BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
KADAR TEKTOKUINON PADA EKSTRAK KAYU DAN KULIT JATI (Tectona grandis L.f) JAWA BARAT DAN JAWA TIMUR ADE YUNIA PURNAMA PUTERI

HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

ISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia

Ekstrak Kayu Jati sebagai Katalis Delignifikasi Pulping Soda (Teak Extracts as a Delignification Catalyst of Soda Pulping)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FRAKSINASI KOPAL DENGAN BERBAGAI PELARUT ORGANIK

Ekstrak dan Serbuk Kayu Jati sebagai Larvasida Aedes aegypti. (Larvicide Activity of Teak Wood Powder and Its Extract to Dengue Fever Mosquito)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas)

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Kinon dalam Kayu Teras Jati yang Diisolasi dengan Ekstraksi Rendaman Dingin (Quinone Contents in Teak Heartwood Isolated by Cold Extraction)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

IV. PEMBAHASAN A. KARAKTERISIK BAHAN BAKU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI DAUN LEDA (Eucalyptus deglupta)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil

Sifat Kimia Kayu Jati (Tectona grandis) pada Laju Pertumbuhan Berbeda (Chemical Properties of Teak Wood on Different Growth-rates)

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. bahwa hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Gambar 4.1. Perbandingan Kuantitas Produk Bio-oil, Gas dan Arang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

II. DESKRIPSI PROSES

HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK PENGOLAHAN BIO-OIL

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering. Jumlah Rata-Rata (menit)

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

KOMPOSISI EKSTRAKTIF PADA KAYU JATI JUVENIL

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6.

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HIDROKARBON (C dan H)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN Judul Penelitian

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian

Gambar 7. Alat pirolisis dan kondensor

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis) SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU DURIAN (Durio zibethinus)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

Kadar Zat Ekstraktif dan Susut Kayu Nangka ( Arthocarpus heterophyllus ) dan Mangium ( Acacia mangium

BAB I PENDAHULUAN. jaringan serat-serat selulosa yang saling bertautan. Kertas, pada awalnya dibuat oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. industri. Pemanis yang umumnya digunakan dalam industri di Indonesia yaitu

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah merupakan hasil sisa produksi dari pabrik maupun rumah tangga yang sudah tidak dimanfaatkan.

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

I. PENDAHULUAN. Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris (Essential oil volatile) yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

Perubahan Warna Pada Kayu Teras Jati 15. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): (2009)

KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM

Transkripsi:

10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Ekstraktif kayu terdiri dari banyak senyawa dengan sifat kimia yang berbeda, mulai dari yang bersifat polar sampai non polar. Senyawa ekstraktif yang berhasil diisolasi dipengaruhi oleh sifat kepolaran pelarut yang digunakan. Pelarut bersifat polar akan melarutkan senyawa kimia yang bersifat polar dan senyawa yang bersifat non polar dapat larut dalam pelarut non polar. Pelarut campuran etanol/toluena dapat melarutkan ekstraktif yang bersifat polar sampai non polar, karena etanol merupakan pelarut yang bersifat polar dan toluena pelarut yang bersifat non polar. Kadar ekstrak dari kayu Jati berbeda untuk perbandingan campuran pelarut etanol/toluena yang berbeda (Gambar 2). Perbedaan perbandingan pelarut etanol dan toluena menyebabkan campuran pelarut memiliki sifat kepolaran yang berbeda. Kadar Ekstrak (%) 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 8,86 8,91 7,76 6,79 6,09 5,47 E:T (1:1) E:T (1:2) E:T (2:1) Pelarut Etanol:Toluena Jawa Barat Jawa Timur Gambar 2 Kadar ekstraktif kayu teras Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang diisolasi dengan menggunakan berbagai perbandingan komposisi pelarut. Kadar ekstrak tertinggi dihasilkan dari kayu Jati Jawa Timur dengan campuran pelarut etanol/toluena 1:2 (8,91%), dan terendah dihasilkan dari kayu Jati Jawa Barat dengan pelarut etanol/toluena 2:1 (5,47%). Pelarut etanol/toluena

