BAB I PENDAHULUAN. Adapun alasan atau faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT DENGAN MOTIVASI KERJA PADA KARYAWAN PT. X. Disusun Oleh. : Dyah Anggraini NPM :

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I. marga pada masyarakat Batak. Marga pada masyarakat Batak merupakan nama. Dalam kultur masyarakat Batak terkenal dengan 3 H, yaitu hamoraon

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi telah menumbuhkan berkah berupa lahirnya para entrepreneur baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung

BAB III METODE PENELITIAN. sampel, (D) Metode pengumpulan data, (E) Validitas dan Reliabilitas alat ukur, 1. Variabel bebas : Adversity Quotient

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

PETUNJUK PENGISIAN. #### Selamat Mengerjakan ####

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering terjadi bahkan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencari pengalaman hidup serta ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.

BAB 6 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan

ADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang

BAB I PENDAHULUAN. karakter setiap manusia. John Dewey (Hasbullah, 2005:2) mengatakan,

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Penelitian ini terdiri atas tiga variabel, yaitu dua variabel bebas dan satu

ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY INTELLIGENCE DENGAN MOTIVASI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA. Skripsi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari hubungan antar variabel. Variabel-variabel dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan model pembelajaran problem based learning. Hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. individu yang melibatkan proses belajar (Suryabrata, 1998).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. metode dan instrumen pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur dan

BAB II KAJIAN TEORETIK. lambang pengganti suatu aktifitas yang tampak secara fisik. Berpikir

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju

bersikap kolot, dan lebih mudah menerima perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terutama pada perempuan yang tidak menikah ini.

BAB I PENDAHULUAN. Budaya mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, baik cara berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah masa penutup. Masa penutup merupakan masa dimana. penurunan jumlah aktivitas (Hurlock, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... MOTTO... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru SLB-C Islam di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. atau perusahaan dapat melakukan berbagai kegiatan bisnis, operasi fungsi-fungsi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. data, serta penyajian hasilnya. Jenis penelitian ini adalah penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan tenaga kerja di Indonesia akhir-akhir ini semakin kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut adalah adversity

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel penelitian ini terdiri dari tiga variabel yang diamati, yaitu: b. Kecerdasan Adversitas

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. intelektual dan cerdas. Pendidikan adalah salah satu pokok pembicaraan yang tak

BAB I PENDAHULUAN. Sisten Kredit Semester UKSW, 2009). Menurut Hurlock (1999) mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan medis (McGuire, Hasskarl, Bode, Klingmann, & Zahn, 2007).

Kemandirian Belajar. 1. Deinisi Kemandirian Belajar

HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BARU YANG MERANTAU DI KOTA MALANG

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PERNYATAAN ETIKA AKADEMIK... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN MOTTO... PRAKATA...

BAB III METODE PENELITIAN. benar dalam mengumpulkan data, analisa data, pengambilan kesimpulan penelitian dan dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah MA Darussalam Agung Kota Malang. mengembangkan pendidikan di Kedungkandang didirikanlah Madrasah

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Simalungun, Pakpak, Mandailing, dan Angkola. Masyarakat tersebut pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. islam terletak di kecamatan Temayang Bojonegoro. SMP Islam Temayang

PERBEDAAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAN PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA PERANTAUAN SUKU BATAK DITINJAU DARI JENIS KELAMIN

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA RANTAU DARI INDONESIA BAGIAN TIMUR DI SEMARANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006: ) No. 22 tahun 2006 tujuan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi perekonomian yang cukup sulit bagi sebagian lapisan masyarakat mendorong mahasiswa

TINGKAT ADVERSITY QUOTIENT ATLET DIY M. Yunus Sb, BM Wara K. dkk

BAB I. Pendahuluan. pertama (gewesten) dan keresidenan Tapanuli merupakan salah satunya.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah kota besar terdiri dari beberapa multi etnis baik yang pribumi maupun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. sama halnya yang dikemukakan oleh Purdi E. Chandra yang merupakan salah satu

