BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Alkohol merupakan istilah umum untuk etanol, dimana sebagian besar alkohol diproduksi melalui fermentasi dari beberapa bahan makanan, yang paling sering barley, hops, dan anggur. Beberapa jenis alkohol lain yang sering dijumpai seperti metanol, isopropil alkohol dan etilen glikol yang mempunyai tingkat racun yang tinggi jika tertelan walaupun dengan jumlah sedikit (Moss, 2006). Alkohol merupakan zat yang paling sering digunakan di seluruh dunia, dan apabila digunakan secara berlebihan dapat memberikan efek merusak, hampir pada semua sistem organ. Riwayat penyalahgunaan alkohol sering terjadi, 10% diantaranya memerlukan perawatan di intensive care unit (ICU)(Moss, 2006). Ada dua bentuk berat dari penyalahgunaan alkohol, yaitu alcohol dependence (alcoholism) dan alcohol abuse (harmful use). Alcohol dependence ditandai dengan kecanduan alkohol, ketidak mampuan untuk memberhentikan minum alkohol, terjadinya withdrawal symptom setelah memberhentikan minum (ketergantungan secara fisik) dan toleransi. Alcohol abuse adalah apabila alkohol dapat 1
menyebabkan gangguan fisik dan psikologis yang khas dalam waktu 12 bulan (Moss, 2006). Menurut data WHO, konsumsi alkohol paling tinggi ada di Negara-negara Eropa, Amerika, Jepang, Australia, dan New Zealand. Tetapi, semenjak pertengahan tahun 1970-an, terjadi perubahan pola konsumsi alkohol per kapita, di mana terjadi penurunan signifikan dalam konsumsi alkohol di negara-negara Eropa (Perancis, Italia, Spanyol, Portugal) yang secara tradisional merupakan negara produsen dan konsumen alkohol; Amerika Serikat, Kanada, serta negara-negara Amerika Selatan. Menurut WHO, di kawasan Asia Tenggara yang mencakup negara-negara seperti Bhutan, India, Indonesia, Maladewa, Myanmar, Nepal dan Sri Lanka, konsumsi alkohol mengalami kenaikan. Menurut Widharto (1997), dari keseluruhan kasus pasien yang dirawat karena ketergantungan obat di Indonesia, 30% di antaranya merupakan pasien karena kecanduan alkohol. Lima puluh persen dari pelajar sekolah mengaku pernah merasakan minum minuman keras. Alkohol yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami serangkaian proses biokimia. Alkohol yang dikomsumsi 90%, diantaranya akan dimetabolisme oleh tubuh terutama hati oleh enzim ADH dan koenzim nikotinamid-adenin- 2
dinokleotida (NAD) menjadi asetaldehid dan kemudian oleh enzim aldehida dehidrogenase (ALDH) diubah menjadi asam asetat. Asam asetat dioksidasi menjadi CO 2 dan H 2 O. Piruvat, levulosa (fruktosa), gliseraldehida dan alanin akan mempercepat metabolism alkohol (Lieber, 1994). Etanol terutama dimetabolisme dalam hati, tetapi jaringan lain bisa saja terlibat dalam oksidasi tersebut. Ethanol mengalami first-pass effect, yaitu sebagian kecil akan dimetabolisme sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Metabolisme awal ini terjadi di mukosa pencernaan dan hati. First-pass effect cenderung untuk melibatkan tidak lebih dari 20% dosis etanol yang ditelan. Lebih dari 80% dari alkohol yang tertelan masuk sirkulasi sistemik dalam bentuk etanol dan kemudian dimetabolisme dalam hati. Oksidasi etanol dalam hati, terutama memicu peningkatan rasio NADH / NAD +, yang dapat mengganggu metabolisme karbohidrat dan lemak. Perlemakan hati, salah satu contoh dari peningkatan rasio NADH / NAD +, menghambat β-oksidasi asam lemak dan meningkatkan akumulasi trigliserida dalam hati. Oksidasi etanol pertama oleh ADH menghasilkan asetaldehid. ADH merupakan enzim tergantung-nad di sitosol yang memainkan peran penting dalam metabolisme etanol. Aktivitas ADH 3