11 dengan perbandingan 1:2 mampu melarutkan zat ekstraktif tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi ekstrak kayu Jati terdiri dari senyawa-senyawa bersifat polar terlarut etanol dan senyawa-senyawa non polar terlarut toluena. Pelarut alkohol dapat melarutkan senyawa karbohidrat, protein, tanin, dan flavanoid. Pelarut toluena dapat melarutkan senyawa resin, minyak, lemak, dan lilin (Fengel dan Wegener 1984). Kadar ekstrak yang diperoleh dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Suyono (2010) dan Nugraha (2011), akan tetapi tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Leyva et al. (1998) dan Lukmandaru dan Takahashi (2009). Ekstraksi serbuk kayu Jati dangan pelarut toluena dan toluena-etanol menghasilkan ekstrak 6,7% (Leyva et al. 1998), sedangkan Lukmandaru dan Takahashi (2009) memperoleh kadar ekstrak 7,01% dan 8,04% dari kayu Jati berumur 30 dan 51 tahun dengan pelarut etanol/benzena 1:2. Selain disebabkan perbedaan pelarut atau campuran pelarut, perbedaan kadar ekstrak juga dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi bahan baku kayu, seperti lokasi tempat tumbuh, umur pohon, dan bagian pada pohon (Sjostrom 1991). Gambar 2 menunjukkan pula bahwa kayu Jati pada lokasi tempat tumbuh yang berbeda menghasilkan kadar ekstrak yang berbeda. Untuk umur yang hampir sama, kayu Jati asal Jawa Timur menghasilkan kadar ekstrak sekitar 2,39% lebih tinggi dibandingkan kayu Jati asal Jawa Barat. Hal yang sejalan ditemukan pula oleh Siregar et al. (2008), bahwa kelarutan etanol-benzena kayu Jati Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan kayu Jati Jawa Barat. Hal ini diduga berkaitan dengan perbedaan riap tumbuh yang mempengaruhi proporsi kayu teras. Selain itu, faktor lingkungan, tempat tumbuh, dan genetis kayu merupakan faktor-faktor yang berperan terhadap perbedaan karakteristik kayu (Barnett dan Jeronimidis 2003 dalam Siregar et al. 2008). Kondisi sebaliknya terjadi pada kulit kayu Jati, dimana kulit kayu Jati asal Jawa Barat menghasilkan kadar ekstrak yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit Jati asal Jawa Timur (Gambar 3). Kadar ekstrak tertinggi dihasilkan kulit Jati Jawa Barat dengan pelarut etanol/toluena 2:1 (10,11%), dan terendah dihasilkan kulit Jati Jawa Timur dengan pelarut etanol/toluen 2:1 (4,72%). Sementara itu,

12 perbedaan perbandingan pelarut etanol terhadap toluena tidak menyebabkan perbedaan besar terhadap kadar ekstrak yang dihasilkan. Kadar Ekstrak (%) 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 10,10 9,98 10,11 5,69 4,85 4,72 E:T (1:1) E:T (1:2) E:T (2:1) Pelarut Etanol:Toluena Jawa Barat Jawa Timur Gambar 3 Kadar ekstraktif kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang diisolasi dengan menggunakan berbagai perbandingan komposisi pelarut. Perbedaan kadar ekstraktif antara kulit kayu Jati Jawa Barat dan Jawa Timur dapat disebabkan adanya perbedaan kondisi tempat tumbuh. Selain itu, oleh karena sampel kulit yang diuji berasal dari limbah industri pengolahan kayu Jati sehingga tidak diperoleh data pasti umur pohon asal kulit tersebut, maka ada kemungkinan perbedaan kadar ekstraktif tersebut juga dipengaruhi oleh umur pohon. Dari hasil kadar ekstrak kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang jauh berbeda, diduga limbah kulit Jati Jawa Barat umurnya lebih tua dibandingkan dengan limbah Jati Jawa Timur. Hal ini didasarkan pada adanya peningkatan kadar ekstraktif dalam kulit kayu Jati dengan bertambahnya umur pohon (Maryati 2000). Menurut Sjostrom (1991) umur pohon, lokasi tempat tumbuh, dan bagian pada pohon dapat menyebabkan kandungan dan jumlah zat ekstraktif yang berbeda. Hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa masing-masing faktor pelarut, bagian pohon, lokasi tempat tumbuh, dan interaksi antara faktor pelarut dan faktor bagian pohon tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar ekstrak. Oleh sebab itu, secara statistik kayu Jati Jawa Barat dan Jawa Timur dengan umur yang sama memiliki kadar ekstraktif terlarut etanol-toluena yang

