BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan
|
|
- Hendri Santoso
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ADVERSITY QUOTIENT 1. PengertianAdversity Quotient Adversity atau kesulitan adalah bagian kehidupan kita yang hadir dan ada karena sebuah alasan dan kita sebagai manusia dapat memilih untuk menjadikan hambatan tersebut sebagai bahan pelajaran hidup yang berharga. Menurut bahasa, kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan (Echols & Shadily, 1993). Nashori (2007) berpendapat bahwa adversity quotient merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan kecerdasannya untuk mengarahkan, mengubah cara berpikir dan tindakannya ketika menghadapi hambatan dan kesulitan yang bisa menyulitkan dirinya. Leman (2007) mendefenisikan adversity quotient secara ringkas, yaitu sebagai kemampuan seseorang untuk menghadapi masalah. Adversities are part of living, and people choose the way they react to each adversity in their lives. Many times they will be senseless, unfair, painful, and beyond our control to prevent. Howeever, they come into our lives for a reason. People can choose to learn valuable lessons from each adversity they encounter ( Brunkhorst, 2005) 13
2 14 Adversity quotient merupakan teori populer yang dikembangkan oleh Paul G. Stoltz dan pertama sekali diperkenalkan di dalam bukunya berjudul Adversity Quotient : Turning Obstacle into Opportunities yang diterbitkan pada tahun teori ini muncul atas gabungan dari tiga cabang ilmu yaitu psikologi kognitif, neuropsikologi dan psikoneuroimunologi. Stoltz (2004) mengungkapkan bahwa adversity quotient adalah kecerdasan seseorang dalam menghadapi rintangan atau kesulitan secara teratur. Adversity quotient membantu individu memperkuat kemampuan dan ketekunan dalam menghadapi tantangan hidup sehari-sehari. Adversity Quotient (AQ) menjelaskan seberapa baik individu dapat bertahan dan mampu mengatasi kesulitan, dapat meramalkan siapa yang dapat bertahan akan kesulitan atau siapa yang akan hancur. AQ juga dapat memprediksi siapa yang dapat melebihi harapan dari potensi yang dimiliki. Menurut Stoltz, kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupan terutama ditentukan oleh tingkat adversity quotient yang terwujud dalam tiga bentuk, yaitu : a. Kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. b. Suatu ukuran untuk mengetahui respon seseorang terhadap kesulitan. c. Serangkaian alat untuk memperbaiki respon seseorang terhadap kesulitan.
3 15 2. Faktor-Faktor Pembentuk Adversity Quotient Stoltz menguraikan adversity qoutient sebagai bentuk kesuksesan yang digambarkan seperti sebuah pohon. Bagian paling atas merupakan kinerja seseorang yang dipengaruhi oleh bagian paling bawah pohon yaitu akar. Faktor pembentuk adversity quotient menurut Stoltz yaitu : a. Genetika Genetika terkait dengan hereditas, yaitu pewarisan sifat-sifat tertentu dari orang tua individu. Selain karakteristik fisik, faktor genetika juga mempengaruhi sikap seseorang. Adversity quotient memang tidak diturunkan secara genetis sebagaimana karakteristik fisiologis seseorang. Hanya saja karena AQ adalah hasil dari proses belajar individu,maka pembentukannya membutuhkan kemampuan dasar yang harus terpenuhi. b. Pendidikan Pendidikan terkait dengan proses belajar, yaitu perubahan yang relatif permanen pada perilaku individu sebagai akibat dari latihan (Atkinson dkk, 1992). Proses belajar tersebut tidak hanya berlangsung secara formal di sekolah atau bangku perkuliahan, namun dapat berlangsung secara informal di tengah-tengah keluarga dan lingkungan sosial sekitar individu. Adversity quotient tidak terlepas dari pengaruh pendidikan yang dialami seseorang di awal kehidupan yaitu keluarga. Grotberg (1999) menyatakan bahwa pola asuh orang tua dan respon lingkungan sosial di sekitar anak memberikan dukungan dan dasar kemampuan anak untuk menyikapi kesulitan hidup. Adversity quotient dengan kata lain dipengaruhi oleh lingkungan dimana setiap individu memiliki pengalaman yang
4 16 berbeda dan cara menyikapi yang berbeda terhadap suatu lingkungan tertentu baik formal maupun informal. c. Keyakinan Keyakinan diartikan sebagai penilaian subjektif terhadap dunia, termasuk pemahaman sesorang terhadap diri sendiri dan lingkungannya ( Fishbein & Ajzen, 1975). Keyakinan juga diperoleh dari hasil belajar. Keyakinan juga dipengaruhi oleh latar belakang budaya tempat individu hidup, seperti budaya di sekolah maupun rumah. Stoltz mengungkapkan bahwa keyakinan akan menimbulkan motivasi dan sebagian besar orang yang sangat sukses memiliki faktor keyakinan di dalam dirinya. 3. Dimensi Adversity Quotient Dimensi AQ yang digunakan pada penelitian ini adalah yang diungkapkan oleh Stoltz (2004) yaitu sebagai berikut : a. C = Control/ kendali Dimensi ini mempertanyakan seberapa besar kendali seseorang rasakan saat menghadapi situasi sulit. Kontrol atau kendali diawali dengan pemahaman bahwa sesuatu, apapun itu dapat dilakukan. b. O = Ownership and origin/ Kepemilikan Sejauh mana seseorang mengakui akibat-akibat dari kesulitan. Dan mempertanyakan sejauh mana seseorang tersebut mau bertanggung jawab atas peristiwa apapun penyebabnya dan berusaha mencari solusi.
