BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang diintroduksi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suhu kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri

PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS (GLC)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

PENGANTAR. Berdasarkan wujud fasa diam, Kromatografi gas-padat (gas-solid chromatography) Kromatografi gas-cair (gas-liquid chromatography)

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

Uraian Materi 1. Prinsip dasar kromatografi gas 2. Instrumentasi kromatografi gas

TINJAUAN PUSTAKA. Sekitar spesies di antaranya tersebar di daerah tropis. Dari jumlah

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kromatografi. Imam santosa, MT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, kandungan kimia dan efek farmakologi daun sirih hutan.daun sirih

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

KROMATOGRAFI FLUIDA SUPERKRITIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, kandungan senyawa kimia, serta manfaat tumbuhan.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan temu kunci, yakni genus Kaemferia. Kunci pepet (Kaemferia rotunda L.)

Kromatografi gas-spektrometer Massa (GC-MS)

BAB 2 TI NJAUAN PUSTAKA. Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa yaitu bahan bakar fosil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jeruk-jerukan, suku Rutaceae, banyak dibudidayakan orang dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Uraian Tanaman Kapulaga ( Ammomum compactum Sol.ex Maton ) Tanaman kapulaga atau kapol dibudidayakan orang, tanaman ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. benua Asia, Afrika, dan Amerika. Di Indonesia, tumbuhan ini dapat tumbuh

4 Pembahasan Degumming

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bambang Widada ABSTRAK. PENDAHULUAN volatil. Dalam hal ini, gerbang injeksi harus. URANIA No.23-24/Thn.VI/Juli-Oktober

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan tanaman kemukus dalam sistem tumbuhan diklasifikasikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

Kata Kunci : kromatografi gas, nilai oktan, p-xilena, pertamax, pertamax plus.

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SPEKTROMETRI MASSA. Kuliah Kimia Analisis Instrumen Pertemuan Ke 7.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. energi, dikarenakan karakteristiknya yang bersih, aman, dan paling efisien

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

A. Sifat Fisik Kimia Produk

Spektrometer massa A. Garis besar tentang apa yang terjadi dalam alat spektrometer massa Ionisasi Percepatan Pembelokan Pendeteksian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii PENDAHULUAN...

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

SPEKTROMETRI MASSA INTERPRETASI SPEKTRA DAN APLIKASI. Interpretasi spektra dan aplikasi

Bab IV Hasil dan Pembahasan

MAKALAH KROMATOGRAFI GAS. Dosen Pengampu. Dr. Pranoto, M.Sc

Prinsip dasar alat spektroskopi massa: ANALISIS MASSA. Fasa Gas (< 10-6 mmhg)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

4019 Sintesis metil asetamidostearat dari metil oleat

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

Lapisan n-heksan bebas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia yang terletak antara Lintang Utara dan antara

Nama Mata Kuliah : Kromatografi

III. METODOLOGI PENELITIAN

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat

BAB III. KROMATOGRAFI GAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan

Titik Leleh dan Titik Didih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang diintroduksi secara resmi oleh pemerintah melalui Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (BPPAT). Introduksi pertama dilakukan pada tahun 1969 dengan mendatangkan nila dari Taiwan. Setelah melalui proses adaptasi dan penelitian, barulah ikan ini disebarluaskan ke seluruh petani Indonesia. Klasifikasi ikan nila (Ghufran, 2013) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Divisi Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Vertebrata : Osteichtyes : Halecostomi : Perchomorphi : Cichlidae : Oreochromis : Oreochromis niloticus Ikan Nila dapat dibudidayakan ditambak air payau dengan tingkat salinitas diatas 0,5 ppt dan dilaut dengan tingkat salinitas lebih dari 25 ppt. Sejak tahun 2009 ikan nila menduduki posisi pertama dari lima komoditas akuakultur air tawar Indonesia (Ghufran, 2013).

2.2. Minyak dan Lemak Minyak dan lemak termasuk salah satu anggota golongan lipid yaitu lipid netral. Lipid diklasifikasikan dalam empat kelas yaitu lipid netral, fosfatida, spingoli dan glikolipid. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida yaitu lipid kompleks (leshitin, cephalin, fosfatida dan glikolipid), sterol (berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak), asam lemak bebas, lilin, pigmen yang larut dalam lemak dan hidrokarbon (Ketaren, 2008). 2.2.1 Ekstraksi Minyak Pada pengolahan minyak dan lemak, pengerjaan yang dilakukan tergantung pada sifat alami minyak atau lemak tersebut dan juga tergantung dari hasil akhir yang dikehendaki. Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi adalah rendering, teknik pengepresan dan ekstraksi pelarut (Ketaren, 2008). Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Menurut pengerjaannya rendering dibagi dalam dua cara yaitu wet rendering dan dry rendering. Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel terbuka atau tertutup pada suhu 50 C serta tekanan 40 sampai 60 psi. Dry rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air selama proses berlangsung, dilakukan

