bersikap kolot, dan lebih mudah menerima perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terutama pada perempuan yang tidak menikah ini.

Transkripsi

1 BAB V KESIMPULAN Suku Batak Toba merupakan suku yang kaya akan budaya salah satunya falasafah Dalihan Na Tolu yang menjadi landasan orang Batak Toba dalam bermasyarakat. Dalihan Na Tolu ini mengandung nilai kekerabatan, religi dan akan menghantarkan masyarakat Batak Toba pada tujuan hidup Orang Batak Toba yang hagabeon (banyak keturunan,panjang umur, kepatuhan, ilmu pengetahuan, keberanian), hasangapon (kewibawaan), hamoraon (kekayaan dan pengayoman). Bagi Orang Batak tercapainya segala nilai dalam falsafah Dalihan Na Tolu dapat memberikan kesempurnaan di dalam hidup. Namun Masyarakat Batak Toba di perantuan saat ini telah banyak mengalami perubahan dalam memahami falsafah hidupnya sebagai orang Batak Toba. Dilihat dari pelaksanaan adat tidak lagi dilakukan sesuai dengan Dalihan Na Tolu serta sistem keluarga yang sudah tidak lagi memberikan sosialiasi mengenai Dalihan Na Tolu itu sendiri. Pergeseran ini terjadi karena adanya transisi masyarakat Batak Toba dan masuknya agama kedalam kebudayaan orang Batak Toba, sehingga ada nilai-nilai yang dihilangkan agar sesuai dengan kepercayaan yang dianut. Pergeseran ini juga terjadi karena tidak berada di bona pasogit, masyarakat Batak Toba yang berada di perantauan kemudian menyesuaikan adatnya sesuai dengan lingkungannya, hal ini juga disebabkan karena sistem tradisional dalam pelaksanaan adat sudah tidak seketat di bona pasogit. Sehingga hal ini berdampak bagi generasi penerus salah satunya perempuan Batak Toba yang akhirnya memilih untuk tidak menikah karena sistem adat tidak seketat dulu lagi. Sebagai orang Batak Toba, perempuan yang memilih tidak menikah ini telah mengalami perubahan sosial pada aspek Nilai-nilai budaya yaitu nilai Dalihan Na Tolu sebagai pegangan hidup Orang Batak. Masing-masing dari informan telah menganggap falsafah Dalihan Na Tolu ini tidak relevan 109

2 dengan tujuan hidup yang mereka inginkan. Dalam penelitian ini beberapa informan menunjukkan bahwa nilai Dalihan Na Tolu tidak sesuai dengan ajaran agama. Nilai Dalihan Na Tolu juga mengalami perubahan karena adanya pengalaman buruk dari lingkungan informan sehingga terjadi perubahan akan nilai-nilai Dalihan Na Tolu. Menjadi orang yang taat adat juga sudah dianggap bukan sesuatu yang dapat menjamin kehidupan akan menjadi lebih baik. Masingmasing informan memiliki pemikiran dan pilihan sendiri mengenai tujuan hidup maupun pencapaian-pencapaian dalam hidupnya. Pencapaian nilai-nilai dalam adat yang hanya dapat terwujud apabila sudah menikah, namun perempuanperempuan Batak ini memilih untuk tidak menikah karena pernikahan dianggap akan menghambat tujuan hidupnya, sehingga tidak menikah bukan menjadi masalah bagi mereka karena nilai-nilai Dalihan Na Tolu dalam diri masingmasing perempuan ini telah mengalami perubahan. Pergeseran nilai perkawinan dalam Batak Toba menjadi salah satu aspek perubahan pemaknaan pada perempuan Batak Toba yang tidak menikah ini. Perkawinan dalam masyarakat Batak dianggap akan mengungkung kehidupan karena adanya nilai-nilai yang harus dicapai setelah menikah sebagai seorang Batak, adat perkawinan juga dinilai identik dengan konsumerisme dan perbedaan hak, status dan kedudukan untuk perempuan. Hal ini mempengaruhi mereka dalam memandang perkawinan sebagai sesuatu yang kurang menggembirakan bagi seluruh informan sehingga berdampak pada keinginan untuk tidak menikah. Perubahan pada fungsi keluarga turut menentukan pilihan perempuanperempuan ini untuk tidak menikah dan memahami nilai-nilai budaya Batak Toba. Orang tua yang tidak rutin bahkan tidak mengikuti adat atau perkumpulan Batak Toba serta tidak lagi gereja di gereja Batak tidak begitu kuat dan kental menanamkan nilai Dalihan Na Tolu kepada anaknya. Hal tersebut juga didasari karena orang tua tinggal diperantauan sehingga jauh dari kegiatan adat. Ada informan yang juga orang tuanya menanamkan nilai-nilai Dalihan Na Tolu serta masih melaksanakan kegiatan adat namun keluarga tetap mengedepankan pilihan individu. Penelitian ini menemukan bahwa keinginan dan makna yang dimiliki 110