13 hampir sama. Berdasarkan nilai rataan kadar ekstrak kayu Jati Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan kayu Jati Jawa Barat, sedangkan kadar ekstrak kulit Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan dengan kulit Jawa Timur (Gambar 2 dan 3). Tabel 1 Kandungan Ekstrak Kayu Jati (Tectona grandis) 1) Etanol/Toluena Jawa Barat Jawa Timur Kayu Kulit Kayu Kulit Rataan 2) 1:01 6,09 10,10 8,86 5,69 7,69 (A) 1:02 6,79 9,98 8,91 4,85 7,63 (A) 2:01 5,47 10,11 7,76 4,72 7,01 (A) Rataan 2) 6,12 (a A ) 10,06 (a A ) 8,51 (a A ) 5,09 (a A ) 7,44 1) rataan dari 3 kali ulangan, % berat kering tanur 2) A dan B hasil uji lanjut Duncan pada pelarut yang digunakan a dan b hasil uji lanjut Duncan pada lokasi tembat tumbuh selang kepercayaan 95% 4.2 Kadar Kuinon Ekstraktif kayu dapat berbeda dalam jumlah dan komposisinya. Kayu tertentu yang mengandung kadar ekstrak yang sama dengan kayu lainnya dapat memiliki komposisi senyawa ekstraktif yang berbeda. Ekstraktif kayu Jati telah dilaporkan didominasi oleh senyawa-senyawa yang termasuk kelompok kuinon (Lukmandaru dan Takahashi 2009), walaupun jenis dan kelimpahannya dapat beragam antar pohon berbeda (Lukmandaru 2012 dalam Salih & Celikbicak 2012). Keragaman jenis dan konsentrasi senyawa kuinon hasil Pyrolisis-Gas Chromatography Mass Spectrometry (Pyr-GC-MS) terjadi antar kayu Jati dari lokasi berbeda dan antar bagian kayu dan kulit kayu (Gambar 4). Selain itu, perbedaan komposisi campuran pelarut etanol dan toluena juga menghasilkan ekstrak dengan komposisi dan konsentrasi kuinon yang berbeda pula. Campuran pelarut etanol dan toluena dengan perbandingan 1:1 menghasilkan komposisi senyawa kuinon yang lebih tinggi dibandingkan dengan perbandingan campuran pelarut lainnya (Lampiran 1). Ekstrak etanol/toluena 1:1 kayu Jati terutama terdiri dari senyawa hydroquinone monomethyl ether, alphanaphthoquinhydrone, naphthoquinone, 9,10-anthraquinone, 2,3- dimethylnaphthoquinone, 2-methyl anthraquinone, 2-tert-butylanthraquinone, 9,10-anthracenedione 1,4-diamino, chrysophanol, 2-methylnaphthoquinone,

14 lapachol, 1-ethyl anthraquinone, 1-methoxyanthraquinone, phthiocol, dan lawsone. Komposisi senyawa tersebut berbeda dengan yang terdapat pada ekstrak etanol-benzena 1:2 seperti yang dilaporkan oleh Sumthong (2006) dan Lukmandaru dan Takahashi (2009). Sumthong (2006) menemukan 6 senyawa kuinon dalam ekstrak kayu Jati, yaitu deoxylapachol, tectoquinone (2-methylAQ), tectol, hemitectol, 2-hydroxy methylanthraquinone, dan 3 -Ohdeoxyisolapachol, sedangkan Lukmandaru dan Takahashi (2009) menemukan senyawa-senyawa utama, yaitu lapachol, tectoquinone, desoxylapachol dan isomer (isodesoxylapachol), squalene, tectol, palmitat. Selain karena perbedaan pelarut yang digunakan, perbedaan komposisi senyawa kuinon dalam ekstrak kayu Jati tersebut juga kemungkinan dipengaruhi oleh lokasi tempat tumbuh. Senyawa-senyawa kuinon dapat dikelompokkan ke dalam kelompok naftokuinon dan antrakuinon. Naftokuinon merupakan senyawa organik yang berasal dari naphthalene dengan rumus C 10 H 6 O 2, berwarna kuning, mudah menguap, memiliki bau yang tajam mirip dengan benzokuinon, mudah menguap dalam pelarut organik polar (Anonim 2012). Antrakuinon merupakan senyawa organik aromatik dengan rumus C 14 H 8 O 2, dalam berbentuk kristal padat atau bubuk memiliki warna berkisar dari abu-abu menjadi kuning dan hijau, dan larut dalam pelarut organik panas (Anonim 2012). Senyawa-senyawa kuinon tersebut berperan dalam keawetan alami kayu Jati. Naftokuinon dilaporkan berperan sebagai pencegah pembusukan pada Jati (Thulasidas dan Bhat dalam Niamke et al. 2011), dan memiliki sifat antimikroba (Guiraud et al. 1994, Gafner et al. 1996 dalam Sumthong et al. 2006). Antrakuinon memiliki sifat anti rayap (Lukmandaru dan Takehashi 2008), dapat berperan sebagai katalis untuk proses pulping (Leyva et al. 1998), dan menjadi produksi zat warna (Anonim 2012). Senyawa kuinon pada kulit Jati lebih sedikit jumlah dan jenisnya dibandingkan dengan kayu. Selain itu, pada ekstrak kulit kayu ditemukan senyawa quinhydrone yang tidak terdapat pada ekstrak kayu. Senyawa ini hanya terdapat pada ekstrak yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 dan 2:1. Diduga quinhydrone bersifat cenderung polar sehingga tidak dapat larut pada pelarut yang non polar. Secara keseluruhan komponen kuinon Jati Jawa Timur lebih beragam dibandingkan dengan Jati Jawa Barat.