5 17 c. R = Reach/ Jangkauan Sejauh mana kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan atau mempengaruhi aspek kehidupan lain individu. Individu dengan tingkat jangkauan yang baik tidak mudah terganggu aspek kehidupan lain saat mengalami masalah. Individu tersebut mampu membedakan masalah yang muncul dan respon yang ditujukan pada situasi tersebut. d. E = Endurance / Ketahanan Berapa lama kesulitan akan berlangsung dan berapa lama penyebab kesulitan ini akan berlangsung. Aspek ketahanan menjelaskan bahwa suatu masalah tidak berlangsung selamanya dan bisa terselesaikan atas kemauan diri individu atau sebaliknya. 4. Tipe Siswa Berdasarkan Tingkat Adversity Quotient Stoltz (2004) mengatakan bahwa terdapat tiga tipe manusia berdasarkan tingkat adversity quotient yang dimiliki yaitu sebagai berikut : a. Climbers Pendaki adalah mereka yang selalu optimis, melihat peluang dan celah dibalik keputusasaan, selalu bersemangat untuk maju. kemungkinan sekecil apapun dapat menjadi sumber harapan besar untuk meraih kesuksesan (Agustian, 2001). Pendaki adalah pemikir yang selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan, dan tidak pernah membiarkan
6 18 usia, jenis kelamin, ras, cacat fisik maupun hambatan lainnya menghalangi pendakian mereka (Stoltz, 2004). b. Campers Campers adalah golongan yang mudah puas atas segala sesuatunya. Tipe ini puas dengan mencukupkan diri dan tidak mau mengembangkan diri. Mereka adalah orang-orang yang tidak terdorong perubahan karena takut dan hanya mencari keamanan dan kenyamanan. Hanya saja, campers setidaknya sudah melangkah dan menanggapi tantangan namun setelah mencapai tahap tertentu mereka akan berhenti (Stoltz, 2004). c. Quitters Quitters adalah mereka yang berhenti. Mereka adalah sosok yang memilih untuk mundur, menghindari kewajiban dan berhenti apabila menghadapi kesulitan. Quitters akan berhenti di tengah pendakian, mudah putus asa dan mudah menyerah (Agustian, 2001). Orang dengan tipe ini cukup puas dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan cenderung pasif. B. JENIS SEKOLAH Jenis sekolah pada penelitian ini berdasarkan status sekolah tersebut yaitu sebagai berikut : 1. Sekolah Pembauran Sekolah adalah lembaga formal yang menyelengarakan tujuan pendidikan nasioanal. Sedangkan pembauran adalah konsep yang pertama sekali
7 19 diperkenalkan oleh presiden Soeharto guna mewujudkan integrasi nasional di Indonesia baik di bidang pendidikan maupun budaya yang menekankan pada asimilasi warga negara Indonesia keturunan asing dengan warga negara Indonesia keturunan Indonesia (Suryadinata, 2003). Mitchell (1999) menjelaskan mengenai konsep pembauran sebagai konsep metafora yang menetapkan bahwa kaum minoritas (microculture) harus melebur ke dalam kelompok mayoritas, menyingkirkan bahasa ibu mereka dan tradisi budayanya dan menyesuaikan adat istiadat budaya dengan budaya mayoritas (macroculture). Kebijakan asimilasi pada era pemerintahan presiden Soeharto menghasilkan peraturan yaitu, pada tahun 1967 pemerintah mendirikan Sekolah Nasional Proyek Khusus (SNPK) sebagai sekolah pembauran (berdasarkan Intruksi Presiden Kabinet No. 37/U/In/G/1967). Maksud dari sekolah nasional proyek khusus ini ialah dimana sekolah yang awalnya berdiri sebagai sekolah khusus etnis Tionghoa, menggunakan bahasa pengantar mandarin dan kurikulum yang berbeda diwajibkan untuk berbaur dengan warga negara Indonesia keturunan asli dan menggunakan bahasa pengantar Indonesia dan kurikulum pendidikan nasional. Sekolah dilihat sebagai wadah pembauran (melting pot) antara kelompok pribumi dengan kelompok non pribumi, agar generasi muda non pribumi dapat meleburkan diri dan budayanya ke dalam budaya nasional melalui wadah pendidikan. Sekolah pembauran berdasarkan SNPK adalah sekolah yang komposisi muridnya adalah 50 % merupakan WNI asli (murid pribumi) dan WNI keturunan asing (murid nonpribumi). Sekolah tersebut juga harus menerapkan kurikulum
