TINJAUAN PUSTAKA. melanococca. Kemudian digolongkan berdasarkan tebal tipisnya cangkang

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

Ukuran Plot: 50 cm x 50 cm

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit dalam sistematika diklasifikasikan dalam Ordo

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit adalah sebagai berikut :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat,

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA Kecambah Kelapa sawit berkembang biak dengan biji dan akan berkecambah untuk selanjutnya

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit termasuk sebagai tanaman monokotil, mempunyai akar serabut.

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar

TINJAUAN PUSTAKA. bawah umumnya lebih besar disebut bongkol batang. Sampai umur 3 tahun batang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) diklasifikasikan ke dalam kelas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap

TINJAUAN PUSTAKA. Perakaran kedelai akar tunggangnya bercabang-cabang, panjangnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. dalam identifikasi secara ilmiah. Metode pemberian nama ilmiah (latin) ini di. Divisi : Spermatophyta. Subdivisi : Angiospermae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi: Spermatophyta; Subdivisi:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Kpts/SR.120/1/2004 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Polypetales, Famili:

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah dapat diklasifikasikan sebagai berikut Kingdom: Plantae,

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi)

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (1987) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L) dalam

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA. atas. Umumnya para petani lebih menyukai tipe tegak karena berumur pendek

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 60/Kpts/SR.120/1/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS KELAPA SAWIT VARIETAS AA-DP TOPAZ 4 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Syarat Tumbuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun berasal dari bagian utara India kemudian masuk wilayah

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit dalam sistematika diklasifikasikan dalam Ordo Palmales, Family Falmae, Genus Elaeis, Spesies Elaeis guineensis dan Elaeis melanococca. Kemudian digolongkan berdasarkan tebal tipisnya cangkang dikenal ada tiga varietas/tipe yaitu Dura, Pisifera dan Tenera. Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula) (Lubis, 2008). Calon akar yang muncul dari biji kelapa sawit yang dikecambahkan disebut radikula, panjangnya 10 sampai 15 mm. Pertumbuhan radikula mula-mula menggunakan cadangan makanan yang ada dalam endosperm, yang kemudian fungsinya diambil alih oleh akar primer yang tumbuh dari pangkal batang dengan diameter berkisar antara 8 dan 10 mm, panjangnya dapat mencapai 18 m, tetapi kebanyakan bergerombol tidak jauh dari batang. Akar sekunder tumbuh dari akar primer, diameternya 2 sampai 4 mm. Dari akar sekunder tumbuh akar tersier berdiameter 0,7 sampai 1,5 mm dan panjangnya dapat mencapai 15 cm. Dari akar tersier tumbuh akar kuarter yang berdiameter 0,1 sampai 0,5 mm dan panjangnya 1 sampai 4 mm (Risza, 2008). Batang kelapa sawit yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan cabang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang kelapa sawit terletak di

pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun. Dibatang terdapat pangkal pelepahpelepah daun yang melekat kukuh (Sunarko, 2008). Daun pertama yang keluar pada stadium benih berbentuk lanset, beberapa minggu kemudian terbentuk daun berbelah dua dan beberapa bulan kemudian terbentuk daun seperti bulu atau menyirip. Misalnya pada bibit berumur lima bulan susunan daun terdiri atas lima lanset, empat berbelah dua dan sepuluh berbentuk bulu. Susunan daun kelapa sawit membentuk daun menyirip. Letak daun pada batang mengikuti pola tertentu yang disebut filotaksis (Sastrosayono, 2005). Pada umur tiga tahun, kelapa sawit sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyerbukan silang (cross pollination). Artinya bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin atau serangga penyerbuk (Sunarko, 2008). Tandan buah tumbuh di ketiak daun. Semakin tua umur kelapa sawit, pertumbuhan daunnya semakin sedikit, sehingga buah terbentuk semakin menurun. Hal ini disebabkan semakin tua umur tanaman, ukuran buah kelapa sawit akan semakin besar. Kadar minyak yang dihasilkannya pun akan semakin tinggi. Berat tandan buah kelapa sawit bervariasi, dari beberapa ons hingga 30 kg (Sastrosayono, 2005). Biji kelapa sawit bersifat dorman sampai sekitar enam bulan. Kondisi dorman ini dapat dipatahkan, antara lain dengan pemanasan biji. Waktu berkecambah, embrio mengembang, volume bertambah, bakal batang dan bakal

