Optimasi Komposisi Pakan Untuk Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur dengan Biaya Minimum Menggunakan Improved Particle Swarm Optimization (IPSO)

dokumen-dokumen yang mirip
Penentuan Komposisi Pakan Ternak untuk Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur dengan Biaya Minimum Menggunakan Particle Swarm Optimization (PSO)

PENENTUAN KOMPOSISI PAKAN TERNAK UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN NUTRISI AYAM PETELUR DENGAN BIAYA MINIMUM MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

PERANCANGAN ALGORITMA BELAJAR JARINGAN SYARAF TIRUAN MENGGUNAKAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION (PSO)

MENEMUKAN AKAR PERSAMAAN POLINOMIAL MENGGUNAKAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

SWARM GENETIC ALGORITHM, SUATU HIBRIDA DARI ALGORITMA GENETIKA DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION. Taufan Mahardhika 1

PETUNJUK PRAKTIKUM MATA KULIAH ILMU NUTRISI TERNAK NON RUMINANSIA. Materi: Formulasi Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Job shop scheduling problem (JSSP) adalah permasalahan optimasi

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

PETUNJUK PRAKTIKUM MATA KULIAH ILMU NUTRISI TERNAK NON RUMINANSIA. Materi 1 : Formulasi Pakan

OPTIMASI PERSEDIAAN BAJU MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA

PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari April 2014, di peternakan

Optimasi Komposisi Pakan Sapi Perah Menggunakan Algoritma Genetika

VI. TEKNIK FORMULASI RANSUM

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT menciptakan alam semesta dengan sebaik-baik ciptaan. Langit

Optimasi Pemilihan Pekerja Bangunan Proyek Pada PT. Citra Anggun Pratama Menggunakan Algoritma Genetika

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

Algoritma Evolusi Topik Lanjut Pada GA

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh pemberian kombinasi tepung keong mas (Pomacea

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Optimasi Pembagian Barang Alat Tulis Kantor Menggunakan Algoritme Genetika

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

Optimasi Fuzzy Time Series Menggunakan Algoritme Particle Swarm Optimization untuk Peramalan Nilai Pembayaran Penjaminan Kredit Macet

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENENTUAN BATASAN FUNGSI KENGGOTAAN FUZZY TSUKAMOTO PADA KASUS PERAMALAN PERMINTAAN BARANG

Jaringan Syaraf Tiruan dengan Pembelajaran Algoritma Genetika dan Diversitas untuk Deteksi Kelas Penyakit

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

Penentuan Portofolio Saham Optimal Menggunakan Algoritma Genetika

OPTIMASI PENJADWALAN CERDAS MENGGUNAKAN ALGORITMA MEMETIKA

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) OPTIMASI FUNGSI KEANGGOTAAN FUZZY BERBASIS ALGORITMA MODIFIED PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

Optimasi Penataan Barang pada Proses Distribusi Menggunakan Algoritme Evolution Strategies

Optimisasi Injeksi Daya Aktif dan Reaktif Dalam Penempatan Distributed Generator (DG) Menggunakan Fuzzy - Particle Swarm Optimization (FPSO)

Optimasi Pembagian Tugas Dosen Pengampu Mata Kuliah Dengan Metode Particle Swarm Optimization

BAB I PENDAHULUAN. Ayam broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang gemar

IMPLEMENTASI METODE ANT COLONY OPTIMIZATION UNTUK PEMILIHAN FITUR PADA KATEGORISASI DOKUMEN TEKS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

OPTIMASI KOMPOSISI PAKAN SAPI POTONG MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Jasicka Indri Kusuma 1), Wayan Firdaus Mahmudy 2), Indriati 3)

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

OPTIMASI PENJADWALAN PRAKTIKUM MENGGUNAKAN MODIFIED REAL CODE PARTICLE SWARM OPTIMIZATION (STUDI KASUS FAKULTAS IMU KOMPUTER UNIVERSITAS BRAWIJAYA)

PEMANFAATAN LIMBAH PRODUKSI MIE SEBAGAI ALTERNATIF PAKAN TERNAK

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian rakyat Indonesia, namun dilain pihak dampak

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur an surat Al-Mu minun ayat 21 yang

TINJAUAN PUSTAKA. terbentuklah suatu sistem tenaga listrik. Setiap GI sesungguhnya merupakan pusat

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

DOSEN PEMBIMBING Chastine Fatichah, S.Kom, M.Kom MAHASISWA Yudis Anggara P. ( )

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27

Rekonfigurasi jaring distribusi untuk meningkatkan indeks keandalan dengan mengurangi rugi daya nyata pada sistem distribusi Surabaya.

Dynamic Optimal Power Flow dengan kurva biaya pembangkitan tidak mulus menggunakan Particle Swarm Optimization

FUNGSI ACKLEY DAN PENCARIAN NILAI OPTIMUMNYA MENGGUNAKAN ALGORITMA STROBERI. Muhamad Fadilah Universitas Jenderal Soedirman

Lampiran 1. Diagram pembuatan tepung paku air (Azolla pinnata) terfermentasi. Paku air. Diletakkan dalam bak. Diberi air. Dibersihkan.

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Optimasi Komposisi Bahan Makanan bagi Pasien Rawat Jalan Penyakit Jantung dengan Menggunakan Algoritme Particle Swarm Optimization (PSO)

IMPLEMENTASI ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION UNTUK OPTIMASI PENGANTARAN BARANG (Studi Kasus : PT.Pos Indonesia, Kota Tanjungpinang)

Optimasi Penjadwalan Mata Pelajaran Menggunakan Algoritme Genetika (Studi Kasus: SMK Negeri 2 Kediri)

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MEMAKSIMALKAN LABA PRODUKSI JILBAB

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. perangkat keras dan perangkat lunak untuk sistem ini adalah sebagai berikut:

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

PREDIKSI INDEKS HARGA SAHAM MENGGUNAKAN KOMBINASI ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION (PSO) DAN TIME VARIANT FUZZY TIME SERIES (TVFTS)

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

Optimasi Multiple Travelling Salesman Problem Pada Pendistribusian Air Minum Menggunakan Algoritme Genetika (Studi Kasus: UD.

