BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah anak autis baik di dunia maupun di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indikator kesejahteraan suatu masyarakat atau suatu bangsa salah satunya dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian

PENELITIAN. Perbandingan Kemajuan Terapi Anak Autisme Dengan Diet CFGF Dan Tanpa Diet CFGF Pada Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) Padang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2020 Indonesia diperkirakan merupakan negara urutan ke-4

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. hampir sama dengan anak kebanyakan. Namun takdir berkata lain anak yang

BAB I PENDAHULUAN. faktor genetik yang menjadi potensi dasar dan faktor lingkungan yang. hambatan pada tahap selanjutnya (Soetjiningsih, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang 347 juta orang dewasa menyandang diabetes dan 80% berada di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang optimal (Sarwono, 2002). Sejak awal pembangunan kesehatan

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme

Bab 1 Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kronis menjadi masalah kesehatan yang sangat serius dan

Naili Nur Meifanna. Kata kunci : motorik halus, ASI, susu formula. Kepustakaan : 30 ( )

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu elemen yang penting untuk menentukan maju

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

Apakah Autisme Itu? Author: Stanley Bratawira

Kata kunci : Autisme, Kepatuhan Orang tua, Diet GFCF. Keywords : Autisme, Compliance of Parent, Diet GFCF

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat. bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi Susu pada saat remaja terutama

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun. Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TENTANG KATEGORI PANGAN

MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial (Sintowati, 2007). Autis merupakan gangguan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia. Menurut Golostein (2008), bahwa 5% dari populasi penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Sindroma metabolik merupakan kumpulan kelainan metabolik komplek

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. usia matang dan secara hukum diakui hak-haknya sebagai warga Negara.

BAB I PENDAHULUAN. tahun Konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa kehamilan merupakan masa yang dihitung sejak Hari Pertama

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang. mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di provinsi Jawa Barat

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat

kasein untuk membaca label makanan, mengingat banyaknya makanan kemasan yang menggunakan bahan makanan yang mengandung gluten dan kasein

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 2 berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan


BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

GAMBARAN TINGKAT IQ TERHADAP KEMAJUAN TERAPI ANAK AUTISME DI SLB BIMA KOTA PADANG TAHUN 2011 OLEH NOVERY HARIZAL BP

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak

HUBUNGAN ANTARA DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN DENGAN PERILAKU HIPERAKTIF ANAK AUTIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. variabel tertentu, atau perwujudan dari Nutriture dalam bentuk variabel

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.hal ini berarti bahwa peningkatan kesehatan diperoleh dari pendidikan atau promosi kesehatan yang pada hakikatnya upaya mengubah pasien menjadi sehat, dan kesehatan sangat berperan penting dalam hidup, oleh sebab itu kita perlu menjaga kesehatan yang dimulai dari kesehatan pada anak.karena anak adalah ujung tombak untuk meneruskan kehidupan kedepan.sebagai orang tuawajib memberi bekal terbaik bagi anak-anak sejak dari kandungan sampai mereka dewasa, untuk mencegah terjadinya kelainan pada anak, salah satu kelainan atau gangguan yang terdapat pada anak autisme (Widyani, 2001). Autis merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai adanya gangguan dalam bidang kognigtif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.gangguan perkembangan pada fungsi otak yang kompleks ini disertai dengan peyimpangan mental-intelektual dan perilaku (Wong,2009).Sampai saat ini autis masih menjadi permasalahan di dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang termasuk di Indonesia.Data dari UNESCO (2011) tercatat sekitar 35 juta orang menderita autis, artinya rata-rata 6 dari 1000 orang didunia mengidap autis. Keberadaan anak berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat di Indonesia belum memiliki data yang pasti menurut WHO jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia adalah sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun atau sebesar 6.230.000 juta anak pada tahun 2007. Pada tahun 2009 Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia menyebutkan data siswa penyandang autisme yang terdaftar di SLB Autisme adalah 638 orang (Kementrian Kesehatan RI,2010).

