I.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES ASIMILASI PERNIKAHAN JAWA DAN MINANGKABAU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dalam hidupnya. Kebutuhan akan komunikasi diawali dengan asumsi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. persahabatan, pertemanan, perkumpulan dan juga perkawinan. Komunikasi. orang lain, sekecil apapun perbedaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. mencari dan menemukan pasangan hidup yang akhirnya akan. (Huvigurst dalam Hurlock, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. hidup sendirian. Perwujudan manusia sebagai mahluk sosial nampak dalam

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan sangat mendasar dalam proses belajar manusia. Manusia dibesarkan, diasuh

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi antarpersonalnya menjadi berbeda satu dengan yang lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sugeng Pramono Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB II URAIAN TEORITIS. adalah Samovar, dkk yang mengatakan bahwa komunikasi merupakan proses dinamis

BAB I PENDAHULUAN. bantuan dari sesama di sekitarnya, dan untuk memudahkan proses interaksi manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Manusia adalah makhluk hidup yang dapat dilihat dari dua sisi,

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan antar budaya telah menjadi fenomena dalam masyarakat modern, dengan WNA dari budaya barat (Sabon, 2005).

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UMB IRA PURWITASARI S.SOS KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang. melahirkan satu sudut pandang dan pola pikir tersendiri pada masyarakatnya,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejak tahun 1920, dunia mengalami economic boom, yakni sebuah

Sebagai ilustrasi, orang Batak dan Sunda beranggapan bahwa mereka halus dan. sopan sedangkan orang Batak kasar, nekad, suka berbicara keras, pemberang

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan meningkatnya ketergantungan ekonomi,

BAB II LANDASAN TEORI

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan. untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal

BAB II. umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf. dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang

BAB I PENDAHULUAN. berlaku dalam masyarakat suku bangsanya sendiri-sendiri. Kondisi ini

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UMB IRA PURWITASARI S.SOS KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri. Berpikir kritis berarti melihat secara skeptikal terhadap apa yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda budaya. Bahasa Indonesia bukanlah bahasa pidgin dan bukan juga bahasa

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunjukkan oleh manusia lain sebagai pelaku komunikasi. berupa ekspresi, gerak tubuh, maupun simbol simbol tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. pikiran negative yang dapat memicu lahir konflik(meteray, 2012:1).

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya interaksi sosial disebabkan interkomunikasi. pengirim, dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan. keanekaragaman budaya, suku dan agama. Hal ini terjadi sejak jaman

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Nilai..., Dian Rahmi Iskandar, F.PSI UI, 2008

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia, sesuatu yang sangat unik, yang tidak dimiliki oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. muka atau melalui media lain (tulisan, oral dan visual). akan terselenggara dengan baik melalui komunikasi interpersonal.

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB IV PENUTUP. remaja etnis Jawa di Pasar Kliwon Solo, sejauh ini telah berjalan baik,

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya sebagai sarana untuk bersosialisasi.

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. interaksi manusia antara lain imitasi, sugesti, simpati, identifikasi, dan empati.

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. lain dalam kelompok (Bungin, 2006:43). Komunikasi yang terjalin dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi antarbudaya dengan baik. kemampuan komunikasi antarbudaya (Samovar dan Porter, 2010: 360).

BAB I PENDAHULUAN. ciri khas dari Indonesia. Kemajemukan bangsa Indonesia termasuk dalam hal. konflik apabila tidak dikelola secara bijaksana.

