HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Domba garut Domba Ekor Tipis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

KOMPOSISI JARINGAN PADA POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA GARUT DAN EKOR TIPIS UMUR SEBELAS BULAN DENGAN RANSUM PENGGEMUKKAN MENGANDUNG Indigofera sp.

Gambar 1. Domba Penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI. Lokasi dan Waktu

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

POTONGAN KOMERSIAL DAN IMBANGAN DAGING-TULANG KARKAS PADA DOMBA EKOR GEMUK DENGAN PEMBERIAN PAKAN SIANG DAN / ATAU MALAM SKRIPSI OLEH :

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 6. Kondisi Kandang Penelitian

EDIBLE PORTION DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PAKAN RUMPUT GAJAH DAN POLLARD

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Domba

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea ( 5 Agustus 2011)

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

TUMBUH KEMBANG TUBUH TERNAK

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Indonesia masih sangat jarang. Secara umum, ada beberapa rumpun domba yang

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Domba dan Kambing Pemilihan Bibit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan di kandang Lapangan Percobaan, Blok B Ruminansia Kecil, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ternak domba garut dan domba Ekor Tipis yang digunakan telah diseleksi dengan baik, sehingga memiliki pertumbuhan yang cukup baik. Namun, bobot awal yang digunakan saat awal perlakuan pada domba garut dan Ekor Tipis cukup beragam. Namun, rataan bobot awal domba masih memiliki koefisien keragaman yang cukup rendah, yaitu 10,14%. Rataan bobot awal kedua bangsa yaitu 14,5 kg dengan bobot minimum 12,6 kg dan bobot maksimum 17,6 kg. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Bobot Awal Domba Garut dan Domba Ekor Tipis Domba Ternak Rataan (gram) KK (%) Minimum (gram) Maximum (gram) Domba garut 4 15400 9,78 14200 17600 Domba Ekor Tipis 4 13600 5,76 12600 14400 Rataan 4 14500 10,14 12600 17600 Hewan membutuhkan lingkungan yang cocok untuk kebutuhan fisiologisnya, jika tidak sesuai dengan lingkungannya, misalnya dengan kondisi terlalu panas atau terlalu dingin maka akan menyebabkan stres dan berakibat terhadap produktivitasnya, sehingga pertumbuhan, perkembangan atau produksi ternak akan menurun (Johnston, 1983). Oleh karena itu, modifikasi lingkungan juga menjadi hal yang harus diperhatikan dalam memelihara ternak untuk mempertahankan bahkan meningkatkan produktivitas ternak. Ternak dipelihara di kandang individu dengan konstruksi kandang berupa kandang panggung. Rataan suhu dan kelembaban di dalam dan di luar kandang diperoleh berdasarkan waktu pengukuran yang berbeda, yaitu pada pagi hari (pukul 07.00), siang hari (pukul 13.00) dan sore hari (pukul 16.00). Data rataan suhu dan kelembaban kandang dapat dilihat pada Tabel 6. Suhu dan kelembaban di dalam dan di luar kandang cukup berbeda. Suhu di dalam kandang lebih rendah dibandingkan suhu di luar kandang. Suhu di dalam kandang relative nyaman pada pagi dan sore hari yaitu pada suhu 24 C dan 31 C. 20

Hal ini sesuai dengan pendapat Yousef (1985) bahwa daerah TNZ untuk domba dalam pemeliharaan berada pada suhu lingkungan antara 22-31 C. Ternak lebih banyak melakukan tingkah laku makan pada saat itu. Namun, pada siang hari suhu cukup tinggi sekitar 32 C menyebabkan ternak lebih banyak istirahat dan minum air untuk mengurangi panas tubuhnya. Kelembaban di dalam kandang lebih tinggi yaitu dengan kisaran 77 hingga 91%. Kelembaban relative yang baik untuk ternak domba menurut Yousef (1985) yaitu berada pada kisaran di bawah 75%. Tabel 6. Rataan Suhu dan Kelembaban di Lingkungan Kandang Lokasi Waktu Suhu ( C) Kelembaban (%) Pagi 24±0,80 91±2,14 Dalam Kandang Siang 32±1,26 77±7,22 Sore 31±1,80 81±8,56 Pagi 26±1,10 85±1,73 Luar Kandang Siang 36±0,45 72±3,08 Sore 34±0,90 75±3,08 Sistem sirkulasi udara di dalam kandang cukup baik dilengkapi dengan ventilasi pada bagian depan dan belakang kandang. Kebersihan kandang selalu diperhatikan serta lantai kandang selalu dibersihkan setiap harinya sehingga tidak terdapat tumpukan kotoran ternak. Sistem pemeliharaan yang diterapkan pada saat penelitian yaitu sistem pemeliharaan intensif dimana ternak dikandangkan sepanjang hari dengan pemberian pakan dan minum di dalam kandang. Selama pemeliharaan dilakukan juga perawatan berupa pemandian, pencukuran bulu, dan pemotongan kuku (Gambar 6). Pemberian vaksin juga dilakukan untuk pencegahan penyakit pada ternak. Ternak yang terlihat sakit segera dilakukan pengobatan. Suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada pagi hari dan malam hari menyebabkan beberapa ternak mengalami penyakit diare ataupun batuk, terutama pada ternak yang berada dekat ventilasi kandang. Selain itu, penyakit lain yang sering terjadi pada ternak adalah scabies, sakit mata, batuk dan diare. Ternak yang diberi pakan Indigofera sp. baik pada domba garut maupun domba Ekor Tipis, memiliki pertumbuhan yang cukup baik. Namun terdapat perbedaan nyata pada PBBH yang dihasilkan dari masing-masing bangsa dimana 21