8 20 nasional yang digunakan oleh semua sekolah di Indonesia (Pelly, 2003). Namun, lebih lanjut komposisi murid pribumi pada sekolah pembauran tidak sama dengan nonpribumi yang mengakibatkan sekolah pembauran berisikan mayoritas siswa nonpribumi dengan eksklusivitas etnis keturunan Tionghoa (Pelly, 2003). Sekolah pembauran di wilayah Sumatera Utara sendiri terlihat dari perubahan nama yayasan yang semula identik dengan nama Tionghoa menjadi nama Indonesiakarena kebijakan pemerintah. Selain itu, lebih lanjut sekolah pembauran yang ada di kota Medan telah menjadi sekolah swasta yang dulunya mengadopsi sistem aturan sekolah pembauran (Komunikasi personal, 2015). 2. Sekolah Negeri Sekolah negeri adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa atau murid di bawah pengawasan guru yang dikelola oleh pemerintah. Sekolah menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.29 tahun 2003, pasal 18 tentang pendidikan nasional merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan jenjang pendidikan formal yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sekolah menurut Alif (2006) adalah sebuah lembaga yang ditujukan khusus untuk pengajaran dengan kualitas formal. Sekolah negeri dalam hal ini adalah status sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah dimana pendanaan dan peraturan pendidikan berasal dari pemerintah.
9 21 C. KONSEP SISWA PRIBUMI DAN NON-PRIBUMI Pelly (2003) menjelaskan bahwa identitas siswa pribumi merupakan identitas yang muncul dari peninggalan belanda dimana mereka merupakan warga negara Indonesia (WNI) keturunana asli indonesia, yang berasal dari suku-suku asli di Indonesia. Siswa non-pribumi menurut Pelly (2003) yaitu identitas yang muncul kepada mereka yang berasal dari keturunan Tionghoa, India, ekspatriat asing (umumnya kulit putih) maupun campuran, walaupun telah beberapa generasi dilahirkan di Indonesia yang biasa dikenal sebagai warga negara Indonesia (WNI) keturunan asing. D. Adversity QuotientPadaSiswa Pribumi di Sekolah Pembauran dan Siswa Pribumi di Sekolah Negeri. Siswa pribumi adalah siswa WNI keturunan suku asli Indonesia. Dewasa ini, banyak siswa pribumi yang bersekolah di sekolah pembauran dengan alasan kualitas sekolah yang lebih baik dari sekolah negeri. Namun, tidak selamanya sekolah pembauran berhasil memberikan manfaat kepada peserta didiknya. Karena lingkungan sekolah sering sekali menghasilkan kendala apabila siswa tidak dapat beradaptasi. Kendala tersebut tidak akan menjadi masalah bagi performa akademis siswa ataupun kesehatannya apabila dapat dihadapi dengan baik. Sekolah pembauran memiliki tingkat disiplin yang tinggi. Aturan sekolah, sistem belajar, kompetisi memperoleh nilai hasil belajar yang maksimal antar
10 22 siswa dan cara mengajar pendidik membuat siswa yang bersekolah di sekolah pembauran harus bekerja keras untuk beradaptasi agar tidak tertinggal dari siswa lainnya. Siswa pribumi yang mampu mengikuti cara belajar, tingkat disiplin sekolah dan cara mengajar pendidiknya dikatakan berhasil menghadapi tantangan di sekolah pembauran. Siswa tersebut memiliki AQ yang baik yang berasal dari aspek AQ itu sendiri seperti control, endurance, reach, owrnership dan origin.satu hal yang tidak kalah penting adalah faktor teman sebaya dimana etnis Tionghoa tidak menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari sehingga akan menimbulkan tantangan tersendiri bagi siswa pribumi untuk bisa bergaul dengan siswa nonpribumi tersebut. Siswa pribumi di sekolah pembauran yang memiliki kontrol dan aspekaspek AQ yang baik akan mudah menjawab semua tantangan tersebut. Mereka bahkan diuntungkan dengan atsmosfer kompetisi memperoleh peringkat kelas yang tinggi. Seperti yang diungkapkan oleh Ryan (2001) bahwa siswa yang memiliki kelompok teman sebaya yang berprestasi tinggi juga turut menghasilkan bentuk prestasi yang sama. Namun, apabila siswa pribumi di sekolah pembauran tidak memiliki AQ yang baik maka sulit untuk menghadapi tantangan serta ekspektasi hasil belajar yang maksimal, karena apabila sudah gagal akan menimbulkan stres yang berakibat buruk bagi performa akademis dan kesehatan siswa tersebut. Tantangan yang dihadapi oleh siswa pribumi di sekolah negeri juga beragam. Sekolah negeri memiliki perbedaan tingkat disiplin sekolah, cara mengajar pendidik, sistem nilai dan pergaulan teman sebaya yang lebih