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang

Budaya dan Komunikasi 1

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyaknya suku bangsa di Indonesia yang mendiami berbagai pulau yang ada.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Politik Identitas. Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1.1 Peserta Program Student Exchange Asal Jepang Tahun (In Bound) No. Tahun Universitas Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. Saat globalisasi dan pasar bebas mulai merambah Indonesia, terjadilah

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. pasangan yang diinginkan menjadi bermacam-macam sesuai pandangan ideal

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar dan majemuk yang terdiri dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang lain dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai alat untuk mempersatukan manusia-manusia yang jika tidak berkomunikasi maka akan terisolasi. Pesan-pesan itu mengemuka lewat perilaku-perilaku manusia. Bila seseorang memperhatikan perilaku kita dan memberi pemaknaan terhadap perilaku kita, maka komunikasi telah terjadi meskipun kita tidak menyadari perilaku kita tersebut. Setiap perilaku manusia memiliki potensi komunikasi. Hubungan antara individu dan kebudayaan saling mempengaruhi dan saling menentukan. Kebudayaan diciptakan dan dipertahankan melalui aktivitas komunikasi para individu anggotanya. Perilaku mereka secara bersama-sama menciptakan kebudayaan yang mengikat dan harus dipatuhi oleh individu agar dapat menjadi bagian dari kebudayaan (Djuarsa, 2007: 342). Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa kita tidak dapat hidup jika tidak berkomunikasi/ berinteraksi dengan orang lain. Budaya berkaitan dengan cara manusia hidup. Manusia berpikir dan bertindak sesuai dengan pola budaya yang telah melekat pada dirinya. Budaya menampakkan diri dalam setiap pola bahasa, bentuk-bentuk kegiatan, dan perilaku yang memungkinkan setiap inidvidu di dalamnya bertindak dan berkomunikasi sesuai dengan pola budaya yang dianut. Budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan

karena seluruh perilaku seseorang sangat bergantung pada budaya tempat ia dibesarkan. Budaya merupakan landasan komunikasi. Semakin beraneka ragam budaya, maka semakin beraneka ragam pula praktik komunikasi. Komunikasi dan budaya seperti dua sisi mata uang, dimana budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi dan komunikasi juga turut menentukan, mengembangkan, dan mewariskan suatu budaya (Andriani, 2009: 11). Situasi ini tidak dapat dihindarkan, karena sebetulnya, setiap kali seseorang melakukan komunikasi dengan orang lain mengandung potensi komunikasi antarbudaya. Hal ini dikarenakan setiap orang selalu berbeda budaya dengan orang lain, sekecil apa pun perbedaan tersebut. Budaya-budaya yang berbeda memiliki sistem-sistem nilai yang berbeda dan karenanya dapat menjadi salah satu penentu tujuan hidup yang berbeda pula. Cara setiap orang berkomunikasi sangat bergantung pada budayanya; bahasa, aturan dan norma masing-masing. Budaya memiliki tanggung jawab atas seluruh perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki setiap orang. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya suku bangsa di Indonesia yang mendiami berbagai pulau yang ada. Mereka tersebar di kepulauan nusantara yang berjumlah sekitar 13.677 pulau, terdiri dari 300 suku bangsa atau kelompok etnis dengan bahasa komunikasi berbeda-beda yang jumlahnya lebih dari 250 bahasa. Indonesia sebagai negara yang multietnik dengan derajat keberagaman yang tinggi mempunyai peluang besar dalam berlangsungnya pernikahan antar etnis atau antar budaya. Salah satu dampak dari bertemunya individu-individu dengan berbagai latar belakang etnik memungkinkan terjadinya pernikahan antarsuku atau antarbudaya.