PBBH domba Ekor Tipis (136±12 ab gram/ekor/hari) lebih tinggi dibandingkan domba garut (99±38 b gram/ekor/hari) (Farid, 2012). Kisaran PBBH tersebut sesuai dengan kisaran PBBH di Indonesia. Angka standar untuk pertambahan bobot badan domba local yang ada di Indonesia berkisar antara 20-200 g/ekor/hari (Gatenby, 1991) sedangkan menurut Hasnudi (2004), pertambahan bobot hidup domba local dengan pakan konsentrat kualitas tinggi (pakan komersial) adalah 100 g/ekor/hari. Nilai PBBH domba Ekor Tipis muda cenderung terus meningkat dibandingkan domba garut. Hal ini dapat dikarenakan konsumsi harian domba Ekor Tipis (765±47 gram/ekor/hari) lebih tinggi daripada garut (674±126 gram/ekor/hari). (a) (b) Gambar 6. (a) Pemeliharaan Ternak dan (b) Perawatan Ternak Bobot Potong, Bobot Tubuh Kosong, Bobot Karkas, Bobot Non Karkas, Persentase Karkas, Tebal Lemak dan Luas Udamaru Bobot potong merupakan bobot ternak sesaat sebelum dilakukan pemotongan dimana telah dilakukan pemuasaan terlebih dahulu. Besarnya bobot potong akan mempengaruhi bobot karkas dan persentase karkas yang akan dihasilkan. Soeparno (2005) menyatakan bahwa bobot potong yang semakin meningkat menghasilkan karkas yang semakin meningkat pula, sehingga dapat diharapkan bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar. Karkas merupakan bagian dari tubuh domba atau kambing sehat yang telah disembelih secara halal sesuai CAC/GL. 24-1997, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala dan kaki mulai dari tarsus atau karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor serta lemak yang berlebih (Badan Standardisasi Nasional, 2008). Tebal lemak dan luas udamaru biasa digunakan sebagai pendugaan komposisi jaringan dalam karkas dimana tebal lemak sebagai 22

pendugaan jumlah lemak sedangkan luas udamaru sebagai pendugaan jumlah daging. Namun kedua pendugaan ini tidak dapat dipastikan menghasilkan nilai yang akurat. Penggemukan domba garut dan domba Ekor Tipis muda dengan pakan factor Indigofera sp. memberikan respon yang sama terhadap sifat-sifat karkas. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Sifat-sifat Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis yang Diberikan Ransum Indigofera sp. Variabel Bobot Potong (kg) Bobot Tubuh Kosong (kg) Bobot Karkas Segar (kg) Bobot Karkas Dingin (kg) Garut 23,100±3,427 20,665±2,405 10,781±1,288 10,382±1,191 Bangsa Ekor Tipis 24,000±0,938 21,789±1,082 11,861±0,812 11,383±0,716 Rata-rata 23,550±2,375 21,226±1,828 11,321±1,152 10,882±1,055 Bobot Non Karkas (kg) 11,525±1,872 9,676±2,339 10,600±2,196 Karkas Segar/Tubuh Kosong (%) 52,165±1,265 54,405±1,327 53,285±1,695 Karkas Segar/Bobot Potong (%) 46,847±0,002 49,390±1,956 48,118±0,002 Karkas Dingin/Bobot Potong (%) 45,130±0,002 47,400±1,407 46,265±0,002 Tebal Lemak (mm) 1,550±0,000 1,975±0,591 1,762±0,000 Luas Udamaru (cm 2 ) 9,600±0,001 10,275±1,359 9,937±0,001 Berdasarkan hasil analisis ragam di atas, data menunjukkan bahwa semua variabel yang diujikan (bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas segar, bobot karkas dingin, bobot non karkas, persentase karkas segar/tubuh kosong, persentase karkas segar/bobot potong, persentase karkas dingin/bobot potong, tebal lemak dan luas udamaru) dari kedua bangsa domba tidak berbeda nyata (P>0,05). Herman (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong yang diperoleh menyebabkan bobot karkas segar dan persentase karkas yang akan dihasilkan semakin tinggi. Domba garut yang memiliki bobot potong sebesar 23,100 kg menghasilkan bobot tubuh kosong, bobot karkas segar, bobot karkas dingin, dan bobot non karkas berturut-turut yaitu 20,665 kg, 10,781 kg, 10,382 kg, dan 11,525 kg. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Herman (1993) yang menyatakan 23