11 23 heterogen.tapi tetap saja tidak semua siswa mampu mengatasi kendala yang ada dengan bijak.misalkan, seorang siswa pribumi yang awalnya seorang yang rajin dan ingin mencapai nilai tertinggi di setiap matapelajaran namun selalu gagal dikarenakan cara mengajar pendidik, standar nilai dan teman sebaya yang tidak mendukung tujuan tersebut. Hal ini tentu menjadi sumber stres bagi siswa apabila tidak dapat diatasi dengan cara yang seharusnya. Kasus tersebut bisa saja terjadi di sekolah pembauran maupun di sekolah negeri. Untuk itu, penting bagi anak agar mampu mengasah kemampuan bertahan dan mengatasi hambatan yang ada. AQ menurut Stoltz (2004) dapat meramalkan siapa anak yang bertahan dalam kesulitan dan mengubahnya menjadi kesempatan dan siapa anak yang berhenti dan tidak akan mencoba. Ketiga tipe siswa tersebut telah dijelaskan oleh Stoltz melalui teori mengenai tipe climbers, campers dan quitters. Tipe-tipe tersebut bergantung pada tinggi atau rendahnya skor pada dimensi dari adversity quotient yaitu daya tahan, kendali, kepemilikan dan jangkauan. Menurut Stoltz (2004), AQ dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah lingkungan yaitu ketersediaan daya saing yang mengakibatkan para siswa mampu menciptakan peluang dalam kesulitan. Pengalaman belajar siswa di sekolah yang berbeda akan menghasilkan tingkat AQ yang berbeda pula. AQ sendiri sangat penting untuk diketahui oleh siswa di kedua sekolah mengingat sekolah pembauran dan sekolah negeri menyediakan pengalaman belajar yang berbeda kepada peserta didik mereka.
12 24 E. Hipotesa Penelitian Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka untuk menjawab rumusan masalah yang ada, penulis mengajukan hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara yang akan diteliti kebenarannya. Hipotesis dalam penelitian ini adalah Terdapat perbedaan AQ antara siswa pribumi pada sekolah pembauran dengan siswa pribumi pada sekolah negeri.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga sebagai alat mobilitas vertikal ke atas dalam golongan sosial. Konsep mengenai pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertajam keterampilan yang dimiliki serta menjalin pertemanan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sekolah merupakan lembaga formal yang memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peranan tersebut berupa kesempatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan sendiri tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga sebagai alat mobilitas vertikal ke atas dalam golongan sosial. Konsep mengenai pendidikan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIK
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Proses Berpikir Berpikir selalu dihubungkan dengan permasalahan, baik masalah yang timbul saat ini, masa lampau dan mungkin masalah yang belum terjadi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk karakteristik seseorang agar menjadi lebih baik. Melalui jalur pendidikan formal, warga negara juga diharapkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIK. lambang pengganti suatu aktifitas yang tampak secara fisik. Berpikir
BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Proses Berpikir Analogi Matematis Menurut Gilmer (Kuswana, 2011), berpikir merupakan suatu pemecahan masalah dan proses penggunaan gagasan atau lambang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan nasional dari negara Indonesia yang tercantum dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan nasional dari negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang mau tidak mau dituntut untuk giat membangun dalam segala bidang kehidupan. Terutama dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam barang serta jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan maupun perusahaan, baik di Indonesia maupun diluar negeri. Definisi asuransi menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami banyak perubahan. Salah satu penyebab dari perubahan tersebut adalah semakin berkembangnya
Lebih terperinciStudi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru SLB-C Islam di Kota Bandung
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru SLB-C Islam di Kota Bandung 1 Rery Adjeng Putri, 2 Milda Yanuvianti 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses untuk mendapatkan pengetahuan atau wawasan, mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju kesuksesan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. School Connectedness 1. Definisi School Connectedness Definisi school connectedness masih berkembang hingga saat ini. Secara umum school connectedness dijelaskan sebagai tingkat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Akademik 1. Pengertian prestasi akademik Menurut pendapat Djamarah (2002) tentang pengertian prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan,
Lebih terperinciADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI
ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sehingga persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh: Laksmi Fivyan Warapsari F100110088 FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciPENDAHULUAN. A. Latar Belakang