2 Penelitian CDC (Center for Disease Control) tahun 2008 di Amerika meyatakan anak umur 8 tahun yang terdiagnosa dengan autis adalah 1 : 80. Dalam penelitian di Hongkong (2008) melaporkan anak yang menderita autis dengan usia dibawah 15 tahun memiliki tingkat prevalensi 1,68 per 1.000. Data terbaru dari depkes RI (2013) tercatat jumlah penderita autis degan usia dibawah 15 tahun mencapai 112.000 jiwa. Hasil survei yang diambil dari beberapa negara menunjukan bahwa 2-4 anak per 10.000 anak berpeluang menyandang autis dengan rasio 3 : 1 untuk anak laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain, anak laki-laki lebih rentan menyandang autisme dibandingkan anak perempuan (Wijayakusuma,2004). Faktor penyebab terjadinya penyakit pada anak ada berbagai macam baik dari lingkungan luar maupun dari lingkungan dalam sekitar keluarga, namun untuk terjadinya autis lebih dominan terjadi dari lingkungan dalam (terjadi dalam diri ibu) diantaranya penyebab kelainan neuro-anatomis, kelainan kromosom, faktor pemicu pada ibu hamil dan Sensory Interpretation Error (CAE, 2011). Gejala autis dapat dideteksi mulai dari bayi hingga tahun kelima pertumbuhan seperti yang telah disampaikan Disabled World tahun 2010 yang dibagi menjadi 5 tahapan diantaranya; baru lahir, tahun pertama, tahun kedua, tahun ketiga, tahun ketiga-lima. Bahaya atau efek jika anak terkena autis terbagi manjadi lima bagian, diantaranya; gangguan dalam komunikasi, gangguan dalam interaksi sosial, gangguan dalam tingkah laku, gangguan dalam emosi dan gangguan dalam sensoris atau penginderaan. Anak penderita gangguan autis umumnya memiliki pencernaan yang buruk dan ditemukan adanya peradangan usus. Penelitian Buie (2001) dari Harvard Mass General Hospital terhadap organ pencernaan dari 89 anak penyandang autis, 15 anak mengalami adanya peradangan kronis pada bagian alat pencernaan yang mencakup daerah antara kerongkongan dan perut, lambung, usus besar dan kecil serta pembengkakan dan pembesaran pada bagian limfoid. Hasil uji pengetesannya terhadap enzim anak penyandang autis mirip dengan apa yang telah dilakukan oleh Horvath

3 (2002)dari Universitas Maryland School of Medicine yaitu kadar enzim pencernaan dari 55% anak penyandang autis yang diteliti berada pada level dibawah normal. Enzim tersebut adalah glucoamylase, enzim lactase yang mencerna kandungan gula dalam susu dan enzim sukrase yang biasa mencerna gula makanan. Penelitian ini juga diperkuat dengan adanya penemuan dari Arizona State University's Biodesign Institute oleh Rosa Krajmalnik-Brown, bahwa diketahui anak dengan autis memiliki jenis bakteri usus yang lebih sedikit. Inilah yang menyebabkan tidak semua bahan makanan yang masuk ke dalam tubuh anak autis dicerna secara sempurna. Maka perlu diberikan perlakuan khusus, seperti diet GFCF (Gluten Free Caesin Free). Salah satu tindakan atau usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi perilaku hiperaktif pada anak penyandang autis adalah dengan pengaturan makannya. Makanan merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan bagi penderita autis. Makanan anak penyandang autis pada umumnya sama dengan anak normal lainnya, yaitu sehat dan memenuhi gizi seimbang. Atau dengan kata lain terpenuhi dari segi energi sebagai zat tenaga (karbohidrat dan lemak), sumber zat pembangun (protein) dan sumber zat pengatur (berbagai vitamin dan mineral). Hanya saja yang perlu mendapat perhatian khusus adalah dalam pemilihan jenis bahan makanannya, maka anak penyandang autis seharusnya melakukan diet bebas kasein dan gluten (CFGF) karena selain diyakini memperbaiki gangguan pencernaan, diet ini juga bisa mengurangi gejala dan tingkah laku anak autis (Gusti Ayu Dewi, 2011). Diet adalah kebiasan dalam jumlah dan jenis makan, minuman yang dimakan oleh seseorang dari hari kehari untuk mendapatkan kebutuhan individu yang spesifik (Dorlan, 1998).Pemberian diet sangat berguna demi kemajuan, kesembuhan dan perkembangan anak.diet pada anak autisme berbeda dengan anak biasa karna diet pada anak autisme sangat penting untuk perkembangan dan pertumbuhannya.guna diet anak autisme untuk mengurangi gejala atau tingkah laku anak autis (Agus Suryono, 2004). Diet