Fenomena pernikahan campuran di Indonesia bukan merupakan hal baru. Sejak jaman dahulu pernikahan campuran antar etnis merupakan sarana asimilasi yang efektif. Fenomena itu dapat dijumpai pada masyarakat Betawi, dimana secara historis etnis Betawi merupakan hasil dari proses asimilasi yang berlangsung terus menerus. Secara biologis mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan campuran dari aneka suku dan bangsa seperti etnis Jawa, Bali, dan Tionghoa (http://community.gunadarma.ac.id/). Berdasarkan fenomena tersebut dapat diketahui bahwa pernikahan campuran bukan hal asing di Indonesia. Seiring dengan perkembangan pembangunan di Indonesia, terutama di kota Medan Sumatera Utara, semakin banyak orang-orang dari kota lain seperti dari Aceh, Padang bahkan etnis non pribumi, yaitu etnis Tionghoa merantau ke kota Medan dan menetap di kota Medan. Hal ini memberikan peluang terjadinya pernikahan antar etnis Batak dengan etnis Melayu ataupun dengan etnis Tionghoa di kota Medan. Pernikahan tersebut menjadi hal biasa karena merupakan proses alamiah yang terjadi pada masyarakat multietnis. Sumatera Utara adalah salah satu daerah yang terdiri dari ragam etnis yang saling hidup berdampingan. Kerukunan umat beragama dan antar etnis di Sumatera Utara dapat terlihat dari kekondusifan kota Medan yang tetap terjaga di saat kota-kota lain mengalami konflik antar agama dan antar suku. Sumatera Utara menawarkan keberagaman antar budaya karena memiliki berbagai etnis seperti Aceh, Batak, Melayu, dan etnis non pribumi seperti Cina dan India. Keberagaman antar budaya tersebut kemudian membentuk beragam corak bahasa dan karakter. Hal ini membuat

cara orang Sumatera Utara bertutur dan berkomunikasi menjadi istimewa (http://bloggersumut.net/). Salah satu konsep yang dipakai untuk menelusuri komunikasi antar budaya masyarakat Sumatera Utara adalah konsep stereotip. Stereotip adalah pandangan umum dari suatu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat lain (Purwasito, 2003: 228). Stereotip berkaitan dengan pencitraan (image) yang telah ada dan terbentuk secara turun-temurun berdasarkan sugesti, baik positif maupun negatif. Hal ini bisa dilihat dari stereotip yang dibangun secara turun-temurun oleh masyarakat Sumatera Utara misalnya, masyarakat Batak memiliki stereotip yang kasar dan tegas, masyarakat Aceh sebagai kelompok masyarakat yang susah diatur dan etnis Tionghoa sebagai etnis yang cukup tertutup dengan suku lain (http://bloggersumut.net/). Perbendaharaan-perbendaharaan yang dimiliki orang-orang yang berbeda budaya akan berbeda pula. Hal ini dapat menimbulkan berbagai macam kesulitan. Kesulitan-kesulitan komunikasi yang dihadapi oleh individu-individu yang terlibat diakibatkan oleh perbedaan ekspektasi kultural masing-masing. Salah satu contoh kesalahpahaman komunikasi misalnya, ketika seorang Tionghoa berbicara dalam bahasa Mandarin kepada temannya, seorang pribumi yang berada di dekat mereka tersinggung karena menyangka bahwa si etnis Tionghoa membicarakan hal-hal yang negatif mengenai si pribumi. Perbedaan-perbedaan ekspektasi budaya tersebut dapat menimbulkan resiko yang fatal. Perbedaan ekspektasi dalam komunikasi Batak Toba-Tionghoa di atas dapat menyebabkan komunikasi tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau kesalahpahaman. Kesalahpahaman akan sering terjadi ketika

seseorang sering berinteraksi dengan orang dari kelompok budaya yang berbeda. Mereka akan menggunakan budayanya sebagai standarisasi untuk mengukur budayabudaya lain. Salah satu bentuk aktivitas komunikasi antarbudaya yang nyata terlihat dalam kehidupan pernikahan campuran. Dalam hal ini, peneliti lebih menspesifikkan kehidupan keluarga pernikahan campuran antara Batak Toba-Tionghoa. Persoalan paling mendasar dalam pernikahan campuran itu adalah latar belakang personal atau individu pelaku pernikahan berbeda etnis. Etnis Batak Toba identik dengan tutur kata kasar dan tegas namun terbuka pada siapa saja. Berbanding terbalik dengan etnis Tionghoa yang agak tertutup dan kurang mau bergaul dengan suku lain. Pasangan yang memutuskan melakukan pernikahan beda etnis harus memiliki pola pikir terbuka terhadap budaya yang dibawa oleh pasangannya, termasuk kepercayaan, nilai dan norma. Jika kedua pihak tidak memiliki pola pikir terbuka, akan terjadi pemaksaan kehendak untuk mempraktikkan kepercayaan, nilai dan norma yang dianut oleh pasangannya, sehingga kemungkinan langgengnya sebuah pernikahan ibarat jauh panggangan dari api. Semestinya setiap pasangan harus berusaha mengambil keputusan dalam pemecahan masalahnya tidak berlandaskan keputusan emosional pribadi berlatar budaya masing-masing pihak, melainkan keputusan rasional bersama yang dapat digunakan sebagai jalan keluar. Dalam kehidupan keluarga pernikahan berbeda suku Batak Toba-Tionghoa akan terjadi suatu komunikasi antarbudaya, yang melibatkan seluruh anggota keluarga: suami, istri, anak, dan bahkan juga anggota keluarga lain yang tinggal

