II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 1. Wortel segar

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PENDUGAAN UMUR SIMPAN KERIPIK WORTEL (Daucus carota L.) DALAM KEMASAN ALUMUNIUM FOIL DENGAN METODE AKSELERASI. Oleh : MOH. REYNALDY PRATAMA PUTRA

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

III. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi

PAPER BIOKIMIA PANGAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PENDUGAAN UMUR SIMPAN KERIPIK WORTEL DALAM KEMASAN POLIPROPILEN. Oleh : IFAH LATIFAH F

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN MASA KADALUWARSA DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) PADA KEMASAN ALUMINIUM FOIL. Oleh

Pengeringan Untuk Pengawetan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SALAK Buah salak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING

Susut Mutu Produk Pasca Panen

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP)

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab IV Hasil dan Pembahasan

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

Kemasan Alumunium dan Alumunium Foil

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

TEKNOLOGI MANAJEMEN PENGEMASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Kritis dan Umur Simpan Ukel Manis

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh. Prof. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, Lampung ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Wortel Wortel (Daucus carota L.) merupakan tumbuhan yang biasanya ditanam setiap satu tahun sekali atau setiap dua kali setahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih pada ketinggian 1200 meter di atas permukan laut.. Tingginya dapat mencapai 20 sampai 50 cm dan pada saat berbunga tingginya dapat mencapai 120 sampai 150 cm. Sosok tanamannya berupa rumput dan menyimpan cadangan makanan dalam umbi. Mempunyai batang pendek, berakar tunggang yang bentuk dan fungsinya berubah menjadi umbi bulat dan memanjang. Umbi berwarna kuning kemerahmerahan, berkulit tipis, dan jika dimakan mentah terasa renyah dan agak manis. Tanaman wortel berumur pendek, yaitu berkisar antara 70 sampai 120 hari, tergantung varietasnya (Siemonsma dan Piluek, 1994). Gambar 1. Wortel Segar Berdasarkan taksonomi tumbuhan, tanaman wortel dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Genus : Plantae (tumbuh-tumbuhan) : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) : Angiospermae (berbiji tertutup) : Dicotyledonae (bji berkeping dua) : Umbelliferae (Apiceae) : Daucus Spesies : Daucus carota L. Tanaman wortel secara normal hanya ditanam di daerah tropis dengan garis lintang lebih tinggi atau pada ketinggian di atas 500 m, tetapi kultivar-kultivar 3

tertentu dapat memberikan hasil di dataran rendah tropika (Williams et al., 1991). Wortel dapat ditanam di dataran tinggi dengan temperatur antara 16-24 o C. Tanahnya harus mendapat pengairan yang lebih baik dan subur dengan ph antara 6 sampai 6,5 (Siemonsma dan Piluek, 1994). Umbi wortel mengandung nilai gizi yang tinggi. Wortel merupakan sayuran yang mengandung vitamin A yang tinggi. Wortel juga mengandung kalori, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, natrium dan sedikit lemak. Tabel 1. Menunjukkan kandungan zat gizi yang terdapat pada umbi wortel secara terperinci. Tabel 1. Kandungan zat gizi umbi wortel dalam 100 g bahan segar. No Jenis Zat Gizi Jumlah 1 Kalori (Kal) 35,00 2 Protein (g) 0,60 3 Lemak (g) 0,10 4 Karbohidrat (g) 8,20 5 Kalsium (mg) 32,00 6 Fosfor (mg) 28,00 7 Besi (mg) 0,90 8 Sodium (mg) 78,00 9 Serat (g) 1,80 10 Abu (g) 0,60 11 Vitamin A (IU) 13.790,00 12 Vitamin B-6 (mg) 0,10 13 Vitamin C (mg) 8,40 14 Vitamin K (mg) 9,40 15 Niacin (mg) 0,60 16 Air (g) 90,40 Sumber : http://www.nutritiondata.com. Di dalam Hambali, dkk. 2005 4

