KNOWLEDGE-INTENSIVE ENTREPRENEURSHIP DAN SISTEM INOVASI

dokumen-dokumen yang mirip
Roadmap Industri Telematika

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

MEMBANGUN INDUSTRI TELEKOMUNIKASI, INFORMATIKA DAN MEDIA NASIONAL YANG KONDUSIF UNTUK INVESTASI

AKSELERASI PERTUMBUHAN BISNIS ICT. PASCA PAKET EKONOMI JILID XIV tentang E-COMMERCE MIRA TAYYIBA ASDEP PENINGKATAN DAYA SAING EKONOMI KAWASAN

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

SIAP MENJADI RAJA DIGITAL ASEAN?

PEMBANGUNAN INDUSTRI MANUFAKTUR ICT DALAM NEGERI

Sukses MP3EI melalui Pembangunan Infrastruktur Broadband

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. kreativitas.industri kreatif tidak hanya menciptakan transaksi ekonomi, tetapi juga transaksi sosial budaya antar negara.

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

PANDUAN WORKSHOP MASTER PLAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI)

BAB I PENDAHULUAN. peringkat ekonomi Indonesia yang menempati urutan sepuluh besar menurut

OPENING REMARKS MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. dalam acara INDONESIA BROADBAND ECONOMY FORUM (IBEF) Hotel Indonesia Kempinski

APBNP 2015 belum ProRakyat. Fadel Muhammad Ketua Komisi XI DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis penyediaan layanan Manajemen Proses Bisnis di Indonesia dilihat masih

BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

Kebijakan Akselerasi Pengembangan Broadband di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator dalam mengukur. keberhasilan ekonomi suatu wilayah. Untuk membentuk kegiatan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

KEBIJAKAN DAN REGULASI TELEKOMUNIKASI INDONESIA TENTANG RENCANA STRATEGIS RPJMN DALAM PEMBANGUNAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Implementasi Go Digital Indonesia

Kebijakan dan Rencana ke Depan Indonesia ICT Whitepaper

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI BAGI UKM

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA YANG BERDAYA SAING TINGGI

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

PAPPIPTEK LIPI Seri Laporan Teknis Penelitian No. : Pengarang : Budi Triyono. Chichi Shintia Laksani. Dian Prihadyanti.

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Objek Studi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

KESIAPAN DAERAH DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING DAERAH

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti

KEWIRAUSAHAAN MELALUI INTEGRASI E-COMMERCE DAN MEDIA SOSIAL

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

STUDY EKONOMI DIGITAL DI INDONESIA Sebagai Pendorong Utama Pembentukan Industri Digital Masa Depan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada akhir tahun 2008 terjadi krisis kepercayaan terhadap industri

Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal Tahun 2011 KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. 3,32 5,24 7,07 3,6 Konstruksi 6,11 6,97 6,36 5,22 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

Laporan Hasil Penelitian Kelompok Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik Tahun Anggaran 2015

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa mempercepat informasi yang perlu disampaikan baik yang sifatnya broadcast

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

Peneliti Utama Anggota

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN. BAB I KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI Pasal 1 (1) Kemen

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Kelengkapan infrastruktur telekomunikasi kini berkembang menjadi salah satu

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS. Dalam proyek akhir ini, dasar pemikiran awal mengacu kepada tantangan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

BAB 1 PENDAHULUAN Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

FAKTOR KESUKSESAN DAN KEGAGALAN INKUBATOR BIDANG ICT

Commerce & Payment System

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Industri kreatif saat ini sangat berkembang pesat dan dapat memberikan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

BAB I PENDAHULUAN. berbeda pada proses perencanaan strategis. itu dilakukan (Bryson and Roering 1988; Elbanna 2007; Hassan et al).