dalam satu rumah tersebut. Situasi ini dapat mengakibatkan munculnya kesepakatan untuk mengakui salah satu budaya yang akan mendominasi atau berkembangnya budaya lain yang merupakan peleburan dari dua budaya tersebut atau bahkan kedua budaya dapat sama-sama berjalan seiring dalam satu keluarga (proses asimilasi). Meskipun suatu keluarga pernikahan berbeda suku seringkali saling melakukan interaksi, bahkan dengan bahasa yang sama sekalipun, tidak berarti komunikasi akan berjalan mulus atau dengan sendirinya akan tercipta saling pengertian. Hal ini dikarenakan sebagian di antara individu tersebut masih memiliki prasangka terhadap kelompok budaya lain dan enggan bergaul dengan mereka (http://ums.ac.id/). Dalam suatu pernikahan diperlukan saling pengertian dan saling menerima pasangan masing-masing dengan latar belakang keluarga dan kebiasaan yang berbeda. Hal inilah yang menjadi daya tarik peneliti untuk meneliti komunikasi antarbudaya dalam kehidupan pernikahan campuran suku Batak Toba-Tionghoa, karena dengan berkomitmen sebagai pasangan suami-istri berarti mereka harus bersedia menerima dan memasuki lingkungan sosial budaya pasangannya, sehingga diperlukan keterbukaan dan toleransi yang sangat tinggi. Orang menikah bukan hanya mempersatukan diri, tetapi juga seluruh keluarga besarnya. Penyesuaian diri merupakan suatu proses dan bukanlah keadaan yang statis, sehingga efektifitas penyesuaian diri itu sendiri ditandai dengan seberapa mampu individu dalam menghadapi situasi serta kondisi yang selalu berubah. Pada dasarnya penyesuaian diri dalam pernikahan berlangsung dan patut diusahakan secara terus-menerus sepanjang usia pernikahan. Kebanyakan orang berada dalam dua keluarga selama hidupnya: keluarga dimana mereka lahir dan keluarga yang terbentuk ketika mereka mempunyai

pasangan. Oleh karena itu, setiap pasangan dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan pasangannya (Samovar, dkk, 2010: 64-65 ) Pada saat seseorang masuk ke lembaga pernikahan maka orang tersebut tidak hanya terlibat dengan pasangannya saja. Secara otomatis ia juga memperoleh sekelompok keluarga baru yaitu anggota keluarga pasangan, dimana hal ini memungkinkan adanya perbedaan usia, minat, nilai, pendidikan, tradisi, sikap, gaya hidup dan latar belakang sosial. Variasi budaya terjadi yaitu keluarga di mana ia lahir dan keluarga yang terbentuk ketika ia punya pasangan. Seseorang yang baru menikah menjadikan keluarga barunya sebagai tempat belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam hubungan interaksi dengan kelompok barunya tersebut. Di dalam kehidupan keluarga baru tersebut terdapat norma-norma dan peraturan yang harus dipatuhi bersama untuk menjamin berlangsungnya interaksi yang wajar demi tercapainya tujuan bersama keluarga itu. Kekeluargaan mengikat dua keluarga menjadi sistem keluarga yang lebih kompleks. Ada dua bentuk umum keluarga yang ditemukan, yaitu keluarga inti, biasanya terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak serta keluarga besar, biasanya terdiri atas kakek-nenek dan kerabat (Samovar, dkk, 2010: 65-66). Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana komunikasi antarbudaya dalam proses asimilasi pada pernikahan campuran suku Batak Toba-Tionghoa di kota Medan. I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