3 perempuan-perempuan ini tidak selalu sesuai dengan apa yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Hal ini memang dapat terjadi karena individu adalah seorang yang aktif dan dinamis. Dalam masalah perkawinan, perempuan Batak Toba ini tidak lagi dikontrol oleh orang tuanya dan bentuk-bentuk lainnya dari tekanantekanan sosial. Tidak hanya itu, proses sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua kepada perempuan-perempuan ini kemudian memberikan dampak berupa perilaku yang berubah terhadap budaya batak khususnya Dalihan Na Tolu. Adanya perubahan pada fungsi keluarga, perempuan Batak ini telah banyak menentukan pilihan hidupnya sendiri dan tidak menikah padahal budaya Batak Toba mengharuskan mereka kawin agar dapat menjalankan adat dan memenuhi falsafah hidup yang terkandung dalam Dalihan Na Tolu. berdasarkan perubahan fungsi keluarga, keluarga memberi dampak besar pada pudarnya arti penting perkawinan dan nilai-nilai adat yang hanya akan tercapai dengan adanya perkawinan. Hal ini tampak dari beberapa informan yang memaknai perkawinan secara negatif, menurut mereka perkawinan adalah sesuatu yang tidak penting, tidak harus ada dalam hidup dan dianggap menghambat dalam mencapai tujuan hidup berdasarkan pilihan rasional mereka masing-masing, sehingga mengabaikan perkawinan dan mengabaikan falsafah Dalihan Na Tolu yang sangat dekat dengan perkawinan. Terkait teori perubahan sosial. Perubahan sosial kultural pada informan terjadi karena adanya dorongan yang menghasilkan perubahan sikap dan nilai. Pada informan yang diwawancarai ditemukan adanya dorongan agama yang membuat seluruh informan mengalami perubahan penilaian terhadap adat Batak Toba. Agama menjadi salah satu pendorong informan untuk tidak menjalankan nilai yang terkandung dalam Dalihan Na Tolu, sehingga ketika memilih untuk tidak menikah tidak membuat para informan merasa mengingkari dan menentang falsafah hidup yang seharusnya mereka jalankan. Bagi seluruh informan agama menjadi pengaruh untuk memotivasi dalam mendorong individu untuk melakukan tujuan hidupnya bukan adat. Perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai memiliki unsur kesucian, serta ketaatan. Ketaatan 111

4 memberi pengaruh pada informan dalam menilai budayanya. Agama sebagai nilai etika, maka dalam melakukan tindakan, perempuan-perempuan ini terikat kepada ketentuan antara mana yang boleh dan mana yang tidak boleh menurut ajaran agama. Sebaliknya, agama juga memberi harapan bagi perempuan-perempuan Batak ini, di mana melaksanakan perintah agama karena adanya suatu harapan terhadap pengampunan, berkat dan pahala dari Tuhan. Orientasi ke depan dan keinginan untuk maju juga merupakan salah satu pendorong perempuan-perempuan ini untuk tidak menikah. Perubahan ini identik dengan pilihan-pilihan rasional yang dilakukan seluruh informan untuk mencapai tujuan dalam hidupnya. Dalam teori pilihan rasional, individu mengantisipasi hasil alternatif tindakan dan menghitung yang terbaik untuk mereka. Rasional individu memilih alternatif yang akan memberi mereka kepuasan terbesar. Hal ini jugalah yang terjadi pada perempuan Batak Toba yang memilih untuk tidak menikah karena adanya pencapaian-pencapaian yang diharapkan oleh mereka. seluruh informan ingin hidupnya sejahtera, sukses dalam berkarir, rohani, lingkungan masyarakat dan adanya keinginan-keinginan secara pribadi untuk mendapat hidup yang yang lebih baik dari sebelumnya. Perempuan-perempuan ini pada umumnya beranggapan bahwa masa yang akan datang berbeda dengan masa sekarang sehingga berusaha menyesuaikan diri baik yang sesuai keinginannya. Untuk itu individu ini pada umumnya berusaha melakukan perubahan-perubahan agar dapat menerima masa depan dan mencapai kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Hal lain yang menjadi pendorong perubahan sosial pada perempuanperempuan Batak ini adalah sistem terbuka pada masyarakat. Seluruh perempuan Batak Toba ini merasa diterima ditengah-tengah dimasyarakat meskipun berstatus tidak menikah di usia yang matang. Informan yang tinggal yogyakarta sebagai perantau banyak bersinggungan dengan suku, ras, dan agama yang berbeda didalam lingkungannya. Penerimaan secara terbuka oleh masyarakat karena adanya pengaruh moderniasi. Sikap terbuka ini membuat orang-orang dalam lingkungan para informan lebih dinamis, tidak terbelenggu hal-hal lama yang 112

5 bersikap kolot, dan lebih mudah menerima perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terutama pada perempuan yang tidak menikah ini. Tinggal diperantauan dan berbaur dengan masyarakat yang memiliki latar belakang berbeda menyebabkan informan mengalami penyesuaian sesuai dengan kondisi lingkungannya, informan berada pada masyarakat yang sudah terbuka terhadap perubahan dan menghargai keputusan pribadi perseorangan sehingga yang terlihat adalah bentuk dukungan kepada informan terhadap keputusannya meskipun hal tersebut tidak biasa dalam masyarakat. 113