PENTINGNYA PEMETAAN DAN HARMONISASI REGULASI EKONOMI KREATIF

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

PAPPIPTEK LIPI Seri Laporan Teknis Penelitian No. : 2014-01-01-03 KNOWLEDGE-INTENSIVE ENTREPRENEURSHIP DAN SISTEM INOVASI (STUDI KASUS PELAKU INDUSTRI TELEMATIKA DI INDONESIA) Hadi Kardoyo Sayim Dolant Setiowiji Handoyo Sri Mulatsih LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

SARI KARANGAN Kebijakan Industri Nasional (KIN), yang dituangkan dalam Perpres RI No.28 Tahun 2008, menyebutkan bahwa dalam jangka panjang pengembangan industri nasional diarahkan pada penguatan, pendalaman dan penumbuhan klaster pada kelompok industri dimana salah satunya adalah Industri Telematika. Hal ini kemudian diperkuat dalam dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 2025 (Perpres RI No.32 Tahun 2011) yang menyatakan industri telematika merupakan industri andalan masa depan. Besarnya perhatian pemerintah dalam pengembangan industri telematika cukup beralsan mengingat industri ini dapat menciptakan entrepreneur baru guna mendukung peningkatan daya saing bangsa dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Berangkat dari hal tersebut, studi ini mengkaji bagaimana aktivitas entrepreneurship industri telematika di Indonesia dengan menggunakan pendekatan Knownledge-Intensive Entrepreneurship (KIE) dalam kerangka Sistem Inovasi, seperti yang dikembangkan oleh Radosevic (2012) bahwa interaksi elemen sistem inovasi mampu menghasilkan technological, market, dan institutional opportunities dengan memunculkan bentuk aktivitas baru atau melibatkan aktivitas entrepreneurship. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil kasus industri telematika layer 0-1 (perusahaan konten dan aplikasi telematika) di tiga daerah, yaitu: Jakarta (PT Nuansa Digital Cipta/NDC), Bandung (Scripthink & Instudia/S&I -- inkubator BTP), dan Yogyakarta (PT. Gamatechno Indonesia/GI & PT Onebit Media/OM), mengingat besarnya potensi munculnya aktivitas entrepreneurship baru pada kedua layer tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa GI merupakan perusahan yang muncul dan dibesarkan dengan kepentingan kebijakan UGM. Aspek institutional opportunities dominan dibanding dua aspek lainnya dalam proses kemunculan dan berkembangnya perusahaan IT yang mapan. OM dan NDC merupakan perusahan yang muncul dari aspek entrepreneurial activities dari pemilik perusahaan. Aspek technological opportunities dan market opportunities menjadi dua aspek yang berpengaruh besar bagi proses kemunculan dan berkembangnya aktivitas dua pelaku usaha tersebut di industri telematika nasional. S & I muncul dari aspek entrepreneurial pelaku dan dorongan aspek technological opportunities dan market opportunities. Karakteristik startup bagi S & I memberikan implikasi tingginya kemungkinan entry dan exit dari dua pelaku industri telematika tersebut. Aktivitas entrepreneurship oleh S & I rentan untuk hilang dengan beralihnya profesi pemilik menjadi bagian dari korporasi industri IT yang sudah ada. Dukungan lembaga inkubator berpengaruh besar bagi keberlangsungan dan keberlanjutan startup binaan seperti S & I. Upaya peningkatan aktivitas knownledge-intensive entrepreneurship lokal di industri telematika layer 0-1 dalam negeri dapat dilakukan melalui berbagai skema kebijakan pemerintah, seperti: (i) Sistem dan skema pembiayaan perbankan yang bisa diakses iii

oleh pelaku industri telematika layer 0-1; (ii) Dukungan infrastruktur, program pembinaan, pelatihan, ajang kompetisi, dan promosi; dan (iii) Kebijakan perpajakan yang adil dan berpihak pada pelaku mikro/startup telematika. Diharapkan dengan adanya dukungan kebijakan pemerintah tersebut di atas mampu mendorong pertumbuhan entrepreneurship lokal berbasis knownledge di industri telematika nasional. Kata kunci: knowledge-intensive entrepreneurship, telematika, sistem inovasi, startup iv

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR iii ABSTRAK iv DAFTAR ISI vi DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR ix I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Perumusan Masalah 5 C. Pertanyaan Penelitian 7 D. Tujuan Penelitian 8 E. Manfaat Penelitian 8 F. Sistematika Penyusunan Laporan 8 II KERANGKA KONSEPTUAL 10 A. Entrepreneurship 10 B. Sistem Inovasi Nasional 11 C. Entrepreneurship dan Sistem Inovasi Nasional 13 D. Kebijakan Pengembangan Industri Telematika Di Indonesia 16 III METODE PENELITIAN 20 A. Ruang Lingkup Penelitian 20 B. Pendekatan Penelitian 20 C. Kerangka Analisis 21 D. Tahapan Penelitian 22 IV ENTREPRENEURSHIP DI INDUSTRI TELEMATIKA: STUDI KASUS PELAKU USAHA DI INDUSTRI TELEMATIKA DI INDONESIA 26 A. PT Gamatechno Indonesia 26 B. PT Onebit Media 37 C. PT Nuansa Digital Cipta 51 D. Scripthink & Instudia 57 v