dalam ketel terbuka dan dilengkapi dengan steam jacket serta alat pengaduk(agitator) pada suhu 105 C-110 C (Ketaren, 2008). Teknik pengepresan merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70 persen). Dua cara yang dilakukan adalah pengepresan hidraulik (dengan tekanan 2000 pound/inch2) dan pengepresan berulir (dengan pemanasan pada suhu 115,5 C) (Ketaren, 2008). Ekstraksi pelarut adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah yaitu satu persen, dengan mutu minyak kasar karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi. Pelarut yang biasa digunakan adalah pelarut menguap seperti petroleum eter, gasoline karbon disulfida, karbon tetraklorida, benzene dan n-heksan (Ketaren, 2008). 2.2.2 Pemurnian Minyak Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri. Pada umumnya minyak untuk tujuan bahan pangan dimurnikan melalui tahap proses sebagai berikut yaitu pemisahan bahan berupa suspensi dan disperse koloid dengan cara penguapan, reaksi dengan gum dan pencucian dengan asam, pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi, dekolorisasi dengan proses pemucatan, deodorisasi, dan pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan (Ketaren, 2008).

2.2.3. Minyak Ikan Minyak ikan mengandung Asam lemak omega-3 (n-3) Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) yang terdiri dari EPA (eikosapentaenoat) dan DHA (dokosaheksaenoat). Asam lemak DHA merupakan asam lemak paling banyak yang terdapat dalam otak mamalia. Kadarnya dalam lipida membran sel dipengaruhi oleh jenis dan jumlah asam lemak dalam makanan yang dikonsumsi, tingkat perkembangan tubuh, kadarnya akan tinggi pada masa pertumbuhan dan menurun pada masa penuaan (Muchtadi, 2012). 2.3 Derivatisasi pada Kromatografi Gas Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa menjadi senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan analisis menggunakan kromatografi gas. Alasan dilakukannya derivatisasi adalah senyawa tersebut tidak memungkinkan dilakukan analisis dengan kromatografi Gas terkait volatilitas dan stabilitasnya, untuk meningkatkan batas deteksi pada kromatogram, volatilitas, deteksi, stablitis dan batas deteksi pada detector tangkap electron (ECD). Beberapa cara derivatisasi yang dilakukan pada krom,atografi gas yaitu esterfikasi, asilasi, alkilasi, siliasi, kondensasi, dan siklisasi (Gandjar dan Rohman, 2007). Esterfikasi digunakan untuk membuat derivat gugus karboksil. Pengubahan gugus karboksil menjadi esternya akan meningkatkan volatilitas karena menurunkan ikatan hidrogen. Derivatisasi dengan esterifikasi dapat dilakukan dengan cara esterifikasi Fisher biasa dalam asam kuat, menurut reaksi: R-OH + R -COOH H+ atau BF3 R COOR

Ester alifatik yang lebih panjang dibuat dengan tujuan untuk menurunkan volatilitas, meningkatkan respon detector, meningkatkan resolusi dari bahan pengganggu dan senyawa yang memilki rumus molekul yang hampir sama. Bahan yang sering digunakan adalah boron triflorida atau boron triklorida dengan alkohol alifatik (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.4 Kromatografi Gas Kromatografi gas merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan identifikasi senyawa-senyawa yang mudah menguap serta untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran. Dimana solut yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didih kecuali jika ada interaksi khusus antara solute dan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solute dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran 50-350 C) bertujuan untuk menjamin bahwa solute akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi (Gandjar dan Rohman, 2007). Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di kolom disebut waktu tambat (waktu retensi, retention time, Rt) yang diukur mulai saat penyuntikan sampel sampai saat elusi terjadi (dihasilkan puncak atau peak) (Gritter, dkk., 1985). Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu dan detektor.

2.4.1 Gas Pembawa Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain tidak reaktif, murni/kering dan dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi. Gas pembawa biasanya mengandung gas Helium, nitrogen, hydrogen atau campuran argon dan metana. Pemilihan gas pembawa tergantung pada penggunaan spesifik dan jenis detektor yang digunakan. Untuk setiap pemisahan, kecepatan optimum gas pembawa tergantung pada diameter kolom dan jenis gas (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.4.2 Sistem Injeksi Cuplikan dimasukkan ke dalam ruang suntik melalui gerbang suntik (injection port), biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet (rubber septum). Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari kolom, dan biasanya pada suhu 10-15 o C lebih tinggi dari suhu kolom. Jadi seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, dkk., 1985). 2.4.3 Kolom Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena didalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada kromatografi gas. Ada 2 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemas (packing column) dan kolom kapiler (capillary column) (Gandjar dan Rohman, 2007). Kolom kemas terdiri atas fase cair yang tersebar pada permukaan penyangga yang inert yang terdapat dalam tabung yang relatif besar. Fasa diam dilapiskan atau terikat secara kovalen pada penyangga. Jenis kolom ini terbuat dari