bahwa domba garut dengan bobot potong 24,9 kg mampu menghasilkan bobot karkas sebesar 12,16 kg. Namun, hasil ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan pendapat Sunarlim et al. (1999) yang menyatakan bahwa domba garut dengan bobot potong 23,08 kg menghasilkan bobot karkas 9,54 kg dan persentase karkas 40,13%. Persentase karkas segar/tubuh kosong pada Tabel 7 menghasilkan data yang cukup besar, yaitu sebesar 52,165% sedangkan persentase karkas segar/bobot potong sebesar 46,847%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan Verawati (2002 ) yang menyatakan bahwa domba garut dengan bobot potong 20,93 kg yang diberi pakan 30% bungkil inti sawit terlindungi formaldehyde menghasilkan persentase karkas segar/tubuh kosong sebesar 48,34%. Herman (1993) menyatakan bahwa domba garut dengan bobot potong 24,9 kg menghasilkan persentase karkas sebesar 48,84%. Hasil analisis ragam menujukkan bahwa domba Ekor Tipis yang dipelihara menghasilkan sifat-sifat karkas yang tidak jauh berbeda dengan domba garut. Domba Ekor Tipis dengan bobot 24,000 kg mampu menghasilkan bobot tubuh kosong, bobot karkas segar dan bobot karkas dingin masing-masing 21,789 kg, 11,861 kg dan 11,383 kg sedangkan bobot non karkas sebesar 9,676 kg. Data tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pendapat Rianto et al. (2006) yang menyatakan bahwa domba Ekor Tipis dengan bobot potong 25,00 kg menghasilkan bobot karkas panas sebesar 9,789 kg dan bobot karkas dingin sebesar 9,311 kg. Dagong et al. (2011) menyatakan bahwa domba Ekor Tipis yang memiliki bobot potong 25,73 kg dengan genotip gen CAST-22 dan pemberian pakan rumput lapang dan konsentrat komersial dengan protein 13% menghasilkan bobot badan kosong, karkas segar dan karkas dingin masing-masing 20,46 kg, 11,02 kg, dan 10,76 kg. Persentase karkas segar/tubuh kosong yang dihasilkan pada Tabel 7 sebesar 54,405%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Dagong et al. (2011) yang memperoleh persentase karkas/bobot kosong sebesar 54,54%, Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 7, domba garut dan domba Ekor Tipis yang memiliki bobot potong 23,550 kg menghasilkan rataan bobot karkas segar dan bobot karkas dingin berturut-turut yaitu 11,321 kg dan 10,882 kg. Secara umum, hasil ini tidak jauh berbeda dengan domba Churra Tensina yang memiliki bobot potong 22,9 kg dengan perlakuan drylot menghasilkan bobot karkas segar sebesar 11,7 kg dan bobot karkas dingin sebesar 11,4 kg (Carrasco et al., 2009). Rataan 24

persentase karkas segar/bobot potong dan persentase karkas dingin/bobot potong domba garut dan domba Ekor Tipis berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 7 menunjukkan hasil sebesar 48,118% dan 46,265%. Secara umum, persentase karkas segar/bobot potong dan karkas dingin/bobot potong yang dihasilkan dari kedua bangsa tersebut tergolong memenuhi standar persentase karkas yaitu dengan kisaran 46-49 %. Hasil ini sesuai dengan persentase yang dinyatakan oleh Johnston (1983) bahwa persentase karkas domba berkisar antara 45-50%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Purbowati et al. (2005) bahwa domba lokal yang dipotong pada umur sembilan dan dua belas bulan menghasilkan persentase karkas masing-masing 43,62% dan 48,64%. Menurut Velasco et al. (2004) yang menggunakan domba Talaverana diberi pakan gandum dengan bobot potong 25,51 kg (setelah penggemukan) memperoleh persentase karkas dingin sebesar 44.36% dan juga dari hasil penelitian Carrasco et al. (2009) yang menyatakan bahwa domba Churra Tensina yang diberi perlakuan drylot dengan bobot potong 22,9 kg menghasilkan persentase karkas segar sebesar 51,09% dan persentase karkas dingin sebesar 49,78%. Persentase karkas segar/tubuh kosong yang dihasilkan cukup tinggi, yaitu 53,205%. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan domba Segurena yang menghasilkan persentase karkas segar/tubuh kosong sebesar 55,6% dari bobot potong 22,4 kg dengan penggemukan berbasis ransum buatan dan komersial (Pena et al., 2005). Menurut Berg dan Butterfield (1976), persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot ternak, kondisi, bangsa ternak, proporsi bagian-bagian non karkas, ransum yang diberikan dan cara pemotongan. Data yang diperoleh menujukkan bahwa terdapat pengaruh yang cukup berarti dari bobot non karkas terhadap persentase karkas yang dihasilkan. Artinya, semakin besar bobot non karkas akan semakin kecil persentase karkas yang dihasilkan. Salah satu factor yang dapat mempengaruhi bobot potong dan bobot karkas tersebut adalah pakan. Konsumsi pakan, tingkat kecernaan ternak dan palatabilitas terhadap pakan mempengaruhi tingginya bobot karkas yang dihasilkan. Ransum Indigofera memiliki palatabilitas yang cukup rendah karena terdapat zat antinutrisi berupa fenol, tannin, dan condensed tannin. Walaupun demikian, secara kualitas Indigofera sp. mengandung protein tinggi dan serat yang rendah (Rahayu et al., 25

