HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SABUN TRANSPARAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

APLIKASI DIETANOLAMIDA DARI ASAM LAURAT MINYAK INTI SAWIT PADA PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN ABSTRACT

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sabun Transparan

KAJIAN PENGARUH JENIS MINYAK DAN KONSENTRASI GLISERIN TERHADAP MUTU SABUN TRANSPARAN SKRIPSI AMALIA WIDYASARI F

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP

PENGARUH PENGGUNAAN KOMBINASI JENIS MINYAK TERHADAP MUTU SABUN TRANSPARAN SKRIPSI ARMI YUSPITA KARO KARO F

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN PENGGUNAAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) DAN BEE POLLEN PADA PEMBUATAN SABUN OPAQUE ABSTRACT

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Hasil dari penelitian ini berupa hasil dari pembuatan gliserol hasil samping

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

PEMANFAATAN STEARIN DALAM PROSES PEMBUATAN SABUN MANDI PADAT. Vonny Indah Sari* Program Studi Teknik Pengolahan Sawit, Politeknik Kampar

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Cuci Piring Cair dari Minyak Goreng Bekas (Jelantah) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PENGARUH PENAMBAHAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) TERHADAP MUTU SABUN TRANSPARAN ABSTRACT

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Sifat Minyak dan Lemak. Angka penyabunan Angka Iod Angka Reichert-Meissl Angka ester Angka Polenske Titik cair BJ Indeks bias

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SABUN MANDI. Disusun Oleh : Nosafarma Muda (M )

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

BAB V PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

PEMANFAATAN KULIT KAPUK SEBAGAI SUMBER BASA DALAM PEMBUATAN SABUN LUNAK TRANSPARAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS ANALISIS AIR, MAKANAN DAN MINUMAN ANALISIS LEMAK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP)

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Mandi Padat Transparan dengan Penambahan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) BAB III METODOLOGI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI MUTU SABUN PADAT TRANSPARAN DARI MINYAK GORENG BEKAS DENGAN PENAMBAHAN SLS (Sodium Lauryl Sulfate) DAN SUKROSA

III. METODOLOGI PENELITIAN

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN SIFAT MINYAK DAN LEMAK. ANGKA PENYABUNAN ANGKA IOD ANGKA REICHERT-MEISSL ANGKA ESTER ANGKA POLENSKE TITIK CAIR BJ INDEKS BIAS

4 Pembahasan Degumming

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

A. Sifat Fisik Kimia Produk

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari tiga jenis minyak, yaitu minyak sawit fraksi olein, RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil), dan NPKO (Neutralized Palm Kernel Oil). Jenis minyak yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1. Olein RBDPO NPKO Gambar 1. Jenis Minyak sebagai Bahan Baku Analisa yang dilakukan terhadap minyak yang digunakan sebagai asam lemak adalah asam lemak bebas (ALB) dan bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod, dan bilangan peroksida. 4.1.1 Bilangan Asam dan Kadar Asam Lemak Bebas Pengukuran bilangan asam dipergunakan untuk mengukur kadar asam lemak bebas (ALB) yang terdapat dalam minyak/lemak. Semakin tinggi kadar ALB minyak/lemak menunjukkan miyak/lemak sudah tidak baik. Asam lemak bebas dalam minyak/lemak berasal dari reaksi oksidasi, hidrolisis, pemanasan, dan lain-lain. Analisa besarnya bilangan asam dan kadar asam lemak bebas pada minyak sawit fraksi olein, RBDPO, NPKO, dan minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 10. Dari hasil kedua analisa tersebut didapat bahwa semua jenis minyak yang dianalisa memiliki bilangan asam dan kadar ALB rendah yang berarti miyak dalam kualitas baik. Tabel 10. Bilangan Asam dan Asam Lemak Bebas Jenis Minyak Bil. Asam Asam Lemak Bebas (%) Minyak sawit (olein) 0.129 0.091 RBDPO 0.133 0.086 NPKO 0.173 0.087 Minyak Kelapa 0.133 0.067

4.1.2 Bilangan Penyabunan Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah contoh minyak. Analisa besarnya bilangan penyabunan yang dilakukan pada minyak sawit fraksi olein, RBDPO, NPKO, dan minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Bilangan Penyabunan dan Standar Jenis Minyak Bil. Penyabunan Literatur* Minyak sawit (olein) 198.95 RBDPO 197.86 196 205 NPKO 239.21 244 254 Minyak Kelapa 257.16 *Sumber : Krischenbauer (1960) Dari hasil analisa bilangan penyabunan yang dilakukan menunjukkan bahwa ketiga jenis minyak memiliki bilangan penyabunan yang terdapat dalam kisaran literatur. Semakin tinggi bilangan penyabunan maka semakin banyak KOH yang digunakan. Minyak sawit fraksi olein dan RBDPO memiliki bilangan penyabunan yang hampir sama. Hal ini disebabkan jumlah asam lemak dominan penyusun kedua jenis minyak, yaitu asam oleat dan asam palmitat hampir sama banyak pada masingmasing minyak. Asam lemak dominan penyusun NPKO dan minyak kelapa adalah asam laurat sehingga nilai bilangan penyabunan yang diperoleh juga tidak berbeda jauh. Besarnya bilangan penyabunan tergantung dari bobot molekul. Bilangan penyabunan juga dipergunakan untuk menentukan bobot molekul minyak secara kasar. Minyak yang tersusun oleh asam lemak rantai C pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil yang akan mempunyai angka penyabunan yang besar. Hal ini dapat dilihat dari NPKO dan minyak kelapa dengan asam lemak dominan asam laurat (C 12 H 24 O 2 ) memiliki bilangan penyabunan lebih besar dibandingkan minyak sawit fraksi olein dengan asam lemak dominan asam oleat (C 18 H 34 O 2 ) dan RBDPO dengan asam lemak dominan asam palmitat (C 16 H 32 O 2 ). 4.1.3 Bilangan Iod Pengukuran bilangan iod ditujukan untuk mengetahui ketidakjenuhan minyak. Analisa besarnya bilangan iod yang dilakukan pada minyak sawit fraksi olein, RBDPO, NPKO, dan minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Bilangan Iod dan Standar Jenis Minyak Bilangan Iod Literatur* Minyak sawit (olein) 58.48 RBDPO 52.34 48 56 NPKO 7.472 14 20 Minyak kelapa 6.39 7.5 10.5 *Sumber : Krischenbauer (1960) Hasil analisa bilangan iod yang dilakukan menunjukkan nilai yang mendekati kisaran literatur. Semakin tinggi nilai bilangan iod maka ketidakjenuhan minyak/lemak semakin tinggi. Minyak sawit fraksi olein dengan dominan asam oleat (C 18 H 34 O 2 ) yang merupakan asam lemak tidak jenuh mempunyai nilai bilangan iod paling besar dibandingkan RBDPO dengan asam lemak dominan asam

