BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI PENELITIAN

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET

Vol. 17, No. 1, April 2003

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

BAB III. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI DAN OPERASI PENGERING EFEK RUMAH KACA

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal

SIMULASI RANCANGAN MESIN PENGERING EFEK RUMAH KACA TIPE TEROWONGAN UNTUK PENGERINGAN KOMODITI HASIL PERTANIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

JENIS-JENIS PENGERINGAN

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN

BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

KAJIAN DISTRIBUSI SUHU, RH DAN ALIRAN UDARA PENGERING UNTUK OPTIMISASI DISAIN PENGERING EFEK RUMAH KACA DYAH WULANDANI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Iklim Perubahan iklim

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon)

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

I. PENDAHULUAN. Potensi sumber daya ikan laut Indonesia pada tahun 2006 sebesar 4,8 juta ton dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBUATAN PROTOTIPE ALAT SOLAR DRYER BERBASIS TENAGA SURYA HYBRID SISTEM PORTABLE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

ANALISIS THERMAL KOLEKTOR SURYA PEMANAS AIR JENIS PLAT DATAR DENGAN PIPA SEJAJAR

Karakteristik Pengering Energi Surya Menggunakan Absorber Porus Dengan Ketebalan 12 cm

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

PENGENTASAN KEMISKINAN KELOMPOK NELAYAN PANTAI CAROCOK KECAMATAN IV JURAI, PAINAN MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGERINGAN DAN USAHA TEPUNG IKAN

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

PASCA PANEN BAWANG MERAH

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. pemanenan, perontokan, pengeringan dan penggilingan. Tiap-tiap tahapan ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis Energi Unit Total Exist

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

II. TINJAUAN PUSTAKA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan

ANALISA TEMPERATUR ALAT PENGERING CENGKEH HABRID. (Studi Kasus di Desa Tajun Buleleng Bali) Made Adi Kurniawan, K Rihendra Dantes 2, G Widayana 3

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

RANCANGAN DAN UJI PERFORMANSI PROTOTIPE ALAT PEMANAS UDARA PENGERING CENGKEH

RANCANGAN DAN UJI PERFORMANSI PROTOTIPE ALAT PEMANAS UDARA PENGERING CENGKEH

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu hasil dari berbagai tanaman perkebunan yang dapat

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini, bahan bakar fosil seperti minyak, batubara dan gas alam merupakan

BAB I PENDAHULUAN I-1

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGEMBANGAN SISTEM PENGERING KELOM GEULIS BERBASIS MIKROKONTROLER DENGAN DUA SISI BERPEMANAS PIPA

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB I PENDAHULUAN. Kunyit adalah salah satu tanaman rempah yang sering kita jumpai hampir

PEMANFAATAN ALAT PENGERING DENGAN PENGONTROL SUHU UNTUK PAKAN IKAN PADA CV. FAJAR ABADI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

PENGGUNAAN PERANGKAT LUNAK COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) DALAM MENGANALISIS SISTEM PENGERING IKAN TUNA BERTENAGA SURYA