V PEMBAHASAN KNOWLEDGE-INTENSIVE ENTREPRENEURSHIP 70 A. Pendahuluan 70 B. Knowledge-Intensive Entrepreneurship (KIE) di Industri 71 1. Aspek Technological Opportunities 72 2. Aspek Market Opportunites 77 3. Aspek Institutional Opportunites 80 C. Komplemen Antar Aspek Peluan 83 D. Aspek Learning dalam Aktivitas Perusahaan 86 E. Aspek Kebijakan Pemerintah 89 VI PENUTUP 93 6.1 Kesimpulan 93 6.2 Rekomendasi 95 DAFTAR PUSTAKA 96 LAMPIRAN-LAMPIRAN: Lampiran-1: Metode Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisis Data 98 Lampiran-2: Pedoman Wawancara 99 Lampiran-3: Hasil Studi Lapangan 100 vi

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Target Layanan Telematika 6 Tabel 4.1 Studi Kasus Pelaku Industri Konten di Bandung dan 25 Tabel 5.1 Pelaku Usaha Industri Telematika Layer 0-1 72 Tabel 5.2 Aspek Technological Opportunities 73 Tabel 5.3 Market Opportunities 78 Tabel 5.4 Institutional Opportunities 81 Tabel 5.5 Komplemen antar elemen technological opportunities, market 84 vii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Struktur Perekonomian Indonesia, Tahun 1951 2000 (Harga Konstan Tahun 1993) Gambar 1.2 Kebijakan Pengembangan Industri Nasional 2 Gambar 1.3 Fokus Pengembangan Industri Prioritas 2010 2014 3 Gambar 1.4 Sasaran Kebijakan Pengembangan Industri Telematika 4 Gambar 2.1 Dua Cara Pandang tentang Entrepreneurship 14 Gambar 2.2 Keterkaitan antara Entrepreneurship sebagai Elemen dan 15 sebagai Aktivitas dari Sistem Inovasi Gambar 2.3 Struktur Industri Konten Multimedia 18 Gambar 3.1 Kerangka Analisis Penelitian 22 Gambar 3.2 Tahapan Penelitian 22 Gambar 4.1 Struktur Organisasi Gamatechno 29 Gambar 4.2. Wawancara Tim Peneliti dengan Direktur PT Gamatechno 30 Gambar 4.3 Fasilitas Kerja PT Gamatechno sebagai Sarana Pendukung 33 Produk-produk Sistem Aplikasi Unggulan yang Dihasilkan. Gambar 4.4. Kolaborasi PT Gamatechno dengan STMIK Potensi Utama 34 Medan dalam Pengembangan Industri IT di Sektor Pendidikan Gambar 4.5 Hackerspace-Onebit 38 Gambar 4.6 Fasilitas ruang rapat bagi komunitas Onebit 41 Gambar 4.7 Hackerspace, sebagai salah satu fasilitas sharing 46 knowledge dan konsultasi terkait dengan customer dan project-project PT Onebit Media Gambar 4.8 Website PT Nuansa Digital Cipta www.ngaturduit.com 52 Gambar 4.9 Gedung BTP 68 Gambar 4.10 Fasilitas ruanng terbuka bagi para startup BTP 69 Gambar 5.1 Pola Aktivitas Pelaku Industri Konten dan Sistm Aplikasi 83 Gambar 5.2 Peta Penyebaran Inkubator Industri Telematika 87 Gambar 5.3 Pola Aktivitas Pelaku Industri Konten dan Sistm Aplikasi 92 1 viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Struktur ekonomi dunia berkembang dari ekonomi berbasis sumber daya primer ke perekonomian yang didukung sektor sekunder dan tersier. Perkembangan struktur ekonomi ini menggambarkan berkembangnya aktivitas ekonomi yang pada awalnya natural resourcesbased economy menuju perekonomian dengan sumber daya baru. Perkembangan struktur ekonomi dunia tersebut juga menggambarkan peran ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) bagi pertumbuhan ekonomi dunia. Berkembangnya sektor industri dan jasa menunjukkan aspek ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (Iptekin) memainkan peran penting bagi sumber pertumbuhan ekonomi dunia. Munculnya negara-negara industri baru (newlyindustrialized countries) seperti Korea dan Taiwan menunjukkan perkembangan sumber pertumbuhan dari pertumbuhan ekonomi berbasis sumber daya alam menuju pertumbuhan ekonomi dengan sumber iptekin. Sumber: Marks (2005) Gambar 1.1 Struktur Perekonomian Indonesia, Tahun 1951 2000 (Harga Konstan Tahun 1993) Perkembangan struktur ekonomi dari ekonomi primer, sekunder, ke tersier tersebut juga terjadi untuk kasus Indonesia. Struktur ekonomi Indonesia tahun 1951 2000 (Gambar 1.1), menunjukan kontribusi sektor primer yang semakin menurun dan tren positif meningkatnya kontribusi sektor industri dan jasa bagi pembentukan produk domestik bruto (PDB). 1

