BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab (V) Kesimpulan dan saran menjelaskan kesimpulan atas temuan penelitian berdasarkan analisis yang telah dilakukan dan saran berdasarkan proses penelitian yang dilakukan untuk menjadi masukan bagi peneliti selanjutnya. V.1 Kesimpulan Dalam subbab kesimpulan akan dibahas beberapa poin untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah ditentukan yaitu, (V.1.1) Karakteristik Standing Pattern of Behaviour dan Circumjacent Milieu; dan (V.1.2) Synomorphy di Angkringan. V.1.1 Karakteristik Standing Pattern of Behaviour dan Circumjacent Milieu A. Karakteristik Standing Pattern of Behaviour Terdapat 6 (enam) karakteristik pola perilaku pelanggan di Angkringan yang ditemukan, setiap pola perilaku terdiri dari: (1) aktivitas awal; (2) aktivitas puncak dan (3) aktivitas akhir. Pola perilaku yang dihasilkan oleh pelanggan tergantung tujuan dari pelanggan datang ke Angkringan dan tingkat kesesuaian antara individu dengan seting Angkringan. Perbedaan periode waktu operasi Angkringan tidak mempengaruhi pola perilaku pelanggan di dalam Angkringan. Setiap entitas memiliki pola perilaku tersendiri yang menghasilkan teritori atau zona yang terlihat dan tidak terlihat. Tidak terdapat batasan yang jelas antar masing-masing zona, namun terlihat jelas dari aktivitas yang terjadi, bahwa masing-masing entitas memiliki zona-nya sendiri. Terdapat 3 (tiga) zona di dalam Angkringan, yaitu (1) zona entitas pedagang, (2) zona entitas pelanggan dan (3) zona bersama. Zona entitas pedagang merupakan tempat pedagang melakukan segala aktivitas untuk melayani kebutuhan entitas pelanggan, tanpa zona ini maka sebuah Angkringan tidak akan berjalan. Zona entitas pelanggan merupakan tempat pelanggan melakukan segala aktivitasnya di dalam Angkringan. Sedangkan zona bersama, merupakan zona 161
yang dapat di akses oleh setiap entitas, zona bersama ini merupakan area saji makanan. B. Karakteristik Circumjacent Milieu Terdapat 3 (tiga) karakteristik milieu yang mengakomodir 6 karakteristik pola perilaku pelanggan di Angkringan yang ditemukan, di antaranya: (1) milieu zona parkir, mengakomodir kebutuhan ruang parkir pelanggan, (2) milieu zona inti, merupakan pusat segala aktivitas Angkringan; (3) milieu zona lesehan, merupakan tempat pelanggan beraktivitas di luar zona inti, yang mengakomodir kebutuhan entitas pelanggan yang tidak dapat masuk ke dalam zona inti. Zona inti Angkringan menjadi pusat pemenuh kebutuhan entitas pelanggan, secara kondisional zona inti Angkringan akan mengalami perkembangan, sesuai dengan maju atau tidaknya usaha Angkringan. Ketika usaha Angkringan semakin berkembang, kebutuhan entitas pelanggan semakin bertambah, ruang yang dibutuhkan semakin besar. Terdapat 3 (tiga) tahap perkembangan zona inti Angkringan, yaitu (1) pengembangan ke arah kanan (perluasan area sisi pedagang); (2) pengembangan ke arah kiri (perluasan area sisi pelanggan); (3) pengembangan ke arah belakang. Karakter milieu Angkringan selalu memiliki area kosong pada sisi kanan dan kirinya. Pedagang ketika memilih seting untuk berdagang, akan mempertimbangkan seting tersebut memiliki ruang kosong untuk pengembangan. Selain itu pemilihan seting yang memiliki ruang kosong sisi kanan dan kiri berfungsi sebagai area parkir pelanggan. Karakter milieu tersebut ditemukan di Angkringan kategori jalan lurus, pertigaan dan perempatan. V.1.2 Synomorphy di Angkringan. Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 (empat) atribut pengalaman ruang sebagai faktor terbentuknya synomorphy di Angkringan saat pagi dan siang hari dan 5 (lima) atribut pengalaman ruang sebagai faktor terbentuknya synomorphy di Angkringan pada malam hari. Kesesuaian antara kondisi seting Angkringan dengan tujuan atau maksud pelanggan datang ke 162