Bab II Konsep Algoritma Genetik

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

FUNGSI GRIEWANK DAN PENENTUAN NILAI OPTIMUMNYA MENGGUNAKAN ALGORITMA STROBERI. Tri Nadiani Solihah

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENJADWALAN MESIN BERTIPE JOB SHOP UNTUK MEMINIMALKAN MAKESPAN DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA (STUDI KASUS PT X)

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

PERBANDINGAN KINERJA METODE K-HARMONIC MEANS DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION UNTUK KLASTERISASI DATA

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

Penerapan Algoritme Genetika Untuk Penjadwalan Latihan Reguler Pemain Brass Marching Band (Studi Kasus: Ekalavya Suara Brawijaya)

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at :

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

Rekonfigurasi jaring distribusi untuk meningkatkan indeks keandalan dengan mengurangi rugi daya nyata pada sistem distribusi Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

Aplikasi GIS Berbasis J2ME Pencarian Jalur Terpendek Menggunakan Algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) Di Kabupaten Bangkalan

Optimasi Penjadwalan Mata Pelajaran Pada Kurikulum 2013 Dengan Algoritme Genetika (Studi Kasus: SMA Negeri 3 Surakarta)

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Alat yang Digunakan dalam Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat

PERBEDAAN JUMLAH PEMBERIAN RANSUM HARIAN DAN LEVEL PROTEIN RANSUM TERHADAP PERFORMAN AYAM PETELUR UMUR MINGGU

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang

Penerapan Genetic Algorithm Untuk Optimasi Peningkatan Laba Persediaan Produksi Pakaian

Implementasi Algoritme Average Time Based Fuzzy Time Series Untuk Peramalan Tingkat Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran

Optimasi Komposisi Pakan Sapi Perah Menggunakan Algoritma Genetika

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

IMPLEMENTASI ALOKASI JADWAL MATA PELAJARAN SMU MENGGUNAKAN ALGORITMA KOLONI SEMUT (AKS)

Peramalan Harga Saham Menggunakan Metode Support Vector Regression (SVR) Dengan Particle Swarm Optimization (PSO)

Transkripsi:

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer e-issn: 2548-964X Vol. 2, No. 1, Januari 2018, hlm. 1-10 http://j-ptiik.ub.ac.id Optimasi Komposisi Pakan Untuk Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur dengan Biaya Minimum Menggunakan Improved Particle Swarm Optimization (IPSO) Nur Firra Hasjidla 1, Imam Cholissodin 2, Agus Wahyu Widodo 3 Program Studi Teknik Informatika, Email: 1 firrapirraa@gmail.com, 2 imamcs@ub.ac.id, 3 a_wahyu_w@ub.ac.id Abstrak Dalam suatu usaha peternakan ayam petelur, biaya pakan menyita 60-70% dari biaya produksi keseluruhan. Peternak dapat menyusun ransum untuk ternak ayam petelurnya secara mandiri guna menghemat biaya pakan. Namun, dalam pembuatan ransum, peternak terlebih dahulu harus memeriksa kandungan nutrisi dan harga tiap bahan pakan yang akan dikombinasikan Peternak juga harus mengevaluasi secara manual apakah formula ransum yang akan diberikan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ayam petelur. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efisiensi dalam pemberian pakan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ayam petelur dan dengan biaya minimum, pada penelitian ini dirancang sebuah sistem untuk menentukan komposisi pakan ayam petelur yang optimal menggunakan algoritme Improved Particle Swarm Optimization (IPSO), teknik optimasi yang merupakan pengembangan dari algoritme PSO. Partikel bergerak dalam ruang pencarian untuk menemukan solusi. Dari hasil pengujian didapatkan nilai yang optimal untuk masing-masing parameter IPSO yaitu ukuran populasi = 250, iterasi maksimal = 350, dan interval bobot bahan pakan = 1-70%. Algoritme IPSO mampu memberikan solusi komposisi pakan dengan biaya 50.41% lebih murah dibandingkan dengan data salah satu dari peternak ayam petelur. Kata kunci: optimasi, komposisi pakan, ayam petelur, Improved Particle Swarm Optimization (IPSO), nutrisi ayam petelur Abstract In a business of laying hens farm, the feed costs constitute as much as 60-70 percent of the total cost of livestock production. Breeders can compose rations for their laying hens independently to save the feed costs. However, in the making of rations, breeders must examine the nutrient content and price of each feed ingredient that will be combined first. Breeders also have to evaluate manually whether the ration formula that will be given can fulfill the nutritional needs of laying hens. Therefore, to improve the efficiency of feeding in accordance with the nutritional needs of laying hens and with minimum cost, this study designed a system to determine the optimal layer feed composition using Improved Particle Swarm Optimization (IPSO) algorithm, an optimization technique which is a development of the PSO algorithm. Particles move in search space to find solutions. From the test results obtained optimal values for each IPSO's parameter, population size = 250, maximum iteration = 350, and the interval of feed ingredient weight = 1-70%. IPSO algorithm is able to give solution of feed composition with cost 50.41% cheaper than one of the data from laying hens breeder. Keywords: optimization, feed composition, laying hens, Improved Particle Swarm Optimization (IPSO), nutritional needs of laying hens 1. PENDAHULUAN Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi telur ayam petelur dari tahun 2009 hingga 2015 terus meningkat dan lebih banyak dibandingkan produksi telur ayam ras lainnya, yaitu mencapai angka 1.372.829 pada tahun 2015. Pakan yang diberikan untuk ayam petelur berupa ransum. Ransum dibuat dengan cara mengkombinasikan berbagai bahan baku makanan unggas dengan cara-cara tertentu dan untuk kandungan nutrisi ransum tersebut disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi ayam Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya 1

