KEBIJAKAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN

dokumen-dokumen yang mirip
GREEN TRANSPORTATION

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. Transportasi juga diharapkan memiliki fungsi untuk memindahkan obyek sampai tujuan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Konservasi Energi pada Sektor Rumah Tangga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SEMARANG. Ngaliyan) Oleh : L2D FAKULTAS

perbaikan hidup berkeadilan sosial.

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

I. PENDAHULUAN. Administrasi (2010), Jakarta mempunyai luas 7.659,02 km 2. penduduk sebesar jiwa. Jakarta juga mempunyai kepadatan penduduk

BAB III LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INDIKATOR PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM SISTEM TRANSPORTASI BERKELANJUTAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penyediaan fasilitas parkir untuk sepeda

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Transportasi memegang peranan penting dalam perkotaan dan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

STUDI PEMANFAATAN PARKIR UMUM DAN PARKIR KHUSUS TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DARI SEKTOR PERPARKIRAN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi berasal dari bahasa Latin, yaitu transportare, trans berarti

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

KAJIAN PERPINDAHAN MODA (MODE SHIFTING) DARI PENGGUNA KENDARAAN PRIBADI KE KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS: KOTA BANDUNG)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

KONSEP KAMPUS HIJAU Green-Safe-Disaster Resilience (Hijau-Keselamatan-Ketahanan Bencana)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN KARAKTERISTIK PERGERAKAN PENDUDUK KECAMATAN KALIWUNGU DI KOTA KUDUS TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan era globalisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan serta

ANALISIS KINERJA DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN TERMINAL BARANG DI KOTA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

PENGANTAR TEKNIK TRANSPORTASI

BAB I PENDAHULUAN I-1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

BAB I PENDAHULUAN. hak dasar rakyat. Infrastruktur adalah katalis pembangunan. Ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. kinerja (performance) dalam memfasilitasi mobilitas orang dan barang. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB V PENUTUP. Padang dengan pendekatan balanced scorecard. Berdasarkan hasil

BAB I PENDAHULUAN. Kota Sorong merupakan salah satu kota di Provinsi Papua Barat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik,

Disusun Oleh Arini Ekaputri Junaedi ( ) Dosen Pembimbing Yudha Prasetyawan, S.T., M.Eng.

KONSOLIDASI TRANSPORTASI PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN. tertentu (Fidel Miro, 2004). Dewasa ini transportasi memegang peranan penting

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Transportasi memegang peranan penting dalam perkotaan dapat salah satu

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2012, No Mengingat Peraturan Pemerintah tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja As

I. PENDAHULUAN. 1 Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

KEBIJAKAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN : Suatu Penerapan Metodologi yang Komprehensif Oleh: R. Aria Indra P Kasubdit Lintas Sektor dan Lintas Wilayah, Dit. Wilayah Tarunas, Ditjen Taru, Kemen PU Sustainability atau keberlanjutan merupakan konsep yang telah berkembang dan banyak dipergunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan secara menyeluruh, yang menyangkut aspek lingkungan, ekonomi maupun sosial. Aspek- aspek tersebut merupakan integrasi dari berbagai kegiatan manusia sehingga memerlukan koordinasi antar sektor maupun wilayah. Keberlanjutan kadangkala didefinisikan secara sempit yang hanya ditekankan kepada permasalahan lingkungan seperti penurunan kualitas sumber daya alam dan permasalahan polusi. Tetapi sesungguhnya, konsep keberlanjutan telah berkembang ke dalam berbagai isu lain secara komprehensif (lihat gambar 1). Penerapan kebijakan transportasi dan penurunan kadar emisi akan berdampak pada permasalahan ekonomi, sosial dan lingkungan. Karena itulah diperluakan analisis komprehensif yang memperhatikan seluruh aspek yang ada, agar menghasilkan strategi menyeluruh dan optimal. Contoh pola pikir sustainable dapat dijelaskan sebagai berikut.