palmitat (C 16 H 32 O 2 ) serta RBDPO dan minyak kelapa dengan dominan asam laurat (C 12 H 24 O 2 ) yang merupakan asam lemak jenuh. Ketidak-jenuhan minyak digunakan untuk menentukan beberapa karakteristik minyak, seperti titik cair maupun bilangan peroksida. Semakin tinggi bilangan iod menggambarkan semakin banyak jumlah ikatan rangkap yang dimilikinya. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap pada minyak maka titik cair minyak semakin rendah, selain itu banyaknya ikatan rangkap pada umumnya membuat minyak mudah teroksidasi sehingga bilangan peroksida biasanya tinggi. 4.1.4 Bilangan Peroksida Bilangan peroksida merupakan salah satu parameter kerusakan minyak. Bilangan peroksida digunakan untuk mengukur tingkat oksidasi. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk senyawa peroksida. Asam lemak yang berikatan dengan oksigen akan terurai membentuk senyawa dengan rantai-rantai molekul yang lebih pendek. Semakin pendek rantai molekul senyawa tersebut maka minyak akan semakin berbau tidak sedap (tengik). Analisa besarnya bilangan peroksida pada minyak sawit fraksi olein, RBDPO, NPKO, dan minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil analisa bilangan peroksida menunjukkan nilai bilangan peroksida yang rendah. Hal ini berarti minyak mempunyai kualitas yang baik dan belum rusak. Tabel 13. Bilangan Peroksida Jenis Minyak Bilangan Peroksida Minyak sawit (olein) 3.36 RBDPO 3.61 NPKO 3.67 Minyak kelapa 5.49 4.2 PEMILIHAN FORMULA Penelitian tahap pemilihan formula sabun transparan dilakukan untuk mendapatkan tiga konsentrasi gliserin terbaik yang akan digunakan sebagai konsentrasi yang dipilih pada penelitian utama. Pemilihan formula ini diperoleh dari tiga konsentrasi gliserin terbaik dari lima formula sabun transparan yang dibuat dengan asam lemak dari minyak kelapa. Konsentrasi gliserin yang dicobakan adalah 4 %, 7 %, 10%, 13%, dan 16. Sabun transparan dikenal juga dengan nama sabun gliserin. Konsentrasi gliserin pada formula memberikan pengaruh yang berbeda pada sabun yang dihasilkan. Penggunaan gliserin dalam sabun transparan berfungsi sebagai humektan dan transparent agent. Analisa fisik yang dilakukan terhadap lima formula dengan konsentrasi 4 %, 7 %, 10%, 13%, dan 16% dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Analisa Fisik Sabun Transparan dari Minyak Kelapa dengan Berbagai Konsentrasi Gliserin Formula Analisa Transparansi Tekstur Busa Gliserin 4 % +++ ++ +++ Gliserin 7 % +++ ++ +++ Gliserin 10 % +++ + +++ Gliserin 13 % + - +++ Gliserin 16 % + - ++ Keterangan : + : cukup ++ : sedang +++ : baik

Transparansi merupakan sifat yang menentukan mutu sabun transparan. Dari kelima formula sabun transparan yang dicobakan diperoleh tiga konsentrasi gliserin yang memiliki sifat transparansi dan tekstur yang baik, yaitu konsentrasi gliserin 4 %, 7 %, dan 10 %. Sedangkan untuk sifat pembusaan, peningkatan konsentrasi gliserin tidak terlalu mempengaruhi sabun transparan. Semakin tinggi konsentrasi gliserin yang digunakan maka sifat transparansi semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi penggunaan konsentrasi gliserin, maka jumlah air yang ditambahkan semakin berkurang sehingga menyebabkan sifat transparansi sabun semakin berkurang walaupun sifat gliserin sebagai transparent agent. Selain itu juga, peningkatan konsentrasi gliserin menyebabkan tekstur dari sabun tidak terlalu baik. Sabun yang dihasilkan dengan konsentrasi tinggi bertekstur tidak lembut dan rapuh. Dari hasil analisa sabun transparan yang dihasilkan terhadap sifat transparansi, tekstur, dan banyak busa diperoleh tiga konsentrasi yang baik, yaitu konsentrasi gliserin 4 %, 7 %, dan 10%. Tiga konsentrasi gliserin ini akan digunakan pada formula penelitian utama. 4.3 KARAKTERISASI SABUN TRANSPARAN Analisa terhadap produk sabun transparan yang dihasilkan meliputi pengukuran kadar air dan zat menguap, kadar asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, kadar bagian tak larut alkohol, kadar alkali bebas yang dihitung sebagai NaOH, nilai ph, kekerasan, stabilitas emulsi, stabilitas busa, dan daya pembersih. Penampilan sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2. A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Keterangan : Gambar 2. Penampilan Sabun Transparan Hasil Penelitian