2011). Menurut Min et al. (2005) kandungan senyawa sekunder berupa total fenol, total tannin dan condense tannin dalam legume Indigofera sp. masih tergolong sangat rendah, jauh di bawah ambang batas 50 g/kg BK yang dapat bersifat anti nutrisi. Oleh karena itu, pemberian pakan pelet Indigofera sp. masih dinilai aman untuk dikonsumsi oleh ternak. Pemberian pakan Indigofera sp. memberikan pengaruh berbeda terhadap konsumsi harian kedua bangsa domba sehingga berpengaruh juga terhadap bobot potong dan bobot karkas yang dihasilkan. Konsumsi harian domba Ekor Tipis (765±47 gram/ekor/hari) lebih tinggi daripada garut (674±126 gram/ekor/hari). Tingginya konsumsi harian domba Ekor Tipis dapat dikarenakan ternak tersebut sudah beradaptasi lama dengan pakan Indigofera sp. dimana domba Ekor Tipis dan pakan yang digunakan berasal dari daerah yang sama. Oleh karena itu, konsumsi harian domba Ekor Tipis lebih tinggi dibandingkan domba garut yang baru mengalami adaptasi pakan. Ransum Indigofera sp. yang diberikan diketahui memiliki kandungan protein kasar yang tinggi, yaitu sebesar 18%. Nilai protein pada ransum Indigofera sp. ini lebih tinggi dibandingkan dengan standar kebutuhan protein pada domba saat proses pertumbuhan. Menurut Gatenby (1991), jumlah protein kasar minimum yang diperlukan domba untuk hidup pokok sebesar 8% dari bahan kering sedangkan domba yang sedang tumbuh atau laktasi memerlukan protein kasar sebesar 11% dari bahan kering. Hal ini tidak memberikan pengaruh yang buruk terhadap tingkat pertumbuhan domba. Pada kenyataannya hal ini dapat membantu meningkatkan proses pertumbuhan domba. Menurut Lestari et al. (2005), bobot daging karkas yang semakin meningkat disebabkan oleh konsumsi protein pakan yang juga semakin meningkat. Konsumsi protein yang tinggi mengakibatkan deposisi protein juga semakin tinggi. Semakin tinggi deposisi protein maka produksi dan pertumbuhan ternak juga semakin baik. Hal ini didukung juga oleh pendapat Herman (1993) yang menyatakan bahwa pemberian ransum yang memiliki kandungan protein tinggi akan mampu mempercepat pencapaian bobot potong ternak dan PBBH yang cukup tinggi. Shackelford et al. (1995) dan Soeparno (2005) mengatakan bahwa luas area mata rusuk merupakan suatu indicator yang dapat digunakan untuk menaksir jumlah daging pada karkas. Faktor koreksi lain adalah tebal lemak punggung pada rusuk ke- 12, bobot karkas panas dan persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung. Berg dan 26