gelas atau logam yang tahan karat atau dari tembaga dan alumunium. Panjang kolom 1-5 meter dengan diameter 1-4 mm (Gandjar dan Rohman, 2007). Kolom kapiler berbeda dengan kolom kemas karena memiliki rongga pada bagian dalam kolom yang menyerupai pipa (tube) disebut juga Open Tubular Columns. Fase diam melekat mengelilingi dinding dalam kolom, ada empat jenis lapisan yaitu : WOCT (wall coated Open Tube), SCOT (Support Coated Open Tube), PLOT (Porous Layer Open Tube) dan FSOT (Fused Silica Open Tube) (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.4.4 Fase Diam Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar, atau semi polar. Fase diam non polar yang paling banyak digunakan adalah metil polisiklosan (HP-1; DB-1; SE-30; CPSIL-5) dan fenil 5%-metilpolisiklosan 95% (HP-5; DB-5; SE-32; CPSIL-8). Fase diam semi polar adalah fenil 50%- metilpolisiklosan 50% (HP-17; DB-17; CPSIL-19), sementara itu fase diam yang polar seperti polietilen glikol (HP-20M; DB-WAX; CP-WAX; Carbowax-20M). Jenis fase diam akan menentukan urutan elusi komponen-komponen dalam campuran (Rohman, 2009). 2.4.5 Suhu Tekanan uap sangat tergantung pada suhu, maka suhu merupakan faktor utama dalam GC. Pada GC-MS terdapat tiga pengendali suhu yang berbeda, yaitu: suhu injektor, suhu kolom dan suhu detektor. a. Suhu Injektor

Suhu pada injektor harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan sedemikian cepat. Tapi sebaliknya, suhu harus cukup rendah untuk mencegah peruraian atau penata ulang kimiawi (rearrangement) akibat panas (McNair dan Bonelli, 1988). b. Suhu Kolom Pemisahan dapat dilakukan pada suhu tetap (isothermal) atau pada suhu yang berubah secara terkendali (suhu deprogram, temperature programming). GC isothermal paling baik dilakukan pada analisis rutin atau jika kita mengetahui agak banyak mengenai sifat sampel yang akan dipisahkan. Pilihan awal yang baik adalah suhu berapa derajat dibawah titik didih komponen utama sampel. Pada GC suhu diprogram, suhu dinaikkan mulai dari suhu tertentu sampai suhu tertentu yang lain dengan laju yang diketahui dan terkendali dalam waktu tertentu. Penaikan suhu dapat secara linear dengan laju yang kita tentukan, bertahap, isothermal yang diikuti dengan peningkatan secara linear, linear diikuti dengan isothermal, atau multilinear (laju berbeda saat berlainan) (Gritter, dkk., 1985). c. Suhu Detektor Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan air atau hasil samping yang terbentuk pada proses pengionan tidak mengembun (McNair dan Bonelli, 1988). 2.4.6 Detektor Detektor hantar panas (Thermal Conductivity Detector, TCD). Detektor ini didasarkan bahwa panas dihantarkan dari benda yang suhunya tinggi ke benda lain di sekelilingnya yang suhunya lebih rendah. Kecepatan penghantaran panas ini

tergantung susunan gas yang mengelilinginya. Jadi setiap gas mempunyai daya hantar panas yang kecepatannya merupakan fungsi dari laju pergerakan molekul gas yang pada suhu tertentu merupakan fungsi dari berat molekul gas. Gas yang mempunyai berat molekul rendah mempunyai daya hantar lebih tinggi. Jika ada komponen/ senyawa yang dibawa fase gerak masuk kedalam detektor, karena berat molekul senyawa biasanya tinggi maka daya hantar menjadi turun (Gandjar dan Rohman, 2007). Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector, FID). Pada detektor ini, hidrogen dan udara digunakan untuk menghasilkan nyala. Suatu elektroda pengumpul yang bertegangan arus searah ditempatkan diatas nyala dan mengukur hantaran nyala. Dengan hidrogen murni, hantaran sangat rendah, tetapi ketika senyawa organik dibakar, hantaran naik dan arus yang mengalir dapat diperkuat ke perekam (McNair dan Bonelli, 1988). Jenis detektor yang lain adalah Flame Photometric Detector (FPD) yang digunakan untuk indikasi selektif dari fosfor dan sulfur. Nitrogen Phosphorus Detector (NPD) yang digunakan untuk senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen dan fosfor. Electron Capture Detector (ECD) yang digunakan untuk senyawa-senyawa organik kelompok elektrofilik (elektro negatif), seperti halogen, peroksida dan nitro. Mass Spectrometric Detector (MSD) yaitu merupakan sambungan langsung dari suatu spektrometer massa dengan suatu kolom dalam kromatografi gas kapiler (McNair dan Bonelli, 1988).