4.3.1 Kadar Air dan Zat Menguap Kadar air dan zat menguap sabun berpengaruh terhadap karakteristik sabun pada saat dipakai dan disimpan. Semakin banyak air yang terkandung dalam sabun maka sabun akan semakin mudah menyusut pada saat digunakan (Spitz, 1996). Selain itu, kadar air dalam sabun berpengaruh terhadap kekerasan sabun batang yang dihasilkan, semakin tinggi kadar airnya maka kekerasan sabun semakin menurun. Kandungan zat menguap dalam produk sabun transparan yang dihasilkan selain berasal dari bahan penyusunnya yang bersifat volatile atau mudah menguap, dapat pula berasal dari hasil lanjut reaksi oksidasi asam lemak yang terdapat dalam sabun transparan. Menurut Ketaren (1986), proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya peroksida asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Senyawa aldehid dan keton yang dihasilkan dari lanjutan reksi oksidasi ini memiliki sifat mudah menguap seperti alkohol. Hasil analisa kadar air dan zat menguap terhadap sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 3. Keterangan : Gambar 3. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Air dan Zat Menguap Menurut SNI 1994, kadar air dan zat menguap pada sabun batang (hard soap) adalah 15 %. Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air dan zat menguap berkisar antara 11.89 % - 24.19 %. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air dan zat menguap yang lebih besar daripada sabun mandi biasa berdasarkan SNI 1994. Sabun transparan memiliki kadar air yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa disebabkan adanya penambahan berbagai transparent agent. Menurut Shrivastava (1982), sabun mandi umumnya memiliki kadar air sekitar 30 %. Jika kadar airnya kurang dari 30 % kemungkinan besar sabun telah mengalami proses pengeringan buatan (artificial drying) atau menjadi lebih kering karena pengaruh lingkungan tempatnya disimpan. Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi gliserin serta interaksi antara perbedaan konsentrasi gleserin dan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap kadar air dan zat menguap sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar air dan zat menguap pada sabun transparan disajikan pada Lampiran 8. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa masing-masing konsentrasi gliserin saling berbeda nyata satu sama lain. Peningkatan konsentrasi gliserin berakibat kadar air dan zat menguap sabun transparan berkurang. Hal ini dikarenakan persentase air yang ditambahkan pada formula berkurang seiring dengan bertambahnya konsentrasi gliserin.

4.3.2 Kadar Asam Lemak Asam lemak merupakan komponen utama penyusun minyak/lemak. Jenis asam lemak yang digunakan menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan. Pengukuran jumlah asam lemak dalam sabun diukur dengan cara memutus ikatan ester asam lemak dalam trigliserida dan Na dengan menggunakan asam kuat. Kandungan asam lemak dalam sabun berasal dari minyak nabati dan asam stearat yang digunakan sebagai bahan baku. Bahan lain yang mungkin menjadi sumber asam lemak adalah DEA dan gliserin. Menurut Williams dan Schmitt (2002), dietanolamida (DEA) adalah surfaktan nonionik yang dihasilkan dari minyak/lemak, sementara gliserin merupakan produk samping hidrolisis minyak/lemak untuk menghasilkan asam lemak bebas. Reaksi pembentukan DEA dan gliserin yang tidak sempurna mungkin masih menyisakan asam-asam lemak dalam bentuk aslinya. Hasil analisa kadar asam lemak sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4. Keterangan : Gambar 4. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Asam Lemak Menurut SNI 1994, kadar asam lemak yang baik pada sabun mandi adalah minimal 70 %. Namun, sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar asam lemak yang jauh dibawah SNI yaitu berkisar antara 19.93 % - 41.82 %. Menurut Shrivastava (1982), sebagian besar asam lemak dalam sabun berikatan dengan NaOH membentuk sabun (real soap), tetapi sebagian lain ada dalam bentuk bebas. Asam lemak setelah bereaksi dengan basa kuat akan menghasilkan sabun yang mengandung real soap minimal 65 %. Mitsui (1997) menyatakan bahwa penambahan transparent agent seperti alkohol, gliserin, dan sukrosa, serta berbagai bahan lainnya membuat sabun transparan mengandung lebih sedikit real soap daripada sabun mandi biasa. Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap kadar asam lemak sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar asam lemak dalam sabun transparan disajikan pada Lampiran 9. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa NPKO dan olein tidak berbeda nyata, olein dan RBDPO tidak berbeda nyata, namun NPKO dan RBDPO saling berbeda nyata. Kadar asam lemak dalam minyak dipengaruhi oleh bobot molekul dari asam-asam lemak yang terkandung di dalam minyak, yaitu kadar asam lemak berbanding terbalik dengan bobot molekul. Dalam satu satuan volum, asam lemak dengan rantai molekul pendek memiliki jumlah asam lemak per volum lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah asam lemak NPKO lebih tinggi dibandingkan RBDPO karena bobot molekul asam laurat (BM = 200) pada NPKO lebih kecil dibandingkan asam palmitat (BM = 256) pada RBDPO.