akar tumbuh keluar dari cangkang melalui lubang pada cangkang tersebut dan berkembang menjadi batang, daun dan akar dibantu endosperm sebagai bahan makanan untuk pertumbuhan kecambah pada saat awal (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Syarat Tumbuh Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang tumbuh baik antara 13 Lintang Utara 12 Lintang Selatan. Curah hujan ideal untuk tanaman kelapa sawit adalah 2000 sampai 3000 mm per tahun tersebar merata sepanjang tahun dengan suhu sebaiknya 22 sampai 23 Celcius. Keadaan angin tidak terlalu berpengaruh karena tanaman kelapa sawit lebih tahan terhadap angin kencang dibandingkan dengan tanman lainnya (Risza, 2008). Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis dalam melangsungkan aktivitas hidupnya yang berguna untuk pertumbuhan, kecuali pada kondisi juvenile di pre nursery. Intensitas cahaya matahari bervariasi 1410-1540 J/cm 2 /hari. Fotosintesis pada daun kelapa sawit meningkat sejalan dengan kondisi luas daun dan jumlah klorofil yang dapat menerima cahaya. Produksi bahan kering bibit umur 13 minggu yang diberi naungan sangat berpengaruh terhadap berat basah dan berat kering pada bagian tajuk dan pada bagian akar. (Pahan, 2006). Kelapa sawit dapat tumbuh baik pada sejumlah besar jenis tanah di wilayah tropika. Akan tetapi, kelapa sawit akan dapat tumbuh secara optimal jika jenis tanahnya sesuai dengan syarat tumbuh kelapa sawit. Sifat fisika dan kimia tanah yang harus dipenuhi untuk pertumbuhan optimal kelapa sawit adalah memiliki drainase baik, tekstur ringan, solum tanah cukup dalam, ph 4,0 6,0

dan ph optimal 5,0 5,5 dan tanah memiliki kandungan hara cukup tinggi (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Tanaman kelapa sawit bisa tumbuh dan berbuah hingga ketinggian tempat 1000 meter di atas permukaan laut (dpl). Namun, pertumbuhan tanaman dan produktivitas optimal akan lebih baik jika ditanam di lokasi dengan ketinggian maksimum 400 meter dpl (Sunarko, 2008). Pembibitan Kelapa Sawit Setelah memperoleh bahan tanaman berupa benih unggul dari pusat penelitian, maka perlakuan selanjutnya sebelum dialih tanam kelapangan adalah dilakukan pembibitan yaitu serangkaian kegiatan untuk mempersiapkan bahan tanam yang meliputi persiapan media, pemeliharaan, seleksi bibit sehingga siap untuk ditanam yang dilaksanakan dalam satu tahap atau lebih. Dari pengertian tersebut, sesuai dengan fenologi tanaman terhadap tumbuh adalah kecambah muncul, tumbuh dan berkembang, persemaian dan pembibitan (Arismoenandar, 1993). Salah satu kemajuan-kemajuan budidaya kelapa sawit adalah perbaikan teknik pembibitan serta pengembangan bibit unggul yang produksinya lebih tinggi dan menghasilkan lebih dini. Selain itu, juga telah berhasil menekan kerusakan oleh penyakit dipembibitan. Tahap pembibitan dapat dibagi dua yaitu : pra pembibitan (prenursery) dan pembibitan utama (main nursery) untuk pertumbuhan selanjutnya (Sianturi, 1993). Ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit sepanjang kehidupannya, yaitu : pertama faktor innate adalah faktor yang terkait dengan genetik tanaman. Faktor ini