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

III. METODOLOGI PENELITIAN. penelitian yang bersifat membandingkan. Penelitian dengan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu mempunyai keinginan untuk merubah dirinya menjadi lebih baik. Hal ini bisa dikarenakan tempat sebelumnya mempunyai lingkungan yang kurang baik, ingin menuntut ilmu pengetahuan serta mencari pengalaman baru. Untuk menuntut ilmu pengetahuan dan mencari pengalaman, berbagai cara yang dilakukan oleh individu salah satunya pergi ke negeri (daerah) lain. Pindah atau pergi dari satu daerah ke daerah lain meninggalkan daerahnya bisa dikatakan merantau (Partanto dan Al Barry, 2004) Adapun alasan atau faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk merantau (Sitanggang, 2010) adalah: faktor fisik (ekologi dan /lokasi) maksudnya yakni karena terpencilnya daerah tempat tinggal dan susah di jangkau sehingga membuat seseorang merasa tertinggal dan tidak mengalami perkembangan, faktor ekonomi (tekanan ekonomi, sulitnya hidup di daerah, kurang kesempatan kerja di daerah, mencari pekerjaan, pergi berdagang, tidak dapat membangun masa depan yang lebihbaik di daerah, di pindahkan, lebih banyak lowongan pekerjaan di rantau), faktor pendidikan (melanjutkan studi, menambah ilmu pengetahuan, mencari pengalaman, mencari ketrampilan, kurangnya fasilitas pendidikan di kampung), faktor sosial (tekanan adat dan kebiasaan, adat terlalu sempit dan menjadi penghambat, pertikaian dalam keluarga, terlalu banyak tanggung jawab sosial, sistem sosial yang tertutup). 1

2 Menurut Castle, etnis Batak termasuk kaum perantau terbesar di Indonesia. Tahun 1930, BPS mencatat sebanyak 15,3 persen orang Batak tinggal di luar kampung halamannya. Migrasi besar-besaran terutama terjadi setelah revolusi tahun 1945-1949. Menurut sensus pada tahun 2006 jumlah perantau batak mencapai 19,8 persen dari jumlah populasi (Baskoro dkk, 2012). Beberapa alasan yang sama juga di dapatkan dari para perantau Batak. Dari hasil wawancara peneliti kepada beberapa orang subjek, setelah mereka tamat SMA maka mereka memutuskan untuk merantau dan 80% dari 5 orang subjek yang diwawancarai mengatakan bahwa mereka pergi merantau karena faktor ekonomi (ingin mendapatkan pekerjaan yang layak, mencari pengalaman dan keterampilan untuk masa depan). Selebihnya subjek mengatakan karena faktor sosial (kebudayaan untuk merantau dan mengikuti sanak-saudara yang telah sukses di perantauan). Etnis Batak merupakan suatu etnis yang berdiam atau berasal dari Sumatera Utara. Etnis Batak terdiri dari beberapa sub-etnis, yaitu Batak Toba, Simalungun, Karo, Pakpak, Mandailing, dan Angkola (Sitanggang, 2010). Tujuan hidup dari orang Batak terdapat pada istilah hamoraon, hagebeon, dan hasangapon. Hamoraon artinya kekayaan atau memiliki harta benda yang banyak. Hagabeon adalah adanya keturunan yang banyak agar dapat melanjutkan garis keturunan keluarga. Sedangkan hasangapon adalah memiliki kedamaian dalam hidup (Napitupulu dalam Warsito, 2013). Jika ketiga tujuan tersebut telah tercapai didalam hidup orang Batak maka mereka dapat dikatakan sukses atau berhasil dan begitu pula sebaliknya. Berbagai cara dilakukan oleh masyarakat Batak untuk mencapai tujuan hidup tersebut, salah satunya dengan pergi merantau.