4.3.3 Kadar Fraksi Tak Tersabunkan Fraksi tak tersabunkan adalah senyawa-senyawa yang sering terdapat larut dalam minyak, tapi tidak dapat membentuk sabun dengan soda alkali dan dapat diekstrak dengan pelarut lemak. Adanya bahan yang tidak tersabunkan dalam sabun dapat menurunkan kemampuan membersihkan (daya detergensi) dalam sabun (Wood, 1996). Menurut Hill (2005), bahan-bahan tak tersabunkan biasanya bersifat non-volatil (tidak mudah menguap) pada suhu 103 C. Yang termasuk bahan tak tersabunkan, antara lain alkohol alifatik, sterol, pigmen, minyak mineral dan hidrokarbon. Hasil analisa kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun transparan yang dihasilkan, dapat dilihat pada Gambar 5. Keterangan : Gambar 5. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Fraksi Tak Tersabunkan Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun transparan berkisar antara 4.56 % - 10.68 %. Kadar fraksi tak tersabunkan yang didapat tidak memenuhi standar SNI 1994, yaitu maksimal 2.5 %. Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar fraksi tak tersabunkan yang lebih besar daripada sabun mandi biasa berdasarkan SNI 1994. Sabun transparan memiliki kadar fraksi tak tersabunkan yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa disebabkan adanya penambahan berbagai transparent agent. Penggunaan NaOH juga mempengaruhi kadar fraksi tak tersabunkan. Jenis NaOH yang digunakan dalam pambuatan sabun adalah NaOH teknis sehingga dimungkinkan pada saat pembuatan stok sabun masih terdapat asam lemak yang tidak ikut tersabunkan. Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap kadar fraksi tak tersabunkan sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun transparan disajikan pada Lampiran 10. Sabun transparan yang terbuat dari NPKO memiliki kadar fraksi tak tersabunkan yang lebih dibandingkan sabun transparan yang terbuat dari RBDPO dan minyak sawit fraksi olein. Hal ini dikarenakan bilangan penyabunan yang dimiliki NPKO lebih besar dibandingkan RBDPO dan minyak sawit fraksi olein sehingga dalam pembuatan stok sabun transparan jumlah NaOH yang digunakan bertambah sesuai bilangan penyabunan. Semakin banyak NaOH yang digunakan maka kadar fraksi tak tersabunkan semakin tinggi, hal ini mungkin dikarenakan ada sebagian NaOH yang tidak ikut tersabunkan pada proses pembuatan stok sabun. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis minyak RBDPO dan Olein tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan NPKO. Minyak dan lemak dengan kandungan bahan tak tersabunkan yang tinggi sangat tidak disarankan untuk digunakan dalam pembuatan sabun karena besarnya jumlah bahan tak tersabunkan yang akan tertinggal setelah proses penyabunan.

4.3.4 Kadar Bagian Tak Larut Alkohol Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai polaritas yang sama. Etil alkohol (etanol) berfungsi sebagai pelarut pada proses pembuatan sabun transparan karena sifatnya yang mudah larut dalam air dan lemak (Puspito, 2007). Menurut ASTM (2001), bahan tak larut alkohol pada sabun meliputi garam alkali seperti karbonat, silikat, fosfat dan sulfat, serta pati (starch). Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa kadar bagian tak larut alkohol berada pada kisaran 0.92 % - 1.57 %. Kadar fraksi bagian tak larut alkohol tersebut telah memenuhi standar sabun mandi SNI 1994, yaitu maksimal 2.5 %. Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa semua perlakuan (jenis minyak, konsentrasi gliserin, serta interaksi jenis minyak dan konsentrasi gliserin) tidak berpengaruh nyata terhadap kadar bagian tak larut alkohol pada sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun transparan disajikan pada Lampiran 11. Kadar bagian tak larut alkohol diketahui untuk melihat seberapa besar bagian dari sabun yang tidak larut dalam alkohol. Semakin banyak bagian yang tidak larut dalam alkohol maka semakin sedikit stok sabun dalam sabun transparan. Selain itu, bagian yang tidak larut dalam alkohol menimbulkan gumpalan-gumpalan yang mengganggu penampilan sabun transparan. Minyak dan lemak hanya sedikit mengandung bagian tak larut alkohol sehingga tidak mempengaruhi hasil analisa. 4.3.5 Kadar Alkali Bebas Dihitung sebagai NaOH Menurut Shrivastava (1982), sebagian besar alkali dalam sabun ada dalam bentuk terikat dengan asam lemak, sementara sebagian yang lain ada dalam bentuk bebas. Alkali bebas dalam sabun dapat berupa Na atau Ka. Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa kadar alkali bebas (dihitung sebagai NaOH) dalam sabun transparan berkisar antara 0.27 % - 0.43 %. Kadar kadar alkali bebas produk sabun transparan belum memenuhi standar sabun mandi SNI 1994, yaitu maksimal 0.1 %. Namun, dari hasil analisis nilai ph masih memenuhi standar sabun mandi sehingga masih aman digunakan. Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar alkali bebas yang lebih tinggi dibandingkan standar sabun mandi biasa SNI 1994 dikarenakan penambahan NaOH pada saat pembuatan stok sabun mempunyai persentase lebih banyak, yaitu sesuai bilangan penyabunan. Dimungkinkan pada saat pembuatan stok sabun tidak semua NaOH berikatan dengan asam lemak membentuk sabun. Alkali bebas adalah alkali dalam sabun yang tidak terikat sebagai senyawa.pada proses pembuatan sabun, penambahan alkali harus dilakukan pada jumlah yang tepat. Kelebihan alkali dalam sabun mandi tidak diperbolehkan karena alkali mempunyai sifat yang keras dan menyebabkan iritasi pada kulit. Menurut Poucher (1974), NaOH memiliki sifat higrokopis dan dapat menurunkan kelembaban kulit dengan cepat. Wade dan Weller (1994), menyatakan bahwa NaOH termasuk golongan alkali kuat yang bersifat korosif dan dapat dengan mudah menghancurkan jaringan organik halus. Sabun dengan kadar alkali yang lebih besar biasanya digolongkan ke dalam sabun cuci. Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa semua perlakuan (jenis minyak, konsentrasi gliserin, serta interaksi jenis minyak dan konsentrasi gliserin) tidak berpengaruh nyata terhadap kadar alkali bebas pada sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar alkali bebas dalam sabun transparan disajikan pada Lampiran 12. 4.3.6 Nilai ph Derajat keasaman atau ph merupakan parameter untuk mengetahui sabun yang dihasilkan bersifat asam atau basa. Sabun merupakan garam alkali yang bersifat basa. Kulit normal memiliki ph sekitar 5. Mencuci dengan sabun akan membuat nilai ph kulit meningkat untuk sementara. Sabun yang memiliki nilai ph yang sangat tinggi atau sangat rendah dapat meningkatkan daya absorbansi kulit sehingga kulit dapat mengalami iritasi. Hasil analisa nilai ph sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil analisa nilai ph sabun transparan yang dihasilkan berkisar 9.96 10.58. Nilai ph sabun tersebut masih termasuk dalam kisaran sabun menurut Jellinek (1970), yaitu antara 9.5 10.8. Nilai ph sabun salah satunya dipengaruhi jumlah alkali yang ada dalam sabun. Semakin banyak alkali yang