4 anak autis banyak sekali, bila anak sudah dinyatakan autis oleh dokter, maka dokter akan menyarankan untuk memperhatikan dietnya yaitu bebas Gluten, Diet bebas gula, diet babas jamur dan bebas zat adiktif (Riswanto, 2008). Diet GFCF dilakukan pada anak autis dengan cara menghindari sumber makanan yang mengandung gluten dan kasein. Susu sapi mengandung protein kasein sedangan terigu mengandung protein gluten yang lebih dikenal dengan GFCF (Gluten Free Casein Free). Diet GFCF adalah terapi yang dilaksanakan dari dalam tubuh dan apabila dilaksanakan dengan terapi lain, seperti terapi perilaku, terapi wicara, dan terapi okupasi yang bersifat akan lebih baik. Setelah mengikuti dan menjalani diet GFCF banyak anak autis mengalami perkembangan pesat dalam kemampuan bersosialisasi dan mengejar ketinggal anak-anak lain yang normal (Danuatmaja, 2003). Menurut Washnieski (2009), ada beberapa rintangan atau hambatan dalam upaya menerapkan diet GFCF diantaranya adanya perlawanan dari anak, pembatasan diet yang membuat anak sulit untuk makan, masalah lingkungan sekolah, orang tua tidak tahu dimana harus menemukan sumber yang dapat membantu untuk mengimplementasikan diet. Hal-hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang tidak mendukung orang tua dalam menerapkan diet GFCF. Orang tua merupakan salah satu faktor yag sangat berpengaruh pada pemberian makan untuk anak autis. Karena pola makan pada anak autis tidak terlepas dari peranan seorang ibu dalam menyediakan makanan yang baik serta bergizi dan sesuai dengan kebutuhannya. Hasil dari penelitian Koka (2011), menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam pemberian makan pada anak autis berada dalam kategori cukup yaitu 68% untuk pengetahuan, 59,4% untuk sikap, dan 43,8%5 untuk tindakan. Pola pemberian makan pada anak autis haruslah tepat, jika pola makan yang diberikan tidak tepat maka akan berdampak buruk bagi nutrisinya yang dapat menyebabkan gejala-gejala seperti diare, sembelit, sakit pada bagian perut, gas, dan kembung (Emilia, 2006). Hal ini juga dikemukakan oleh Meginnis (2002), yang mengatakan bahwa 69% dari anak-anak autis

5 menderita esofagitis (radang tenggorokan), 42% menderita gastritis (radang lambung), 67% menderita duodenitis (radang usus duabelas jari), dan 88% menderita kolitis (radang usus besar). Gangguan pencernaan ini dialami dalam waktu yang cukup lama, jika pola makan yang tidak baik pada anak autis tidak segera diatasi maka akan berakibat buruk bagi status gizinya. Menurut Ratnadewi (2008), Ibu memiliki peran yang cukup besar dalam memenuhi kebutuhan gizi bagi anak autis, seorang ibu sangat dituntut untuk memiliki pengetahuan yang baik, melakukan pengawasan yang ketat pada pola makan anak dan mengetahui jenis-jenis makanan yang dapat menyebabkan alergi pada anak. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka rumusan masalah yang dapat di ambil dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengaruh pengetahuan ibu terhadap status gizi dalam pemberian makan pada anak autis?. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahuipengetahuan& perilaku ibu dalam pemberian makanan dengan status gizi pada anak autis di Klinik Pro Kids dan Dilaraf School, Tangerang. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik ibu berupa usia, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan keluarga. b. Mengidentifikasi pengetahuan ibu dalam pemberian makan anak autisme di klinik Tangerang. c. Mengidentifikasi prilaku ibu dalam pemberian makan anak autisme di klinik Tangerang.

6 d. Mengidentifikasi status gizi anak autisme di klinik Tangerang. e. Mengidentifikasi pola makan anak autisme di klinik Tangerang. f. Mengindentifikasi asupan energi, protein, lemak, dan KH pada anak autisme di klinik Tangerang. g. Menganalisis hubungan antarakarakteristik ibu berupa usia, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan keluarga. h. Menganalisis hubungan antara pengetahuan ibu dalam pemberian makan anak autisme di klinik Tangerang. i. Menganalisis hubungan antaraprilaku ibu dalam pemberian makan anak autisme di klinik Tangerang. j. Menganalisis hubunganantara pola makan anak autisme di klinik Tangerang. k. Menganalisis hubunganantara asupan energi, protein, lemak, dan KH pada anak autisme di klinik Tangerang. 1.4 Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukan pada subbab sebelumnya maka hipotesis penelitiannya dirumuskan sebagai berikut : 1. Ho : Tidak ada hubungan antara karakteristik ibu dengan status gizi pada anak autis. Ha : Ada hubungan antarakarakteristik ibu dengan status gizi pada anak autis. 2. Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi pada anak autis. Ha : Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi pada anak autis. 3. Ho : Tidak ada hubungan antara perilaku pemberian makan dengan status gizi pada anak autis.