meningkat pada subyek yang mengkonsumsi alkohol secara berlebihan. Asetaldehid dioksidasi menjadi asetat oleh ALDH. Dua isoenzim ALDH, yaitu ALDH1 dan ALDH2, terlibat dalam metabolisme alkohol. ALDH2 di mitokondrial, memiliki afinitas lebih kuat untuk asetaldehid dari ALDH1 dan terutama bertanggung Jawab atas oksidasi asetaldehid ke asetat. Konsumsi alkohol yang berlebihan akan mengurangi aktivitas ALDH pada manusia (Paton, 2005). Seperti sekarang ini sudah beragam minuman beralkohol yang dikonsumsi manusia. Masing-masing negara memiliki kebiasaan yang berbeda-beda dalam mengkonsumsi alkohol, baik jumlah keseluruhan minuman beralkohol yang dikonsumsi, jenis minuman, serta situasi di mana minuman tersebut dikonsumsi (Panjaitan, 2003). Terlepas dari seberapa banyak seseorang mengkonsumsi alkohol, tubuh hanya dapat memetabolisme sejumlah alkohol setiap jam. Jumlah tersebut bervariasi antara individu dan tergantung pada berbagai faktor, termasuk ukuran hati dan berat tubuh (NIAAA, 2007). Menurut National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism (NIAAA), masalah kesehatan yang berkaitan dengan alkohol dipengaruhi oleh variasi metabolisme alkohol tiap individu. Metabolisme alkohol dikontrol 4
oleh faktor genetik, seperti variasi enzim yang memecah alkohol; faktor lingkungan seperti, jumlah alkohol yang dikonsumsi tiap individu dan status nutrisi keseluruhan pada individu tersebut. Perbedaan metabolisme alkohol ini bisa menimbulkan seseorang berisiko tinggi untuk terkena masalah atau penyakit yang berkaitan dengan alkohol. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang berbeda akan membawa variasi berbeda dari enzim ADH dan ALDH. Perbedaan ini bisa ditelusuri dari variasi genetik. Beberapa variasi enzim ini bekerja lebih cepat atau lebih lambat dari yang lainnya. Ini artinya, beberapa orang dapat memecah alkohol menjadi asetaldehid, atau asetaldehid menjadi asetat lebih cepat atau lambat dari yang lainnya. Enzim ADH yang bekerja cepat atau ALDH yang bekerja lambat akan mengakibatkan toksisitas karena asetaldehid yang bersifat toksik terkumpul di dalam tubuh, bisa mengakibatkan efek yang membahayakan dan juga dapat menimbulkan masalah atau penyakit yang berkaitan dengan alkohol (Zakhari, 2007). Para peneliti juga menemukan adanya polimorfisme genetik pada enzim ADH dan ALDH, terutama pada Negara yang mempunyai budaya minum alkohol. Oleh karena perubahan tersebut disinyalir terdapat perubahan 5
aktivitas enzim ADH dalam memetabolisme alkohol yang masuk ke dalam tubuh. Tipe ADH dan ALDH yang dibawa oleh suatu individu bisa menunjukkan seberapa banyak dia mampu untuk mengkonsumsi alkohol, dimana ini dapat mempengaruhi risiko timbulnya alkoholisme (Hurley et al., 2002). Contoh, kenaikan level asetaldehid akan menyebabkan minum menjadi tidak enak, wajah memerah atau yang disebut facial flushing, mual, dan detak jantung cepat. Respon memerah atau flushing ini dapat terjadi walaupun hanya mengkonsumsi alkohol dalam jumlah tidak banyak. Sebagai akibatnya, seseorang yang membawa variasi gen ADH yang cepat atau ALDH yang lambat, akan menunda proses dari asetaldehid di tubuh, cenderung untuk minum lebih sedikit sehingga bisa lebih mengurangi risiko alkoholisme. Perbedaan genetik dari enzim ini menjelaskan mengapa beberapa kelompok etnik tertentu memiliki kecepatan metabolisme alkohol yang cepat atau lambat. Beberapa contoh versi enzim ADH misalnya ADH1B dan ADH1C dimana varian ini memiliki prevalensi yang tinggi pada populasi asia (Eng et al., 2007). Versi enzim ADH yang lainnya adalah ADH1B*3, yang ada pada 15-25 persen orangorang Afrika-Amerika (Bosron & Li, 1987). Enzim versi 6
ini melindungi dari alkoholisme (Ehlers, 2001) dengan memetabolisme alkohol menjadi asetaldehid lebih cepat, sehingga akan menaikkan level asetaldehid yang mengakibatkan minum menjadi tidak menyenangkan (Crabb, 1995). Alkohol merupakan faktor risiko neoplasma kolorektal pada negara-negara dengan budaya minum alkohol dan dimetabolisme menjadi asetaldehid karsinogen oleh enzim polimorfisme genetik ADH3 (Edine et al.,2003). Cichoz-Lach et al., 2005, melaporkan polimorfisme genetik ADH3 terhadap sirosis hati dan pankreatitis kronis pada alkoholik, genotip ADH3*2/ADH3*2 sebagai faktor pelindung untuk pankreatitis kronis. Variasi genotip ADH3 memberikan perbedaan prevalensi pada ketergantungan alkohol antara laki-laki dan perempuan di populasi Polandia. Belum ada data yang kami dapatkan mengenai bagaimana aktivitas enzim yang memetabolisme alkohol pada penduduk Indonesia terutama suku Jawa. Indonesia sendiri merupakan negara yang tidak memiliki budaya minum alkohol, akan tetapi menurut data dari WHO konsumsi alkohol di Indonesia telah mengalami peningkatan dari sebelumnya. Oleh karena itu perlu diteliti apakah 7