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 2 petelur (Sudarmono, 2003). Dalam suatu usaha peternakan ayam petelur, biaya pakan menyita 60-70% dari biaya produksi keseluruhan. Harga pakan sangatlah bervariasi dan hal ini menjadi salah satu pertimbangan bagi peternak dalam pemilihan pakan. Bagi peternak yang telah berpengalaman dalam bidang peternakan dapat menyusun ransum untuk ternak ayam petelurnya secara mandiri guna menghemat biaya pakan (Abidin, 2003). Namun, dalam pembuatan ransum, peternak terlebih dahulu harus memeriksa beberapa hal yaitu kandungan nutrisi tiap bahan yang akan dikombinasikan dan harga bahan pakan. Kemudian peternak juga harus melakukan perhitungan secara manual atau menggunakan cara konvensional untuk mengevaluasi apakah formula ransum yang akan diberikan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ayam petelur (Rasyaf, 1992). Pada penelitian yang dilakukan oleh Marginingtyas (2015) untuk menentukan komposisi pakan ayam petelur menggunakan algoritme genetika didapatkan solusi terbaik komposisi pakan ayam petelur dengan nilai fitness sebesar 3,175 (Marginingtyas, 2015). Namun, algoritme genetika yang digunakan memiliki beberapa keterbatasan, yaitu dalam algoritme genetika tidak diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri, algoritme genetika juga membutuhkan proses yang lebih lama untuk mencapai konvergen (Mittal & Gagandeep, 2013). Oleh karena itu, algoritme IPSO dipilih untuk menyelesaikan permasalahan pada penelitian ini karena menurut Yonghe et al. (2015) IPSO lebih cepat dalam menemukan titik optimal dibandingkan dengan algoritme genetika dan algoritme Ant Colony Optimization (ACO) dan TVAC digunakan karena menurut Shayeghi & Ghasemi (2011) TVAC dapat meningkatkan pencarian global dan mendorong partikel agar konvergen pada global optimal selama akhir proses. 2. DASAR TEORI 2.1 Ayam Petelur Ayam petelur merupakan jenis unggas yang sangat dikenal di kalangan masyarakat dan peternak unggas. Sebagian masyarakat lebih mengenal ayam petelur dengan sebutan ayam negeri. Ayam petelur dianggap memiliki kemampuan bertelur yang lebih baik daripada ayam lokal lainnya atau ayam kampung. Beternak ayam petelur dapat memberikan keuntungan tersendiri bagi peternak karena dapat memanfaatkan telur, kotoran dan bulunya. Menurut Zulfikar (2013), fase ayam petelur terdiri fase starter (umur 0-8 minggu), fase grower (umur 9-16 minggu) dan fase layer (umur 19 minggu-apkir). 2.2 Ransum Ransum adalah campuran bahan makanan seperti pada Gambar 1, yang dibuat dengan cara dan aturan tertentu dengan tujuan untuk mengoptimalkan produksi ternak. Ransum yang akan diberikan kepada ternak harus dipastikan telah memenuhi berbagai unsur gizi dari ternak tersebut karena jika tidak, dapat memberikan dampak buruk pada ternak. Bagi ayam petelur, kualitas ransum yang baik akan mempengaruhi tingkat produktivitas dalam bertelur. Apabila kualitas ransum baik, namun penyimpanannya tidak baik maka tidak dapat menjamin dapat menghasilkan ayam petelur dengan tingkat produktivitas yang baik (Rasyaf, 1991). Bungkil kacang kedelai Bungkil kacang tanah Bungkil kelapa Dedak gandum Dedak halus Tepung ikan Tepung tulang Bekatul Dedak Jagung Gambar 1 Ransum ayam petelur Pada penelitian ini persamaan yang digunakan untuk menentukan jumlah pakan yang harus diberikan per hari adalah persamaan winter and funk (Marginingtyas, 2015). Bobot ayam (gr) 8,3+2,2 +0,1 produksi telur (%) 454 100 454 (1) Kandungan nutrisi ransum harus disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi hewan ternak, karena kebutuhan nutrisi setiap hewan ternak tidaklah sama. 2.3 Nutrisi Pakan Ayam Petelur Untuk menunjang tingkat produktivitas, pertumbuhan dan kesehatan, dibutuhkan kandungan nutrisi yang lengkap bagi ayam petelur berupa protein, lemak, kalsium, ME, fosfor, dan serat kasar. Kandungan nutrisi yang lengkap ini dibutuhkan dalam jumlah yang tepat dan seimbang pada ransum. Terdapat beberapa