B. Keripik Keripik adalah jenis makanan ringan (snack food) yang tergolong jenis makanan crackers (makanan yang bersifat kering, renyah/ crispy). Renyah adalah keras dan mudah patah. Sifat renyah, tahan lama, praktis, mudah dibawa dan disimpan, serta dapat dinikmati kapan saja merupakan kelebihan yang dimiliki oleh keripik (Sulistyowati, 1999). Bahan baku untuk membuat keripik dapat berasal dari berbagai macam bahan yang mengandung pati atau campuran berbagai jenis bahan yang salah satunya mengandung pati. Sejalan dengan perkembangan teknologi, sayuran dan buah-buahan yang sudah matang pun, seperti nanas, pepaya, nangka, wortel, mangga dan lain-lain bisa diolah menjadi keripik. Robbins (1976) mengemukakan suatu metode pembuatan keripik dari sayuran dengan metode penggorengan. Prosesnya pun sangat mudah, yaitu sayuran dicuci, dibelah, kemudian dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang dikehendaki, jika diperlukan dapat dilakukan inaktivasi oksidase yang dikandungnya kemudian digoreng pada tekanan atmosfer atau tekanan hampa. Teknologi penggorengan memungkinkan mengolah aneka produk pangan dalam bentuk keripik (chip). Tekanan rendah memungkinkan mengolah komoditas peka panas seperti buah dan sayuran menjadi hasil olahan berupa keripik (chip). Pada kondisi vakum, suhu penggorengan dapat diturunkan sebesar 70-85 o C karena penurunan titik didih air sehingga produk yang dapat mengalami kerusakan baik warna, aroma, rasa dan nutrisi akibat panas dapat diproses. Selain itu kerusakan minyak dan akibat-akibat yang ditimbulkan dapat diminimumkan, karena proses dilakukan pada suhu dan tekanan rendah (Sofyan, 2004). Menurut Taoukis et al. (1988), makanan kering seperti keripik mengalami kehilangan kerenyahan dengan tekstur yang tidak diterima pada a w (aktivitas air) antara 0,35-0,50. Saat a w meningkat, maka akan terjadi rekristalisasi (pembebasan air) khususnya pada makanan yang mengandung gula atau karbohidrat. Keadaan ini mempengaruhi tekstusr dan mutu secara nyata. Nilai a w kritis mempengaruhi proses pengawetan maupun penyimpanan makanan seperti oksidasi lipid dan pencoklatan non enzimatik. 5

Keterlibatan uap air pada jenis makanan berminyak akan menyebabkan terjadinya proses hidrolisis pada minyak menjadi asam lemak bebas dan gliserol yang akan menimbulkan ketengikan produk. Adanya gas (oksigen) menyebabkan terjadinya proses oksidasi minyak atau lemak sehingga terbentuk peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehida dan keton serta asam-asam lemak bebas. Senyawa aldehida ini akan menyebabkan ketengikan (Ketaren, 1989). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah dan berat kering. Aktivitas air adalah perbandingan tekanan parsial uap air dalam bahan dengan tekanan uap air jenuh. Aktivitas air dapat dinyatakan juga sebagai kelembaban relatif keseimbangan dibagi seratus. Dalam bahan pangan, air terutama berperan sebagai pelarut yang digunakan selama proses kehidupan dan biasa dnyatakan dengan besar aktivitas air (water activity). Istilah aktivitas air ini digunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Air yang terkandung dalam bahan pangan, apabila terikat kuat dengan komponen bukan air lebih sukar digunakan baik untuk aktivitas mikrobiologis maupun aktivitas kimia hidrolik. Labuza (1982) mengemukakan hubungan antara aktivitas air dan mutu makanan yang dikemas : 1. Produk dapat dikatakan tidak aman pada selang aktivitas air sekitar 0,7 sampai 0,75 dan diatas selang tersebut mikroorganisme berbahaya dapat mulai tumbuh dan produk menjadi beracun. 2. Pada selang aktivitas air sekitar 0,6 sampai 0,7 jamur dapat mulai tumbuh. 3. Aktivitas air sekitar 0,35 sampai 0,5 dapat menyebabkan makanan ringan hilang kerenyahannya. 6

