BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

Nilai Tukar Petani Kabupaten Ponorogo Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

ARAHAN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN KEGIATAN AGRIBISNIS DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh : NURUL KAMILIA L2D

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial-budaya, politik, maupun pertahanan dan keamanan negara. Sistem

KOMPONEN AGRIBISNIS. Rikky Herdiyansyah SP., MSc

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis

Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi nasional menitikberatkan pada pembanguan sektor

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

BAB I PENDAHULUAN. tanah dan sumber daya lainnnya sangat berpotensi dan mendukung kegiatan

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh yang sangat besar dalam perekonomian nasional.

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

penelitian ini. Data yang tersedia di Biro Pusat statistik yaitu tabel I-O tahun 1971, 1975, 1980 dan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor terbesar dalam hampir setiap ekonomi negara

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TANAMAN PANGAN BERBASIS AGRIBISNIS DI KECAMATAN TOROH, KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan ketahanan pangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Pemerintah melaksanakan perannya sebagai stimulator dan fasilitator yang mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi dan sosial para petani agar memberikan manfaat bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraannya. Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam perekonomian. Peranan pertanian antara lain adalah (1) menyediakan kebutuhan pangan yang diperlukan masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan, (2) menyediakan bahan baku industri, (3) sebagai pasar potensial bagi produk-produk yang dihasilkan oleh industri, (4) sumber tenaga kerja dan pembentukan modal yang diperlukan bagi pembangunan sektor lain, (5) sumber perolehan devisa (Kuznet, 1964 dalam Harianto, 2007), (6) mengurangi kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan, dan (7) menyumbang pembangunan perdesaan dan pelestarian lingkungan hidup. Walaupun cenderung menurun, sebagai implikasi normal dari proses transformasi struktural seiring dengan kemajuan pembangunan, peranan sektor pertanian dalam indikator fundamental ekonomi makro, seperti pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja atau tingkat pengangguran, inflasi dan neraca perdagangan masih tetap besar. Peranan sektor pertanian tidak saja berupa kontribusi langsung, tetapi juga melalui kontribusi tidak langsung melalui dampak pengganda (multiplier) berspektrum luas; keterkaitan input-output antar industri, konsumsi dan investasi. Sektor pertanian memperlihatkan kinerja pertumbuhan ekonomi yang menggembirakan. Selama 2005-2009, pertumbuhan PDB pertanian (diluar perikanan dan kehutanan) memperlihatkan kenaikan setiap tahunnya yaitu rata- 1

2 rata 3,57 persen. Meski di awal periode masih di bawah target, tetapi pertumbuhan PDB pertanian terus meningkat, bahkan di tahun 2008 berhasil melampaui target yang ditetapkan (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian di Indonesia Periode 2005-2009 Tahun Target (%) Capaian (%) 2005 3,20 2,50 2006 3,40 3,20 2007 3,60 3,40 2008 3,60 5,16 2009 3,80 3,57* Rata-rata 3,52 3,57 Keterangan : * angka sementara Sumber : Renstra Kementerian Pertanian, Tahun 2010 2014 Dari besarnya angka tenaga kerja, pertanian masih tetap menjadi sektor andalan mata pencaharian bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Jumlah tenaga kerja pertanian (pertanian, perikanan dan kehutanan) berada pada kisaran 40% dari angkatan kerja nasional dan cenderung terus meningkat setiap tahunnya selama periode 2005-2009 (Tabel 1.2). Tabel 1.2 Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Periode 2005-2009 Tahun Tenaga Kerja (Orang) Total Tenaga Pertanian** Non Pertanian Kerja (Orang) Pangsa Pertanian Terhadap Total (%) Tidak Bekerja (Orang) Angkatan Kerja Nasional (Orang) 2005 41.309.776 52.648.611 93.958.387 43,97 11.899.266 105.857.653 2006 40.136.242 55.320.693 95.456.935 42,05 10.932.000 106.388.935 2007 41.206.474 58.723.743 99.930.217 43,66 10.011.142 109.941.359 2008 41.331.706 61.221.044 102.552.750 40,30 9.394.515 111.947.265 2009* 43.029.493 61.455.951 104.485.444 41,18 9.258.964 113.744.408 Keterangan : * angka sementara (Feb 2009), ** mencakup pertanian, perikanan dan kehutanan Sumber : Renstra Kementrian Pertanian Tahun 2010 2014