Bagaimanakah komunikasi antarbudaya dalam proses asimilasi pada pernikahan campuran suku Batak Toba-Tionghoa di kota Medan? I.3 Pembatasan Masalah Pembatasan masalah bertujuan untuk menetapkan batasan dari masalah penelitian yang akan diteliti agar ruang lingkup penelitian menjadi lebih sempit dan jelas. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan studi kasus. 2. Subjek penelitian dikhususkan pada pasangan pernikahan campuran suku Batak Toba-Tionghoa di kota Medan. Jika diperlukan akan diteliti juga anggota keluarga dalam pernikahan campuran tersebut, pemuka adat, dan pemuka agama dari masing-masing suku. I.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui latar belakang masing-masing pasangan pada pernikahan campuran suku Batak Toba-Tionghoa di kota Medan. 2. Untuk mengetahui pandangan dunia (agama/kepercayaan, nilai, dan sikap) yang dianut pasangan pernikahan campuran suku Batak Toba-Tionghoa di kota Medan.

3. Untuk mengetahui komunikasi antarbudaya yang terjadi dalam proses asimilasi pada pernikahan campuran suku Batak Toba-Tionghoa di kota Medan. I.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap khasanah keilmuan Ilmu Komunikasi, khususnya mengenai Komunikasi antarbudaya dalam pernikahan campuran. 2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan menambah pengetahuan serta wawasan bagi pembaca, khususnya departemen Ilmu Komunikasi. 3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan referensi bagi mahasiswa yang membutuhkan informasi yang lebih mendalam mengenai komunikasi antarabudaya dalam pernikahan campuran. I.6 Kerangka Teori Teori adalah abstraksi dari realitas. Teori merupakan konseptualisasi atau penjelasan logis dan empiris tentang suatu fenomena (Djuarsa, 2007). Sedangkan kerangka teori adalah penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan (Usman, 2008: 34). Kerangka teori disusun berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil penelitian yang relevan.

Setiap penelitian mempunyai titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti sebuah masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok - pokok yang menggambarkan diri dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti. Adapun teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: I.6.1 Komunikasi Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, communis yang artinya sama. Maksudnya adalah bila seseorang menyampaikan pesan komunikasi kepada orang lain maka terlebih dahulu harus menyadari persamaan lambang dengan orang yang dituju sebagai sasaran komunikasi (Suwardi, 2007: 11). Komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan non verbal. Bagi Everett Rogers, komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Sedangkan menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap (Uchjana, 2006: 10). Komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respons pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, tanpa harus memastikan terlebih dahulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya sistem simbol yang sama. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang mewakili sesuatu lainnya berdasarkan kesepakatan bersama. Menurut Geert Hofstede, simbol adalah kata, jargon, isyarat, gaya, atau objek (simbol status) yang mengandung suatu

makna tertentu yang hanya dikenali oleh mereka yang menganut suatu budaya (Mulyana, 2005: 3). Dari pengertian komunikasi yang telah dikemukakan, maka jelas bahwa komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya elemen komunikasi, yaitu sebagai berikut: 1. Sumber Dalam komunikasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari satu orang tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya organisasi atau lembaga. Sumber disebut juga sebagai pengirim atau komunikator. 2. Pesan Pesan dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. 3. Media adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Media bisa bermacam-macam bentuknya yaitu, indera manusia, saluran komunikasi berupa media cetak dan elektronik, dan media komunikasi sosial seperti balai desa, kesenian rakyat, dan pesta rakyat. 4. Penerima Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih. Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi, karena dialah yang menjadi sasaran komunikasi.