terdapat perbedaan aktivitas enzim yang memetabolisme alkohol, khususnya disini aktivitas enzim ADH, pada peminum dan non peminum alkohol Suku Jawa di Yogyakarta. I.2. Perumusan Masalah 1. Bagaimana aktivitas enzim ADH pada peminum alkohol di Suku Jawa? 2. Bagaimana aktivitas enzim ADH pada non peminum alkohol di Suku Jawa? 3. Apakah terdapat perbedaan aktivitas enzim ADH pada peminum alkohol dan non peminum alkohol di Suku Jawa? I.3. Tujuan 1. Menganalisis aktivitas enzim ADH pada peminum alkohol di Suku Jawa. 2. Menganalisis aktivitas enzim ADH pada non peminum alkohol di Suku Jawa. 3. Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan aktivitas enzim ADH pada peminum alkohol dan non peminum alkohol di Suku Jawa. 8
I.4. Keaslian Penelitian Penelitian tentang aktivitas enzim ADH yang pernah dilakukan antara lain: 1. The Genetics of Alcohol Metabolism : Role of Alcohol Dehydrogenase and Aldehide Dehydrogenase Variants (Edenberg, 2007) dalam Alcohol Research & Health. Hasilnya adalah ADH1B dan ALDH2 adalah gen yang secara kuat berkaitan dengan risiko alkoholisme. Mereka bisa menurunkan risiko alkoholisme dengan meningkatkan level asetaldehid, yaitu dengan memetabolisme etanol secara cepat sehingga terjadi penumpukan asetaldehid atau memetabolisme asetaldehid yang terbentuk secara perlahan. 2. The Evolution and Population Genetics of the ALDH2 Locus: Random Genetic Drift, Delection, and Low Levels of Recombination (Oota et al., 2004) dalam Annals of Human Genetics 68(Pt. 2):93 109. Hasilnya adalah versi enzim ADH yaitu ADH1B*2, banyak terdapat pada orang-orang Cina, Jepang, dan keturunan Korea. Tetapi, versi ADH ini jarang ditemukan pada orang-orang Eropa dan keturunan Afrika. Enzim versi ini memetabolisme alkohol menjadi asetaldehid lebih cepat, sehingga akan menaikkan level asetaldehid dalam tubuh. 9
3. Association of the ADH2*3 Allele with a Negative Family History of Alcoholism in African American Young Adults (Ehlers et al., 2001) dimuat di dalam Alcoholism: Clinical and Experimental Research 25:1773 1777. Hasilnya adalah terdapat varian ADH2*3 yang ada pada 15-25 persen orang-orang Afrika-Amerika. Enzim versi ini melindungi dari alkoholisme dengan memetabolisme alkohol menjadi asetaldehid lebih cepat, sehingga akan menaikkan level asetaldehid yang toksik. 4. Genetic Polymorphism of Alcohol Dehidrogenase 3 in Alcoholic Liver Cirrhosis and in Alcoholic Chronic Pancreatitis (CichozLach et al., 2005). Hasilnya adalah bahwa genotip ADH3*2/ADH3*2 merupakan suatu faktor protektif pada kejadian pankreatitis kronis. Variasi dalam genotip ADH3 bertanggung Jawab pada perbedaan prevalensi ketergantungan alkohol antar gender di populasi warga Polish, Polandia. I.5. Manfaat Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan informasi di bidang ilmu kedokteran mengenai aktivitas enzim ADH pada peminum dan non peminum alkohol Suku Jawa di Yogyakarta. 10
Informasi ini juga diharapkan dapat digunakan untuk tindakan prevensi terhadap penyakit karena penyalahgunaan alkohol, misalnya perlemakan hati pada peminum alkohol dengan mempertimbangkan bahwa perubahan aktivitas enzim ADH akan memberikan efek tertentu pada suatu populasi tertentu. Informasi ini juga diharapkan dapat digunakan untuk menentukan risiko alkoholisme atau ketergantungan alkohol pada seseorang dilihat dari aktivitas enzim ADH pada peminum dan non peminum alkohol suku Jawa Yogyakarta. 11