3 Salah satu indikator tingkat kesejahteraan petani dan keadaan perekonomian pedesaan adalah nilai tukar petani (NTP) yang merupakan pengukur kemampuan tukar barang barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang dan jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumahtangga dan kebutuhan dalam memproduksi hasil pertanian. NTP diperoleh dari persentase rasio indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB). Kinerja Nilai Tukar Petani (NTP) selama tahun 2005-2009 memperlihatkan kecenderungan tren yang cenderung meningkat. Grafik 1.1 menunjukkan bahwa NTP meningkat mendekati 100 selama tahun 2005-2006, sama dengan 100 pada tahun 2007 dan lebih dari 100 pada tahun 2008-2009, nilai NTP yang lebih dari 100 menunjukkan bahwa yang didapatkan petani masih lebih besar dari yang dibelanjakan. 102 Nilai Tukar Petani (NTP) 100 98 96 94 92 90 88 2005 2006 2007 2008 2009 NTP 93,5 95,73 100 100,16 101,2 Sumber : Renstra Kementrian Pertanian Tahun 2010-2014 Gambar 1.1 Grafik Nilai Tukar Petani (NTP) di Indonesia Periode 2005-2009 Jika diamati dengan seksama, peningkatan produksi pertanian yang tercatat dalam statistik cukup respectable, dengan kata lain upaya peningkatan produksi cukup berhasil. Hanya saja peningkatan produksi tidak selalu diikuti dengan peningkatan pendapatan petaninya. Bahkan ada kecendrungan pendapatan petani semakin menurun yang ditunjukkan oleh term of trade (TOT), jika dibandingkan

4 dengan peningkatan produk industrinya. Karena itu konsep atau paradigma pembangunan pertanian yang hanya meningkatkan produksi tanpa meningkatkan pendapatan petaninya perlu dikoreksi, karena itu pula perlu dikembangkan paradigma baru azas pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan sekaligus masyarakat Indonesia. Paradigma baru itu adalah pendekatan agribisnis (Saragih, 2004). Agribisnis sering diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Konsep agribisnis sebenarnya adalah suatu konsep yang utuh dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lainnya yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas (Arsyad et al, 1985). Pembangunan pertanian melalui kegiatan agribisnis, terutama dalam kaitannya dengan perbaikan struktur ekonomi masyarakat pasca krisis ekonomi sudah saatnya diimplementasikan dalam kegiatan riil di tingkat petani maupun pelaku agribisnis lainnya secara komprehensif. Hal ini cukup beralasan mengingat bahwa selama krisis ekonomi beberapa waktu lalu, sektor pertanian khususnya kegiatan agribisnis telah mampu bertahan dengan pertumbuhan yang positif, namun demikian kondisi pertumbuhan yang positif tersebut belum diikuti oleh perbaikan ekonomi bagi pelaku agribisnis di dalamnya maupun pelaku kegiatan pertanian secara keseluruhan, nilai tukar petani yang terkait dengan beberapa komoditas yang dihasilkan tetap berada pada tingkat harga yang rendah (Saragih, 1995; Sapuan, 1996). Petani Indonesia pada umumnya tidak memiliki modal besar. Dengan usahatani berskala kecil dan subsisten, akses petani terhadap sumber permodalan menjadi terbatas. Kondisi ini ditambah dengan petani kurang memiliki fasilitas penyimpanan hasil pasca panen, sementara produk pertanian bersifat mudah rusak. Akibatnya banyak petani terlibat ke dalam sistem ijon dan/atau tengkulak. Meskipun hasil survei statistik menghasilkan perhitungan NTP di atas 100,