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja dalam bahasa latin adolescence berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Rentang waktu usia remaja dibedakan menjadi tiga, yaitu : 12-15
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar dalam memajukan suatu negara. Majunya suatu negara tercermin dari pendidikan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar dalam memajukan suatu negara. Majunya suatu negara tercermin dari pendidikan yang maju dan mendapat perhatian secara serius. Undang Undang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang. Pengelolaan diri atau regulasi diri adalah upaya individu untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Regulasi Diri 1. Pengertian Regulasi Diri Regulasi diri merupakan aspek penting dalam menentukan perilaku seseorang. Pengelolaan diri atau regulasi diri adalah upaya individu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya, menantang bangsa ini untuk mengatasi krisis yang dialami agar tidak tertinggal kemajuan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan hasil riset lebih dari 500 kajian di seluruh dunia. Kecerdasan adversitas ini
BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Adversitas 1. Pengertian Kecerdasan Adversitas Kecerdasan adversitas pertama kali diperkenalkan oleh Paul G. Stoltz yang disusun berdasarkan hasil riset lebih dari 500
Lebih terperinciStudi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung 1 Olla Tiyana, 2 Eni Nuraeni Nugrahawati 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas
Lebih terperinciABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai Adversity Quotient pada siswa/i SMP X kelas I di Bandung (Suatu Penelitian Survei yang dilakukan pada Siswa/i SMP Yayasan Badan Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan yang terjadi pada era globalisasi saat ini menuntut adanya persaingan yang semakin ketat dalam dunia kerja. Hal ini mengakibatkan adanya tuntutan
Lebih terperinciNur Asyah Harahap 1) dan Ria Jumaina 2) Dosen FKIP UMN Al Washliyah dan 2) Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah. Abstrak
PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK DISKUSI TERHADAP PENGEMBANGAN KECERDASAN MENGATASI KESULITAN (ADVERSITY QOUTIENT) SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 BINJAI TAHUN AJARAN 2016/2017 Nur Asyah Harahap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Difabel tuna daksa merupakan sebutan bagi mereka para penyandang cacat fisik. Ada beberapa macam penyebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada manusia hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba membekali diri dengan berbagai keterampilan dan pendidikan yang lebih tinggi agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai sektor bidang kehidupan mengalami peningkatan yang cukup pesat. Untuk dapat memajukan bidang kehidupan, manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan kemahasiswaan tertua yang berada di lingkungan Universitas X di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelompok Pencinta Alam X (KPA X ) merupakan salah satu unit kegiatan kemahasiswaan tertua yang berada di lingkungan Universitas X di Bandung. KPA X didirikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adapun alasan atau faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu mempunyai keinginan untuk merubah dirinya menjadi lebih baik. Hal ini bisa dikarenakan tempat sebelumnya mempunyai lingkungan yang kurang baik, ingin
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha telah mencapai era globalisasi, dimana
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha telah mencapai era globalisasi, dimana persaingan semakin ketat dan perubahan yang terjadipun semakin cepat sehingga para pengusaha harus dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia per 31 Desember 2010 (KPK, 2010). Sumber lain menyebutkan jika
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis moral yang saat ini dialami bangsa Indonesi menjadi isu yang tengah hangat diperbincangkan. KPK dalam laporan tahunan tahun 2010 mencatat adanya 6.265 laporan
Lebih terperinciADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 2015/2016
ADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 215/216 Bakri M * ) E-mail: bakrim6@yahoo.co.id Sudarman Bennu * ) E-mail: sudarmanbennu@untad.ac.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penggunaan medis (McGuire, Hasskarl, Bode, Klingmann, & Zahn, 2007).