digunakan dalam pembuatan sabun maka nilai ph sabun semakin meningkat karena alkali bersifat basa kuat. Keterangan : Gambar 6. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Nilai ph Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap nilai ph sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap nilai ph sabun transparan disajikan pada Lampiran 13. Sabun yang terbuat dari NPKO memiliki nilai ph yang lebih tinggi dikarenakan NPKO mempunyai bilangan penyabunan yang lebih besar sehingga alkali yang ditambahkan pada proses pembuatan sabun lebih banyak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis minyak RBDPO dan Olein tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan NPKO. 4.3.7 Kekerasan Kekerasan didefinisikan sebagai karakteristik yang dimiliki oleh benda padat dan menggambarkan ketahanannya terhadap perubahan bentuk secara permanen. Benda yang lebih keras memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap kerusakan atau perubahan bentuk yang disebabkan karena gangguan fisik yang berasal dari lingkungannya. Kekerasan pada produk sabun dipengaruhi oleh adanya asam lemak jenuh yang terdapat dalam sabun. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak mengandung ikatan rangkap dan memiliki titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh. Kekerasan sabun juga dipengaruhi kadar air yang terdapat dalam sabun. Semakin tinggi kadar air sabun maka sabun semakin lunak. Hasil analisa nilai penetrasi per satuan waktu sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7. Pengukuran tingkat kekerasan sabun transparan dilakukan menggunakan alat penetrometer. Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukkan seberapa dalam jarum penetrometer dapat menembus sabun dalam rentang waktu tertentu. Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi lebih besar. Berdasarkan hasil analisa terhadap kekerasan sabun transparan diketahui bahwa nilai penetrasi jarum ke dalam sabun transparan berkisar antara 0.29 0.63 mm/detik. Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi gliserin dan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap kekerasan sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kekerasan sabun transparan disajikan pada Lampiran 14. Kekerasan sabun transparan dipengaruhi oleh kadar air dalam sabun. Semakin tinggi konsentrasi gliserin maka persentase air dalam formula pembuatan stok sabun berkurang sehingga kekerasan sabun semakin berkurang.

Keterangan : Gambar 7. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kekerasan Mutu dan konsentrasi sabun juga ditentukan oleh jenis asam lemak yang digunakan. Sabun yang dibuat dari asam lemak dengan bobot molekul lebih kecil, misalnya asam laurat, akan lebih lunak daripada sabun yang dibuat dari asam lemak dengan bobot molekul yang lebih besar, misalnya asam oleat atau palmitat. Menurut Atmoko (2005), kekerasan sabun juga dipengaruhi oleh adanya asam lemak jenuh dalam sabun. Asam lemak jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi dibandingkan asam lemak tidak jenuh. Semakin banyak jumlah asam lemak jenuh dalam sabun menjadikan sabun semakin keras. Hal ini dapat dilihat dari nilai penetrasi sabun yang dibuat dari minyak sawit fraksi olein lebih lunak dibandingkan sabun yang dibuat dari NPKO dan RBDPO. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis minyak RBDPO dan NPKO tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan olein. Hasil uji Duncan untuk perbedaan konsentrasi gliserin menunjukkan bahwa konsentrasi gliserin 4 %, 7 %, dan 10 % berbeda nyata satu sama lainnya. 4.3.8 Stabilitas Emulsi Stabilitas emulsi merupakan daya tahan sistem emulsi yang terdapat dalam suatu produk emulsi untuk mempertahankan kestabilannya pada berbagai kondisi. Kestabilan emulsi dapat diamati dari fenomena yang terjadi selama emulsi dibiarkan atau disimpan pada jangka waktu dan kondisi tertentu. Kestabilan emulsi merupakan salah satu parameter mutu produk emulsi. Emulsi yang baik tidak membentuk lapisan-lapisan, tidak terjadi perubahan warna, dan memiliki konsistensi tetap. Sebagai produk emulsi, penentuan stabilitas emulsi pada sabun bertujuan untuk mengetahui daya simpan sabun. Sabun yang mempunyai daya stabilitas emulsi tinggi akan memiliki umur simpan yang lebih lama. Selain itu, stabilitas emulsi berpengaruh terhadap daya detergensi (sifat membersihkan) sabun transparan. Sabun yang merupakan produk emulsi w/o (water in oil), apabila emulsinya rusak maka fungsi dari sabun itu sendiri ikut menurun. Stabilitas emulsi dari sabun transparan yang dihasilkan menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu berada dalam kisaran 93.77 % 96.85 %. Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap stabilitas emulsi sabun transparan disajikan pada Lampiran 15. Jumlah asam lemak berperan dalam menjaga konsistensi sabun dan ikut mempengaruhi daya stabilitas emulsinya. Prinsip kestabilan emulsi adalah keseimbangan gaya tarik-menarik dan tolak-menolak antara partikel dalam sistem emulsi. Sabun padat (hard soap) merupakan produk emulsi tipe w/o (water in oil). Dalam hal ini, yang menjadi fase terdispersi adalah air dan minyak sebagai fase pendispersi.