5 dimana artinya penerimaan lebih besar dari pembelanjaan, tetapi nilai NTP saat ini masih sangat kecil untuk menyatakan bahwa kesejahteraan petani sudah baik. Sektor pertanian masih dihadapkan pada berbagai permasalahan fundamental antara lain : (1) keterbatasan dan penurunan kapasitas sumber daya alam pertanian, (2) sistem alih teknologi yang masih lemah dan kurang tepat sasaran, (3) keterbatasan aksesibilitas terhadap layanan usaha, terutama permodalan, (4) rantai tata niaga yang panjang dan sistem pemasaran yang belum adil, (5) sistem pertanian yang belum mampu memberikan kesempatan berkembangnya potensi diri petani, (6) kelembagaan dan posisi tawar petani yang masih rendah, (7) koordinasi antar lembaga terkait dan birokrasi yang masih lemah, dan (8) kebijakan ekonomi makro yang belum berpihak kepada sektor pertanian 1. Pembuat kebijakan di tingkat makro belum sepenuhnya menjabarkan arti dari pertumbuhan ekonomi sektor pertanian yang positif tersebut dalam bentuk tindakan riil yang memberikan perubahan positif bagi para pelaku kegiatan usaha pertanian di tingkat produsen. Pertumbuhan positif sektor pertanian yang cukup dibanggakan oleh para petinggi di sektor pertanian belum menjadi kebanggaan nyata di tingkat petani. Tingkat kesejahteraan petani terus menurun sejalan dengan persoalan-persoalan klasik di dalamnya, sekaligus menjadi bagian dan dilema dari sebuah kegiatan agribisnis di tingkat produsen pertanian. Tingkat keuntungan lebih banyak dinikmati oleh para pedagang dan pelaku agribisnis lainnya di hilir (Arifin, 2001; Sumodiningrat, 2000). Pemasaran hasil sebagai faktor penentu keberhasilan sebuah usaha masih menjadi kendala utama bagi petani kita. Posisi petani dalam rantai tata niaga (pemasaran) sangat lemah. Beberapa sebab yang menjadikan lemahnya posisi petani dalam rantai tata niaga adalah : 1. Market share (pangsa pasar) petani relatif terbatas, sehingga petani hanya akan bertindak sebagai penerima harga, bukan penentu harga. 1 Revitalisasi Pertanian, Pembangunan Agribisnis dan Pengurangan Kemiskinan, Bab III. Analisis Arah dan Kebijakan Makro Pembangunan Pertanian

6 2. Komoditas yang dihasilkan umumnya cepat rusak, sehingga mengharuskan untuk menjualnya secepat mungkin. 3. Lokasi produksi yang relatif terpencil sehingga kesulitan akses transportasi pengangkutan hasil produksi. 4. Kurangnya informasi harga, kualitas dan kuantitas yang diinginkan oleh konsumen, sehingga membuat petani dengan mudah diperdaya oleh lembaga-lembaga pemasaran yang berhubungan langsung dengan petani. 5. Kebijakan pemerintah masih jauh dari menguntungkan petani. Kebijakankebijakan yang ada lebih menguntungkan mereka-mereka yang terlibat dalam rantai tata niaga ketimbang petani. Dan faktor kelima inilah yang selalu dipandang menjadi biang keladi miskinnya kaum tani. Pemasaran komoditi agribisnis pada umumnya masih banyak ditentukan oleh peran pihak pelaku pemasaran di tingkat hilir seperti pedagang pengumpul dan pedagang besar (bandar), sehingga peran petani (produsen) dalam proses pemasaran hasil belum terlihat jelas, kecuali pada para petani dengan status ganda dan petani dengan skala usaha yang besar. Dengan keadaan seperti ini kapasitas petani dalam proses penentuan harga masih relatif kecil. Pola pemasaran konvensional yang dilakukan petani menyebabkan tingkat harga yang diterima oleh petani pada umumnya relatif lebih kecil dibandingkan dengan harga yang diterima oleh pedagang. Keuntungan yang diterima oleh petani dari kegiatan usahataninya juga relatif kecil, sementara konsumen harus membayar lebih mahal dari harga yang selayaknya ditawarkan, hal ini sebagai akibat dari terjadinya biaya pemasaran yang tinggi dari petani hingga sampai kepada konsumen akhir. Kenyataan lain menunjukkan bahwa disamping lemahnya posisi tawar (bargaining position) petani dalam pemasaran juga semakin maraknya produk-produk pesaing khususnya produk import di pasar yang sama dalam negeri. Pemerintah telah berupaya untuk menangani permasalahan tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pemasaran dan meningkatkan nilai tambah petani dan produk agribisnis, yang terkait dengan