Knowledge-Intensive Kesiapan Daerah dalam Entrepreneurship Meningkatkan Daya dan Saing Sistem Daerah Inovasi Sampai dengan tahun 1960-an sektor primer menyumbang 50% terhadap pertumbuhan GDP, dan terus mengalami penurunan dan pada tahun 2000-an hanya berkontribusi kurang dari 20% terhadap PDB Indonesia. Kontribusi sektor sekunder atau sektor industri terus mengalami kenaikan terhadap pembentukan PDB dari 10% pada tahun 1950-an dan mencapai 40% pada periode 2000-an. Sektor jasa berkontribusi 30-40% sampai dengan periode yang 2000-an. Pergeseran struktur ekonomi ini, selain menggambarkan karakteristik ketersediaan sumber daya alam yang semakin menurun, juga terkait dengan kebijakan pemerintah mendorong pertumbuhan sektor industri dan jasa untuk mendukung pembangunan ekonomi Indonesia. Sumber: Kementerian Perindustrian RI (2011) Gambar 1.2 Kebijakan Industri Nasional Pemerintah memahami pentingnya kemampuan sektor industri dalam mendukung keberlanjutan pembangunan ekonomi Indonesia. Kinerja sektor industri akan menentukan daya saing perekonomian Indonesia dalam lingkungan ekonomi global. Terkait dengan hal tersebut, melalui Perpres No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, pemerintah mengembangkan roadmap kebijakan pembangunan industri nasional untuk mendukung perekonomian nasional ke depan. Industri agro, industri telematika, dan industri transportasi merupakan industri stategis dalam mendukung pembangunan ekonomi Indonesia ke depan (Gambar 1.2). Adapun fokus pengembangan industri prioritas tahun 2010-2014 ditunjukkan pada Gambar 1.3. Domestik Bruto (PDB). 5 2

Kesiapan Knowledge-Intensive Daerah dalam Entrepreneurship Meningkatkan Daya dan Saing Sistem Daerah Inovasi Selain itu, pemerintah menempatkan industri manufaktur berupa industri barang modal dan industri komponen berbasis usaha kecil dan menengah (UKM) menjadi industri yang berkontribusi signifikan bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Sumber: Kementerian Perindustrian RI (2011) Gambar 1.3 Fokus Pengembangan Industri Prioritas 2010 2014 Industri telematika merupakan salah satu subsektor industri yang akan terus dikembangkan oleh pemerintah dengan mempertimbangkan peran telematika bagi keberlanjutan pembangunan ekonomi Indonesia ke depan. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor industri lainnya. TIK berperan dalam mendorong perkembangan industri dalam menciptakan efisiensi aktivitas ekonomi dan industri dengan menciptakan diferensiasi aktivitas ekonomi, dan bahkan menciptakan bentuk-bentuk aktivitas ekonomi baru dalam ekonomi melalui berkembangnya TIK. Selain itu, industri telematika merupakan jenis industri dengan karakteristik kaya akan aspek ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi (Iptekin) dan merupakan industri pertumbuhan tinggi. Menindaklanjuti pentingnya pengembangan industri telematika tersebut, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian menetapkan roadmap pengembangan industri telematika. Pengembangan klaster-klaster industri diperlukan untuk mendorong pertumbuhan industri telematika. Terkait dengan hal itu Kementerian Perindustrian menetapkan tiga peraturan menteri untuk mendorong pertumbuhan klaster industri telematika, yaitu: 1. Peraturan Menteri Perindustrian No. 128 Tahun 2009 terkait dengan roadmap klaster telekomunikasi 2. Peraturan Menteri Perindustrian No. 129 Tahun 2009 terkait dengan roadmap klaster komputer dan peralatan 3