Sistem emulsi yang stabil dipengaruhi oleh adanya penambahan emulsifier dan stabilizer. penelitian ini emulsifier yang digunakan adalah dietanolamida (DEA). Dalam 4.3.9 Stabilitas Busa Busa adalah suatu struktur yang relatif stabil yang terdiri dari kantong-kantong udara yang terbungkus dalam lapisan tipis, dispersi gas dalam cairan yang distabilkan oleh suatu zat pembusa. Larutan-larutan yang mengandung bahan-bahan aktif permukaan menghasilkan busa yang stabil bila dicampur dengan air (Martin et al., 1993). Kecepatan pembentukan dan stabilitas busa merupakan dua hal penting untuk produk pembersih tubuh. Busa yang banyak dan stabil lebih disukai daripada busa yang sedikit atau tidak stabil. Hasil analisa stabilitas busa sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap stabilitas busa sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap stabilitas busa sabun transparan disajikan pada Lampiran 16. Nilai kestabilan busa dari hasil analisa berada dalam kisaran 13.89 % - 35.87 %. Nilai stabilitas busa dari sabun transparan yang dihasilkan dari yang terbesar ke kecil berturut-turut adalah sabun transparan yang berasal dari minyak sawit fraksi olein, RBDPO, dan NPKO. Menurut Cavitch (2001), karakteristik busa yang dihasilkan oleh sabun dipengaruhi oleh jenis asam lemak yang digunakan. Asam laurat menghasilkan busa yang cepat, lembut, namun daya detergensi rendah atau busa yang tidak stabil. Sementara asam palmitat dan asam stearat menghasilkan busa yang stabil. Asam oleat mengasilkan busa yang stabil dan lembut, namun tidak selembut busa yang dihasilkan asam laurat. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi kecepatan pembentukan dan kestabilan busa adalah konsentrasi ion logam dalam air. Keberadaan ion-ion logam, seperti Ca 2+ dan Mg 2+, dalam air dapat menurunkan stabilitas busa (Piyali et al., 1999). Stabilitas busa dapat ditingkatkan dengan penambahan surfaktan. Dietanolamida sebagai surfaktan yang ditambahkan pada pembuatan stok sabun berfungsi menstabilkan busa dan membuat sabun menjadi lembut. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya nilai kestabilan busa seiring dengan bertambahnya konsentrasi gliserin yang digunakan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis minyak Olein dan RBDPO tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan NPKO. Keterangan : Gambar 8. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Stabilitas Busa

4.3.10 Daya Bersih Sabun merupakan produk pembersih yang digunakan baik untuk membersihkan tubuh maupun peralatan lainnya. Pengukuran daya bersih pada sabun diperlukan untuk mengetahui sejauh mana produk tersebut dapat membersihkan kotoran pada saat digunakan. Hasil analisa daya bersih sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9. Keterangan : Gambar 9.bHubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Daya Bersih Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap daya bersih sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap daya bersih sabun transparan disajikan pada Lampiran 17. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis minyak RBDPO, NPKO, dan Olein tidak saling berbeda nyata. Sabun transparan yang terbuat dari NPKO memiliki kemampuan membersihkan lebih tinggi dibandingkan sabun transparan yang terbuat dari RBDPO dan olein. Semakin pendek rantai molekul asam lemak maka semakin mudah bereaksi mengikat kotoran. Asam laurat dengan atom C 12 pada NPKO yang mempunyai sifat membersihkan lebih tinggi dibandingkan olein dan RBDPO. Menurut Cavitch (2001), asam laurat menghasilkan sabun dengan sifat keras, mempunyai daya detergenasi (daya membersihkan) tinggi, dan menghasilkan busa yang lembut. 4.4 UJI ORGANOLEPTIK Uji organoleptik yang dilakukan merupakan uji kesukaan atau uji hedonik. Uji hedonik atau kesukaan merupakan salah satu uji penerimaan yang menyangkut penilaian seseorang terhadap kesukaan atau ketidaksukaan suatu produk. Uji kesukaan dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap sabun transparan yang dihasilkan dari semua perlakuan dengan menggunakan minyak (A1 = olein, A2 = RBDPO, A3 = NPKO) dan gliserin (B1 = 4%, B2 = 7%, B3 = 10%). Uji organoleptik yang dilakukan meliputi transparansi, tekstur, banyak busa, dan kesan kesat setelah pemakaian. Panelis yang digunakan dalam uji ini merupakan panelis agak terlatih berjumlah 30 orang.

4.4.1 Transparansi Pemilihan bahan baku khususnya asam lemak akan memberikan pengaruh yang signifikan pada warna produk akhir sabun transparan. Sifat transparansi sabun transparan dipengaruhi oleh adanya penambahan transparent agent, seperti gliserin, etanol, dan sukrosa. Penilaian kesukaan terhadap transparansi merupakan penilaian secara visual. Panelis memberikan respon terhadap transparansi sabun transparan yang dihasilkan dengan nilai rata-rata tertinggi pada sabun yang terbuat dari minyak sawit fraksi olein dengan konsentrasi gliserin 10 % (A1B3), yaitu sebesar 4.03 (antara agak suka hingga suka). Nilai rata-rata penilaian panelis terendah terhadap transparansi sabun transparan yaitu 1.63 (antara tidak suka hingga agak tidak suka) pada sabun yang terbuat dari NPKO dengan konsentrasi gliserin 4 % (A3B1). Data penilaian panelis terhadap transparansi sabun transparan disajikan pada Lampiran 18. Berdasarkan uji Friedman terhadap transparansi menunjukkan bahwa faktor perbedaan jenis minyak dan konsentrasi gliserin berpengaruh nyata pada kesukaan panelis terhadap transparansi sabun transparan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena gliserin berfungsi sebagai transparent agent, sehingga transparansi sabun meningkat seiring bertambahnya penggunaan gliserin. Berdasarkan persentase penilaian kesukaan panelis terhadap transparansi menunjukkan bahwa jumlah panelis terbesar yang memberikan respon penilaian terhadap transparansi pada skala penilaian 3 (biasa) yaitu 53.33 % pada sabun yang terbuat dari NPKO dengan konsentrasi gliserin 7 % (A3B2) seperti terlihat pada Gambar 10. Keterangan : Gambar 10. Grafik Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap Transparansi 4.4.2 Tekstur Kelembutan/kekerasan sabun dipengaruhi oleh penggunaan bahan baku, seperti asam lemak dan gliseirn. Pemilihan rantai C dari komposisi asam lemak bahan baku yang digunakan mempengaruhi tekstur sabun. Rantai C yang baik untuk fungsi kekerasan, yaitu rantai C 16 C 18. Penilaian kesukaan terhadap tekstur sabun dilakukan dengan cara merasakan tekstur atau tampilan sabun. Panelis memberikan respon terhadap transparansi sabun transparan yang dihasilkan dengan nilai rata-rata tertinggi pada sabun yang terbuat dari minyak sawit fraksi olein dengan konsentrasi gliserin 10 % (A1B3), yaitu sebesar 3.87 (antara biasa hingga agak suka). Nilai rata-rata penilaian panelis terendah terhadap transparansi sabun transparan yaitu 2.30 (antara agak tidak suka hingga biasa) pada sabun yang terbuat dari NPKO dengan konsentrasi gliserin 4 % (A3B1). Data penilaian panelis terhadap transparansi sabun transparan disajikan pada Lampiran 19. Berdasarkan uji Friedman terhadap tekstur sabun transparan menunjukkan bahwa faktor perbedaan jenis minyak dan konsentrasi gliserin berpengaruh nyata pada kesukaan panelis terhadap