7 pembangunan agribisnis dan peningkatan kesejahteraan pertanian adalah mengembangkan infrastruktur pemasaran antara lain dengan mengembangkan lembaga-lembaga pemasaran seperti Terminal Agribisnis (TA), Pasar Lelang dan Sub Terminal Agribisnis (STA). Sub Terminal Agribisnis (STA), merupakan salah satu upaya untuk menanggulangi kurangnya akses pasar dan memperbaiki posisi tawar petani. Keberadaan STA ini dikonsepsikan dekat dengan produsen dalam rangka mendekatkan pelayanan pemasaran formal ke petani dan kelompok tani sehingga petani lebih memiliki akses ke pasar penjualan hasil dan tujuan membantu petani meningkatkan nilai tawar petani (bargaining position) dapat terwujud. Pengelolaan STA tidak hanya sebagai tempat pelelangan produk agribisnis tetapi juga sebagai tempat pelayanan berbagai kepentingan pelaku agribisnis (petani, pengolah dan pedagang). 1.2 Perumusan Masalah Salah satu STA yang dibangun sebagai sarana dan prasarana serta kelembagaan pasar yang dapat memperlancar distribusi pemasaran komoditi pertanian adalah STA Kota Payakumbuh. STA Kota Payakumbuh berdiri pada tanggal 27 September 2004 dan berlokasi di Kelurahan Koto Panjang Lampasi Kecamatan Payakumbuh Utara. Ide untuk mendirikan STA ini berawal dari kurang lancarnya distribusi pemasaran hasil pertanian petani di Kota Payakumbuh. Peningkatan produksi tidak diikuti dengan peningkatan pasar, pada saat produksi melimpah banyak petani yang merugi karena hasil panennya harus dijual dengan harga murah bahkan sampai dibuang karena busuk. Dengan didirikannya Terminal Agribisnis (TA) di Batam dan Dumai, terbuka peluang pasar di Kota Payakumbuh. Modal awal pembangunan STA ini berasal dari pinjaman modal dari Dana Revolving Pemerintah Kota Payakumbuh. Sementara itu komoditi pertanian di STA ini berasal dari beberapa kelompok tani pemasok yang berada di sekitar daerah Kelurahan Koto Panjang Lampasi, kelompok tani pemasok terus

8 bertambah yang berasal dari daerah-daerah di luar Kelurahan Koto Panjang Lampasi serta dari Kabupaten 50 Kota. Disamping STA Kota Payakumbuh juga terdapat 5 (lima) STA sebagai kios penampungan STA kecamatan yang merupakan tempat penampungan sementara di kecamatan yaitu STA Baliak Mayang, STA Koto Saiyo, STA Koba Jaya, STA Tanjung Dama dan STA Tunas Baru. Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan lembaga pemasaran yang memerankan fungsi Business Leader bagi pelaksanaan manajamen rantai pasokan sehingga produk petani dapat didistribusikan ke sentra konsumen secara efisien. Aktifitas STA adalah memberikan pelayanan pemasaran dan peningkatan nilai tambah produk kepada Petani / Kelompok Tani / Gabungan Kelompok Tani / Asosiasi Petani maupun pelaku usaha lainnya, agar dapat membantu peningkatan nilai tambah maka STA harus dilengkapi dengan berbagai sarana pemasaran seperti alat grading, packaging house, sarana informasi, informasi pasar, outlet tempat transaksi dan sarana lainnya. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas maka dirumuskan permasalahan pokoknya adalah : 1. Bagaimana perbedaan pendapatan petani yang memasarkan hasil pertaniannya ke Sub Terminal Agribisnis (STA) dengan petani yang memasarkan hasil panennya ke selain Sub Terminal Agribisnis (STA) di Kota Payakumbuh. 2. Apakah pembangunan Sub Terminal Agribisnis (STA) mampu memecahkan persoalan pemasaran produk-produk pertanian di Kota Payakumbuh. 1.3 Ruang Lingkup / Batasan Masalah Ruang lingkup penelitian ini adalah melihat perbedaan pendapatan petani yang memasarkan hasil pertaniannya ke Sub Terminal Agribisnis (STA) dengan petani yang memasarkan hasil pertaniannya ke selain Sub Terminal Agribisnis (STA) di Kota Payakumbuh.