3 Seiring dengan kemajuan jaman orang tua memperbolehkan anak-anaknya untuk pergi merantau agar memiliki kehidupan yang lebih baik daripada sekarang. Biasanya anak masyarakat Batak akan pergi merantau setelah mereka menamatkan SMA atau yang biasa berusia 18-22 tahun. Mereka yang pergi merantau biasanya akan pergi ke daerah tempat sanak-saudaranya berada dan mencari pekerjaan disana. Namun ketika daerah tempat mereka pergi merantau tidak ada sanak-saudara maka para perantau akan mencari yang semarga dengan mereka (Komunikasi Personal, 09 Januari 2016). Di Indonesia usia 15-24 tahun merupakan batasan usia remaja (Sarwono, 2013). Menurut Harlock, rentang usia 18-21 tahun merupakan usia remaja akhir (Harlock, 2003). Steirnberg dan Rice (Steirnberg, 2002) berpandangan bahwa pada usia remaja seiring dengan berlangsung dan memuncaknya proses perubahan fisik, kognisi, afeksi, sosial, moral dan mulai matangnya pribadi dalam memasuki dewasa awal, maka tuntutan terhadap separasi dari orang tua atau keluarga berlangsung sedemikan tingginya sejalan dengan tingginya kebutuhan akan kemandirian dan pengaturan diri. Kebutuhan akan kemandirian dalam kegiatan merantau sangatlah penting karena pada masa yang akan datang setiap individu akan menghadapi berbagai macam tantangan dan dituntut untuk dapat melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua (Jihadah dan Alsa, 2013). Kemandirian merupakan salah satu indikator kedewasaan seseorang yang ditandai dengan kemampuannya dalam melakukan segala sesuatu sendiri tanpa harus bergantung dengan orang lain (Patriana, 2007). Monks (2001) mengatakan bahwa orang yang mandiri akan memperlihatkan perilaku yang eksploratif, mampu mengambil keputusan, percaya

4 diri, dan kreatif. Selain itu juga mampu bertindak kritis, tidak takut berbuat sesuatu, mempunyai kepuasan dalam melakukan aktifitasnya, percaya diri, dan mampu menerima realitas. Menurut Ryan dan Deci (dalam Yusuf, 2000) dapat diketahui bahwa individu yang mandiri mampu memotivasi dirinya untuk bertahan dengan kesulitan yang dihadapi dan dapat menerima kegagalan dengan pikiran yang rasional. Kemandirian menurut Steinberg (2002) merupakan perkembangan dari independency yaitu kapasitas individu untuk berperilaku sesuai keinginannya dengan mencakup komponen emosional, kognitif dan perilaku. Kemandirian ini juga dikonsepsikan sebagai self governing person yaitu kemampuan menguasai diri. Kemandirian tersusun atas tiga aspek : (1) kemandirian emosional yaitu kemampuan individu untuk tidak tergantung secara emosional terhadap orang lain terutama orang tua, (2) kemandirian perilaku yaitu kemampuan mengambil keputusan secara mandiri dan bertanggung jawab terhadap keputusan tersebut, dan (3) kemandirian nilai yaitu kemampuan untuk memaknai seperangkat prinsip tentang benar atau salah serta penting atau tidak penting. Beberapa penelitian mengenai kemandirian pada remaja telah pernah dilakukan sebelumnya, seperti studi yang dilakukan oleh Masrun, dkk (1986) mengenai kemandirian pada penduduk di tiga suku bangsa (jawa, batak, dan bugis) menyatakan bahwa skor kemandirian kelompok subjek dari suku batak mempunyai rerata skor yang paling tinggi (51,00) diikuti oleh suku jawa (50,86) dan yang terendah adalah rerata kelompok subjek dari suku bugis (47,98).