tekstur sabun transparan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena penggunaan jenis asam lemak memberikan hasil yang berbeda terhadap kekerasan sabun. Semakin banyak jumlah asam lemak jenuh dalam sabun menjadikan sabun semakin keras. Penilaian panelis terhadap tekstur sabun transparan dapat dilihat pada Gambar 14. Berdasarkan persentase penilaian kesukaan panelis terhadap tekstur menunjukkan bahwa jumlah panelis terbesar yang memberikan respon penilaian terhadap transparansi pada skala penilaian 3 (biasa) yaitu 53.33 % pada sabun yang terbuat dari minyak sawit fraksi olein dengan konsentrasi gliserin 4 % (A1B1) seperti terlihat pada Gambar 11. Keterangan : Gambar 11. Grafik Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap Tekstur 4.4.3 Banyak Busa Pada umumnya konsumen beranggapan bahwa sabun yang baik adalah sabun yang menghasilkan busa yang banyak, padahal banyaknya busa tidak selalu sebanding dengan kemampuan daya bersih sabun. Karakteristik busa sendiri dihasilkan oleh bahan aktif sabun, seperti surfaktan, penstabil busa, serta komposisi asam lemak yang digunakan. Penilaian banyaknya busa sabun dilakukan dengan cara membasuh tangan dengan sabun transparan dan panelis menilai banyaknya busa yang dihasilkan berdasarkan skala kesukaan. Panelis memberikan respon terhadap transparansi sabun transparan yang dihasilkan dengan nilai rata-rata tertinggi pada sabun yang terbuat dari NPKO dengan konsentrasi gliserin 4 % dan 10 % (A3B1 dan A3B3), yaitu sebesar 3.93 (antara biasa hingga agak suka). Nilai rata-rata penilaian panelis terendah terhadap transparansi sabun transparan yaitu 2.63 (antara agak tidak suka hingga biasa) pada sabun yang terbuat dari minyak sawit fraksi olein dengan konsentrasi gliserin 4 % (A1B1). Data penilaian panelis terhadap transparansi sabun transparan disajikan pada Lampiran 20. Berdasarkan uji Friedman terhadap banyak busa menunjukkan bahwa faktor perbedaan jenis minyak dan konsentrasi gliserin berpengaruh nyata pada kesukaan panelis terhadap banyak busa sabun transparan yang dihasilkan. Hal ini dipengaruhi oleh penggunaan asam lemak sebagai bahan baku. Asam laurat dalam NPKO menghasilkan sabun dengan busa yang lebih banyak. Berdasarkan persentase penilaian kesukaan panelis terhadap banyak busa menunjukkan bahwa jumlah panelis terbesar yang memberikan respon penilaian terhadap transparansi pada skala penilaian 4 (agak suka) yaitu 50 % pada sabun yang terbuat dari NPKO dengan konsentrasi gliserin 7 % (A3B2) seperti terlihat pada Gambar 12.

Keterangan : Gambar 12. Grafik Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap Banyak Busa 4.4.4 Kesan Kesat Sabun merupakan produk perawatan diri yang berfungsi untuk membersihkan kotoran sehingga kesan kesat atau bersih setelah pemakaian sabun menjadi salah satu faktor yang cukup penting dalam penilaian kesukaan. Namun kesan kesat setelah pemakaian sabun tidak selalu menunjukkan tingkat kebersihan. Penilaian kesan kesat dilakukan dengan cara membasuh tangan dengan sabun transparan dan panelis menilai kesan kesat setelah mencuci tangan berdasarkan skala kesukaan. Panelis memberikan respon terhadap transparansi sabun transparan yang dihasilkan dengan nilai rata-rata tertinggi pada sabun yang terbuat dari minyak sawit fraksi olein dengan konsentrasi gliserin 10 % (A1B3), yaitu sebesar 3.40 (antara biasa hingga agak suka). Nilai rata-rata penilaian panelis terendah terhadap transparansi sabun transparan yaitu 2.93 (antara agak tidak suka hingga biasa) pada sabun yang terbuat dari minyak sawit fraksi olein dengan konsentrasi gliserin 4 % (A1B1). Data penilaian panelis terhadap transparansi sabun transparan disajikan pada Lampiran 21. Berdasarkan uji Friedman terhadapkesan kesat menunjukkan bahwa faktor perbedaan jenis minyak dan konsentrasi gliserin tidak berpengaruh nyata pada kesukaan panelis terhadap kesan kesat setelah penggunaan sabun transpran yang dihasilkan. Hal ini disebabkan penggunaan NaOH sebagai basa kuat pembentuk sabun pada komposisi perlakuan adalah hampir sama. Kesan kesat dipengaruhi oleh banyaknya penambahan NaOH sebagai bahan pembentuk stok sabun. Berdasarkan persentase penilaian kesukaan panelis terhadap kesan kesat menunjukkan bahwa jumlah panelis terbesar yang memberikan respon penilaian terhadap transparansi pada skala penilaian 4 (agak suka) yaitu 50 % pada sabun yang terbuat dari NPKO dengan konsentrasi gliserin 10 % (A3B3) seperti terlihat pada Gambar 13.