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 3 faktor yang mempengaruhi banyaknya kebutuhan nutrisi pada ayam petelur seperti, berat ayam dan produksi telur (Sudarmono, 2003). Pada penelitian ini fase yang digunakan adalah ayam petelur pada fase layer, yaitu masa yang mana ayam tersebut berumur lebih dari 19 minggu sampai apkir. Kebutuhan nutrisi ayam petelur pada fase layer ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Kebutuhan nutrisi ayam petelur Nutrisi Jumlah Protein (%) 18 Lemak (%) 5 Kalsium (%) 3 ME (kkal/kg) 2850 Fosfor (%) 0,5 Serat kasar (%) 4 Untuk menghitung kadar nutrisi yang terdapat pada ransum, digunakan persamaan berikut. bobot pakan i,j (%) N x = kadar nutrisi bahan i (%) 100 (2) - N x = Kadar nutrisi yang dihitung (protein, lemak, kalsium, ME, fosfor, serta kasar) - Bobot pakan i,j = bobot pakan partikel ke-i, dimensi ke-j - Kadar nutrisi bahan i = besar kadar nutrisi (protein, lemak, kalsium, ME, fosfor, serta kasar) bahan pakan ke-i 2.4 Algoritme Improved Particle Swarm Optimization (IPSO) Pada penelitian ini, tipe algoritme IPSO yang digunakan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Yonghe et al. (2015), yaitu IPSO yang menerapkan inertia weight (w) dan constriction factor (K) secara asinkron dan juga penelitian yang dilakukan oleh Shayeghi & Ghasemi (2011) untuk penerapan Time-Varying Acceleration Coefficients (TVAC) pada PSO. IPSO dengan menerapkan inertia weight (w) dan constriction factor (K) secara asinkron terbukti menjadi model IPSO yang terbaik karena dapat menghasilkan nilai fitness terbaik dengan waktu konvergensi yang relatif cepat atau singkat. Inertia weight merupakan parameter penting pada PSO yang menentukan hasil operasi PSO dan juga sebagai penyeimbang antara penelusuran global dan lokal. Constriction factor pada PSO digunakan untuk memastikan tercapainya konvergensi terbaik (Yonghe, et al., 2015). Pada penerapan inertia weight (w) dan constriction factor (K) secara asinkron, K digunakan untuk memastikan bahwa PSO dapat mencapai konvergensi pada titik optimal. Constriction factor (K) diformulasikan menjadi Persamaan 3 (Yonghe, et al., 2015). K = cos( 2π Tmax (t T max))+2,428571 2 - K = constriction factor, - T max = iterasi maksimal, - t = iterasi pada saat itu. 4 (3) Persamaan 4 merupakan formula yang digunakan Yonghe et al. (2015) untuk menentukan nilai inertia weight. w = t 0,857143 + ((1 0,857143) (1 )) { T max 0,857143, Gbest d = x id (4), Gbest d x id - w = inertia weight (bobot inersia) - T max = iterasi maksimal, - t = iterasi pada saat itu, - gbest d = posisi terbaik partikel dalam swarm, - x id = posisi partikel ke-i dimensi ke-d Dikarenakan memiliki karakteristik yang berbeda, maka inertia weight dan constriction factor digunakan di waktu yang berbeda (asinkron). Pada setengah iterasi awal inertia weight digunakan untuk menyeimbangkan penelusuran global dan lokal. Setengah iterasi berikutnya, constriction factor digunakan untuk memastikan bahwa konvergensi mencapai titik optimal (Yonghe, et al., 2015). Persamaan 5 merupakan formula yang digunakan untuk pembaruan kecepatan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yonghe et al. (2015). v id = { w v id + 2 r 1 (Pbest id x id ) + 2 r 2 (Gbest d x id ), t < T max 2 K[0,7v id + 2 r 1 (Pbest id x id ) + 2 r 2 (Gbest d x id )], t T max 2 (5) - v id = kecepatan partikel ke-i dimensi ke-d - w = inertia weight (bobot inersia) - K = constriction factor - T max = iterasi maksimal, - t = iterasi pada saat itu. - pbest id = posisi terbaik partikel i - gbest d = posisi terbaik partikel dalam swarm - x id = posisi partikel ke-i dimensi ke-d

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 4 Pada Persamaan 5, berdasarkan penelitian yang dilakukan Yonghe et al. (2015), nilai koefisien akselerasi (c 1, c 2 ) yang digunakan konstan yaitu 2. Dalam hal ini akan diterapkan Time-Varying Acceleration Coefficients (TVAC) pada IPSO yang digunakan. Penggunaan metode ini bertujuan untuk meningkatkan pencarian global pada tahap awal dan mendorong partikel agar konvergen pada global optimal selama akhir proses. (Shayeghi & Ghasemi, 2011). Persamaan 6 merupakan formula yang digunakan Shayeghi & Ghasemi (2011) pada penerapan TVAC dalam proses update kecepatan pada PSO. c 1 = ((c 1f c 1i ) t T max ) + c 1i c 2 = ((c 2f c 2i ) ) + c T 2i (6) max - c 1 = komponen kognitif - c 2 = komponen sosial - c 1i, c 2i = nilai awal (initial) c 1 dan c 2 - c 1f, c 2f = nilai akhir (final) c 1 dan c 2 - t = iterasi pada saat itu - T max = iterasi maksimal Nilai yang digunakan untuk c 1i dan c 1f yaitu [2.5, 0.2], sedangkan untuk c 2i dan c 2f yaitu [0.2, 2.5] (Shayeghi & Ghasemi, 2011). Proses pembangkitan himpunan solusi atau inisialisasi populasi dilakukan menggunakan Persamaan 7 sesuai dengan ukuran populasi yang telah ditentukan (Agalya, et al., 2013). x ij = x min + (rand[0,1] ij (x max x min ) (7) - x ij = posisi partikel ke-i dimensi ke-j - x min = batas minimum nilai posisi - x max = batas maksimum nilai posisi - rand[0,1] ij = nilai random antara 0 sampai 1 Pada proses update kecepatan, digunakan teknik velocity clamping seperti pada Persamaan 8 untuk mengontrol eksplorasi global partikel dan mencegah partikel melampaui batas ruang pencarian (Marini & Walczak, 2015). t+1 = { v max, v t+1 ij > v max v max, v t+1 ; v max = k (x max x min ) ij < v 2 max (8) v ij t - v ij = kecepatan untuk iterasi ke-(t+1) pada partikel ke-i dimensi ke-j - v max = batas maksimum nilai kecepatan - k = nilai konstan, random antara 0 sampai dengan 1 - x min = batas minimum nilai posisi - x max = batas maksimum nilai posisi Pada penelitian ini nilai fitness suatu partikel yang merupakan komposisi pakan ayam petelur didapatkan dengan langkah-langkah berikut (Marginingtyas, 2015). 1. Menentukan enam bahan pakan dengan bobot tertinggi. 2. Melakukan normalisasi bobot bahan pakan menggunakan Persamaan 9. Normalisasi bobot pakan ij = 100% (9) bobot pakan i,j (%) total bobot pakan i - bobot pakan i,j = bobot pakan pada partikel ke-i dimensi ke-j - total bobot pakan i = total bobot pakan pada partikel ke-i 3. Menghitung kandungan keenam nutrisi pada masing-masing bahan pakan pada tiap partikel menggunakan Persamaan 2, kemudian dijumlahkan berdasarkan jenis nutrisinya untuk mendapatkan total kandungan nutrisi tiap partikel. 4. Menghitung penalty untuk mengetahui apakah kandungan nutrisi seluruh kandidat solusi (partikel) yang dibangkitkan telah memenuhi kebutuhan nutrisi ayam petelur. Nilai penalty dihitung berdasarkan Persamaan 10. Penalty i = 0, TotalNut KebNut { KebNut TotalNut, TotalNut < KebNut (10) - Penalty i = penalty partikel ke-i - TotalNut = total kandungan nutrisi - KebNut = kebutuhan nutrisi 5. Setelah didapatkan nilai penalty seluruh partikel, selanjutnya adalah menghitung harga masing-masing bahan pakan pada tiap partikel menggunakan Persamaan 11, kemudian seluruh harga tiap bahan pakan tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan total biaya yang harus dikeluarkan tiap kandidat solusi.