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan farmasi adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan, produksi dan pemasaran obat yang memiliki surat izin untuk penggunaan medis (McGuire, Hasskarl,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah kemampuan berpikir analitik. Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kemampuan berpikir yang penting dikuasai oleh siswa adalah kemampuan berpikir analitik. Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun
Lebih terperinciPETUNJUK PENGISIAN. #### Selamat Mengerjakan ####
Identitas Responden Jenis Kelamin : Kuliah di : Angkatan : Asal daerah : Tempat tinggal di Semarang : Lama tinggal di Jawa Tengah : Tidak pernah tinggal di Jawa Tengah sebelumnya: (Ya/ Tidak) PETUNJUK
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kamus bahasa Inggris, adversity berasal dari kata adverse yang artinya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ADVERSITY QUOTIENT 1. Pengertian Adversity Quotient Dalam kamus bahasa Inggris, adversity berasal dari kata adverse yang artinya kondisi tidak menyenangkan, kemalangan, jadi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dalam penelitian ini adalah teori perilaku terencana yang merupakan
BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Pendekatan teoritis yang digunakan untuk menjelaskan intensi perilaku dalam penelitian ini adalah teori perilaku terencana yang merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebuah kota besar terdiri dari beberapa multi etnis baik yang pribumi maupun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dimana terletak di garis katulistiwa ujung dari Sumatera hingga Papua. Salah satu keunikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan sarat perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Kajian Teori
BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Adversity Quotient a. Pengertian Adversity Quotient Kemampuan peserta didik dalam merespon menghadapi kesulitan atau keadaan yang tidak diinginkan disebut dengan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:43) analisis merupakan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Analisis Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:43) analisis merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Adversity Quotient
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Adversity Quotient menurut Paul G. Stoltz (2004). Teori ini digunakan karena adanya kesesuaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pondok Pesantren Daar el-qolam merupakan salah satu pondok pesantren
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pondok Pesantren Daar el-qolam merupakan salah satu pondok pesantren yang menerapkan sistem pendidikan pondok modern (khalafi). Sistem pendidikan pondok pesantren modern
Lebih terperinciHUBUNGAN KECERDASAN ADVERSITY DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TEMPEL SKRIPSI
HUBUNGAN KECERDASAN ADVERSITY DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TEMPEL SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teknologi dan ilmu pengetahuan ini, dituntut orang-orang yang berkualitas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi yang sudah sangat canggih dengan berbagai teknologi dan ilmu pengetahuan ini, dituntut orang-orang yang berkualitas dan berkompetisi tinggi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut adalah adversity
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang hidup pasti pernah menemui permasalahan. Kemampuan yang harus dimiliki agar setiap individu dapat bertahan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Pernyataan ini bukan tanpa sebab,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Tujuan organisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa. Negara-negara maju seperti Amerika, Inggris dan Jerman menempatkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia yang berkualitas merupakan ujung tombak kemajuan suatu bangsa. Negara-negara maju seperti Amerika, Inggris dan Jerman menempatkan pendidikan sebagai
Lebih terperinciTINGKAT ADVERSITAS SISWA KMS (KARTU MENUJU SEJAHTERA) DI SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI
TINGKAT ADVERSITAS SISWA KMS (KARTU MENUJU SEJAHTERA) DI SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Luthans (2005) dalam bukunya Organizational Behaviour mengutip pendapat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Kerja 2.1.1. Pengertian Kepuasan Kerja Luthans (2005) dalam bukunya Organizational Behaviour mengutip pendapat Locke bahwa kepuasan kerja merupakan keadaan emosional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi telah menumbuhkan berkah berupa lahirnya para entrepreneur baru.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia mengalami krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi dan akhirnya krisis multi dimensional yang telah menyebabkan
Lebih terperinciStudi Deskriptif Adversity Quotient Mahasiswa Berprestasi Rendah Fakultas Psikologi Unisba Angkatan 2012
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Adversity Quotient Mahasiswa Berprestasi Rendah Fakultas Psikologi Unisba Angkatan 2012 1 Diany Devyani Syafitri, 2 Hedi Wahyudi 1,2 Fakultas Psikologi
Lebih terperinciSkripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1
PERBEDAAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA DITINJAU DARI KARAKTER KECERDASAN ADVERSITY Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh : DHIMAS ADHITYA F 100 040
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT DENGAN MOTIVASI KERJA PADA KARYAWAN PT. X. Disusun Oleh. : Dyah Anggraini NPM :
HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT DENGAN MOTIVASI KERJA PADA KARYAWAN PT. X Nama Disusun Oleh : Dyah Anggraini NPM : 10507067 Jurusan : Psikologi Dosen Pembimbing : Intaglia Harsanti, S.Psi., M.Si Diajukan