BAB I PENDAHULUAN. dan hasil pertanian merupakan bentuk dari proses pengeringan. Melalui proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PROTOTIPE ALAT PENGERING TIPE ROTARI (ROTARY DRYER) BERSUMBER PANAS BIOMASSA UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN PATI SAGU DI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Cengkeh termasuk ke dalam famili Myrtaceae yang berasal dari Maluku. Tanaman ini merupakan tanaman tahunan yang cukup potensial dalam upaya memberikan kesempatan kerja di bidang pertanian, perdagangan maupun industri. Tanaman cengkeh di Indonesia kurang lebih 95 % diusahakan oleh rakyat dalam bentuk perkebunan rakyat yang tersebar di seluruh propinsi, terutama di Sulawesi Utara (Minahasa), Maluku (Ambon) dan Jawa Barat (Bogor). Sisanya sebesar lima persen diusahakan oleh perkebunan swasta dan perkebunan Negara (Kemala dan Yuhono, 1997). Penggunaan cengkeh sangat luas terutama sebagai bahan campuran untuk rokok kretek, selain itu juga digunakan sebagai obat untuk menghilangkan rasa sakit, dan anastesi (Nurdjannah et al., 1997), kemudian berkembang sebagai bahan kosmetik, parfum, antiseptik dalam industri daging, penyedap makanan, baik dalam bentuk saus atau bubuk. Senyawa dari minyak cengkeh juga dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati, karena dapat membunuh beberapa spesies bakteri, jamur, nematoda dan serangga (Asman et al., 1997). Sejak tahun 1995, telah terjadi kelebihan produksi cengkeh di Indonesia sebesar 30000 ton/tahun (Ditjenbun, 1997). Keadaan demikian menyebabkan harga cengkeh turun dan agribisnis cengkeh semakin memudar. Akibat lebih lanjut pendapatan petani cengkeh semakin rendah dan di beberapa daerah tanaman tidak dipelihara sebagaimana mestinya. Bunga yang matang petik dibiarkan saja di pohon, karena biaya panen tidak seimbang dengan harga penjualan yang didapatkan. Bila kondisi demikian dibiarkan terus menerus, maka produksi cengkeh di Indonesia akan mengalami penurunan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Dalam mengantisipasi permasalah tersebut diperlukan beberapa upaya untuk menanggulangi kelebihan produksi tersebut, antara lain; 1) dengan melaksanakan konversi terhadap tanaman cengkeh yang sudah tidak produktif, tanaman tua atau rusak dengan tanaman lain yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, 2) membuat peta pertanaman cengkeh yang direkomendasikan pada

wilayah dengan iklim dan kondisi tanah yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman cengkeh, 3) mencari terobosan teknologi-teknologi pengolahan cengkeh, terutama dari hasil minyak cengkeh yang berasal dari bunga kering (Kemala dan Yuhono, 1997). Pengolahan cengkeh menjadi bunga kering yang dilakukan petani di Indonesia selama ini menggunakan cara tradisional, yaitu dengan menghamparkan produk di lantai jemur atau di pinggir jalan. Selama pengeringan berlangsung, cengkeh harus diaduk dan dibolak balik menggunakan tangan atau alat penggaru supaya kering merata. Metoda lamporan selama ini dianggap petani paling mudah dan praktis karena sudah biasa dilakukan, biaya operasional juga murah, namun memiliki banyak kelemahan. Selain dibutuhkan lahan yang sangat luas, juga terjadinya kontaminasi produk oleh debu, kotoran dan polusi kendaraan untuk penjemuran yang dilakukan di pinggir jalan, sehingga kurang higienis yang menyebabkan mutu produk menjadi rendah. Hasil analisa minyak cengkeh dari petani di Sulawesi, ditemukan kandungan Pb dan Fe yang kadarnya masingmasing 5.4 ppm dan 677 ppm (Rusli, 1991 dalam Hidayat dan Nurdjannah, 1997). Penjemuran langsung di bawah sinar matahari dengan lamporan juga sangat tergantung cuaca. Pada saat hujan atau malam hari, biasanya cengkeh yang dihamparkan di lamporan ditumpuk kemudian ditutup dengan plastik dan dibiarkan begitu saja hingga matahari bersinar lagi. Apabila hal ini berlangsung lama, dapat mengakibatkan cengkeh busuk dan berjamur. Permasalahan di atas dapat diatasi dengan menerapkan Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) sebagai pengganti metode penjemuran langsung dengan lamporan. Pengering ERK pertama kali diperkenalkan oleh Kamaruddin et al. (1994), terdiri dari bangunan berdinding transparan, dilengkapi dengan plat hitam sebagai pengumpul panas (kolektor surya) di dalamnya. Gelombang pendek dari sinar surya dilewatkan melalui dinding transparan dan diserap oleh plat hitam dan komponen-komponen lainnya di dalam bangunan pengering, sehingga menghasilkan kenaikan suhu udara di dalam ruang pengering. Komponenkomponen rumah kaca memancarkan radiasi gelombang panjang yang tidak dapat menembus dinding transparan, sehingga terpantul kembali ke dalam ruangan dan mengenai komponen-komponen di dalam bangunan transparan. Demikian