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 5 Harga = ( bobot pakan i,j (%) keb. pakan/hari) 100 harga pakan i (11) - bobot pakan i,j = bobot bahan pakan ke-j pada partikel ke-i - keb.pakan/hari = kebutuhan pakan ayam petelur per hari - harga pakan i = harga bahan pakan ke-i 6. Langkah terakhir yaitu menghitung nilai fitness masing-masing partikel menggunakan Persamaan 12, yang mana nilai fitness ini merepresentasikan kualitas partikel sebagai kandidat solusi (partikel). fitness i = 1 cost i +(penalty i α) K (12) - fitness i = nilai fitness partikel ke-i - cost i = total biaya partikel ke-i - penalty i = nilai penalty partikel ke-i - α = nilai konstan sebesar 20 - K = konstanta dengan nilai 1000 Pada perhitungan fitness, digunakan harga dan penalty sebagai acuan utama karena keduanya berbanding terbalik pada permasalahan optimasi. Nilai K juga yang merupakan konstanta, ditetapkan dengan nilai 1000 untuk mencegah didapatkannya nilai fitness yang terlalu kecil. Kemudian nilai α juga ditetapkan sebesar 20 dan dikalikan dengan penalty agar selisih antara penalty dan harga tidak terlalu jauh (Marginingtyas, 2015). 3. METODE PENELITIAN Metode penelitian menjelaskan mengenai tahapan untuk menyelesaikan permasalahan yang diangkat pada penelitian ini. Data yang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari Marginingtyas (2015). Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini yaitu data kebutuhan nutrisi ayam petelur, serta harga dan kandungan nutrisi masing-masing bahan pakan ayam petelur. Seluruh data yang didapat akan digunakan pada proses komputasi dan analisis hasil. Siklus penyelesaian masalah pada sistem optimasi komposisi pakan ayam petelur menggunakan algoritme Improved Particle Swarm Optimization (IPSO) ditunjukkan pada Gambar 2. Y Mulai Parameter IPSO Inisialisasi posisi & kecepatan awal iterasi = 0 T Update kecepatan Update posisi Hitung fitness Menentukan pbest Menentukan gbest iterasi iterasi maksimal T Komposisi pakan optimal Selesai Y Hitung fitness Menentukan pbest awal Menentukan gbest awal iterasi++ Gambar 2 Diagram alir siklus algoritme IPSO Tahap penyelesaian permasalahan optimasi komposisi pakan ayam petelur menggunakan algoritme IPSO adalah sebagai berikut: 1. Inisialisasi posisi & kecepatan awal Pada tahap ini, proses inisialisasi posisi awal dilakukan berdasarkan Persamaan 7, sedangkan kecepatan awal bernilai 0. 2. Hitung fitness Proses perhitungan nilai fitness dilakukan untuk menunjukkan kualitas partikel tersebut sebagai kandidat solusi. Semakin tinggi nilai fitness suatu partikel, maka semakin besar kemungkinan terpilihnya partikel tersebut sebagai solusi yang paling optimal. Nilai fitness partikel didapatkan dengan melalui tahap-tahap yang telah dijelaskan pada subbab 2.2. 3. Menentukan posisi lokal terbaik (pbest) Penentuan pbest terbagi menjadi dua kondisi. Kondisi pertama yaitu pada saat iterasi 0, nilai pbest disamakan dengan nilai posisi awal. Kondisi kedua, saat memasuki iterasi ke-1 sampai dengan iterasi akhir, proses menentukan pbest yang dilakukan adalah update pbest. Proses update pbest dilakukan dengan membandingkan fitness pbest pada iterasi sebelumnya dengan fitness posisi yang baru. Kemudian, dari kedua fitness tersebut akan dipilih partikel dengan fitness yang paling besar sebagai pbest baru.