5. Efek Efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Efek bisa juga diartikan sebagai perubahan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan (Cangara, 1998: 23-25). I.6.2 Komunikasi Antarbudaya a. Pengertian Komunikasi Antarbudaya Komunikasi antarbudaya adalah kegiatan komunikasi antarpribadi yang dilangsungkan di antara para anggota kebudayaan yang berbeda (Liliweri, 2001: 13). Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya dengan contoh yaitu, keterlibatan suatu konferensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka diantara orangorang yang berbeda budayanya. Komunikasi antarbudaya itu dilakukan sebagai berikut: 1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan. 2. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama. 3. Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita; Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan berbagai cara. (http://community.gunadarma.ac.id/).

Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Budaya mempengaruhi orang yang berkomunikasi. Budaya bertanggungjawab atas seluruh perbendaharaan perilaku komunikatif dan maksud yang dimiliki oleh setiap orang. Perbendaharaan yang dimiliki oleh dua orang yang berbeda budaya dapat menimbulkan kesulitan. Melalui pemahaman komunikasi antarbudaya, kita dapat menghilangkan kesulitan-kesulitan itu. Komunikasi antarbudaya dapat dipahami sebagai perbedaan budaya dalam mempersepsi objek-objek sosial dan kejadiankejadian (Mulyana, 2007: 218). Menurut Samovar dan Porter, untuk mengkaji komunikasi antarbudaya perlu dipahami hubungan antar kebudayaan dengan komunikasi. Melalui pengaruh budayalah manusia belajar berkomunikasi dan memandang dunia mereka melalui kategori-kategori dan label-label yang dihasilkan kebudayaan. Kemiripan budaya dalam persepsi memungkinkan pemberian makna yang mirip pula terhadap suatu objek atau peristiwa. Cara-cara manusia berkomunikasi, keadaan komunikasi, bahkan bahasa dan gaya bahasa yang digunakan, perilaku-perilaku non verbal merupakan respons terhadap fungsi budaya itu sendiri (dalam Liliweri, 2001: 160). b. Pandangan Dunia dalam Komunikasi Antarbudaya Pandangan dunia adalah orientasi budaya terhadap Tuhan, kehidupan, kematian, alam semesta, kebenaran, materi, dan isu-isu filosofis lainnya yang berkaitan dengan kehidupan. Pandangan dunia mencakup agama dan ideologi. Berbagai agama punya konsep ketuhanan dan kenabian yang berbeda-beda.

Pandangan dunia merupakan unsur penting yang mempengaruhi persepsi seseorang ketika berkomunikasi dengan orang lain, khususnya yang berbeda budaya (Mulyana, 2007: 219-220). Menurut Mulyana, kepercayaan sebagai unsur pandangan dunia secara umum dapat dipandang sebagai kemungkinan-kemungkinan subjektif yang diyakini individu bahwa suatu objek atau peristiwa memiliki karakteristik-karakteristik tertentu. Terdapat berbagai sistem kepercayaan dan sistem nilai yang lebih spesifik yang dianut seseorang mengenai berbagai aspek realitas baik yang nyata ataupun yang abstrak. Kepercayaan pada dasarnya adalah suatu persepsi pribadi. Kepercayaan merujuk kepada keyakinan bahwa sesuatu memiliki ciri-ciri tertentu, terlepas dari apakah hal tersebut dapat dibuktikan secara logika atau tidak (Mulyana, 2007: 221). Nilai merujuk kepada keyakinan yang relatif bertahan lama akan suatu hal, tindakan, peristiwa, dan fenomena berdasarkan kriteria tertentu. Sistem nilai budaya merupakan tingkatan paling tinggi dan paling abstrak dari suatu adat istiadat. Hal ini disebabkan karena nilai-nilai budaya adalah konsep mengenai apa yang ada dalam pikiran manusia, apa yang mereka anggap berharga, yang penting dan tidak penting sehingga sistem nilai tersebut berguna sebagai pedoman berperilaku, memberi arah, dan orientasi kepada setiap masyarakat untuk menjalankan kehidupan (Purwasito, 2003: 229). Ketika kita sudah menyerap nilai-nilai dari lingkungan kita, nilai dan norma itu menjadi standar dan kriteria untuk memandu tindakan, mengembangkan sikap terhadap objek dan situasi yang relevan, dan untuk untuk menilai tindakan dan sikap diri sendiri dan orang lain. Dengan demikian, nilai bersifat normatif karena menetapkan apa yang baik atau buruk dalam kehidupan.