Butterfield (1976) menyebutkan bahwa terdapat dua arah gelombang tumbuhkembang pada ternak, yaitu: (1) arah antero-posterior yang dimulai dari arah cranium (tengkorak) dibagian depan tubuh menuju kebelakang ke arah pinggang (loin), dan (2) arah centripetal dimulai dari daerah distal kaki ke atas ke arah proximal tubuh menuju bokong (pelvis) dan pinggang (loin) yang merupakan bagian tubuh yang paling akhir mencapai pertumbuhan maksimal (late maturity). Tumbuhkembang jaringan otot bisa juga dari paha belakang ke arah cranial. Oleh karena itu, dapat diharapkan pengukuran pada bagian pinggang (loin) telah dapat mewakili keseluruhan daging dan lemak di dalam karkas. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa bangsa yang memiliki luas udamaru lebih besar akan memiliki tebal lemak yang besar pula. Hasil analisis ragam pada nilai luas udamaru dan tebal lemak punggung pada kedua bangsa menujukkan nilai yang tidak berbeda nyata, meskipun terdapat kecenderungan luas udamaru dan tebal lemak pada domba Ekor Tipis lebih tinggi dibandingkan domba garut. Rendahnya nilai luas udamaru pada domba garut dibandingkan pada domba Ekor Tipis dapat dikarenakan dewasa tubuhnya lebih lambat sehingga pertumbuhannya belum optimal, meskipun pertumbuhan lemak sudah mulai terlihat. Luas udamaru pada domba garut sebesar 9,600 cm 2 sedangkan pada domba Ekor Tipis sebesar 10,275 cm 2. Luas udamaru domba garut ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Verawati (2002) yang menyatakan bahwa domba garut yang dipelihara setelah sembilan minggu dengan perlakuan pakan 30% bungkil inti sawit terlindungi formaldehyde dan memiliki bobot potong 20,93 kg menghasilkan luas udamaru sebesar 9,99 cm 2. Snowder et al. (1994) memperoleh nilai luas udamaru sebesar 12,9 cm 2 dan tebal lemak punggung sebesar 2,5 cm dari domba Rambouillet yang memiliki bobot potong 53,3 kg. Selain itu, menurut Johnson et al. (1997) penggunaan urat daging mata rusuk sebagai indicator perdagingan hanya terbatas pada karkas dengan bobot tinggi dimana menurut Johnston (1983) persentase karkas pada domba yang kurus dan kondisinya buruk dapat kurang dari 40% sedangkan pada domba yang gemuk dapat melebihi 60%. Bobot dan Persentase Komposisi Jaringan Komponen utama karkas terdiri atas jaringan otot, tulang dan lemak. Ketiga imbangan tersebut akan sangat mempengaruhi kualitas karkas yang dihasilkan. Sifat 27

karkas yang dituntut oleh konsumen pada masa sekarang adalah karkas yang memiliki proporsi lemak optimum, proporsi daging maksimum dan proporsi tulang minimum serta kadar lemak dan kolesterol yang rendah (Natasasmita, 1978). Komposisi karkas dengan meningkatnya berat karkas disebabkan pertumbuhan diferensial jaringan karkas. Hasil analisis ragam bobot dan persentase jaringan pada karkas domba garut dan Ekor Tipis dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Komposisi Jaringan Setengah Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis yang Diberikan Ransum Indigofera sp. Variabel Garut Jenis Domba Ekor Tipis...kg......%... Rataan Otot 3,244 ±0,419 3,339±0,222 3,291±0,315 Lemak 0,577 b ±0,070 0,877 a ±0,122 0,727±0,184 Tulang 1,244±0,183 1,173±0,180 1,209±0,172 Otot 64,047 a ±0,000 61,992 b ±0,001 63,020±0,001 Lemak 11,420 b ±0,000 16,303 a ±0,002 13,861±0,003 Tulang 24,532 a ±0,000 21,705 b ±0,002 23,118±0,002 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Berdasarkan hasil komponen karkas diketahui bahwa perbedaan signifikan (P<0,05) hanya terjadi pada bobot lemak. Hasil analisis komponen jaringan karkas kedua bangsa diilustrasikan pada Gambar 8. Berbeda halnya dengan bobot masingmasing komponen jaringan karkas, persentase jaringan karkas menujukkan bahwa persentase daging, lemak dan tulang dalam karkas pada kedua bangsa berbeda nyata (P<0,05). Hasil analisis persentase komposisi jaringan karkas kedua bangsa diilustrasikan pada Gambar 7. 28

kg b a Jaringan Gambar 7. Histogram Bobot Komposisi Jaringan Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis Daging Garut Ekor Tipis Menurut Muzarmis (1982) daging domba memilki serat yang lebih halus dibandingkan dengan daging lainnya, jaringannya sangat padat, berwarna merah muda, konsitensinya cukup tinggi, lemaknya terdapat di bawah kulit yaitu antara otot dan kulit, dagingnya sedikit berbau amonial (prengus). Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa bobot daging untuk kedua jenis domba menujukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) yaitu sebesar 3,291 kg. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan domba lokal yang memiliki bobot potong 25,80 kg menghasilkan bobot daging sebesar 3,572 kg (Sunarlim dan Usmiati, 2006). Hal ini berarti kandungan nutrisi pakan yang dikonsumsi ternak dapat diserap dengan baik oleh kedua bangsa ternak tersebut karena bobot daging yang dihasilkan cukup tinggi. Berdasarkan analisis ragam pada Tabel 8 menujukkan bahwa domba garut memiliki persentase daging yang lebih besar dibandingkan domba Ekor Tipis. Persentase daging yang dihasilkan pada domba garut sebesar 64,047%. Hasil ini masih lebih tinggi dari pendapat Herman (1993) yang menyatakan bahwa persentase otot domba priangan muda yang memiliki bobot potong 25 kg menghasilkan persentase otot 29