Knowledge-Intensive Kesiapan Daerah dalam Entrepreneurship Meningkatkan Daya dan Saing Sistem Daerah Inovasi 3. Peraturan Menteri Perindustrian No. 130 Tahun 2009 tentang klaster perangkat lunak dan konten multimedia. Pengembangan tiga klaster industri tersebut mengacu pada struktur industri telematika yang terdiri dari delapan layer di dalamnya. Tujuh layer industri telematika tersebut adalah: Layer 0: Industri Konten; Layer 1: Industri Aplikasi Telematika (e-goverment, e-health, dan lain-lain); Layer 2: Industri Layanan Akses; Layer 3: Industri Layanan Infrastruktur Jaringan (network provider); Layer4: Industri Sistem Integrasi, Instalasi, dan Pemeliharaan Perangkat Telematika; Layer5: Industri Manufaktur Perangkat Telematika; Layer6: Industri Komponen Perangkat Telematika; dan Layer7: Industri Material Komponen Perangkat Telematika Pengembangan klaster industri telematika tersebut dilakukan untuk mendukung kebijakan pemerintah, yaitu: 1. Kebijakan pengembangan program klaster berbasis telematika sebagai basis pengembangan industri dalam negeri; 2. Kebijakan meningkatkan kemampuan industri manufaktur dan komponen perangkat telematika; dan 3. Kebijakan peningkatan kemampuan industri konten dan aplikasi telematika. Sumber: Kementerian Perindustrian RI (2012) Gambar 1.4 Sasaran Kebijakan Industri Telematika Gambar 1.4 menunjukkan sasaran kebijakan dari masing-masing tahapan pengembangan industri telematika. Pembangunan industri jangka pendek (2011-2015) difokuskan untuk membangun landasan yang kuat bagi pertumbuhan industri telematika ke depan. Untuk jangka menengah (2016 2020), sasaran pembangunan industri telematika berupa tumbuh dan berkembangnya industri manufaktur, industri konten, dan aplikasi telematika baik untuk pasar domestik maupun regional. 5 4

Sasaran jangka panjang pembangunan industri telematika (2021 2025) yaitu, meningkatnya daya saing industri telematika baik dari subsektor industri manufaktur maupun dari subsektor industri animasi, konten, dan aplikasi telematika menjadi berdaya saing tinggi di pasar global. 1.2 Perumusan Masalah Roadmap industri telematika nasional sejalan dengan kebijakan percepatan pertumbuhan ekonomi pemerintah dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Tahun 2011 2025. MP3EI menempatkan telematika sebagai salah satu program dari program utama yaitu: 1. Program sektor Pertanian, 2. Program sektor Pertambangan, 3. Program sektor Energi, 4. Program sektor Industri, 5. Program sektor Kelautan, 6. Program sektor Pariwisata, 7. Program sektor Telematika, dan 8. Program sektor Pengembangan Kawasan Strategis. Industri telematika memiliki peran strategis dalam mendukung perluasan dan percepatan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Peran sektor telematika dalam perluasan dan percepatan pertumbuhan ekonomi yaitu dengan mendukung konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya. Peran telematika merupakan salah satu elemen pendukung bagi terciptanya konektivitas nasional, yang terdiri dari empat elemen yaitu Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/ RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Secara umum pengembangan industri telematika Indonesia mengalami kemajuan pesat dilihat dari indikator belanja (CAPEX) infrastruktur telematika mencapai Rp40 triliun pada periode 2004 2005 (MP3EI, 2011). Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan bahwa sampai dengan tahun 2010 pembangunan sistem broadband nasional telah meningkatkan jumlah pelanggan hingga 1,25 juta (lihat Tabel 1.1) dan untuk mendukung Indonesia Connectivity 2014 direncanakan alokasikan pendanaan sebesar Rp196 triliun dengan pola sharing antara pemerintah pusat dan swasta. 5