15 Kadar Kuinon (%) 32 28 24 20 16 12 8 4 0 2.57 13.39 0.44 25.98 1.37 31.82 31.15 Gambar 4 Kadar kuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur. 6.62 1.97 8.44 6.38 25.74 Jabar Jatim Jabar Jatim Jabar Jatim E:T (2:1) E:T (1:1) E:T (1:2) Pelarut Etanol:Toluena Kulit Kayu Konsentrasi relatif total kuinon tertinggi terdapat pada ekstrak kayu Jati yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 (31,82%). Perbedaan lokasi tempat tumbuh dan bagian pohon mempengaruhi komponen dan kadar kuinon yang terisolasi. Ekstrak yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 memiliki jumlah kuinon lebih tinggi yang menandakan bahwa komponen kuinon pada Jati lebih mudah terisolasi dengan pelarut yang semipolar. 4.2.1 Kadar Antrakuinon Dalam kayu Jati terdapat berbagai kuinon yang termasuk kelompok naftokuinon (lapakol, dehidrolapakol) dan antrakuinon (tektokuinon). Konsentrasi relatif antrakuinon dalam ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur dengan pelarut yang berbeda disajikan pada Gambar 5.

16 30 27.17 27.49 Kadar Antrakuinon (%) 25 20 15 10 5 0 22.03 23.06 12.84 8.27 6.38 4.33 0.75 0.24 0.53 1.66 Jabar Jatim Jabar Jatim Jabar Jatim Kulit Kayu E:T (2:1) E:T (1:1) E:T (1:2) Pelarut Etanol:Toluena Gambar 5 Kadar antrakuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur. Sama halnya dengan kuinon, konsentrasi relatif kelompok antrakuinon berbeda menurut lokasi tempat tumbuh dan bagian kayu serta kulit Jati. Konsentrasi relatif antrakuinon tertinggi terdapat pada ekstrak kayu Jati Jawa Timur yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 (27,49%), sedangkan konsentrasi relatif total antrakuinon terendah terdapat pada ekstrak kulit Jati Jawa Timur yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 2:1 (0,24%). Pada ekstak kulit kayu, konsentrasi relatif antrakuinon tertinggi terdapat pada kulit Jati Jawa Timur dengan pelarut etanol/toluena 1:2. Penambahan proporsi toluena pada campuran pelarut menyebabkan kadar antrakuinon dalam ekstrak lebih tinggi. Berdasarkan hasil tersebut, pada ekstrak kulit komponen antrakuinon akan terisolasi dengan baik dalam pelarut campuran yang cenderung bersifat non polar. Secara keseluruhan kulit Jati Jawa Timur memiliki kadar antrakuinon yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit Jati Jawa Barat, maka jumlah rendemen kadar ekstrak tidak menentukan jumlah konsentrasi relatif kadar antrakuinonnya.