7 Ha : Ada hubungan antara perilakupemberian makan dengan status gizi pada anak autis. 4. Ho : Tidak ada hubungan antara asupan anak dengan status gizi pada anak autis. Ha : Ada hubungan antara asupan makan dengan status gizi pada anak autis. 5. Ho : Tidak ada hubungan antarasikap ibu dengan status gizi pada anak autis. Ha : Ada hubungan antarasikap ibu dengan status gizi pada anak autis. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Masyarakat Penelitian ini bermanfaat sebgai pengetahuan agar masyarakat dapat mengetahui pemberian diet bebas gluten untuk anak berkebutuhan khusus (autis) pada keluarganya. 1.5.2 Bagi Institusi a.bagi Fakultas Kesehatan Ilmu-ilmu Kesehatan UEU, Dinas Kesehatan dan institusi terkait, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan ibu tentang pemberian diet bebas gluten untu anak berkebutuhan khusus (autis) serta bermanfaat sebagai bahan informasi merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program gizi penangan masalah gizi. b. Memberikan masukan kepada pihak klinik terapi Prokids Gading Serpong Tangerang untuk lebih giat memberikan informasi tentang pola makan anak autis kepada orang tua (ibu) yang memiliki anak autis. 1.5.3 Bagi Responden

8 Sebagai masukan bagi para ibu yang memiliki anak autis ditempat terapi yang ada di Tangerang, mengenai pola pemberian makan.sehingga dapat dilakukan upaya-upaya dalam pemberiaan makan yang baik dan benar bagi anak autis. 1.5.4 Bagi Peneliti Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana (S1) Gizi di Jakarta serta menambah pegetahuan peneliti tentang pemberian makan pada anak autis dan sebagai media untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dibangku kuliah. 1.6Keterbaruan Penelitian Ada beberapa studi terkait judul yakni pengetahuan ibu tentang pemberian makanan dan status gizi pada anak autis. Studi terkait baik dari pengetahuan, segi asupan atau dari status gizi anak. Penelitian yang dilakukan oleh Fred R. Volkmar dan David Pauls (2003) dengan judul Autis menjelaskan bahwa autis adalah gangguan yang ditandai dengan kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta memiliki perilaku yang berbeda disbanding dengan sesamanya.autis adalah gangguan genetik dan sangat besar kemungkinan timbul karena dipengaruhi beberapa gen. Intervensi dini dengan berbagai teknik sangat membantu dalam banyak kasus autis seperti para farmakologis ataupun tenaga medis lainnya. Penelitian menurut David G. Amaral, Cynthia Mills Schumann, Christine Wu Nordahl (2008) yang berjudul Neuroanatomi pada autis menerangkan bahwa gangguan neuroanatomi pada anak bersifat heterogen. Hal tersebut dilihat dari komunikasi pada anak autis baik verbal maupun nonverbal sangat terbatas.tidak hanya gangguan komunikasi namun gangguan syaraf dan kejang mungkin saja dapat terjadi pada anak penderita autis.