seterusnya, dan akibatnya adalah kenaikan suhu udara di dalam bangunan transparan. Udara panas ini kemudian digunakan sebagai udara pengering untuk memanaskan dan menguapkan produk. Pengering ERK menggunakan energi surya dan biomassa sebagai sumber energi termal. Energi surya merupakan sumber energi yang tak pernah habis sehingga menjadi potensi sumber energi untuk berbagai kebutuhan. Menipisnya ketersediaan cadangan energi minyak bumi memberi peluang sekaligus tantangan bagi peneliti untuk memanfaatkan energi surya dengan berbagai bentuk pilihan teknologi, dari yang sangat sederhana dan murah hingga teknologi tinggi dan padat modal. Sebagai energi yang bersih dan gratis serta cukup tersedia di Indonesia, energi surya merupakan pilihan yang tepat. Namun demikian keterbatasan teknologi lokal, harga energi fosil yang relatif masih rendah, dan kurangnya daya beli masyarakat serta ketersedian energi surya pada siang hari yang sangat dipengaruhi oleh cuaca, merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan pemanfaatan energi surya. Berbagai penelitian untuk menciptakan pengering mekanis dengan memanfaatkan energi surya sebagai sumber energi telah dilakukan dalam rangka mengatasi kelemahan-kelemahan penjemuran langsung dan dalam upaya untuk menekan biaya investasi alat, karena harga alat pengering yang tinggi merupakan kendala bagi para petani. Esper, A. dan W. Mühlbauer. 1998, telah mendisain pengering produk-produk perkebunan dengan metoda tumpukan, berbasis energi surya dan listrik menggunakan kolektor surya plat datar. Performansi pengeringan yang ditunjukkan cukup baik, namun biaya alat masih sangat mahal, sehingga sulit dijangkau oleh industri kecil dan petani. Berkaitan dengan masalah biaya yang tinggi ini, Kamaruddin, et al, (1994) melakukan optimisasi biaya pembuatan pengering dengan kolektor datar pada pengering tipe bak. Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa sistem pengeringan dengan kolektor datar masih memerlukan biaya yang cukup besar. Biaya terbesar terletak pada pembuatan kolektor datar karena untuk meningkatkan suhu udara pengering yang diinginkan dibutuhkan luasan besar. Untuk menekan biaya investasi, modifikasi dilakukan dengan membuat pengering menggunakan bangunan berdinding transparan, yang dilengkapi dengan plat besi hitam sebagai penyerap panas, yang

dikenal dengan nama Pengering Efek Rumah Kaca (ERK). Bangunan transparan ini sekaligus berfungsi sebagai kolektor surya, sehingga komponen kolektor surya khusus tidak diperlukan lagi yang membuat rancangan ini menjadi lebih murah. Selain itu bangunan juga berfungsi sebagai pelindung dari hujan dan kotoran serta binatang pemakan produk. 1.2. PERUMUSAN MASALAH Pengering ERK, telah diuji coba untuk mengeringkan berbagai produk pertanian, seperti, tembakau rajangan (Tirtosastro, 1992), gabah, benih tanaman hortikultura (Kamaruddin, et al, 1994), kakao (Nelwan, 1997), kopi (Mawan, 1996; Dyah, 1997; Mas'ud, 1997), kayu bayur (Suhdi, 1996), panili (Mursalim, 1995), chip rumput laut (Sukarmanto, 1996), dll. Berdasarkan penelitian di atas pengering ERK mampu memberikan performansi pengeringan yang cukup bagus (Tabel IV-1 Bab IV). Namun demikian untuk lebih meningkatkan performansinya dilihat dari segi teknis dan ekonomis, maka ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama suhu udara pengering di dalam pengering ERK sangat berfluktuasi karena sangat dipengaruhi oleh keberadaan surya. Iradiasi surya sifatnya selalu berubah dan besar iradiasinya sangat dipengaruhi oleh waktu, lokasi dan musim. Oleh karena itu pada sistem pengering ini masih diperlukan energi tambahan lainnya misalnya dari energi hasil pembakaran biomassa. Dengan adanya kebutuhan akan energi tambahan ini maka diperlukan pula beberapa perangkat tambahan seperti tungku dan alat penukar panas. Usaha untuk menekan biaya konstruksi dapat dilakukan dengan menerapkan teknik optimisasi rancang bangun yang baik. Optimisasi dapat dilakukan untuk meminimumkan biaya konstruksi dan juga biaya operasi selama umur ekonomi. Dalam penelitian ini proses optimisasi dilakukan dengan cara penentuan biaya konstruksi masingmasing komponen penyusun alat pengering ERK untuk menjaga berlangsungnya pengeringan sehingga menghasilkan performansi pengeringan yang diinginkan. Kedua adalah distribusi aliran panas dalam ruang pengering yang belum merata, khususnya pada pengering tipe rak. Nampan-nampan pada tipe rak ini dapat menyebabkan distribusi udara yang kurang baik dan menurunkan kinerja