sebesar 62,28%. Namun, hasil ini tergolong lebih rendah dibandingkan pendapat Verawati (2002) yang mengatakan bahwa domba priangan jantan dengan bobot potong 20,93 kg setelah penggemukan selama sembilan bulan melalui pemberian pakan 30% bungkil inti sawit terlindungi formaldehyde menghasilkan persentase otot dalam karkas sebesar 69,56%. Persentase daging domba Ekor Tipis yang dihasilkan sebesar 61,992%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Rianto et al. (2006) yang mengatakan bahwa domba Ekor Tipis yang memiliki bobot potong 25 kg dengan pemberian perlakuan berupa pakan rumput gajah ditambah dedak padi 200 gram menghasilkan persentase daging sebesar 68,64%. Lebih lanjut dijelaskan Prakoso et al. (2009) bahwa domba lokal jantan dengan bobot potong 22,56 kg yang diberi perlakuan pakan protein rendah TDN rendah menghasilkan persentase daging 58,80%. Pena et al. (2005) menjelaskan bahwa persentase otot domba Segurena dapat mencapai 53,9% dari bobot potong 22,4 kg dengan penggemukan berbasis ransum buatan dan komersial. Lemak Lemak merupakan jaringan tubuh yang masak lambat dan pertumbuhannya akan terus meningkat seiring bertambahnya umur ternak. Menurut Parakkasi (1999) dua bangsa yang diberikan makanan yang sama sampai pada umur/bobot hidup tertentu salah satu diantaranya akan mempunyai karkas yang lebih banyak mengandung lemak (yang bersifat masak dini) dibandingkan dengan bangsa yang lainnya. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lemak pada domba Ekor Tipis nyata lebih tinggi dibandingkan pada domba garut (P<0,05). Perbedaan bobot dan persentase lemak tersebut lebih disebabkan karena perbedaan bangsa. Hal ini sesuai dengan pendapat Berg dan Butterfield (1976) yang menyatakan bahwa bervariasinya lemak tubuh disebabkan adanya perbedaan tumbuh kembang tubuh yang tergantung pada bangsa, umur, jenis kelamin dan latar belakang pakan. Bobot lemak bangsa domba garut dan domba Ekor Tipis memiliki perbedaan yang cukup tinggi dibandingkan dengan bobot otot dan tulang sehingga bobot lemak dari kedua bangsa dinyatakan berbeda nyata. Hal ini dikarenakan domba Ekor Tipis termasuk domba yang masak dini dibandingkan dengan domba garut. Domba Ekor Tipis jantan memiliki ukuran tubuh dewasa yang lebih kecil dibandingkan domba garut jantan, yaitu masing-masing 25 kg (Ilham, 2008) dan 40-85 kg (Damayanti et al., 2001). 30

Perbedaan ukuran tubuh dewasa ini menyebabkan pencapaian titik infleksi (bobot tubuh dewasa) pada domba garut menjadi lebih lambat dibandingkan dengan domba Ekor Tipis. Hal ini menyebabkan lemak lebih cepat terdeposisi pada domba Ekor Tipis dibandingkan domba garut. Soeparno (2005) menyatakan bahwa perbedaan komposisi tubuh dan karkas diantara bangsa ternak, terutama disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa atau perbedaan berat pada saat dewasa. Lebih lanjut dijelaskan oleh Berg dan Butterfield (1976) bahwa perbedaan laju pertumbuhan di antara bangsa dan individu ternak disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa. Pertumbuhan ternak terdiri atas tahap cepat yang terjadi mulai awal sampai pubertas dan tahap lambat yang terjadi pada saat kedewasaan tubuh telah tercapai (Tillman et al., 1984). Pada waktu kecepatan pertumbuhan mendekati konstan, slope kurva pertumbuhan factor tidak berubah. Dalam hal ini pertumbuhan otot, tulang dan organ-organ penting mulai berhenti, sedangkan penggemukan (fattening) mulai dipercepat (Judge et al., 1989). Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 8, bobot lemak yang dihasilkan bangsa domba garut dan Ekor Tipis tidak berbeda nyata dengan rataan keduanya sebesar 0,727 kg. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Sunarlim dan Usmiati (2006) yang menyatakan bahwa domba lokal yang memiliki bobot potong 25,80 kg menghasilkan bobot lemak sebesar 0,544 kg. Persentase komposisi jaringan dari kedua bangsa diilustrasikan pada Gambar 8. Perbandingan persentase lemak pada Gambar 8 menunjukkan bahwa domba Ekor Tipis memiliki persentase lemak yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan domba garut. Domba garut memiliki persentase lemak sebesar 11,420%. Persentase ini lebih rendah dibandingkan dengan pendapat Herman (1993) yang mengatakan bahwa persentase lemak dalam karkas domba garut yang memiliki bobot potong 25 kg mencapai 18,67%. Persentase lemak domba Ekor Tipis berdasarkan Tabel 8 sebesar 16,303%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Rianto et al. (2006) yang memperoleh persentase lemak domba Ekor Tipis sebesar 9,76% dari bobot potong 25 kg dengan perlakuan berupa pakan rumput gajah ditambah dedak padi 200 gram. Secara umum, kedua bangsa domba tersebut memiliki persentase lemak yang tergolong masih lebih rendah dibandingkan dengan domba lokal yang memiliki persentase lemak sebesar 22,19% dari bobot potong 22,56 kg dengan perlakuan pakan protein rendah TDN 31