9 Penelitian yang dilakukan Sharon A. Cermak, Carol Curtin dan Linda G. Bandini (2010) dengan judul Selektivitas Makanan dan Sensitivitas sensor pada Anak dengan Gangguan Spektrum Autis menjelaskan bahwa gangguan spektrum autis terdiri satu set kompleks gangguan yang terkait perkembangan yang ditandai dengan gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku repetitif. Prevalensi gangguan spektrum autis meningkat dan saat ini diperkirakan mempengaruhi 1 dari 150 anak-anak.gangguan spektrum autis dianggap sebagai kesehatan utama dan masalah pendidikan, yang mempengaruhi banyak bidang kehidupan sehari-hari, termasuk makan. Anak-anak dengan gangguan spektrum autis sering digambarkan sebagai picky eaters atau selektif dalam memilih makanan. Penelitian ini memberikan ulasan narasi komprehensif dari literatur empiris selama 25 tahun terakhir pada selektivitas makanan dan kecukupan gizi pada anakanak dengan gangguan spektrum autis. Penelitian terhadap anak autis juga dilakukan oleh Sarah J. Spence (2004) tentang genetika pada anak autis. Pada saat itu Sarah menunjukan terdapat 10 sampai 20 gen berinteraksi namun keluar dari jalur kromosom yang seharusnya, sehingga gen kromosom yang menyimpang tersebut membentuk gen baru yang menyebabkan sindrom autis terjadi. Penelitian yang dilakukan oleh Coad Thomas Dow (2011) berjudul Mycobacterium paratuberculosis and autism: Is this a trigger? menjelaskan bahwa Mycobacterium paratuberculosis adalah penyakit radang usus pada hewan ruminansia dan diduga merupakan penyebab dari penyakit yang menyerupai Crohn pada manusia. Penyakit ini menyebar melalui air dan makanan.mycobacterium paratuberculosis dapat memicu berbagai penyakit lainnya termasuk diabetes salah satunya, namun baru-baru ini diteliti molekul dari Mycobacterium paratuberculosis membentuk autoantibodi yang menyerupai protein dari anak autis. Penelitian yang dilakukan Michelle H. Zimmer, Laura C. Hart, Patricia Manning-Courtney, Donna S. Murray, Nicole M. Bing, Suzanne Summer (2012) dengan judul Berbagai makanansebagai prediktorstatus gizidi

10 kalangananak-anakdenganautisme menyimpulkan bahwa anak yang mengidap autis memakan makanannya lebih sedikit dari anak normal sehingga mempengaruhi daya kembang anak autis sendiri. Penelitian terhadap 22 anak autis tersebut juga memperlihatkan hasil asupan makanan yang berbeda dari anak normal, hal tersebut dapat dilihat dari tingginya ratarata asupan magnesium, namun rata-rata mengkonsumsi protein, kalsium, vitamin B12 dan vitamin D sangat rendah. Dari hasil tersebut sangat mengkhawatirkan anak penderita autis mengalami kekurangan gizi yang serius. Penelitian yang dilakukan oleh E. Cornish (2002) dengan judul Diet Bebas Gluten dan Kasein pada autis :Sebuah studi tentangefekpada pilihanmakanan dan nutrisi merupakan penelitian yang bertujuan untuk menguji apakah dengan menghilangkan makanan pokok utama pada anakanak dengan sindrom autisme beresiko kekurangan gizi. Hasil yang didapat adalah tidak ada perbedaan yang signifikan dalam energi, protein dan mikronutrien intake yang ditemukan antara kedua kelompok anak (dengan diet dan tanpa diet bebas gluten dan kasein). Penelitian dari Jessica R Biesiekierski (2011) dengan judul Glutenmenyebabkan gejalagastrointestinalpada subyektanpapenyakit celiac: acakplasebo-terkontrol double-blind, menjelaskan bahwa gluten tidak sepenuhnya menyebabkan penyakit celiac. Namun gluten memiliki peran besar timbulnya gastrointestinal, hal tersebut tentu cukup berbahaya khususnya mereka yang memiliki sindrom autis. Pernyataan diatas dapat didukung dengan penlitian oleh Kimberly A. Schreck, Keith Williams, Angela F. Smith (2004) yang berjudul Perbandinganperilaku makanantara anakdengan dan tanpaautism telah menjelaskan bahwa anak autis memang memiliki permasalahan dalam makanan. Perrmasalahan yang biasa dijumpai seperti penerimaan makanan didalam tubuh yang minim, pemilihan bahan makanan yang berbeda dengan anak tanpa sindrom autis (anak yang mengidap autis tidak boleh

11 sembarangan menerima makanan) pada umumnya mereka yang mengidap autis mengkonsumsi makanan bebas gluten dan kasein. Penelitian dari Evawany Aritonang, Angela Pardede, Eka Ervika (2009) yang berjudul Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu dalam Pola Makan Anak Penderita Autis menjelaskan bahwa sebagian orang tua yang memiliki anak penyandang autisme tidak mengkonsultasikan permasalahan makan dan rata rata tidak menerapkan diet ketat kepada anak autis. 1.7Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Klinik Pro Kidsdan di Klinik Dilaraf, Tangerang.