pengeringan, karena waktu pengeringan terlama dari produk yang terletak di nampan tertentu menjadi penentu lama pengeringan secara keseluruhan yang dibutuhkan, yang selanjutnya menentukan total kapasitas pengeringan. Dyah (1997) melaporkan bahwa perbedaan suhu terjadi pada ruang pengering berada sekitar 6 o C antara bagian atas dan bagian bawah plat hitam yang dipasang horisontal di atas bak pengering pada ruang pengering transparan tipe bak. Mursalim (1995) mendapatkan perbedaan suhu sekitar 10 o C antara rak bagian tengah dan bawah pada pengeringan panili. Pemecahan masalah tersebut akan diupayakan dalam penelitian ini dengan menganalisis sifat dan pola aliran udara serta distribusi suhu dan RH udara pengering di dalam bangunan pengering ERK melalui suatu model simulasi. Distribusi dan pola aliran udara diduga ditentukan oleh geometri ruang pengering, lokasi penempatan inlet dan outlet, penempatan dan kapasitas daya kipas, susunan rak yang berisi produk serta besar dan lokasi sumber panas di dalam bangunan pengering. Dengan mensimulasikan distribusi dan pola aliran udara ini, akan dapat ditentukan disain bangunan beserta penempatan parameter-parameter penentu di atas secara lebih tepat sehingga tujuan keseragaman mutu produk terpenuhi. 1.3. TUJUAN & MANFAAT Secara umum tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan pengering ERK dengan disain optimal baik dari segi teknis maupun secara ekonomis. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian dibagi dalam beberapa tujuan khusus, yaitu: 1. Mengoptimalkan biaya konstruksi pengering efek rumah kaca tipe rak untuk cengkeh. 2. Menguji prototipe pengering ERK yang optimal untuk mendapatkan metoda pengeringan yang tepat serta melakukan analisis biaya untuk usaha pengeringan cengkeh mengunakan pengering ERK. 3. Melakukan simulasi model distribusi aliran udara, suhu dan RH udara pengering di dalam ruang pengering guna mendapatkan posisi inlet dan