rendah (Prakoso et al., 2009). Namun, tidak berbeda jauh dengan domba Segurena yang memiliki persentase lemak mencapai 16% dari bobot potong 21,4 kg penggemukan berbasis ransum buatan dan komersial (Pena et al., 2005). kg a b b a a b Bangsa Gambar 8. Histogram Persentase Komposisi Jaringan Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis Berdasarkan histogram pada Gambar 8 di atas diketahui bahwa domba garut memiliki persentase otot dan tulang yang lebih tinggi, namun rendah lemak dibandingkan dengan domba Ekor Tipis. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) bahwa bila perbandingan komposisi karkas didasarkan pada berat yang sama diantara bangsa tipe besar dan tipe kecil, maka tipe besar akan lebih berdaging (lean) dan memiliki kandungan protein yang lebih tinggi, proporsi tulang yang tinggi dan lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan bangsa tipe kecil. Perbedaan ini disebabkan karena pada berat yang sama, bangsa tipe besar secara fisiologis lebih muda dibandingkan bangsa tipe kecil. Tulang Pada awal pertumbuhan semua zat makanan diprioritaskan untuk pertumbuhan tulang, kemudian jaringan lean, dan jika masih berlebih baru untuk pembentukan lemak. Hasil analisis ragam pada Tabel 8 menunjukkan bahwa berdasarkan bobotnya tulang dari kedua bangsa tidak berbeda nyata. Bobot tulang 32

dari kedua bangsa domba memiliki rataan sebesar 1,209 kg. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan bobot tulang domba local yaitu sebesar 1,489 kg yang memiliki bobot potong 25,80 kg (Sunarlim dan Usmiati, 2006). Akan tetapi, terdapat perbedaan yang nyata pada persentase yang dihasilkan dimana persentase tulang pada domba garut nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan persentase tulang pada domba Ekor Tipis. Hal ini dapat dikarenakan domba garut memiliki bobot tulang yang lebih tinggi namun bobot karkas lebih rendah dibandingkan domba Ekor Tipis, meskipun nilainya tidak berbeda nyata. Perbedaan yang nyata pada persentase tulang tersebut sesuai dengan pendapat Herman (1993) yang mengatakan bahwa secara umum persentase otot, tulang dan jaringan pengikat selalu lebih tinggi sedangkan persentase lemak selalu lebih rendah pada domba garut. Berdasarkan analisis ragam pada Tabel 8 diketahui bahwa kedua bangsa memiliki persentase tulang yang tidak jauh berbeda dengan domba Segurena yang memiliki persentase tulang sebesar 20% dari bobot potong 21,4 kg dengan penggemukan berbasis ransum buatan dan komersial (Pena et al., 2005). Lebih lanjut dijelaskan oleh Prakoso et al. (2009) bahwa domba lokal jantan yang memiliki bobot potong 22,56 kg dan diberi perlakuan pakan protein rendah TDN rendah menghasilkan persentase tulang sebesar 19%. Persentase tulang domba garut pada Tabel 8 menujukkan hasil sebesar 24,532%. Persentase ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendapat Herman (1993) yang menyatakan bahwa persentase tulang dalam karkas domba garut dengan bobot potong 25 kg sebesar 17,05% serta lebih tinggi juga dibandingkan dengan penelitian Verawati (2002) yang memperoleh persentase tulang dalam karkas domba garut sebesar 13,59% dari bobot potong 20,93 kg yang diberi pakan 30% bungkil inti sawit terlindungi formaldehyde Persentase tulang domba Ekor Tipis berdasarkan hasil analisis ragam Tabel 8 sebesar 21,705%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Rianto et al. (2006) yang memperoleh persentase tulang domba Ekor Tipis sebesar 21,60% dari bobot potong 25 kg dengan pemberian perlakuan berupa pakan rumput gajah ditambah dedak padi 200 gram. Bobot Potongan Komersial Karkas Potongan komersial karkas ditentukan oleh spesies ternak dan selera konsumen. Komposisi dari masing-masing tiap potongan komersial karkas memiliki berat yang berbeda-beda. Keragaman bobot setiap potongan komersial karkas dapat 33