5 Berdasarkan hasil angket yang peneliti berikan kepada remaja perantau Batak, diketahui bahwa ada remaja yang memiliki indikator kemandirian tinggi tampak pada hasil angket yang menyatakan 50% dari 12 subjek memandang orang tua sebagai orang tua yang biasa dan sederhana, lalu 75% dari 12 subjek akan berusaha sendiri menyelesaikan masalah yang terjadi dan 90% dari 12 subjek bertanggung jawab terhadap masalah serta keputusan yang telah diambilnya. Hal tersebut didukung dengan hasil wawancara terhadap beberapa orang subjek yang mengatakan bahwa mereka mengambil keputusan terbesar untuk pergi merantau sendiri setelah mereka tamat SMA, mereka merasa yakin dan percaya diri melakukan usaha. Beberapa indikator kemandirian lainnya yang dimiliki oleh para perantau seperti, mereka mencari sendiri pekerjaan tanpa bantuan orang lain, ketika mereka mengalami kesusahan seperti modal usaha yang sedikit, usaha yang mereka kerjakan tidak berjalan atau mengalami kegagalan maka mereka berusaha menyelesaikan sendiri karena mereka yakin mereka pasti bisa. Beberapa subjek mengatakan bahwa ketika mengalami masalah mereka berusaha untuk menyelesaikan sendiri karena mereka diajarkan untuk bekerja keras dan hidup mandiri di daerah orang dan mereka harus bertanggung jawab terhadap keputusan yang telah mereka ambil. Begitu pula dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa wali dari perantau Batak, mengatakan bahwa kalau mereka setelah diberikan pengarahan atau penjelesan mengenai daerah maka akan membiarkan pergi sendiri untuk mencari pekerjaan dan ketika mereka mengalami

6 kesulitan jarang untuk menemui meminta bantuan karena mereka harus bisa menyelesaikan sendiri. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan kemandirian adalah Adversity Quotient (AQ) (Gucci, 2015). Salah satu peran dari AQ adalah untuk meningkatkan motivasi (Stoltz, 2000) sedangkan motivasi merupakan salah satu faktor kemandirian yang diungkapkan oleh Steinberg (2002). Stoltz (2000) mendefinisikan AQ adalah kemampuan untuk menghadapi kesulitan. Orang-orang yang memiliki AQ yang baik akan menjadikan hambatan, tantangan serta kesulitannya menjadi sebuah peluang. Menurut Stoltz (2000) AQ terdiri atas empat dimensi yang disingkat CO2RE yaitu control, origin dan ownership, reach serta endurance. Control merupakan perasaan individu untuk dapat mengontrol atau mengendalikan peristiwa yang menimbulkan kesulitan. Origin dan ownership merupakan pandangan individu untuk mempersalahkan dirinya atau orang lain yang menjadi sumber kesulitan dan perasaan individu untuk mengakui akibat dari kesulitan serta bertanggung jawab atas kesulitan tersebut. Dimensi reach merupakan perasaan individu untuk menahan atau membiarkan kesulitan untuk menjangkau seluruh bagian kehidupannya. Serta dimensi endurance adalah ketahanan individ uuntuk menghadapi kesulitan yang dihadapi. Penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2013) mengenai perbedaan AQ pada wirausahawan Batak dan Jawa mengatakan bahwa AQ orang Batak lebih tinggi dibandingkan orang Jawa. Hal ini dikarenakan orang Batak Toba memiliki

