavourable) pada suatu objek. 2) Berorientasi kepada kesiapan respon Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan caracara tertentu, apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Suatu pola perilaku, tendenasi atau kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan diri dari situasi sosial yang telah terkondisikan. 3) Berorientasi kepada skema triadik Sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya. Komponen atau Struktur Sikap, antara lain terdiri dari : 1) Komponen kognisi yang berhubungan dengan belief (kepercayaan atau keyakinan), ide, konsep, persepsi, stereotipe, opini yang dimiliki individu mengenai sesuatu. 2) Komponen Afeksi yang berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang, menyangkut perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. 3) Komponen Kognisi yang merupakan kecenderungan belum berperilaku. (Mar at,1984).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain: - Pengalaman pribadi - Kebudayaan - Orang lain yang dianggap penting (Significant Otjhers) - Media massa - Institusi / Lembaga Pendidikan dan Agama - Faktor Emosional Pengamatan terhadap indikator sikap sewaktu individu berkesempatan untuk mengungkap sikapnya. Dalam berbagai bentuk skala sikap yang umumnya harus dijawab dengan setuju atau tidak setuju. Prosedur penskalaan dengan metode likert didasari oleh dua asumsi, yaitu: 1) Setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai termasuk pertanyaan yang favorable atau pertanyaan yang tak favorable 2) Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap negatif. (Azwar,1995). Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif yang berhubungan dengan kepercayaan atau keyakinan, ide, konsep persepsi, opini yang dimiliki individu mengenai sesuatu, komponen afektif yang berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang menyangkut perasaan individu terhadap objek, sikap dan menyangkut masalah emosi serta bertingkah laku (Rahayuningsih, 2008).

Para petani dalam kemampuannya menerima pemberitahuan atau hal hal yang baru sifatnya tidak sama atau akan sangat tergantung kepada keadaan status sosial, ekonomi, psikologis serta tingkat pengetahuan dan pendidikannya. Petani yang berusia lanjut berumur sekitar lebih dari 50 tahun biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian pengertian yang dapat mengubah cara berfikir, cara bekerja dan cara hidupnya. Petani ini bersikap apatis terhadap adanya tekhnologi baru (Kartasapoetra,1991). Luas lahan pertanian akan dipengaruhi oleh skala usaha dan skala usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi atau tidaknya suatu peningkatan usaha pertanian ( Kartasapoetra, 1991). Hubungan antara nilai nilai individu dan sikapnya tidaklah sederhana. Dalam satu hal, sejauh mana berbagai sistem nilai individu membentuk perkembangan dan pengaturan sikap tampaknya merupakan fungsi dari keterpusatan nilai. Jika bagi seorang ini merupakan nilai sentral (pusat) maka sikap kelompok minoritas dapat bersifat sama nilainya dengan kelompok mayoritas (Krech dkk, 1996). Sikap sikap yang selaras dengan sikap sikap lain dalam suatu kumpulan seyogyanya relatif lebih mudah bergerak kearah yang selaras dibandingkan dengan sikap sikap yang tidak selaras dengan sikap sikap lain. Teori keseimbangan memperkirakan bahwa suatu sikap yang dalam keadaan yang tidak seimbang dengan sikap lain dalam suatu kumpulan akan bergerak cenderung menurut arah yang akan menyeimbangkan sistem tersebut (Krech dkk, 1996)

Kerangka Pemikiran Tanah mempunyai ciri khusus yang bersegi dua, yakni sebagai benda dan sumberdaya alam. Seperti halnya air dan udara, yang merupakan sumber daya alam karena tidak dapat diciptakan oleh manusia. Tanah menjadi benda bila telah diusahakan oleh manusia, misalnya menjadi tanah pertanian atau dapat pula dikembangkan menjadi tanah perkotaan. Pengembangannya dilakukan oleh pemerintah melalui penyediaan prasarana yang akan meningkatkan nilai tanah dan disadari bahwa tanah adalah benda yang dimiliki oleh masyarakat kerena di ciptakan melaui investasi dan keputusan masyarakat melalui pemerintah. Dalam implementasi program PPAN tersebut memunculkan sikap yang bervariasi sesuai apa yang dialami masing-masing petani di daerah penelitian terhadap program PPAN tersebut yang dipangaruhi oleh dorongan-dorongan dari dalam diri petani, baik faktor sosial seperti umur, tingkat pendidikan, dan faktor ekonomi seperti luas lahan pertanian yang dimiliki, dan total pendapatan keluarga. Dimana sikap petani terhadap program PPAN merupakan bentuk dari reaksi ataupun respon terhadap stimulus, yakni memunculkan dalam bentuk sikap positif atau negatif.

Secara skematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut: Program PPAN Petani Sikap Petani ---------- Faktor sosial: Umur Tingkat pendidikan Faktor Ekonomi: Luas Lahan Total Pendapatan Petani Postif Negatif Keterangan : : Menyatakan Hasil : Menyatakan Proses ---------- : Menyatakan Hubungan Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran, dapat diidentifikasikan beberapa hipotesis yang berhubungan dengan penelitian sebagai berikut : 1) Sikap petani sampel terhadap program PPAN adalah positif 2) Ada hubungan karakteristik sosial ( umur, tingkat pendidikan formal,) ekonomi ( luas lahan, dan total pendapatan keluarga) petani di daerah penelitian dengan program PPAN.