outlet, posisi dan kapasitas daya kipas dan sumber panas yang tepat sehingga didapatkan disain pengering yang optimal. Output penelitian ini ada tiga bagian yaitu; pertama adalah rancangan dan disain pengering ERK yang optimal dapat dimanfaatkan secara langsung oleh industri dan petani; kedua, berupa model optimasi pengering bangunan transparan dan ketiga adalah hasil disain dari simulasi dinamika fluida dalam pengering ERK yang dapat dijadikan sebagai kajian bagi para peneliti yang akan mendalami masalah distribusi aliran dalam pengering ERK, baik untuk pengeringan maupun pemanfaatan lainnya. 1.4. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian mengenai simulasi pengeringan maupun penentuan model aliran udara, suhu dan RH telah banyak dilakukan, namun penelitian mengenai simulasi aliran udara, suhu dan RH di dalam rumah pengering dengan bangunan transparan (pengering ERK) belum pernah dilakukan. Keaslian penelitian ini terletak pada pembuatan model optimasi dan hasil disain dari simulasi distribusi aliran udara dan suhu pada pengering Efek Rumah Kaca. 1.5. PENDEKATAN MASALAH Penelitian secara garis besar dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah melakukan perhitungan optimisasi biaya konstruksi pengering ERK tipe rak, menggunakan metoda Pengganda Lagrange. Pada optimisasi ini yang dilakukan adalah minimisasi biaya konstruksi yang terdiri dari biaya rangka dan dinding bangunan serta rak pengering, biaya plat absorber, kipas, penukar panas dan tungku. Biaya-biaya tersebut merupakan fungsi dari performansi pengeringan cengkeh yang dinyatakan dalam fungsi kendala. Dalam optimisasi ini terdapat dua fungsi kendala, yang pertama dinyatakan dalam suhu dan kedua dinyatakan dalam kecepatan udara pengering di atas tumpukan produk yang memenuhi syarat untuk pengeringan cengkeh. Perhitungan optimisasi menghasilkan data informasi

biaya konstruksi pengering ERK tipe rak untuk cengkeh yang optimum dan data performansi pengeringan cengkeh berdasarkan disain optimum tersebut. Selanjutnya berdasarkan disain pengering ERK optimum akan dilakukan simulasi distribusi aliran udara di dalam ruang pengering tersebut yang merupakan tahap kedua dari penelitian ini. Pada tahap kedua, dilakukan uji coba pengeringan cengkeh menggunakan disain yang telah dihitung dari hasil optimisasi. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali pada kondisi dan cuaca yang berbeda. Pada pengujian pertama cengkeh dikeringkan dengan ketebalan dua lapis produk (1.5 cm), dan dilakukan pada awal musim kemarau. Pengujian kedua pengeringan dilakukan dengan ketebalan empat lapis cengkeh (3 cm) pada pertengahan musim kemarau. Pengujian ketiga pengeringan dilakukan dengan ketebalan empat lapis cengkeh (3 cm) pada awal musim hujan. Hasil pengujian ini digunakan sebagai validasi dari perhitungan optimisasi yang telah dilakukan pada tahap pertama. Berdasarkan hasil pengujian dapat pula ditentukan metoda operasi pengeringan cengkeh untuk mendapatkan performansi terbaik yang dapat menjadi acuan bagi pengguna dalam melakukan usaha pengeringan cengkeh. Pada tahap ini dilakukan uji mutu cengkeh kering dan analisis ekonomi usaha pengeringan cengkeh menggunakan disain pengering ERK yang optimum. Tahap ketiga penelitian ini adalah melakukan simulasi distribusi aliran udara di dalam pengering berdasarkan disain pengering optimum hasil dari penelitian tahap pertama. Pada penelitian ini posisi inlet, outlet, penukar panas, plat absorber, dan rak, serta kipas merupakan parameter yang dianggap menentukan arah aliran serta distribusi udara panas di dalam ruang pengering. Untuk itu posisi parameter penentu ini menjadi fokus yang akan diubah-ubah hingga mendapatkan disain yang paling baik, dimana produk di dalam rak mendapatkan udara panas optimal, dengan penggunaan energi dan kehilangan energi sekecil mungkin. Simulasi menggunakan metoda CFD (Computational Fluid Dynamics) dengan bantuan software FLUENT versi 6.1. digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Tahap awal dari analisis ini adalah melakukan validasi simulasi menggunakan model pengering ERK pada skala laboratorium. Bardasarkan validasi ini, kemudian ini dilakukan simulasi untuk disain optimal dari