Rata - rata fitness Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 6 4. Menentukan posisi global terbaik (gbest) gbest merupakan partikel dengan fitness terbaik dari seluruh partikel yang ada pada swarm dan merepresentasikan solusi yang paling optimal yang didapatkan selama iterasi. Posisi global terbaik pada algoritme IPSO merupakan pbest dengan nilai fitness tertinggi. 5. Update kecepatan partikel Tahap selanjutnya adalah melakukan update kecepatan partikel. Tahap ini mulai dilakukan saat memasuki iterasi ke-1 hingga iterasi akhir. Proses update kecepatan dilakukan untuk menentukan arah perpindahan suatu partikel. Setelah didapatkan nilai kecepatan yang baru, kemudian akan dilakukan proses perbaikan kecepatan menggunakan Persamaan 14. 6. Update posisi partikel Proses update posisi dilakukan yaitu dengan menjumlahkan nilai posisi pada iterasi sebelumnya dengan nilai kecepatan baru. Nilai posisi baru yang didapatkan merupakan bobot bahan pakan baru partikel yang akan digunakan pada proses selanjutnya. Sama halnya dengan proses update kecepatan, setelah didapatkan nilai posisi baru akan dilakukan perbaikan nilai posisi. 4. PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada penelitian ini, pengujian dilakukan untuk mendapatkan nilai parameter yang paling tepat untuk digunakan pada algoritme IPSO agar solusi yang dihasilkan mampu mencapai titik optimal terbaik. Masing-masing pengujian dilakukan percobaan sebanyak 10 kali yang kemudian dihitung rata-rata fitness yang didapatkan untuk dianalisis. 4.1 Pengujian Parameter IPSO Pengujian parameter IPSO dilakukan untuk mendapatkan nilai parameter IPSO yang paling optimal agar dapat memaksimalkan pencarian solusi yang optimum. Pada pengujian ini nilai konstanta k untuk menentukan nilai v max yang digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chen, et al., (2011) yaitu 0,6. Nilai r 1 dan r 2 juga dibuat konstan dengan nilai 0,5 (Khusna, et al., 2016). Penggunaan nilai konstan pada r 1 dan r 2 dilakukan untuk mengurangi tingkat stokastik pada perhitungan kecepatan serta meminimalkan peluang didapatkannya nilai fitness yang fluktuatif. Selain itu, parameter r 1 dan r 2 juga melekat pada komponen kognitif dan sosial proses update kecepatan, yang mana hal tersebut dapat mempengaruhi perpindahan partikel. Jika nilai r 1 dan r 2 dibuat acak dapat memungkinkan partikel berpindah terlalu jauh atau terjebak pada kondisi yang sulit untuk mencapai konvergen. Parameter IPSO yang diuji adalah sebagai berikut: a) Pengujian ukuran populasi (popsize) Pengujian ukuran populasi dilakukan 10 kali percobaan untuk tiap variasi ukuran populasi. Berikut nilai parameter yang digunakan pada pengujian ukuran populasi: - Berat ayam petelur : 1800 gram - Tingkat produktivitas telur : 70% - Iterasi maksimal (T max ) : 100 - Interval bobot bahan pakan : 1-10% - r 1, r 2 : 0,5 - Konstanta k : 0,6 Hasil dari pengujian ukuran populasi yang telah dilakukan ditunjukkan pada Gambar 3. 4 3,5 3 2,5 2 Pengujian Jumlah Partikel (Popsize) 0 50 100 150 200 250 300 Jumlah partikel Gambar 3 Hasil pengujian jumlah partikel (popsize) Berdasarkan grafik pada Gambar 3 rata-rata fitness tertinggi sebesar 3,55 didapatkan pada jumlah partikel 250. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa semakin besar jumlah partikel yang digunakan maka semakin beragam kandidat solusi yang ada dan ruang pencarian solusi optimal semakin luas. Hal tersebut dapat meningkatkan peluang untuk mendapatkan solusi yang optimal (Engelbrecht, 2007). Jika jumlah partikel terlalu kecil, solusi optimal akan lebih sulit didapatkan karena kandidat solusi yang ada tidak banyak. Salah satu kendala pada penggunaan jumlah partikel yang besar adalah membutuhkan proses iteratif yang lebih lama dan terkadang nilai fitness yang didapatkan tidak selalu tinggi karena proses pembangkitan populasi awal yang bersifat stokastik, yang mana terdapat bilangan yang didapatkan secara acak atau random pada persamaan yang digunakan untuk membangkitkan populasi awal. b) Pengujian banyaknya iterasi Pengujian ukuran populasi dilakukan 10 kali