Keyakinan dan nilai yang kita anut mempengaruhi cara kita berperilaku yang jika berulang-ulang akan disebut sikap, adat-istiadat atau tradisi. Sikap adalah suatu kecenderungan yang diperoleh dengan cara belajar untuk merespons suatu objek secara konsisten Tidak semua orang atau komunitas budaya menganut seperangkat kepercayaan yang sama.. Semua pesan berawal dari konteks budaya yang unik dan spesifik, dan konteks tersebut akan mempengaruhi isi dan bentuk komunikasi (Mulyana, 2005: 44-45). Budaya akan mempengaruhi setiap aspek pengalaman manusia dalam berkomunikasi. Seseorang melakukan komunikasi dengan cara-cara seperti yang dilakukan oleh budayanya. Budaya memainkan peranan penting dalam pembentukan kepercayaan/keyakinan, nilai, dan sikap. Dalam komunikasi antarbudaya tidak ada hal benar atau hal yang salah sejauh hal-hal tersebut berkaitan dengan kepercayaan. Sedangkan nilai-nilai dalam suatu budaya terdapat dalam perilaku anggota budaya yang dituntut oleh budaya tersebut. Kepercayaan dan nilai memberi kontribusi bagi pengembangan sikap. Sikap dipelajari dalam suatu konteks budaya. Lingkungan turut membentuk sikap individu, kesiapan merespon, dan akhirnya menjadi perilaku individu tersebut (Mulyana, 2005: 26-27). I.6.3 Akulturasi dalam Pernikahan Campuran Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan

hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri (Koentjaraningrat, 2002: 248). Tidak pernah terjadi difusi dari satu unsur kebudayaan. Unsur-unsur itu berpindah-pindah sebagai suatu gabungan yang tidak mudah dipisahkan. Lagipula sejak dulu kala, selalu ada migrasi suku-suku bangsa yang menyebabkan terjadinya pertemuan dengan kelompok kebudayaan yang lain. Proses komunikasi mendasari proses akulturasi. Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat asli. Kemiripan antara budaya asli dan budaya asing adalah faktor terpenting dalam potensi akulturasi. Diantara sekian banyak faktor, usia dan latar belakang pendidikan terbukti berhubungan dengan akulturasi. Pendidikan, terlepas dari konteks budaya, ternyata memperbesar kapasitas seseorang untuk menghadapi pengalaman baru dan mengatasi tantangan hidup. I.6.4 Asimilasi dalam Pernikahan Campuran Asimilasi adalah suatu proses sosial yang terjadi pada golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda setelah bergaul secara intensif dan saling bertoleransi, sehingga sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan golongangolongan itu masing-masing berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran (Koentjaraningrat, 2002: 255). Dalam peristiwa itu biasanya golongan minoritas berubah mengikuti golongan mayoritas, sehingga lambat laun sifat khas dari kebudayaannya akan berubah dan menyatu dengan kebudayaan golongan mayoritas. Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya asimilasi, antara lain: 1. Toleransi