Kebijakan pembangunan infrastruktur telematika tersebut mampu mendorong pertumbuhan pemanfaatan layanan telematika. Jumlah rumah tangga pengguna internet pada tahun 2008 tercatat mencapai 410 ribu dari rumah tangga, dan terus meningkat dan ditargetkan padatahun 2014 mencapai 19,7 juta rumah tangga dari 66 juta rumah tangga. Penetrasi broadband terhadap pengguna rumah tangga terus mengalami peningkatan dari 0,2% pada tahun 2008 menjadi 0,5% pada tahun 2010, dan ditargetkan mencapai 8,0% pada tahun 2014. Penetrasi broadband terhadap jumlah penduduk memiliki pola yang sama yaitu, 0,7% pada tahun 2008, meningkat menjadi 2,0% pada tahun 2010, dan ditargetkan mencapai 30% dari total jumlah penduduk pada tahun 2014. Tabel 1.1 Target Layanan Telematika Sumber: Menko Perekonomian (2011) Pertumbuhan sektor industri telematika di Indonesia juga dapat dilihat dari kontribusinya terhadap perekonomian. Sebagai gambaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNB) pada tahun 2009 tercatat sebesar Rp10,5 triliun, dan meningkat menjadi Rp12,8 trilyun pada tahun 2010, dan diprediksikan mencapai Rp15 trilyun pada tahun 2014. Merujuk pada layer industri telematika (dalam MP3EI, 2011), sebagian besar dikuasai oleh perusahaan menengah dan besar. Industri telematika dari layer 4 sampai dengan layer 6 dikuasai oleh perusahaan-perusahaan telematika dunia. Layer 0 (industri konten), layar 1 (industri apliksi telematika), layer 2 (industri layanan akses) dan layer 3 (industri layanan infrastruktur) masih memberikan peluang untuk masuknya para pelaku lokal. Startup atau pelaku yang bergerak di bidang telematika dengan memanfaatkan media internet sebagi platform pada umumnya melakukan entry pada layer 0 1. Mendorong pertumbuhan pertumbuhan sektor industri telematika dalam neger, pemerintahi perlu melakukan secara komprehensif mulai dari penyediaan infrastruktur telematika sampai dengan mendorong pertumbuhan pelaku-pelaku lokal untuk masuk ke dalam struktur industri. Permasalahan umum yang dihadapi oleh startup lokal berupa persaingan pasar dengan kooporasi-kooporasi besar dan permasalahan modal untuk memulai aktivitas usaha. Kendala permodalan misalnya, startup lokal mengalami kesulitan dalam mendapat kepercayaan dari perbankan terkait dengan jaminan dan besarnya resiko. 6

Selain itu, skema pendanaan dari ICT Fund (dana yang diperoleh dari Universal Service Obligation (USO) yang ditarik dari operator telematika) belum mampu diwujudkan untuk mendorong pertumbuhan startup lokal. Selain, kendala permodalan, startup lokal masih memerlukan kepedulian dari kooporasikooporasi yang sudah ada dan adanya skema pendanaan dari pemerintah. Perkembangan startup lokal saat ini masih terhambat pada inkubasi bisnis yang dapat menghubungkan produk-produk startup lokal dengan pengguna. Sampai saat ini belum banyak investor yang membantu perkembangan startup lokal untuk dapat tumbuh dan mandiri. Kasus Bakrie Telekom (Btel) dalam mengalokasikan dana Rp100 miliar sebagai dana inkubasi untuk technopreneur startup lokal untuk lima tahun ke depan. (http://techno.okezone.com/ read/2011/03/31/54/441052/). Selain itu, Telkomsel mengembangkan program inkubasi bagi pegiat bidang telematika menjadi technoprener digital melalui program Telkomsel Startup Bootcamp. (http://www.telkomsel.com/about/news/818-telkomsel-startup-bootcamp-buka- peluangteknoprener-indonesia-global.html). Program ini dilakukan melalui kerjasama dengan SingTel Innov8 dan The Joyful Frog Digital Incubator (JFDI). Dua kasus inkubasi bisnis startup lokal ini merupakan bentuk kepedulian koorporasi besar untuk mendorong pertumbuhan startup lokal. C. Pertanyaan Penelitian Bagaimana aktivitas entrepreneurship dalam kerangka sistem inovasi pada sektor telematika di Indonesia? D. Tujuan Penelitian 1. Mengkaji peran entrepreneurship dalam kerangka sistem inovasi pada industri telematika; 2. Menghasilkan konsep kebijakan dalam penguatan entrepreneurship pada sistem inovasi di industri telematika nasional. E. Manfaat Penelitian 1. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terkait dengan mendorong aktivitas entrepreneurship dalam kerangka sistem inovasi di industri telematika; 2. Konsep kebijakan yang dihasilkan memberikan dasar bagi pemerintah dalam kebijakan mendorong entrepreneurship di industri telematika. 7