Rata - rata fitness Fitness Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 7 dengan nilai parameter sebagai berikut: - Berat ayam petelur : 1800 gram - Tingkat produktivitas telur : 70% - Ukuran populasi (popsize) : 250 - Interval bobot bahan pakan : 1-10% - r 1, r 2 : 0,5 - Konstanta k : 0,6 Hasil dari pengujian ukuran populasi yang telah dilakukan ditunjukkan pada Gambar 4. Pengujian Banyaknya Iterasi 3,65 3,6 3,55 3,5 3,45 3,4 0 100 200 300 400 500 600 Jumlah iterasi Gambar 4 Hasil pengujian banyaknya iterasi Berdasarkan grafik pada Gambar 4 rata-rata fitness tertinggi sebesar 3,626 didapatkan pada jumlah iterasi 350. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa dengan jumlah iterasi yang terlalu kecil dapat menyebabkan sistem terjebak pada lokal optimum dan solusi yang didapatkan belum mencapai optimal. Jika jumlah iterasi terlalu besar maka proses iteratif akan lebih lama, namun peluang untuk mendapatkan solusi yang optimal akan lebih tinggi. Dalam hal ini, proses pembangkitan populasi awal juga mempengaruhi solusi yang akan didapatkan, yang mana jika proses pembangkitan populasi awal menghasilkan populasi yang cukup bagus maka tidak membutuhkan jumlah iterasi yang besar untuk mendapatkan solusi yang optimal dan begitu pula sebaliknya. c) Pengujian interval bobot bahan pakan Pengujian ukuran populasi dilakukan 10 kali dengan nilai parameter sebagai berikut: - Berat ayam petelur : 1800 gram - Tingkat produktivitas telur : 70% - Ukuran populasi (popsize) : 250 - Iterasi maksimal (T max ) : 350 - r 1, r 2 : 0,5 - k : 0,6 Hasil dari pengujian ukuran populasi yang telah dilakukan ditunjukkan pada Gambar 5. 3,7 3,6 3,5 3,4 Pengujian Interval Bobot Bahan Pakan 0 20 40 60 80 100 120 Interval bobot bahan pakan Gambar 5 Hasil pegujian interval bobot bahan pakan Berdasarkan grafik pada Gambar 5 penggunaan interval 1-70 menghasilkan ratarata fitness tertinggi dibandingkan dengan variasi interval lainnya yaitu sebesar 3,622. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa interval yang digunakan juga mempengaruhi nilai fitness yang didapatkan. Jika interval yang digunakan terlalu kecil, otomatis akan membatasi ruang pencarian solusi optimal. Jika menggunakan interval yang cukup besar, peluang tercapainya solusi yang optimal lebih besar saat menggunakan jumlah iterasi 350. Hasil yang didapatkan juga dipengaruhi oleh proses pembangkitan populasi awal yang bersifat stokastik, yang mana terdapat bilangan yang didapatkan secara acak atau random pada persamaan yang digunakan untuk membangkitkan populasi awal. 4.2 Pengujian Konvergensi Pengujian ini dilakukan sebanyak 5 kali dengan jumlah iterasi sebanyak 1000 iterasi menggunakan parameter terbaik hasil pengujian yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil dari pengujian konvergensi digambarkan dalam bentuk grafik pada Gambar 6.

Fitness Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 8 5 4,5 4 Uji Konvergensi 3,5 3 2,5 2 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan Iterasi 3 Percobaan 4 Percobaan 5 Pada grafik hasil pengujian konvergensi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa dengan penggunaan iterasi sebesar 1000 nilai fitness yang didapatkan terus meningkat tiap iterasinya. Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa nilai fitness yang didapatkan pada awal iterasi cukup rendah namun terus mengalami perbaikan seiring dengan bertambahnya iterasi hingga mencapai konvergen saat mulai memasuki iterasi ke-600. Proses dikatakan telah konvergen ketika keragaman populasi menurun dan hal ini disebabkan oleh proses update yang iteratif dan juga selisih fitness yang didapatkan dari iterasi ke iterasi memiliki selisih 0 (Tian, 2013). 4.3 Pengujian Perbandingan Algoritme Pengujian perbandingan algoritme dilakukan dengan membandingkan hasil optimasi menggunakan algoritme IPSO dengan PSO konvensional, yang mana kedua algortima tersebut diterapkan pada sistem yang sama. Pengujian dilakukan sebanyak 10 kali menggunakan nilai parameter sebagai berikut: - Berat ayam petelur : 1800 gram - Tingkat produktivitas telur : 70% - Ukuran populasi (popsize) : 250 - Iterasi maksimal (T max ) : 350 - Interval bobot bahan pakan : 1-70% - c 1i, c 1f : [2.5, 0.2] - c 2i, c 2f : [0.2, 2.5] Hasil dari pengujian konvergensi ditunjukkan pada Tabel 2. Gambar 6 Hasil pengujian konvergensi Tabel 2 Hasil pengujian perbandingan algortime Percobaan PSO IPSO ke- Harga Fitness Harga Fitness 1 180.8584042 3.82726515 165.0178919 4.17100244 2 192.8060357 4.020441648 169.2931016 4.180775137 3 192.8060357 4.020441648 165.0249092 4.170922231 4 197.2332507 3.951521884 173.5774097 3.802554821 5 195.3632348 3.728165271 165.0178919 4.17100244 6 194.7977082 3.971888883 176.8263191 4.086877247 7 191.7532811 4.029405438 193.1478204 3.949873938 8 192.5036725 4.017607559 190.7294834 3.909703049 9 191.4536761 3.992152479 165.6027104 4.182249946 10 189.795317 4.041219894 182.509769 4.140383191 Rata - rata 191.9370616 3.960010985 174.6747307 4.076534444 Berdasarkan hasil pengujian yang terdapat pada Tabel 2, dengan 10 kali pengujian dapat dilihat bahwa penggunaan algoritme PSO dan IPSO pada sistem yang sama memberikan hasil yang berbeda. Selisih rata-rata fitness yang didapatkan dari kedua algoritme tidak terlalu besar yaitu hanya 0,116523459 dan selisih harga yang didapatkan sebesar 17,26233095. Hasil yang didapatkan dengan menggunakan algoritme IPSO lebih unggul dibandingkan dengan algoritme PSO. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa algoritme IPSO mampu memberikan solusi yang lebih optimal pada sistem optimasi komposisi pakan ayam petelur dibandingkan dengan algoritme PSO konvensional. 4.4 Pengujian Data Pengujian data dilakukan untuk mengetahui kualitas solusi yang diberikan oleh sistem menggunakan algoritme IPSO. Solusi tersebut