7 sebagian ciri-ciri orang yang memiliki AQ yang tinggi yaitu orang yang terus berjuang dalam bentuk kegigihannya dalam memperoleh sesuatu, memiliki kemampuan bertahan terhadap kesulitan yang ditunjukkan dengan sikap tidak pasrah menerima keadaan. Berdasarkan hasil angket yang peneliti berikan kepada beberapa perantau Batak, 75 % dari 12 remaja perantau Batak menjawab jika menghadapi masalah mereka akan bersikap tenang dan bersikap berani serta tertantang untuk menyelesaikannya dan 70% dari 12 subjek mengatakan jarang untuk meminta bantuan dalam menyelesaikan masalahnya dan merasa harus bertanggung jawab terhadap permasalahan tersebut. Hasil wawancara yang peneliti lakukan kepada beberapa perantau mengatakan mereka memiliki target dalam mencapai kesuksesan dan berusaha untuk meuwujudkannya, mereka harus dapat mengontorol diri, harus yakin dan percaya diri dalam melakukan usaha serta tidak boleh terpengaruh kepada hal apapun. Subjek mengatakan harus bisa mengatasi kesulitan atau tantangan yang dihadapi, ia tidak boleh mengeluh atau menyerah dan harus selalu berusaha dengan sungguh-sungguh (Komunikasi Personal, 09 Januari 2016). Penelitian mengenai kemandirian pada remaja perantau sebelumnya telah pernah dilakukan. Penelitian oleh Anggraini mengenai hubungan kemandirian dengan penyesuaian diri pada mahasiswa yang merantau di Kota Malang, mengatakan terdapat hubungan positif antar kedua variabel, sehingga semakin tinggi kemandirian maka semakin tinggi penyesuaian diri pada mahasiswa baru yang merantau di kota Malang. Penelitian perbedaan tingkat kemandirian dan

8 penyesuaian diri mahasiswa perantuan Batak ditinjau dari jenis kelamin menyatakan bahwa tidak ada perbedaan mahasiswa perantauan Batak ditinjau dari jenis kelamin. Namun belum ada penelitian yang menghubungkan antara kemandirian dengan AQ kepada remaja perantuan. Hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara AQ dengan kemandirian pada remaja perantau Batak. Semakin tinggi AQ, maka semakin tinggi kemandirian remaja perantau Batak. Semakin rendah AQ, maka semakin rendah pula kemandirian remaja perantau Batak. Oleh karena itu, peneliti berencana melakukan penelitian dengan judul Hubungan AQ dengan kemandirian pada remaja perantau Batak. 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini, apakah terdapat hubungan antara AQ dengan kemandirian pada remaja perantau Batak? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan AQ dengan kemandirian pada remaja perantau Batak 1.3.2. Tujuan khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui gambaran AQ remaja perantau Batak.

9 2. Untuk mengetahui gambaran kemandirian remaja perantau Batak. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1.4.1. Manfaat Teoretis Penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi bagi ilmu pengetahuan psikologi, khususnya psikologi perkembangan. 1.4.2. Manfaat Praktis 1. Bagi para perantau Batak, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pentingnya memiliki AQ yang baik sehingga membentuk kemandirian yang baik. 2. Bagi peneliti lain, dapat memberikan informasi data jika hendak melakukan penelitian yang sama. 1.5. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan, berisikan uraian singkat mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, hipotesis penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. BAB II : Tinjauan pustaka, berisi teori-teori yang meliputi definisi kemandirian, aspek-aspek kemandirian, faktor yang mempengaruhi kemandirian, definisi AQ, dimensi AQ, factor pembentuk AQ, kerangka pemikiran dan hipotesis. BAB III : Metode penelitian, berisi uraian metode yang digunakan, identifikasi variable penelitian, definisi konseptual dan definisi

10 operasional, populasi, sampel, metode pengambilan sampel, lokasi penelitian, metode pengumpulan data, instrument penelitian, analisis item (uji daya beda item, validitas alat ukur, reliabilitas ala tukur), dan metode analisis data (analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial). BAB IV : Hasil dan pembahasan, berisi mengenai deskripsi statistik AQ, deskripsi statistik kemandirian, hasil penelitian (hasil uji normalitas, uji linieritas, uji korelasi), pembahasan mengenai AQ dan kemandirian subjek penelitian, gambaran hasil penelitian AQ, serta gambaran hasil penelitian kemandirian. BAB V : Kesimpulan dan saran, berisikan kesimpulan mengenai hasil penelitian serta saran penelitian berupa saran metodologis dan saran praktis.