C. Penggorengan Hampa Lastriyanto (1997) menyatakan bahwa penggorengan hampa dilakukan dalam ruangan tertutup dengan kondisi tekanan vakum, berdasarkan hasil pengujiannya kondisi yang baik untuk menggoreng buah secara vakum adalah suhu 90 o C, tekanan -70cmHg dan waktu penggorengan satu jam. Mesin vacuum frying adalah mesin yang berfungsi untuk memproduksi keripik buah ataupun sayur dengan cara melakukan penggorengan secara vakum tanpa mengubah rasa buah atau sayur tersebut. Vacuum frying mampu memproduksi berbagai jenis keripik buah seperti keripik apel, keripik mangga, keripik melon, keripik nanas, keripik nangka keripik papaya, keripik salak, keripik wortel, keripik jamur, keripik rambutan, keripik semangka, keripik sayuran, keripik jambu biji, keripik pisang, keripik durian, dan lain sebagainya (Anonim, 2008). Prinsip kerja mesin vacuum frying adalah bahan yang dimasukkan ke dalam penggorengan vakum akan digoreng secara vakum. Penggorengan secara vakum ini akan membuat kadar air di dalam buah maupun sayur akan dikeluarkan dan digantikan oleh minyak. Dengan demikian, maka buah maupun sayur akan menjadi keripik (Anonim, 2008). Proses perubahan fase dari air menjadi uap terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada tekanan tinggi pada suhu yang sama. Air yang berada pada ruang bertekanan rendah dapat mendidih pada suhu rendah. Penurunan tekanan diperoleh dengan cara mengeluarkan udara dari ruang penggorengan dengan menggunakan suatu pompa vakum (Lastriyanto, 1997). Penurunan tekanan selama proses penggorengan buah ataupun sayuran tersebut dapat mengurangi kerusakan akibat panas selama penggorengan. Pada tekanan atmosfir, titik didih air 100 o C dan titik didih minyak 120-200 o C, dengan penurunan tekanan maka titik didih air akan turun di bawah 100 o C, sehingga memungkinkan proses penggorengan berlangsung pada suhu kurang dari 100 o C (Lastriyanto, 1997). Komponen-komponen penting dari mesin vacuum frying terdiri dari tabung penggorengan yang berfungsi untuk menampung buah dan minyak, kondensor 7

yang berfungsi untuk mengembungkan uap air dan menurunkan suhu uap air dari ruang, tabung penampung minyak, kerangka utama, unit pemanas, pompa vakum yang berfungsi untuk menghisap udara dalam ruang penggorengan sehingga tekanan menjadi rendah dan menghisap uap air hasil pengorengan, pengontrol tekanan, dan bak penampung air (Anonim, 2008). Rata-rata suhu yang digunakan untuk menggorenng buah atau sayur dalam mesin vacuum frying adalah sekitar 80-90 o C, dan tekanan -76 cmhg, tergantung jenis dan karakteristik buah. Rata-rata penggorengan sekitar 1-1,5 jam, atau disesuaikan dengan bahan baku yang diproduksi. Setiap buah memiliki karakteristik yang berbeda. Kapasitas mesin vacuum frying beragam yaitu 1,5 kg, 3,5 kg, 5 kg, 8 kg, 10 kg, dan 16 kg. Untuk mesin vacuum frying berkapasitas 5 kg, minyak goreng yang dibutuhkan adalah sebanyak 60 liter (Anonim, 2008). D. Pengemasan Pengemasan merupakan salah satu proses dalam industri yang memegang peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya penurunan mutu produk. Pengemasan harus dilakukan dengan benar karena pengemasan yang salah dapat mengakibatkan produk menjadi tidak memenuhi syarat mutunya (Buckle, et al., 1987). Pengemasan membatasi bahan pangan dengan lingkungan sekitarnya, sehingga dapat mencegah atau menghambat kerusakan. Pemilihan bentuk dan jenis kemasan harus disesuaikan dengan produk yang akan dikemas, sehingga dapat memenuhi fungsi kemasan sebagai wadah produk, pelindung produk, alat komunikasi, dan penambah daya tarik produk (Robertson, 1993). Menurut Syarief et al., (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi dalam dua golongan utama yaitu: a. Kerusakan yang disebabkan oleh sifat alamiah dari produk sehingga tidak dapat dicegah dengan pengemasan saja (perubahan-perubahan fisik, biokimia dan kimia, serta mikrobiologis). b. Kerusakan yang tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan kemasan yang digunakan (kerusakan mekanis, perubahan 8