disebabkan oleh keragaman bobot penyusunnya termasuk lemak subkutan dan intermuskular. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Distribusi Jaringan Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis yang Diberikan Ransum Indigofera sp. Komposisi Bangsa Domba Karkas Garut Ekor Tipis Rata-rata...Gram... Shoulder Otot 982,75± 165,76 1014,00± 114,00 998,38 ± 132,76 Lemak 195,50 a ± 24,29 277,25 b ± 50,10 236,38 ± 56,91 Tulang 447,25 ± 63,15 425,00 ± 108,54 436,12 ± 83,06 Rack Otot 231,25 ± 66,27 251,50 ± 42,93 241,38 ± 52,82 Lemak 53,25 ± 10,24 70,75 ± 17,23 62,00 ± 16,11 Tulang 110,00 ± 15,42 117,50 ± 29,94 113,75 ± 22,42 Loin Otot 248,25 ± 85,83 332,25 ± 34,33 290,25 ± 75,35 Lemak 49,25 a ± 12,69 83,75 b ± 18,83 66,50 ± 23.69 Tulang 92,00 ±26,08 103,25 ± 40,18 97,62 ± 31,93 Leg Otot 1233,75 ± 183,48 1220,50 ± 58,61 1227,13 ± 126,29 Lemak 132,00 a ± 25,52 222,50 b ± 67,56 177,25 ± 67,64 Tulang 369,25 ± 84,32 308,50 ± 66,19 338,88 ± 77,33 Breast Otot 249,25 ± 13,40 255,00 ± 56,06 252,12 ± 37,86 Lemak 101,00 a ± 20,56 159,00 b ± 32,63 130,00 ± 39,98 Tulang 116,00 ±19,49 119,00 ± 35,04 117,50 ± 26,30 Flank Otot 65,75 ± 42,98 67,75 ± 31,60 66,75 ± 34,94 Lemak 31,75 ± 16,46 48,75 ± 26,41 40,25 ± 22,31 Tulang - - - Shank Depan Otot 233,25 ± 15,12 198,00 ± 44,34 215,62 ± 35,99 Lemak 14,75 ± 5,57 15,00 ± 2,70 14,87 ± 4,05 Tulang 110,25 ± 8,92 90,50 ± 8,89 105,38 ± 9,75 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Otot tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05). Meskipun rata-rata bobot otot domba garut pada tiap potongan lebih besar dibandingkan bobot otot domba Ekor Tipis. Bobot otot tertinggi pada kedua bangsa terdapat pada potongan leg sedangkan bobot otot terendah terdapat pada potongan flank. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunarlim dan Setiyanto (2005) yang menyatakan bahwa 34

persentase daging kambing dan domba tidak berbeda nyata dimana persentase daging paling tinggi adalah bagian leg yaitu sebesar 20,5-21,7% sedangkan persentase daging paling rendah adalah flank yaitu sebesar 1,7-2,3%. Kualitas daging domba dipengaruhi oleh berbagai factor meliputi umur, factor keturunan, bangsa, ukuran tubuh, pakan dan komposisi kimia (Devendra dan Burns, 1994). Berdasarkan bobot lemak, pada beberapa potongan komersial, domba Ekor Tipis memiliki bobot lemak yang nyata lebih tinggi (P<0,05) jika dibandingkan dengan domba garut, terutama terdapat pada potongan shoulder, loin, breast dan leg. Perbedaan deposisi lemak pada loin, shoulder, breast dan leg diantara kedua bangsa dapat dikarenakan pada bagian-bagian tersebut domba Ekor Tipis lebih sedikit mengalami pergerakan dibandingkan dengan domba garut sehingga lebih banyak terjadi penimbunan lemak. Seperti telah dibahas sebelumnya, domba Ekor Tipis mengalami dewasa tubuh yang lebih cepat dibandingkan domba garut sehingga pada saat berat yang sama, domba Ekor Tipis secara fisiologis lebih tua dari domba garut dan telah mengalami pertumbuhan yang lebih optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Saparto (1981) bahwa pada domba jantan otot pada shoulder, leg, loin, dan breast mengalami masak dini sehingga pertumbuhan lebih cepat dibandingkan potongan bagian tubuh lainnya. Bobot tulang kedua bangsa tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05). Sunarlim dan Setiyanto (2005) menyatakan bahwa persentase tulang paling tinggi adalah bagian leg dan shoulder sedangkan persentase tulang paling rendah adalah bagian flank. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2008), potongan komersial domba dibagi menjadi tiga golongan yaitu golongan satu, dua dan tiga. Potongan komersial karkas golongan satu terdiri dari potongan tenderloin dan loin, golongan dua terdiri dari potongan leg, shoulder dan rack, sedangkan golongan tiga terdiri dari potongan breast, flank, dan shank. Penggolongan ini didasarkan pada rendahnya kandungan lemak pada tiap potongan. Berdasarkan penggolongan tersebut, dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa domba garut memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan domba Ekor Tipis karena mengandung lemak yang rendah dan otot yang tinggi, terutama pada potongan komersial karkas golongan satu, yaitu loin. 35