bersifat mutlak dan sudah ada sejak mulai terbentuknya embrio dalam biji. Kedua faktor induce adalah faktor yang mengimbas (mempengaruhi) ekspresi sifat genetik sebagai manifestasi faktor lingkungan yang terkait dengan keadaan buatan manusia (perlakuan) dan ketiga faktor enforce adalah faktor lingkungan (alam) yang bersifat merangsang dan menghambat pertumbuhan dan produksi tanaman seperti faktor keadaan tanah (edafik) dan iklim (temperatur, kelembaban udara, curah hujan, serta lama penyinaran matahari) (Pahan, 2006). Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Gambut terbentuk dari serasah organik yang terdekomposisi secara anaerobik dimana laju pertambahan bahan organik lebih tinggi dibanding laju dekomposisinya. Oleh karenanya lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk (Rosmarkam, 1992). Gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda dari tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi gambut saprik (matang) yaitu gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya < 15 persen, gambut hemik (setengah matang) yaitu gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan bila diremas bahan seratnya 15 sampai 75 persen, gambut fibrik (mentah) yaitu

gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas > 75 persen seratnya masih tersisa (Noor, 2001). Tanah gambut memiliki sifat fisik dan sifat kimia tanah yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yang terdapat diatasnya. Adapun sifat fisik dan kimia tanah gambut adalah warna tanah pada umumnya cokelat tua atau kelam tergantung tahapan dekomposisinya, kandungan air tinggi dan kapasitas memegang air juga tinggi yaitu 15-30 kali berat kering, memiliki porositas yang tinggi, bulk density rendah, mudah kering dan dalam keadaan kering sangat ringan dan mudah lepas, sistem drainase yang jelek dan terletak di atas tanah alluvial ada juga tanah pasir di bawahnya (Radjagukguk, 1997). Adapun sifat kimia dari tanah gambut adalah bereaksi masam yaitu memiliki ph 3,5 sampai 5,0; kandungan N total tinggi tetapi tidak tersedia bagi tanaman karena nisbah C/N yang tinggi juga, kandungan unsur hara Mg tinggi sementara P dan K rendah, kandungan unsur hara mikro terutama Cu, B dan Zn sangat rendah dan memiliki daya sangga air tinggi sehingga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yang terdapat diatasnya (Fadli,dkk, 2006). Dekomposisi bahan organik dalam suasana anaerob menghasilkan senyawa-senyawa organik seperti protein, asam-asam organik, dan senyawa pembentuk humus. Asam-asam organik tersebut berwarna hitam dan membuat suasana tanah menjadi masam dan beracun bagi tanaman. Kisaran ph tanah gambut antara 3 hingga 5. Rendahnya ph ini menyebabkan sejumlah unsur hara seperti N, Ca, Mg, K, Bo, Cu, dan Mo tidak tersedia bagi tanaman. Unsur hara makro Fospat juga berada dalam jumlah yang rendah karena gambut sulit mengikat unsur ini sehingga mudah tercuci. Keasaman yang tinggi (ph rendah)