perhitungan optimisasi pada tahap pertama. Dengan simulasi ini, posisi parameter penentu dapat diubah pada berbagai disain sesuai dengan keinginan tanpa mengeluarkan biaya untuk konstruksi. Kriteria disain terbaik dinyatakan oleh keseragaman udara panas yang diterima produk di setiap tingkatan rak. Melalui uji tingkat keragaman yang dinyatakan dalam standar deviasi dari suhu, kecepatan udara dan kelembaban udara pengering pada setiap tingkat rak, maka dapat ditentuan bahwa disain terbaik adalah disain yang memiliki nilai standar deviasi suhu, kecepatan dan RH terkecil. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada ketiga tahap di atas, selanjutnya dilakukan analisis ekonomi untuk mengetahui sejauh mana kelayakan usaha pengeringan cengkeh menggunakan pengering ERK. Analisis ekonomi dapat dimanfaatkan secara langsung oleh petani atau pengusaha cengkeh dan untuk pedagang pengumpul atau exportir cengkeh. Data masukan dalam analisis ekonomi merupakan data sekunder yang didasarkan pada kondisi harga-harga bahan penyusun pengering ERK di lapang pada tahun 2004. Penggunaan hasil perhitungan analisis ekonomi untuk tahun-tahun yang akan datang dapat dilakukan dengan mengubah data masukan sesuai dengan nilai yang berlaku pada tahun tersebut dengan menggunakan pemodelan analisis ekonomi yang sama. 1.6. DAFTAR PUSTAKA Asman, A., M. Tombe, dan D. Manohara. 1997. Peluang penggunaan produk cengkeh sebagai pestisida nabati. Monograf Tanaman Cengkeh no.2. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. Ditjenbun, 1997. Cengkeh. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta. Dyah, W. 1997. Analisis Pengeringan pada Alat Pengering Kopi (Coffea Sp.) Efek Rumah Kaca Berenergi Surya. Tesis. Program Studi Keteknikan Pertanian. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Esper, A. dan W. Muhlbauer. 1998. Solar drying - an effective means to food preservation. Renewable Energy. Elsevier Sc. Ltd. Pergamon.

Hidayat, T dan N. Nurdjannah. 1997. Masalah dan standar mutu cengkeh. Monograf Tanaman Cengkeh no.2. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. Kemala, S. dan J. T. Yuhono. 1997. Peran dan prospek cengkeh dalam perekonomian nasional. Monograf Tanaman Cengkeh no.2. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. Kamaruddin, A., Tamrin, F. Wenur. dan Dyah W. 1994. Optimisasi dalam Perencanaan Alat Pengering Hasil Pertanian dengan Energi Surya. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing I. Ditjen DIKTI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. IPB. Bogor. Mawan. B. P. 1996. Analisis Pengering Kopi dalam Bangunan Tembus Cahaya. Skripsi Jurusan Mekanisasi Pertanian. FATETA IPB. Bogor. Mas'ud, R. 1997. Kinerja Model Pengering Bangunan Tembus Cahaya dari Plastik tahan UV untuk Pengeringan Buah Kopi. FATETA IPB. Bogor. Mursalim. 1995. Uji Penampilan Sistem Pengeringan Kombinasi Energi Surya dan Tungku Batu Bara dengan Bangunan Tembus Cahaya sebagai Pembangkit Panas untuk Pengeringan Vanili (Vanilla Planifora). FATETA IPB. Bogor. Nurdjannah N., S. Yuliani dan L. 1997. Pengolahan dan diversifikasi hasil cengkeh. Monograf Tanaman Cengkeh no.2. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. Nelwan, L. O. 1997. Pengeringan Kakao dengan Energi Surya Menggunakan Rak Pengering dengan Kolektor Tipe Efek Rumah Kaca. Tesis. Program Studi Keteknikan Pertanian. Program Pesacasarjana IPB. Bogor. Suhdi, A. C. 1996. Pengeringan Kayu Bayur dengan Alat Pengering Greenhouse Berpenyerap Panas Plat Hitam dan Menggunakan Batu Bara sebagai Suplemen Energi. FATETA IPB. Bogor. Sukarmanto. 1996. uji Penampilan Sistem Efek Rumah Kaca untuk Pengeringan Alkali Treated Cottonii (ATC) Chips dari Rumput Laut. FATETA IPB. Bogor.