Jika suatu kebijakan dilihat hanya dari satu sisi, misalnya dari sisi lingkungan, maka kebijakan untuk mengurangi konsumsi energi dan polusi udara bisa diterjemahkan menjadi kebijakan pemilihan penggunaan kendaraan yang efisien dan bersih lingkungan. Kebijakan pemilihan kendaraan hybrid merupakan suatu contoh kendaraan dengan karakteristik tiga kali lebih efisien dan kadar emisinya sangat rendah. Tetapi penggunaan kendaraan tersebut tidak akan mengurangi permasalahan kemacetan lalu lintas, kebutuhan jalan dan parkir. Kebijakan ini tidak mempengaruhi biaya konsumen, tingkat kecelakaan lalu lintas, aksesibilitas, atau dampak lingkungan dari jalan dan urban sprawl. Inilah mengapa penting untuk mempertimbangkan seluruh aspek secara komperehensif. Karena strategi untuk memperbaiki sistem transportasi secara keseluruhan akan berdampak pula kepada pengaturan tata guna lahan, bukan hanya mengurangi jumlah kendaraan bermotor. Langkah ini lebih efektif karena memperhatikan faktor-faktor sustainability. Di samping itu, analisis komperehensif juga dapat dipergunakan untuk menentukan sampai berapa besar suatu strategi dapat diimplementasikan. Sebagai contoh, kenaikan tarif (kenaikan pajak bahan bakar, retribusi parkir, kenaikan kepemilikan pajak kendaraan bermotor, dll.). Secara ekonomi dan lingkungan, hal ini sangat bermanfaat, tetapi berpengaruh negatif terhadap aspek sosial karena akan mengusik rasa keadilan masyarakat. Dengan demikian, dalam penentuan kebijakan, perlu adanya klasifikasi dalam pengenaan target kenaikan tarif, kompensasi terhadap kualitas sarana transportasi bagi kalangan berpenghasilan rendah dan penggunaan hasil pemasukan dari kenaikan tarif tersebut. Berdasarkan hal tadi, hasil kenaikan tarif perlu dikompensasikan dengan pemberian potongan tarif bagi yang tidak mampu, juga dengan memperbaiki fasilitas angkutan umum sehingga efek kenaikan tarif akan lebih

bermanfaat bagi semua pihak dan terasa adil. Dalam pola pikir keberlanjutan (sustainability), indikator- indikator yang ada dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama, yaitu indikator ekonomi, indikator sosial, dan indikator lingkungan. Indikator Ekonomi Indikator Ekonomi adalah indikator yang ditujukan kepada kesejahteraan masyarakat yang biasanya berkaitan dengan kenaikan penghasilan, kesejahteraan, tenaga kerja, produktivitas dan kesejahteraan sosial. Kebijakan ekonomi pada dasarnya adalah untuk memaksimalkan tingkat kesejahteraan, meskipun hal tersebut sangat sulit diukur secara langsung. Biasanya, ukuran yang dipergunakan adalah pemasukan keuangan atau Produk Domestik Bruto (PDB). Tetapi ada beberapa kritik mengenai indikator tersebut, di antaranya ialah pandangan bahwa PDB hanyalah mengukur kesejahteraan yang terdapat di pasar, sementara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat seperti kesehatan, kepercayaan diri, kemasyarakatan, kemerdekaan, dan sebagainya tidak tersentuh. Di samping itu, indikator tersebut tidak menggambarkan distribusi kesejahteraan. Maka indikator perekonomian ini juga perlu dilihat secara komperehensif terutama yang berhubungan dengan aspek transportasi. Dalam Tabel 1 dapat dilihat kemungkinan-kemungkinan yang termasuk indikator ekonomi dalam kaitannya dengan transportasi yang berkelanjutan.

Indikator Sosial Indikator sosial dalam hal ini umumnya meliputi isu pemerataan, kesehatan (yang merupakan dampak ekonomi jika gangguan kesehatan berdampak kepada finansial atau menurunkan produktivitas), kemasyarakatan (kualitas lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat dan kualitas interaksi kehidupan bermasyarakat yang berdampak pada sejarah dan budaya), serta faktor estetika. Polusi Udara sebagai salah satu indikator Aspek pemerataan dalam transportasi perlu dilihat dari berbagai perspektif dan dampaknya. Pertimbangan aspek tersebut umumnya meliputi kualitas pelayanan, dampak antar kelompok, terutama dampak terhadap masyarakat yang secara sosial, ekonomi maupun fisik tidak diuntungkan. Dampak kesehatan dalam transportasi umumnya meliputi akibat-akibat dari kecelakaan lalulintas, gangguan kesehatan akibat polusi dan permasalahan kesehatan yang diakibatkan oleh ketidaktersedianya prasarana transportasi. Contohnya adalah kebijakan untuk memperbaiki sarana pedestrian untuk orang-orang cacat. Upaya untuk meningkatkan kesehatan merupakan kebijakan yang menunjang transportasi yang berkelanjutan. Aspek kemasyarakatan dapat diukur dari survey lapangan, antara lain untuk mengetahui seberapa jauh fasilitas transportasi dan efektivitasnya mempengaruhi lingkungan dan seberapa jauh dampaknya mempengaruhi interaksi masyarakat. Unsur budaya tradisional dan benda-benda kesejarahan dapat dievaluasi melalui survey dengan melihat nilai-nilai yang berlaku pada tempat tersebut. Beberapa indikator sosial yang mungkin dapat digunakan dalam transportasi yang berkelanjutan bias dilihat pada tabel 2