Lebih terperinciTINGKAT ADVERSITY QUOTIENT ATLET DIY M. Yunus Sb, BM Wara K. dkk
TINGKAT ADVERSITY QUOTIENT ATLET DIY ----------------------------------------------------------------- M. Yunus Sb, BM Wara K. dkk 1. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Di lapangan sering kita lihat, seorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam aktivitas. Salah satu aktivitas itu diwujudkan dalam gerakan yang dinamakan keija (As'ad, 1991:
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan model pembelajaran problem based learning. Hasil penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem based learning. Hasil penelitian tersebut
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Geometri Van Hiele. a) Kemampuan berpikir geometri Van Hiele
BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Geometri Van Hiele a) Kemampuan berpikir geometri Van Hiele Kemampuan adalah berasal dari kata mampu, mampu berarti kuasa atau sanggup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu remaja diharapkan dapat mengembangkan potensi diri secara optimal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau perusahaan dapat melakukan berbagai kegiatan bisnis, operasi fungsi-fungsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi internet semakin banyak dimanfaatkan oleh berbagai organisasi terutama organisasi bisnis, kegiatan dunia usaha yang menggunakan teknologi internet
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi yang semakin kompetitif seperti saat ini diperlukan sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara sangat bergantung
Lebih terperinciGAMBARAN ADVERSITY QUOTIENT PADA SISWA DI SMU NEGERI 27 JAKARTA PUSAT
Vol. 1, No.1, Oktober 2012 191 GAMBARAN ADVERSITY QUOTIENT PADA SISWA DI SMU NEGERI 27 JAKARTA PUSAT Sri Maryani Jurusan Psikologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri jakarta Jalan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah MA Darussalam Agung Kota Malang. mengembangkan pendidikan di Kedungkandang didirikanlah Madrasah
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian 1. Sejarah MA Darussalam Agung Kota Malang Berawal dari pemikiran dan kemauan yang kuat untuk mengembangkan pendidikan di Kedungkandang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aspek aspek kepribadian berdasarkan teori yang dikemukakan Klages
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aspek aspek Kepribadian Aspek aspek kepribadian berdasarkan teori yang dikemukakan Klages diantaranya adalah materi (stuff), struktur (structure), dan kulitas kepribadian (sistem
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. berarti kegagalan atau kemalangan (Echols & Shadily, 1993: 14). didefinisikan sebagai tantangan dalam kehidupan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Adversity Quotient 1. Pengertian Adversity Quotient Menurut bahasa, kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan (Echols &
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. pekerjaannya, mata pencahariannya, dan profesinya mengajar. Guru merupakan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Guru 2.1.1 Definisi Kinerja Guru Menurut kamus besar bahsasa Indonesia, guru adalah orang yang pekerjaannya, mata pencahariannya, dan profesinya mengajar. Guru merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan dengan hakikat manusia, yaitu sebagai makhluk berketuhanan, makhluk individual,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah
1 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu Negara. Pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. mengenai kualitas pribadi yang dimiliki seseorang untuk menghadapi
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kecerdasan Adversitas 1. Definisi Kecerdasan Adversitas Kecerdasan Adversitas (Adversity Intelligence) adalah suatu konsep mengenai kualitas pribadi yang dimiliki seseorang untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai aspek bidang kehidupan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai aspek bidang kehidupan seperti ekonomi, teknologi, pendidikan mengalami peningkatan yang cukup pesat. Untuk dapat
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA ADVERSITY INTELLIGENCE DENGAN MOTIVASI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA. Skripsi
HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY INTELLIGENCE DENGAN MOTIVASI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh : DIANITA WAHYU S. F100 040 259 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan subjek yang sangat penting dalam sistem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan subjek yang sangat penting dalam sistem pendidikan di seluruh dunia (Masykur, 2007). Berbagai rumus, konsep dalam matematika digunakan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani siklus kehidupan, setiap individu akan menghadapi banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan kematian mendadak.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seringkali kebutuhan ekonomi menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kebutuhan manusia adalah menyangkut kebutuhan ekonomi. Seringkali kebutuhan ekonomi menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia karena sangat berpengaruh
Lebih terperinciPENTINGNYA ADVERSITY QUOTIENT DALAM MERAIH PRESTASI BELAJAR. Oleh Zainuddin (Pendas, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak)
PENTINGNYA ADVERSITY QUOTIENT DALAM MERAIH PRESTASI BELAJAR Oleh Zainuddin (Pendas, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak) Abstrak: Setiap siswa yang belajar di sekolah dapat dipastikan ingin memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Terjadinya krisis perekonomian di Indonesia yang berdampak sangat luas,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Terjadinya krisis perekonomian di Indonesia yang berdampak sangat luas, menjadikan persaingan antar perusahaan semakin ketat. Baik perusahaan yang begerak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bagian ini akan membahas latar belakang masalah, identifikasi masalah,