kadar air bahan pangan, absorpsi dan interaksi dengan oksigen, kehilangan dan penambah cita rasa yang tidak diinginkan). 1. Fungsi Pengemasan Menurut Syarief et al., (1989), bahan kemasan baik bahan logam, maupun bahan lain seperti bermacam-macam plastik, gelas, kertas, dan karton seharusnya mempunyai 6 fungsi utama berikut ini : a. Menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kotoran dan kontaminasi lain. b. Melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air, dan penyinaran (cahaya). c. Mempunyai fungsi yang baik, efisiensi, dan ekonomis, khususnya selama proses penempatan makanan ke dalam wadah kemasan. d. Mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan, dan distribusi. e. Mempunyai ukuran, bentuk, dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada, mudah dibuang dan mudah dibentuk atau dicetak. f. Penampakan teridentifikasi, informasi dan penampilan yang jelas agar dapat membantu promosi atau penjualan. Pengemasan sebagai bagian integral dari proses produksi dan pengawetan bahan pangan dapat mempengaruhi mutu produk seperti perubahan fisik dan kimia. Hal ini dikarenakan adanya migrasi zat-zat kimia dari bahan kemasan serta perubahan aroma, warna, rasa, tekstur yang dipengaruhi oleh uap air dan oksigen. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan adalah kehilangan atau perubahan kadar air, pengaruh gas dan cahaya. Sebagai akibat adanya perubahan kadar air pada produk, maka akan timbul jamur dan bakteri, pengerasan pada produk bubuk dan pelunakan pada produk kering (Syarief et al., 1989). Persyaratan kemasan untuk bahan pangan antara lain adalah permeabilitas terhadap udara kecil, tidak menyebabkan penyimpangan warna dari produk, tidak bereaksi sehingga tidak merusak bahan maupun citarasa, tidak mudah teroksidasi 9

atau bocor, tahan panas, mudah dikerjakan secara maksimal, dan harganya murah (Winarno dan Jenie, 1983). 2. Alumunium Foil Alumunium merupakan bahan kemasan yang juga banyak digunakan. Alumunium tidak memiliki ketahanan terhadap oksigen sehingga pada lapisan atas sering dilapisi dengan alumunium oksida, Al 2 O 3. Namun, ada berbagai macam gas, uap dan cairan yang agresif yang dapat merusak lapisan tersebut. Misalnya air kontak dengan logam berat (Syarief et al., 1989). Keuntungan utama penggunaan alumunium dibandingkan dengan bahan kemasan lain adalah sifat absolut kedap terhadap cahaya dan gas. Kelemahan utama adalah tingginya kebutuhan energi pada saat produksi, dimana telah diupayakan menguranginya dengan menggunakan kembali bahan-bahan kemasan alumunium (Syarief et al., 1989). Metallizing adalah teknik untuk membentuk membran tipis dengan menyalurkan logam melalui permukaan kertas atau plastik film dalam kondisi vakum. Walaupun lapisan logam ini sangat tipis, sekitar 300-1000 Å (0,03-0,1 µm) tetapi dapat meningkatkan perlindungan, menahan bau, memberikan efek kilap, dan menahan gas (Matsumoto, 1999). Menurut Febriyanti (2002), metallizing merupakan proses pelapisan salah satu sisi film plastik dengan logam pada kondisi yang sangat vakum. Logam yang biasa digunakan untuk metalisasi adalah alumunium. Kemurnian alumunium yang digunakan adalah 99,9 % dan diameter wire alumunium sebesar 1,96 mm. Proses metalisasi dilakukan dengan melelehkan dan menguapkan alumunium wire pada suhu 1.500 o C. Uap alumunium ini akan melapisi film plastik yang berputar pada sebuah rol pendingin bersuhu sekitar 15 o C. Rol pendingin diset pada suhu tersebut dengan tujuan agar fim tidak meleleh ketika terkena uap alumunium yang panas. Foil adalah bahan kemas dari logam, berupa lembaran alumunium yang padat dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0,15 mm. Foil mempunyai sifat thermotis, fleksibel, dan tidak tembus cahaya. Ketebalan dari aluminium foil menentukan sifat protektifnya. Foil dengan ketebalan rendah masih dapat dilalui oleh gas dan uap. Sifat-sifat alufo yang tipis dapat diperbaiki dengan member 10