juga menyebabkan tidak aktifnya mikroorganisme, terutama bakteri tanah, sehingga pertumbuhan cendawan merajalela dan reaksi tanah yang didukung oleh bakteri seperti fiksasi nitrogen dan mineralisasi gambut menjadi terhambat. Tingkat ph yang ideal bagi ketersediaan unsur hara di tanah gambut adalah 5 hingga 6,0. Tetapi menjadikan ph tanah gambut lebih dari 5 membutuhkan biaya yang sangat besar, sehingga angka 5 dijadikan rujukan untuk budidaya pertanian (Wibisono, dkk, 2004). Sifat-sifat tanah gambut antara lain: karena selalu dalam keadaaan tergenang air, sehingga sisa-sisa tanaman yang mati tidak mengalami pelapukan. Tanah tidak mengalami perubahan struktur dengan konsistensi lepas. Tanah mempunyai kepadatan masa yang sangat rendah, ialah sekitar 0,1 g/cm fibrist dan 0,2 g/cm saprist. Tanah bersifat seperti spons yang dapat menyerap air dan menahan air dalam jumlah yang sangat besar. Drainase tanah gambut mengakibatkan terjadinya penyusutan massa sehingga terjadi penurunan permukaan tanah yang menimbulkan masalah tanaman tumbuh menjadi miring dan tumbang, mudah terbakar dan bentuk peermukaan tanah tidak rata karena sisa-sisa batang dan tunggul kayu (Mangoensokarjo dan Semangun, 2008). Varietas Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan telah melepaskan beberapa varietas unggul kelapa sawit antara lain : Varietas Marihat berasal dari persilangan F1 antara pohon induk deli dura dengan pisifera EX5 dan H5, Tinggi Tanaman 3,9 meter (pada umur 8 tahun), Kecepatan pertumbuhan 65 cm/tahun, Lingkar batang 304 cm (pada umur 8 tahun), warna daun hijau, panjang daun 6,22 meter, pelepah daun berpangkal

besar, warna tangkai daun hijau muda, dibagian bawah cokelat muda dengan bulu-bulu, tandan berduri, dengan tangkai berwarna putih kecokelat-cokelatan, buah bentuk bulat sampai oval, berwarna violet sampai hitam bila belum masak dan merah kekuningan setelah masak, umur mulai berbuah 14 18 bulan, umur mulai dipanen 30 bulan, jumlah tandan 12 tandan pertahun, produksi minyak 7,1 ton/ha/tahun, Buah Pertandan 61,3 %, inti perbuah 8,5 %, cangkang perbuah 11,0 %, mesokarp perbuah 80,5 %, minyak/mesokarp 60,6 %, minyak per tandan 25,6 %, dianjurkan ditanam dengan kerapatan 130 pohon per hektar, tumbuh baik pada curah hujan 1500 3500 mm per tahun dengan ketinggian dibawah 400 meter dari permukaan laut. Varietas Simalungun berasal dari persilangan antara tetua dura deli dengan tetua pisifera keturunan SP 540 T direkombinasikan dengan tetua yangambi (orijin Zaire) dan Marihat (orijin Kamerun), tinggi tanaman 3,63 meter (pada umur 7 tahun), kecepatan pertumbuhan 75-80 cm/tahun, warna daun hijau, panjang daun 6,20 meter, pelepah daun berpangkal besar, warna tangkai daun hijau muda, dengan pangkal bearwarna kecoklatan, tandan berduri sedikit, buah bentuk bulat sampai oval, berwarna hitam bila belum masak dan merah kekuningan setelah matang panen, umur mulai berbuah 22 bulan, umur mulai dipanen 28 bulan, jumlah tandan 12,5 tandan pertahun, produksi minyak 7,23 ton/ha/tahun, rerata produksi TBS 203,7 kg/pohon/tahon, rerata produktivitas TBS 27,5 ton/ha/tahun, buah pertandan 61,0 %, inti perbuah 9,3 %, cangkang perbuah 10,5 %, mesokarp perbuah 85,2 %, minyak/mesokarp 57,9 %, dan dianjurkan ditanam dengan kerapatan 130-135 pohon per hektar, tumbuh baik