I. PENDAHULUAN Bagian ini akan membahas latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan ruang lingkup penelitian. A. Latar
Lebih terperinciMENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MENGUBAH TANTANGAN MENJADI PELUANG PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI *
MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MENGUBAH TANTANGAN MENJADI PELUANG PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI * Oleh: Haryono ** A. PENDAHULUAN Dari hari ke hari tantangan hidup manusia nampaknya bukan semakin mudah, tetapi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. sampel, (D) Metode pengumpulan data, (E) Validitas dan Reliabilitas alat ukur, 1. Variabel bebas : Adversity Quotient
BAB III METODE PENELITIAN Berdasarkan metode penelitian ini akan menguraikan : (A) Identifikasi variabel-variabel penelitian, (B) Defenisi operasional penelitian, (C) Populasi dan sampel, (D) Metode pengumpulan
Lebih terperinciProsiding Psikologi ISSN:
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Gambaran Adversity Quotient pada Guru Kelas Akselerasi di SD Ar Rafi Bandung Description of Adversity Quotient on Acceleration Classroom Teachers in SD Ar Rafi Bandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya ilmu pengetahuan dan teknologi membawa manusia untuk berusaha menyesuaikan diri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah mempercepat modernisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai kontribusi yang sangat besar pada masyarakat (Reni Akbar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menghadapi tantangan di era globalisasi, keberadaan anak berbakat menjadi penting dan bernilai. Kecerdasan yang dimiliki anak, memudahkan anak memahami sebab
Lebih terperinciKECERDASAN ADVERSITAS
KECERDASAN ADVERSITAS (Adversity Quotient) M A K A L A H Disusun dan Dipresentasikan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan dan Pembelajaran Dosen Pengampu : Dr. Hj. Nurlaila N.Q.M Tientje,
Lebih terperinciAAT SRIATI UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN JATINAGOR
Oleh AAT SRIATI UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN JATINAGOR 2008 JUDUL : ADVERSITY QUESTION (AQ) PENYUSUN : AAT SRIATI NIP : 132 148 075 Jatinagor, Desember 2007 Menyetujui : Kepala Bagian
Lebih terperinciterus berjuang, meskipun kadang-kadang banyak rintangan dan masalah dalam kehidupan. Kesuksesan dapat dirumuskan sebagai tingkat di mana seseorang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kesuksesan dicapai melalui usaha yang tidak kenal lelah untuk terus berjuang, meskipun kadang-kadang banyak rintangan dan masalah dalam kehidupan. Kesuksesan
Lebih terperinciPEMETAAN ADVERSITY QUOTIENT MAHASISWA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU
PEMETAAN ADVERSITY QUOTIENT MAHASISWA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU Prodi PG PAUD FKIP Universitas Riau email: devirisma79@gmail.com ABSTRAK Penelitan ini
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif. Menurut Sugiono (2010) adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan
Lebih terperinciHUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PSIKOLOGI UNIVERSITAS BM. Stefani Virlia ABSTRACT
HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PSIKOLOGI UNIVERSITAS BM Stefani Virlia ABSTRACT Education is one of the most important aspects of life for the individual.
Lebih terperinciapa yang dirumuskan dalam NCTM (National Council of Teachers of isi atau materi (mathematical content) dan standar proses (mathematical
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kurikulum pendidikan nasional, mata pelajaran matematika selalu diajarkan di setiap jenjang pendidikan dan tingkatan kelas dengan proporsi waktu yang jauh
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. berperilaku (Bandura, 1997). Selanjutnya, Bandura (1997) menambahkan bahwa selfefficacy
BAB II LANDASAN TEORI A. SELF-EFFICACY 1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy adalah keyakinan yang dipegang seseorang tentang kemampuannya dan juga hasil yang akan ia peroleh dari kerja kerasnya mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya manusia selalu berkomunikasi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Penelitian ini terdiri atas tiga variabel, yaitu dua variabel bebas dan satu
BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Penelitian ini terdiri atas tiga variabel, yaitu dua variabel bebas dan satu variabel tergantung. Variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu:
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tertentu. Sedangkan prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prestasi Akademik 2.1.1 Pengertian Prestasi Akademik Tulus Tu u (2004) mengemukakan bahwa prestasi adalah hasil yang dicapai oleh seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif yaitu menekankan analisisnya pada data data numerical (angka) yang diolah dengan metode
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. bagian yaitu tinjauan teori mengenai kepuasan berwirausaha, Adversity Quotient.
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijabarkan sejumlah teori yang menjadi kerangka berpikir dalam melaksanakan penelitian. Penjabaran teori terbagi dalam sejumlah bagian yaitu tinjauan teori mengenai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku bangsa,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku bangsa, bahasa serta agama yang bervariasi. Hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan negara yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan
Lebih terperinci