lapisan plastik atau kertas menjadi foil-plastik, foil-kertas, atau kertas-foil-plastik (Syarief et al., 1989). E. Pendugaan Umur Simpan Menurut Speigel (1992), penentuan umur simpan secara umum adalah penanganan suatu produk dalam suatu kondisi yang dikehendaki dan dipantau setiap waktu sampai produk mengalami kerusakan. Umur simpan produk berkaitan erat dengan nilai kadar air kritis, suhu, dan kelembaban. Proses perkiraan umur simpan menurut Hine (1987), sangat tergantung pada tersedianya data mengenai : 1. Mekanisme penurunan mutu produk yang dikemas. 2. Unsur-unsur yang terdapat di dalam produk yang langsung mempengaruhi laju penurunan mutu produk. 3. Mutu produk dalam kemasan. 4. Bentuk dan ukuran kemasan yang diinginkan. 5. Mutu produk pada saat dikemas. 6. Mutu minimum dari produk yang masih dapat diterima. 7. Variasi iklim selama distribusi dan penyimpanan. 8. Risiko perlakuan mekanis selama distribusi dan penyimpanan yang mempengaruhi kebutuhan kemasan. 9. Sifat barrier pada bahan kemasan untuk mencegah pengaruh unsur-unsur luar yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu produk. Menurut Syarief et al. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan yang dikemas adalah sebagai berikut : 1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik. 2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volumenya. 3. Kondisi atmosfir (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan. 4. Ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau, termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat. 11

Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS). ESS atau sering disebut metode konvensional adalah penentuan tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan analisis parameter yang relatif banyak. Metode ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi penurunan mutu produk pangan. Kelebihan metode ini adalah waktu pengujian yang relatif singkat, namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. Metode akselerasi pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk-produk pangan tertentu. Model-model yang diterapkan pada penelitian akselerasi ini menggunakan dua cara pendekatan yaitu : (1) Pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai kriteria kadaluwarsa dan (2) pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang pada umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan (Syarief dan Halid, 1993). Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Oleh karena itu, dalam menduga kecepatan penurunan mutu makanan selama penyimpanan faktor suhu harus selalu diperhitungkan (Syarief dan Halid, 1993). Dalam penyimpanan makanan, keadaan suhu ruangan penyimpanan selayaknya dalam keadaan tetap dari waktu ke waktu tetapi seringkali keadaan suhu penyimpanan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Apabila keadaan suhu penyimpanan tetap dari waktu ke waktu (atau dianggap tetap) maka perumusan masalahnya bisa sederhana, yaitu untuk menduga laju penurunan mutu cukup dengan menggunakan persamaan Arrhenius (Syarief dan Halid, 1993). Untuk menentukan kecepatan reaksi kimia bahan pangan dalam kaitannya dengan perubahan suhu, Labuza (1982), menggunakan pendekatan Arrhenius. 12

Persamaan Arrhenius : Keterangan : k : konstanta kecepatan reaksi k 0 : konstanta pre-eksponensial Ea : energi aktivasi (kj/mol) R : konstanta gas (1,986 kal/mol) T : suhu mutlak (K) Persamaan di atas dapat diubah menjadi : ln k = ln k 0 (Ea/RT) maka akan diperoleh kurva berupa garis linier pada plot nilai ln k terhadap 1/T dengan slope Ea/R seperti pada gambar berikut ini. l - E Gambar 2. Grafik antara nilai ln k dan 1/T dalam persamaan Arrhenius. Nilai umur simpan dapat diketahui dengan memasukkan nilai perhitungan ke dalam persamaan reaksi ordo nol atau satu. Menurut Labuza (1982), reaksi kehilangan mutu pada makanan banyak dijelaskan oleh reaksi ordo nol dan satu, sedikit yang dijelaskan oleh ordo reaksi lain. a. Reaksi Ordo Nol Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo nol meliputi reaksi kerusakan enzimatis, pencoklatan enzimatis dan oksidasi (Labuza, 1982). Penurunan mutu ordo reaksi nol adalah penurunan mutu yang konstan. Kecepatan penurunan mutu tersebut berlangsung tetap pada suhu konstan dan digambarkan dengan persamaan berikut : Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap persamaan di atas sehingga menjadi : 13

At Ao = - kt Keterangan : At : jumlah A pada awal waktu t Ao : jumlah awal A b. Reaksi Ordo Satu Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo satu meliputi : ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off-flavor (penyimpangan flavor) oleh mikroba pada daging, ikan, dan unggas, kerusakan vitamin, penurunan mutu protein, dan lain sebagainya (Labuza, 1982). Persamaan reaksinya : Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap persamaan di atas sehingga menjadi : ln At ln Ao = - kt dimana: At : jumlah A pada awal waktu t Ao : jumlah awal A Menurut Syarief dan Halid (1993), semakin sederhana model yang digunakan untuk menduga umur simpan, maka biasanya semakin banyak asumsi yang dipakai. Asumsi untuk penggunaan model Arrhenius ini misalnya adalah: 1. Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja. 2. Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu. 3. Perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat dari proses-proses yang terjadi sebelumnya. 4. Suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap. 14