Keterangan : Gambar 13. Grafik Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap Kesan Kesat 4.5 Pembobotan Hasil Pengamatan Pembobotan yang dihasilkan berdasarkan penilaian tingkat kepentingan semua parameter hasil analisa karakteristik fisiko kimia (bersifat objektif) dan uji hedonik (bersifat subjektif). Penilaian berdasarkan tingkat kepentingan menggunakan nilai numerik seperti (1) mewakili nilai sangat tidak penting, 2 = mewakili nilai tidak penting, (3) mewakili nilai biasa, (4) mewakili nilai penting, dan (5) mewakili nilai sangat penting. Penilaian dan dasar pertimbangan nilai penilaian tersaji pada Tabel 15. Teknik pembobotan dilakukan dengan menentukan nilai score (N) pada semua parameter objektif dan subjektif. Nilai score merupakan nilai rangking hasil perhitungan uji Friedman dengan skala 1 9. Nilai score ini dikalikan dengan masing-masing bobot. Total hasil perkalian antara nilai bobot dengan nilai rangking (score) ini kemudian dirangking. Jumlah yang paling besar merupakan sabun transparan dengan rangking terbaik. Hasil pembobotan nilai kepentingan parameter fisiko kimia dan uji hedonik sabun transparan disajikan pada Lampiran 22. Dari hasil perhitungan bobot diperoleh formulasi sabun transparan terbaik yaitu sabun yang terbuat dari minyak sawit fraksi olein dengan konsentrasi gliserin 10 %.

Tabel 15. Penilaian Kepentingan Setiap Parameter Fisiko - Kimia dan Uji Hedonik Parameter Nilai Dasar Pertimbangan Kepentingan Analisia Kepentingan Kadar air dan zat Kadar air merupakan salah satu parameter mutu sabun 5 menguap Jumlah asam lemak Fraksi tak tersabunkan Bagian tak larut alkohol Alkali bebas (NaoH) ph Kekerasan Stabilitas emulsi Stabilitas busa Daya bersih Transparansi Tekstur Jumlah asam lemak yang terkandung berpenga-ruh pada jumlah stok sabun yang dihasilkan 5 Fraksi tak tersabunkan berpengaruh terhadap pembuatan stok sabun 5 Bagian tak larut alkohol berpengaruh terhadap pembuatan stok sabun 5 Kelebihan alkali dapat menyebabkan iritasi pada kulit 5 Nilai ph merupakan parameter yang penting karena berhubungan dengan ph kulit 4 Kekerasan berpengaruh terhadap ketahanan pemakaian sabun 4 Stabilitas emulsi berpengaruh terhadap ketahanan simpan sabun 4 Stabilitas busa berpengaruh terhadap kestabilan busa pada saat penggunaan. 4 Daya bersih berfungsi untuk mengetahui kemampuan sabun dalam mengangkat kotoran 5 Transparansi merupakan kesan pertama dari penampilan sabun transparan 5 Kesukaan terhadap tekstur merupakan parameter yang cukup penting 4 Banyak busa Banyak busa tidak berhubungan dengan daya bersih sabun 3 Kesan kesat Kesan kesat tidak berhubungan dengan daya bersih sabun 3 4.6 Analis Finansial Suatu proses produksi membutuhkan biaya baik untuk operasional maupun investasi. Perhitungan analisis finansial dilakukan untuk menghitung biaya produksi. Dengan diketahui biaya operasional dapat ditentukan harga jual sabun transparan. Uraian biaya dalam proses produksi sabun transparan dalam skala produksi 1 kg dapat dilihat pada Tabel 16. Dari 100 % bahan baku menghasilkan produk sabun transparan sekitar 85 %. Diasumsikan biaya untuk 1 kg bahan baku sabun disajikan pada Tabel 17. Dari 1 kg bahan baku menghasilkan sekitar 850 g sabun transparan atau sekitar 10 sabun transparan batangan dengan berat 85 gram. Biaya produksi per batangan sabun transparan adalah Rp 13693 / 10 = Rp 1396,-

Bahan Baku Minyak sawit (olein) RBDPO NPKO Asam stearat Gliserin Alkohol DEA NaOH Sukrosa (gula) NaCl Pewangi Tabel 16. Uraian Biaya Bahan Baku Biaya Rp 12000/liter Rp 8500/liter Rp 11000,-/liter Rp 22500,-/kg Rp 18000,-/liter Rp 19000,-/liter Rp 40000,-/liter Rp 9000,-/kg Rp 10500,-/kg Rp 4000,-/kg Rp 6000,-/20 ml Tabel 17. Uraian Biaya Produksi 1 Kg Sabun Transparan Bahan Kebutuhan Biaya (Rp) Minyak sawit (olein) 20 % x 1 kg = 0.2 kg ~ 0.2 liter 2400 Asam stearat 7 % x 1 kg = 0.07 kg 1575 Gliserin 10 % x 1 kg = 0.1 kg ~ 0.1 liter 1800 Alkohol 15 % x 1 kg = 0.15 kg ~ 0.15 liter 2850 DEA 3 % x 1 kg = 0.03 kg ~ 0.03 liter 1200 NaOH 200 g x 279.72 = 55944 mg = 0.0559 kg 503 Sukrosa 17 % x 1 kg = 0.17 kg 1785 NaCl 0.2 % x 1 kg = 0.02 kg 80 Pewangi 0.05 % x 1 kg = 0.005 kg ~ 0.005 liter = 5 ml 1500 Total 13693