Angkringan yang berimpikasi pada perilaku yang terbentuk, sedangkan periode waktu akan menentukan kualitas seting Angkringan. Pada periode waktu pagi dan siang hari terdapat 4 (empat) atribut sebagai faktor terbentuknya synomorphy di Angkringan. Pelanggan Angkringan yang datang pagi dan siang hari cenderung sebagai rutinitas (activity) dan pemenuh kebutuhan harian, seperti sarapan dan makan siang meskipun terdapat aktivitas sosial seperti mengobrol atau bersantai, namun tidak menjadi dominan pada pagi dan siang hari karena pelanggan dibatasi oleh rutinitas harian yaitu bekerja. Durasi pelanggan yang datang pada periode pagi dan siang hari cenderung lebih singkat dari pada periode malam hari. Pada periode waktu malam hari terdapat 5 (lima) atribut sebagai faktor terbentuknya synomorphy di Angkringan. Pelanggan Angkringan yang malam hari cenderung dilatarbelakangi oleh aktivitas sosial, seperti: berkumpul bersama teman, mengobrol, dan bersantai atau killing time. Aktivitas sosial menjadi dominan pada periode malam, durasi pelanggan yang datang pada periode malam hari lebih variatif dan cenderung lebih panjang dari pada periode pagi dan siang hari. Angkringan secara umum awalnya terbentuk karena kebutuhan ekonomi pedagang, kemudian tumbuh dan berubah menjadi suatu ruang interaksi sosial yang kemudian menjadi kebutuhan masyarakat. Angkringan merupakan ruang interaksi sosial, dapat dikatakan sebagai ruang sosial dalam konteks kota karena tersebar disetiap sudut kota, dan kini menjadi identitas kota Yogyakarta. V.2. Saran Rekomendasi yang dapat disampaikan oleh penyusun setelah menyelesaikan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Angkringan sebagai sebuah ruang sosial kota, ruang yang digunakan oleh masyarakat kota untuk berinteraksi sosial, sehingga perlu perhatian dan peran serta pemerintah untuk mempertahankan ruang-ruang interaksi sosial masyarakat. 163
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan pemerintah dalam mendukung pertumbuhan Angkringan yang tidak mengganggu fasilitas publik, sebagai ruang-ruang interaksi sosial dan identitas kota Yogyakarta. 3. Luasan yang ideal yang disiapkan harus dapat mengakomodir kebutuhan dasar dari aktivitas Angkringan dan pengembangan, serta seting Angkringan yang tidak mengganggu aktivitas publik (pejalan kaki dan sirkulasi kendaraan). Seting Angkringan harus memiliki zona parkir, zona sirkulasi pejalan kaki dan zona Angkringan. Zona parkir digunakan untuk mengakomodir kebutuhan ruang parkir pelanggan yang datang, zona sirkulasi pejalan kaki berupa jalur pedestrian untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan hak pejalan kaki yang melintas dan zona Angkringan terbagi atas dua sub-zona yaitu zona inti dan area pengembangan. Area pengembangan sangat penting disediakan karena jika tidak terpenuhinya kebutuhan ruang untuk mengembangkan seting Angkringan, maka Angkringan akan menggunakan ruang-ruang publik yang kosong sebagai wilayah pengembangannya. 4. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian pertama yang membahas fenomena Angkringan ditinjau dari sudut pandang arsitektur perilaku manusia dengan kajian teori behaviour setting secara spasial mikro, sehingga tidak dapat mencakup keseluruhan aspek arsitektur secara spasial messo dan makro. Penelitian selanjutnya dengan obyek penelitian serupa dapat menggunakan kerangka teori maupun pendekatan dan metode penelitian yang berbeda untuk dapat menjelaskan fenomena Angkringan sebagai obyek penelitian secara lebih mendalam dan menyeluruh dengan konteks urban arsitektur. 5. Fenomena Angkringan yang telah menjadi ikon Kota Yogyakarta menjadi semakin menarik karena semakin dikenal dan berkembang di masyarakat, Angkringan mulai mengalami perubahan, baik dari bentuk lapak, posisi setting yang bervariasi. Menjadi suatu hal yang menarik dalam mengkajinya dan mengkomparasi varian-varian yang sedang berkembang. 164
6. Diperlukan adanya penelitian lebih mendalam terkait teori-teori hubungan interaksi manusia dengan lingkungan, agar mini-mini teori yang ada dapat saling mendukung satu sama lain sehingga memunculkan teori besar terkait kajian arsitektur manusia dengan lingkungan. 165