Indikator Lingkungan Dampak transportasi terhadap lingkungan meliputi polusi udara (termasuk polutan gas yang mempengaruhi perubahan cuaca), polusi suara, polusi air, penurunan penggunaan sumber daya non-renewable dan degradasi lingkungan (meliputi penurunan produktivitas lahan, kerusakan lingkungan, dll.) Sepeda, salah satu kendaraan alternatif 26 Ada beberapa perhitungan dalam mengukur dampak lingkungan dan dilihat secara parsial. Sebagai contoh, kita menghitung biaya polusi udara hanya dari jenis emisi berbahaya yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor. Sebaiknya biaya tersebut dinilai dari hal kesehatan, dampak ekologi maupun dalam estetika. Ada beberapa indikator lingkungan yang dapat dipergunakan dalam menganalisis kebijakan transportasi yang berkelanjutan, antara lain: emisi perubahan cuaca, polusi udara, polusi suara, dampak terhadap guna lahan, perlindungan hábitat, dan efisiensi sumber daya (lihat tabel 3). Tak hanya itu, dalam pemilihan indicator kinerja yang sesuai dengan kebutuhan kebijakan transportasi ada hal-hal yang perlu diperhatikan. Yang petama adalah komprehensif, yaitu pemilihan indikator perlu merefleksikan keseluruhan aspek yang meliputi aspek ekonomi, aspek sosial, maupun aspek lingkungan. Ke dua adalah kebutuhan, yaitu pemilihan indicator harus disesuaikan dengan kebutuhan, baik dalam perencanaan maupun evaluasi. Ke tiga adalah mudah dimengerti, yaitu pemilihan indicator harus mudah dimengerti baik oleh kalangan pakar maupun kalangan umum. Ke empat adalah ketersediaan data dan biaya, yaitu pemilihan indikator seyogyanya sesuai dengan ketersediaan data yang ada dan biaya yang tersedia. Ke lima adalah komparabel, artinya jika memungkinkan, pemilihan indikator dan data dapat digunakan pula oleh wilayah dan waktu yang lain. Lalu yang treakhir adalah target kinerja, yaitu pemilihan indikator harus sesuai dengan target kinerja yang akan ditetapkan. Indikator-indikator dalam pola pikir keberlanjutan, dapat digunakan untuk menganalisis suatu kebijakan transportasi yang bersifat berkelanjutan. Sehubungan dengan hal tersebut maka terdapat indikator-indikator yang dapat dipergunakan untuk menganalisis suatu kebijakan transportasi yang bersifat berkelanjutan (lihat tabel 4).

Kebutuhan akan hasil indikator-indikator tersebut dapat diperoleh dari survey primer maupun sekunder. Data primer biasanya digunakan untuk mengetahui tingkat preferensi suatu kasus. Sedangkan untuk data sekunder dapat merupakan hasil dari suatu studi maupun data dan informasi dari instansi-instansi terkait dengan transportasi. Masingmasing indikator tersebut dapat diterjemahkan ke dalam kriteria-kriteria yang terukur sehingga akan dapat menjadi dasar dalam mengevaluasi kinerja suatu kebijakan transportasi. Kriteria terukur tersebut selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan sesuai dengan kondisi dan ketersediaan data yang ada melalui parameterparameter untuk setiap indikator yang terpilih. Kesimpulannya, kebutuhan untuk menentukan parameter yang menyeluruh tersebut bertujuan agar penilaian terhadap kebijakan yang telah disusun dapat lebih terukur dan dipertanggungjawabkan.