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 9 dibandingkan dengan salah satu data yang didapatkan dari peternak ayam petelur di Desa Bangunrejo, Kecamatan Bangunrejo, Kabupaten Lampung Tengah. Bahan pakan dan harga bahan pakan yang digunakan pada sistem disesuaikan dengan harga bahan pakan dari peternak. Dalam hal ini, kondisi untuk satu ekor ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur dengan berat 1850 gram dan tingkat produktivitas telur sebesar 80%. Data yang didapatkan dari salah satu peternak ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Data peternak ayam petelur di Desa Bangunrejo, Kecamatan Bangunrejo, Kabupaten Lampung Tengah Keadaan Ayam Bobot Bahan Bahan Pakan Harga /gram Total Harga Petelur Pakan (gram) Berat ayam : 1850 gr Jagung 4.5 50 258.08 Tingkat produktivitas Bekatul 2.5 15 43.01 telur : 80% Konsentrat 8 35 321.17 Jumlah 100 622.26 Peneliti juga melakukan perhitungan kandungan nutrisi komposisi pakan yang digunakan oleh peternak dan didapatkan nilai penalty sebesar 26.625, dengan kata lain komposisi yang digunakan oleh peternak masih belum memenuhi 26.625% dari kebutuhan nutrisi ayam petelur. Dari data tersebut, peneliti melakukan pengujian dengan keadaan ayam petelur yang sama seperti pada Tabel 3. Pengujian juga dilakukan menggunakan parameter IPSO terbaik hasil pengujian yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil yang didapatkan dari pengujian ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil pengujian data menggunakan algoritme IPSO Keadaan Ayam Bobot Bahan Bahan Pakan Harga /gram Total Harga Petelur Pakan (gram) Berat ayam : 1850 gr Jagung 4.5 5.503 28.48 Tingkat produktivitas Bekatul 2.5 93.166 267.85 telur : 80% Konsentrat 8 1.331 12.24 Jumlah 100 308.575 Berdasarkan hasil pengujian menggunakan algoritme IPSO, dapat dikatakan bahwa penerapan algoritme IPSO untuk mencari komposisi pakan ayam petelur yang optimal mampu memberikan hasil dengan biaya 50.41% lebih murah dibandingkan dengan harga yang didapatkan dari peternak dengan selisih sebesar Rp 313,68, sehingga dengan menggunakan sistem ini peternak dapat menghemat biaya untuk tiap pemberian pakan ayam petelur. Selain itu, komposisi pakan yang diberikan sistem mendapatkan nilai penalty sebesar 9.685%, yang mana nilai tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai penalty komposisi pakan milik peternak, dengan kata lain komposisi pakan yang diberikan sistem dapat lebih mendekati terpenuhinya kebutuhan nutrisi ayam petelur. 5. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dan hasil pengujian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Algoritme IPSO dapat digunakan pada permasalahan optimasi komposisi pakan ayam petelur dengan melalui beberapa tahap algritma IPSO berikut: a) Inisialisasi parameter, posisi, dan kecepatan awal partikel. b) Menghitung nilai fitness. c) Menentukan posisi lokal terbaik (pbest. d) Menentukan posisi global terbaik (gbest). e) Update kecepatan. f) Update posisi. 2. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan nilai yang optimal untuk masing-masing parameter yaitu ukuran populasi = 250, iterasi maksimal = 350, dan interval bobot bahan pakan = 1-70%. 3. Untuk mengukur kualitas solusi yang diberikan sistem yang menerapkan algoritme IPSO pada permasalahan optimasi komposisi pakan ayam petelur dapat dilihat dari besarnya nilai fitness. Partikel dengan nilai fitness tertinggi merupakan partikel yang memiliki solusi paling optimal. Dikatakan optimal jika nilai penalty yang dihasilkan mendekati atau sama dengan 0 dan biaya yang dihasilkan juga rendah. 6. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z., 2003. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Petelur, Depok: Agromedia Pustaka. Agalya, A., Nagaraj, B. & Rajasekaran, K., 2013. Concentration Control Of Continuous Stirred Tank Reactor Using Particle Swarm Optimization Algorithm. Transaction on Engineering and Sciences, 1(4). Chen, H.-L.et al., 2011. A novel bankruptcy prediction model based on an adaptive fuzzy k-nearest. Knowledge-Based Systems, pp. 1348-1359. Engelbrecht, A. P., 2007. Computational Intelligence An Introduction. England: John Wiley & Sons Ltd.

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 10 Khusna, R. A., Cholissodin, I. & Wihandika, R. C., 2016. Implementasi Algoritma Particle Swarm Optimization Untuk Optimasi Pemerataan Guru Mata Pelajaran Kabupaten Lumajang. DORO: Repository Jurnal Mahasiswa PTIIK Universitas Brawijaya, Volume 8, No. 18. Marginingtyas, E., 2015. Penentuan Komposisi Pakan Ternak Untuk Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur dengan Biaya Minimum Menggunakan Algoritma Genetika. Malang: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya. Marini, F. & Walczak, B., 2015. Particle Swarm Optimization (PSO).A tutorial. Chemometrics and Intelligent Laboratory Systems. Mittal, M. & Gagandeep, 2013. Comparison between BBO and Genetic. International Journal of Science, Engineering and Technology Research (IJSETR), 2(2), pp. 284-293. Rasyaf, M., 1991. Pengelolaan Produksi Telur - Edisi Kedua. Yogyakarta: Kanisius. Rasyaf, M., 1992. Seputar Makanan Ayam Kampung. Yogyakarta: Kanisius. Shayeghi, H. & Ghasemi, A., 2011. Application Of PSO-TVAC to Improve Low Frequency Oscillations. International Journal on Technical and Physical Problems of Engineering (IJTPE), 3, No. 4(9). Sudarmono, 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Yogyakarta: Kanisius. Tian, D. P., 2013. A Review of Convergence Analysis of Particle Swarm Optimization. International Journal of Grid and Distributed Computing, 6(6), pp. 117-128. Yonghe, L., Minghui, L., Zeyuan, Y. & Lichao, C., 2015. Improved Particle Swarm Optimization Algorithm and Its Application in Text Feature Selection. Applied Soft Computing. Zulfikar, 2013. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur Ras. Fakultas Pertanian Unsyiah.