17 4.2.2 Kadar Tektokuinon (2-Metilantrakuinon) 2-Metilantrakuinon merupakan kelompok senyawa antrakuinon yang dikenal pula dengan nama tektokuinon. Konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon dalam ekstrak kayu dan kulit Jati dengan pelarut yang berbeda disajikan pada Gambar 6. Kadar 2-metil antrakuinon (%) 27 24 21 18 15 12 9 6 3 0 24.67 23.85 20.9 21.81 11.88 7.47 6.38 4.33 0.75 0.24 0.53 1.5 Jabar Jatim Jabar Jatim Jabar Jatim E:T (2:1) E:T (1:1) E:T (1:2) Pelarut Etanol:Toluena Kulit Kayu Gambar 6 Kadar tektokuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur. Konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon tertinggi terdapat pada ekstrak kayu Jati Jawa Barat yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 (24,67%) (Gambar 6). Konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon terendah terdapat pada ekstrak kulit Jati Jawa Timur yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 2:1 (0,24%). Berdasarkan nilai rataan, konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon tertinggi terdapat pada bagian kayu teras Jati Jawa Timur. Konsentrasi tektokuinon ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Lukmandaru (2012) dalam Salih dan Celikbicak (2012) yang menemukan kadar tektokuinon kayu Jati dari Jawa Barat (Purwakarta), Jawa Tengah dan Yogyakarta masing-masing 14,61%, 8,05%, dan 11,31% dengan pelarut etanol-benzena 1:2. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan pelarut dan bagian sampel kayu Jati yang diteliti. Menurut Sjostrom

18 (1991) perbedaan kadar dan jenis ekstraktif dalam kayu dapat dipengaruhi oleh tempat tumbuh, umur, dan bagian kayu yang dipakai. Konsentrasi relatif tektokuinon dalam kayu Jati yang diteliti lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Suyono (2010). Konsentrasi tektokuinon pada kayu Jati asal Malang berumur sekitar 50 tahun sebesar 28,98% dengan menggunakan pelarut etanol/toluena 1:2. Berdasarkan hal tersebut pelarut etanol/toluena 1:1 sampai 1:2 cukup baik untuk mengisolasi ekstrak kayu Jati dengan konsentrasi 2-metilantrakuinon yang tinggi. Hasil ini mendukung hasil penelitian sebelumnya bahwa pelarut yang bersifat semipolar lebih efektif melarutkan 2-metilantrakuinon, seperti yang ditemukan pada ekstrak aseton, kayu Jati Panama mengandung 2-metilantrakuinon lebih besar dibandingkan dengan pelarut petroleum (Windeisen et al. 2003 dalam Gori et al. 2009), walaupun dilaporkan pula pelarut kloroform dan campuran etanol-benzena dapat mengekstrak senyawa tektokuinon (Ohi 2001). Pelarut etanol/toluena 1:1 merupakan pelarut yang paling efektif untuk mengisolasi 2-metilantrakuinon dari kayu Jati dibanding komposisi pelarut lainnya. Pada kromatogram analisis pirolisis GC-MS memperlihatkan peak area dari 2-metilantrakuinon adalah yang paling dominan (Lampiran 2). Secara keseluruhan senyawa 2-metilantrakuinon merupakan komponen utama dalam ekstraktif kayu Jati dengan nilai rataan 14,67% (Jati Jawa Barat) dan 22,19% (Jati Jawa Timur) atau setara dengan konsentrasi 0,76% dan 1,77% berdasarkan bobot kayu. Hasil ini lebih tinggi dengan hasil penelitian Leyva et al. (1988) yang menemukan konsentrasi 2-metilantrakuinon sebesar 0,33% dari berat kayu Jati. Telah diketahui, tektokuinon adalah senyawa utama yang dianggap bertanggung jawab terhadap keawetan alami kayu Jati (Lukmandaru dan Ogiyama 2005). Selain itu, tektokuinon juga bersifat bio-larvasida terhadap jentik nyamuk demam berdarah seperti yang ditemukan pada kayu Cryptomeria japonica (Cheng et al. 2008). Hasil penelitian Leyva et al. (1998) menemukan bahwa 2- metilantrakuinon (tektokuinon) merupakan antrakuinon tersubtitusi yang memiliki sifat katalis yang sama dengan antrakuinon dalam proses pulping alkali. Berdasarkan hal itu limbah kayu Jati selain berpotensi untuk berbagai produk kayu dan energi, juga berpotensi besar sebagai sumber bahan kimia alami yang

19 bermanfaat untuk berbagai penggunaan, seperti pengawet alami, insktisida alami, dan sebagai aditif pada proses pulping. Hal ini diharapkan dapat mendorong peningkatan diversifikasi produk pengolahan kayu dan peningkatan efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam biomassa.