2.5 Spektrometer Massa (MS) Pada spektrometer massa EI-MS molekul senyawa organik (sampel) ditembak dengan berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positif yang mempunyai energi yang tinggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion positif yang lebih kecil (ion fragmen). Spektrum massa merupakan grafik antara limpahan relatif lawan perbandingan massa/muatan (m/z, m/e) (Sastrohamidjojo, 1985). Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak paling kuat (tertinggi) pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein, dkk., 1986). 2.6. Parameter Penting dalam Kromatografi 2.6.1 Tinggi dan Luas Puncak Tinggi dan luas puncak berkaitan secara proporsional dengan kadar atau jumlah analit tertentu yang terdapat dalam sampel (memiliki informasi kuantitatif). Namun demikian, luas puncak lebih umum digunakan dalam perhitungan kuantitatif karena lebih akurat/cermat daripada perhitungan menggunakan tinggi puncak. Hal ini dikarenakan luas puncak relatif tidak banyak dipengaruhi oleh

kondisi kromatografi, kecuali laju alir. Sementara itu, tinggi puncak dipengaruhi oleh banyak faktor seperti misalnya faktor tambat, suhu kolom serta cara injeksi sampel (Ornaf dan Dong, 2005). 2.6.2 Waktu tambat Periode waktu antara penyuntikan sampel dan puncak maksimum yang terekam oleh detector disebut sebagai waktu tambat/retention time (t R ). Waktu tambat dari suatu komponen yang tidak ditahan/dihambat oleh fase diam disebut sebagai waktu hampa/void time (t 0 ). Waktu tambat merupakan fungsi dari laju alir fase gerak dan panjang kolom. Jika fase gerak mengalir lebih lambat atau kolom semakin panjang, waktu hampa dan waktu tambat akan semakin besar, dan sebaliknya bila fase gerak mengalir lebih cepat atau kolom semakin pendek, maka waktu hampa dan waktu tambat akan semakin kecil (Meyer, 2010). 2.6.3 Faktor Kapasitas Waktu tambat dipengaruhi oleh laju alir, ukuran kolom dan parameter yang lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu ukuran derajat tambatan dari analit yang lebih independen yaitu faktor kapasitas (k ). Faktor kapasitas dihitung dengan membagi waktu tambat bersih (t R ) dengan waktu hampa (t 0 ) seperti yang dapat dilihat pada rumus berikut ini (Ornaf dan Dong, 2005).

Faktor kapasitas dipengaruhi oleh perbandingan komposisi fase gerak yang digunakan sehingga akan dihasilkan resolusi dan waktu retensi dari puncak-puncak kromatogram yang berbeda pada setiap perbandingan komposisi fase gerak (Snyder, dkk., 2010). 2.7. Penetapan Kuantitatif Penambahan suatu standar internal dalam analisis kuantitatif dengan kromatografi gas pada dasarnya dianjurkan. Ini berhubungan dengan suatu zat yang dalam semua larutan sampel berada dalam konsentrasi yang sama. Sebaiknya larutan standar internal dibuat terlebih dahulu dan larutan ini digunakan sebagai pelarut murni pada preparasi sampel. Kemudian larutan standar internal ini dalam jumlah tertentu ditambah kedalam larutan sampel yang akan dianalisis (Putra, 2012). Tujuan utama dari standar interal adalah untuk mengkoreksi kesalahan dosis (takaran) yang terjadi pada sampel yang diinjeksikan. Karena standar internal terdapat dalam konsentrasi yang sama dalam semua larutan, maka lebar puncak zat yang akan dianalisis dihubungkan dengan lebar puncak dari standar internal. Internal standar harus memiliki sifat: 1. Puncaknya harus terletak pada satu waktu retensi yang padanya tidak terdapat zat-zat lainnya dan sedapat mungkin terletak dekat dengan puncak zat yang akan dianalisis 2. Sebaiknya sifat kimianya sama/mirip dengan zat yang akan dianalisis 3. Keberadaan zat yang akan dianalisis tidak akan menyebabkan degradasi

4. Faktor koreksi sedapat mungkin sama besar dengan zat yang akan dianalisis 5. Tidak boleh terjadi reaksi kimia deggan zat yang dianalisis atau kompenen campuran dalam sampel walaupun pada temperatur tinggi (Putra, 2012).