2. Kesempatan yang sama dalam bidang ekonomi 3. Suatu sikap yang menghargai suatu kebudayaan lain 4. Sikap yang terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat. 5. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan 6. Adanya pernikahan campuran 7. Adanya musuh bersama dari luar. Menurut para ahli, proses asimilasi belum tentu terjadi hanya dengan pergaulan antarkelompok saja, tetapi harus ada sikap toleransi dan simpati satu terhadap yang lain. Toleransi dan simpati sering terhalang oleh berbagai faktor, yaitu: 1. Kurang pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi. 2. Sifat takut terhadap kekuatan dari kebudayaan lain. 3. Perasaan superioritas pada individu-individu dari satu kebudayaan terhadap yang lain (Koentjaraningrat, 2002: 255) Asimilasi ditandai dengan perubahan pada pola-pola budaya kelompok minoritas seperti bahasa, nilai, pakaian, makanan, dll. Adaptasi kaum imigran dengan lingkungan baru dapat menyebabkan gegar budaya sebagai akibat tak terhindarkan dari kontak antarbudaya kaum imigran dengan masyarakat asli (Mulyana, 2005: 163-164). I.7 Kerangka Konsep Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama (Bungin, 2001: 73). Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam

memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : 1. Komunikasi antarbudaya 2. Proses asimilasi dalam pernikahan campuran Komunikasi Antarbudaya Proses Asimilasi I.8 Konseptulisasi Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka konsep operasional dijadikan sebagai indikator dalam memecahkan masalah. Agar konsep operasional sesuai dengan penelitian, maka dioperasionalkan sebagai berikut: KONSEP OPERASIONAL KONSEPTUALISASI a. Komunikasi Antarbudaya 1. Pertukaran pesan antarbudaya 2.Masalah dalam komunikasi antarbudaya: a. Penarikan diri b. Kecemasan c. Etnosentrisme d. Culture shock 3. Pandangan dunia: agama, nilai dan sikap

b. Proses Asimilasi 1. Intensivitas pergaulan 2. Sifat-sifat khas masing-masing budaya 3. Sifat campuran dari masingmasing budaya I.9 Definisi Operasional Definisi operasional menyatakan bagaimana operasi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk memperoleh data atau indikator yang menunjukkan konsep yang dimaksud. Definisi inilah yang diperlukan dalam penelitian karena definisi ini menghubungkan konsep atau konstruk yang diteliti dengan gejala empirik (Soehartono, 2008: 29). Maka variabel yang terdapat didalam penelitian ini didefinisikan sebagai berikut: a. Komunikasi Antarbudaya: 1. Pertukaran pesan antarbudaya yang terjadi baik melalui pesan verbal maupun non verbal. 2. Masalah dalam komunikasi antarbudaya: a. Penarikan diri: penarikan diri dari interaksi tatap muka atau dari suatu kelompok budaya tertentu. b. Kecemasan: perasaan psikologis yang menghasilkan sebuah situasi yang kurang nyaman.

c. Etnosentrisme: menganggap kelompok budayanya yang lebih baik dari kelompok budaya lain. d. Culture shock: kecemasan yang disebabkan oleh kehilangan tanda-tanda dan lambang-lambang dalam pergaulan sosial. 3. Pandangan Dunia: a. Agama: orientasi budaya terhadap Ketuhanan. b. Nilai dan sikap: nilai adalah konsep mengenai apa yang ada dalam pikiran manusia, apa yang mereka anggap berharga, yang penting dan tidak penting sehingga sistem nilai tersebut berguna sebagai pedoman berperilaku. Sikap adalah suatu kecenderungan yang diperoleh dengan cara belajar untuk merespons suatu objek secara konsisten. b. Proses Asimilasi 1. Latar belakang budaya yang berbeda-beda: latar belakang budaya asli dan budaya imigran. 2. Intensivitas pergaulan: rasa toleransi dan simpati dalam hubungan 3. Sifat-sifat khas masing-masing budaya: nilai-nilai budaya masing-masing pihak 4. Sifat campuran dari masing-masing budaya: tercipta unsur baru yang merupakan hasil dari keterbukaan antarbudaya.