9 Di Kota Payakumbuh terdapat 5 (lima) Sub Terminal Agribisnis (STA), tapi dalam penelitian ini hanya diambil 2 (dua) STA yaitu STA Baliak Mayang dan STA Koto Saiyo karena 2 (dua) STA tersebut yang sampai sekarang masih berjalan dengan baik dan dijadikan sebagai STA percontohan di Kota Payakumbuh. Dalam penelitian ini komoditi yang diteliti adalah mentimun karena dilihat dari produksi mentimun pada tahun 2009 di STA Baliak Mayang dan STA Koto Saiyo yang lebih tinggi dari komoditi lainnya, hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2009 lebih banyak petani yang menanam mentimun. Penerimaan petani yang diukur adalah penerimaan petani dalam satu musim tanam mentimun yaitu sekitar 3-4 bulan. Idealnya pengukuran penerimaan petani adalah minimal selama 1 tahun atau 3 kali musim tanam, tetapi karena keterbatasan waktu, data yang diambil hanya selama 1 kali musim tanam. Responden adalah petani yang menanam mentimun pada periode bulan Juni 2009 sampai dengan Juni 2010 dan memasarkan hasil mentimunnya ke Sub Terminal Agribisnis (STA) Baliak Mayang atau STA Koto Saiyo. Sebagai pembanding adalah petani yang menanam mentimun pada periode tersebut tetapi bukan merupakan anggota atau mitra STA dan memasarkan hasil mentimunnya ke selain Sub Terminal Agribisnis (STA). 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis perbedaan pendapatan petani yang memasarkan hasil pertaniannya ke Sub Terminal Agribisnis (STA) dengan petani yang memasarkan hasil pertaniannya ke selain Sub Terminal Agribisnis (STA) di Kota Payakumbuh. 2. Menganalisis pelaksanaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memecahkan persoalan pemasaran produk pertanian di Kota Payakumbuh.

10 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu analisis yang dapat bermanfaat untuk : 1. Memberikan informasi dan masukan kepada Pemerintah Daerah Kota Payakumbuh dalam merancang kebijakan yang berhubungan dengan pengembangan Sub Terminal Agribisnis (STA) di Kota Payakumbuh. 2. Dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penulisan yang berkaitan dengan pengembangan Sub Terminal Agribisnis (STA). 1.6 Sistematika Penulisan Bab 1 : Pendahuluan Terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup/batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 : Kerangka Pemikiran Analitis Terdiri dari kerangka teoritis, tinjauan pustaka, kerangka berpikir pemecahan masalah dan perumusan hipotesis. Bab 3 : Metode Penelitian Terdiri dari pendekatan penelitian, spesifikasi model, jenis dan sumber data, penentuan variabel dan definisi operasional variabel, metode penentuan lokasi, populasi dan sampel, teknik pengumpulan dan pengolahan data dan metode analisis data. Bab 4 : Gambaran Umum Sub Terminal Agribisnis (STA) di Kota Payakumbuh Bab 5 : Hasil dan Pembahasan Berisi hasil temuan dan menganalisis hasil temuan penelitian tersebut. Bab 6 : Penutup Terdiri dari poin-poin hasil pembahasan dan saran berupa rekomendasi kebijakan.