F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan Knowledge-Intensive Entrepreneurship dan Sistem Inovasi studi kasus: Pelaku Industri Telematika di Indonesia, dibagi dalam lima bab, yaitu: Bab I: Pendahuluan, menjelaskan latarbelakang pentingnya penelitian, dilanjutkan dengan pembahasan perumusan masalah pertanyaan penelitian dan manfaat penelitian. Dalam Bab II: Kerangka Konseptual. Bab ini secara tegas menjelasan kajian-kajian teoritas yang terkait dengan aktivitas Entrepreneurship, Sistem Inovasi Nasional. Selanjutnya dibahas juga kajian teoritas hubungan Entrepreneurship dan Sistem Inovasi Nasional, serta Kebijakan Pengembangan Industri Telematika Di Indonesia. Bab III: Metode Penelitian menjelaskan metode penelitian yang digunakan dengan menguraikan batasan (ruang lingkup) penelitian, kerangka analisis, tujuan studi yang dipilih, serta tahapan kegiatan penelitian. Bab IV: Entrepreneurship di Industri Telematika Studi Kasus: Pelaku Usaha Industri Telematika di Indonesia, menjelaskan obyek studi kasus penelitian terhadap pelaku usaha Yogyakara: (PT Gamatechno Indonesia dan PT Onebit Media), Bandung: Dua Responden Scripthink dan Instudia, Inkubator BTP), dan Jakarta: PT Nuansa Digital Cipta. Bab V: Pembahasan terkait dengan aktivitas Knowledge-Intensive Entrepreneurship dari pelaku usaha industri telematika studi kasus yang dijelaskan dalam Bab IV. Dalam hal ini analisa pembahasan yang diuraikan dianalisis berdasarkan kerangka konseptual Radosevic (2010), dan Radosevic et. al., (2012), meliputi Aspek Technological Opportunities, Aspek Market Opportunites dan Aspek Institutional Opportunites. Selanjutnya dalam Bab VI: Penutup, meliputi kesimpulan dan rekomendasi. Dalam kesimpulan diuraikan aktivitas Entrepreneurlnship dari empat pelaku usaha industri telematika layar 0 1, memiliki karakteristik dari latar belakang pendidikan maupun latar belakang entitas kegiatan usaha, serta diuraikan juga permasalahan dan hambatan dalam keberlanjutan pengembangan usaha terkait permodalan/investasi maupun lingkungan eksternal seperti kompetitor (pesaing asing) termasuk regulasi. Untuk mendorong entrepreneurship industri telematika beberapa catatan rekomendasi kebijakan seperti usulan sistem dan skema pembiayaan, dukungan infrastruktur, pola pembinaan, maupun keselarasan regulasi untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya pelaku industri telematika lokal layer 0 1. 8

Informasi lengkap dari Laporan Teknis Seri Penelitian ini dapat dilihat di : Perpustakaan PAPPIPTEK-LIPI Gedung A PDII-LIPI Lantai 4 Jl. Jend. Gatot Subroto no. 10 Jakarta Selatan 12710 Tel. : +62-21-5225711 ext 4028 +62-21-5225206 Fax: +62-21-5201602 http://www.pappiptek.lipi.go.id 9