pada curah hujan 1500 3500 mm per tahun dengan ketinggian dibawah 400 meter dari permukaan laut. Varietas Langkat berasal dari Persilangan antara tetua dura deli dengan tetua pisifera keturunan SP 540 T (RS 1 T self, RS 3 T self, dan RS 8 self, tinggi tanaman 3,98 meter (pada umur 7 tahun), kecepatan pertumbuhan 75-80 cm/tahun, warna daun Hijau, panjang daun 6,22 meter, pelepah daun berpangkal besar, warna tangkai daun hijau muda, dengan pangkal bearwarna kecoklatan, tandan berduri sedikit, buah bentuk bulat agak oval, berwarna hitam bila belum masak dan merah kekuningan setelah matang panen, umur mulai berbuah 22 bulan, umur mulai dipanen 28 bulan, jumlah tandan 12,9 tandan pertahun, produksi minyak 7,53 ton/ha/tahun, rerata produksi TBS 210,4 kg/pohon/tahon, rerata produktivitas TBS 28,4 ton/ha/tahun, buah pertandan 61,3 %, inti perbuah 8,5 %, cangkang perbuah 11,0 %, mesokarp perbuah 85,4 %, minyak/mesokarp 58,6 %, dianjurkan ditanam dengan kerapatan 130-135 pohon per hektar, tumbuh baik pada curah hujan 1500 3500 mm per tahun dengan ketinggian dibawah 400 meter dari permukaan laut. Varietas adalah individu tanaman yang memiliki sifat yang dapat dipertahankannya setelah melewati berbagai proses pengujian keturunan. Setiap varietas memiliki perbedaan ciri-ciri yang khas yang dapat dibedakan antara varietas satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu baik dari segi anatomi, fisiologi dan morfologi tanaman itu sendiri yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi dari suatu tanaman (Mangoendidjojo, 2003). Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada

suatu fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu dan mungkin terjadi sekalipun tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995). Gen-gen dari tanaman tidak akan dapat menyebabkan berkembangnya suatu karakter terkecuali apabila gen-gen tersebut berada dalam lingkungan yang sesuai dan sebaliknya tidak akan ada pengaruh gen-gen terhadap berkembangnya karakteristik denagan merubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali gen yang diperlukan ada (Allard, 1995). Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotip. Respon genotip terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotip dari tanaman bersangkutan, dan salah satunya dapat dilihat dari pertumbuhannya (Darliah, dkk, 2001). Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya variasi yang akan menentukan penampilan akhir dari tanaman tersebut. Bila ada variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan yang sama maka variasi tersebut merupakan variasi atau perbedaan yang berasal dari genotip individu anggota populasi (Mangoendidjojo, 2003).

Heritabilitas Pada dasarnya penampakan luar (fenotip) individu tanaman dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan. Karenanya dalam perhitungan nilai heritabilitas, apabila pengaruh lingkungan lebih besar dibandingkan dengan pengaruh genetik, maka nilai heritabilitas rendah (Welsh, 1987). Nilai heritabilitas dinyatakan dalam pecahan (desimal) atau presentase. Nilainya berkisar antara 0 dan 1. Heritabilitas dengan nilai 0 berarti bahwa keragaman fenotip hanya disebabkan oleh lingkungan, sedangkan keragaman dengan keragaman 1 berarti keragaman fenotip hanya disebabkan oleh genotip. Makin mendekati 1 dinyatakan heritabilitasnya makin tinggi, sebaliknya semakin mendekati 0, heritabilitasnya semakin rendah (Posespodarsono, 1988). Ada dua macam heritabilitas, yaitu heritabilitas arti luas dan heritabilitas arti sempit. Heritabilitas arti luas mempertimbangkan keragaman total genetik dalam kaitannya dengan keragaman fenotipiknya, sedangkan heritabilitas arti sempit melihat lebih spesifik pada pengaruh ragam aditif terhadap keragaman fenotipiknya (Nasir, 1999). Heritabilitas yang sedang tersebut tidak sesuai dengan yang umum terjadi pada karakter kuantitatif dengan nilai heritabilitas rendah. Hal ini dapat terjadi karena nilai heritabilitas bukanlah suatu konstanta sehingga untuk karakter yang sama, nilainya dapat berbeda. Karena itu, walaupun metode pendugaannya serupa, tapi heritabilitas suatu karakter tidak selalu persis sama. Di sisi lain, walaupun metode pendugaan berbeda, mungkun saja diperoleh heritabilitas yang sama untuk karakter tertentu (Namkoong, 1979).