DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

dokumen-dokumen yang mirip
DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

PENGEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN PADA PULAU-PULAU KECIL Development Renewable Energi for Small Islands

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Oleh karena itu, berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari pulau

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah kekayaan alam yang bernilai strategis dan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kelayakan..., Arde NugrohoKristianto, FE UI, Universitas Indonesia

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia

POLA PENGEMBANGAN ENERGI PERDESAAN DENGAN SWADAYA MASYARAKAT

ton gas karbondioksida per tahun karena pembangkit tidak menggunakan bahan bakar fosil (EPA, dalam makalah kolokium 2011).

SEMINAR ELEKTRIFIKASI MASA DEPAN DI INDONESIA. Dr. Setiyono Depok, 26 Januari 2015

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

KEBIJAKAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI LISTRIK DI BALI

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. dengan kebutuhan energi yang semakin meningkat. Pemenuhan kebutuhan energi

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

V. NERACA ENERGI LISTRIK DI NUSA PENIDA

MENGATASI TINGKAT KEMISKINAN DESA DENGAN AIR

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

BAB I PENDAHULUAN. bahan bakar fosil sebagai bahan bakar pembangkitannya. meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus-menerus meningkat

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah

ANALISIS KINERJA PHOTOVOLTAIC BERKEMAMPUAN 50 WATT DALAM BERBAGAI SUDUT PENEMPATAN

DIRECTORATE GENERAL OF NEW RENEWABLE AND ENERGY COSERVATION. Presented by DEPUTY DIRECTOR FOR INVESTMENT AND COOPERATION. On OCEAN ENERGY FIELD STUDY

IMPLEMENTASI REGULASI DALAM RANGKA MEMENUHI KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK. Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi telah mencakup pada prinsip pengembangan usaha kepada

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

Indonesia: Akses Energi Berkelanjutan di Indonesia Timur-Program Pembangunan Jaringan Listrik

Materi Paparan Menteri ESDM

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan dan target untuk mendukung pengembangan dan penyebaran teknologi

Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi

DIREKTORAT ANEKA ENERGI BARU DAN ENERGI TERBARUKAN OLEH : AGUNG PRASETYO

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG KEGIATAN USAHA PANAS BUMI

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat menikmati listrik. Akibat sulitnya lokasi yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi listrik tersebut terus dikembangkan. Kepala Satuan

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA

1 BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, listrik telah menjadi salah satu kebutuhan

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERTENTU DI JAWA TIMUR

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan suatu energi, khususnya energi listrik di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROWATER SEBAGAI SOLUSI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK. Johny Ivan, ST. Penerima Penghargaan Energi Prakarsa Perorangan

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

DI INDONESIA RM. SOEDJONO RESPATI MASYARAKAT ENERGI TERBARUKAN INDONESIA.(METI) JULI 2008

BAB I. bergantung pada energi listrik. Sebagaimana telah diketahui untuk memperoleh energi listrik

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemanfaatan potesi energi terbarukan saat ini semakin banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Listrik merupakan salah satu sumber energi yang sangat dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan

REGULASI DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR ENERGI UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. listrik yang semakin meningkat sehingga diperlukan energy alternatif untuk energi

BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi gangguan di salah satu subsistem, maka daya bisa dipasok dari

Retno Martanti Endah Lestari Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Pakuan. Fahmi Kaffata Aqieda Mahasiswa ABSTRAK

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGALISTRIKAN

Analisis Krisis Energi Listrik di Kalimantan Barat

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan bisnis, industri, dan lain sebagainya. Sehingga diperlukan peramalan

Plt Menteri ESDM menekankan pentingnya pengembangan inovasi dalam berbagai aspek dan

Peran Pendidikan Tinggi dalam Program Pengembangan SDM Ketenaganukliran. Oleh. Prayoto. Universitas Gadjah Mada. Energi Sebagai Penunjang Peradaban

OPTIMASI SUPLAI ENERGI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK JANGKA PANJANG DI INDONESIA

BAB 25 PEMBANGUNAN PERDESAAN

OCEAN ENERGY ENERGI LAUT/SAMUDRA. Dr. Donny Achiruddin M.Eng. Universitas Darma Persada (UNSADA) Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI)

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA

ANALISIS PEMBANGKIT LISTRIK HIBRIDA (PLH), DIESEL DAN ENERGI TERBARUKAN DI PULAU MANDANGIN, SAMPANG, MADURA MENGGUNAKAN SOFTWARE HOMER

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2014 meningkat sebesar 5,91% dibandingkan dengan akhir tahun 2013

PERANCANGAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ANGIN SKALA KECIL DI GEDUNG BERTINGKAT

INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keharusan yang harus dipenuhi. Ketersediaan energi listrik yang

KEBIJAKAN & RPP DI KEBIJAKAN & RPP BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN BARU

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

DAFTAR ISI... SAMPUL DALAM... LEMBAR PENGESAHAN... PENETAPAN PANITIA PENGUJI... SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT... UCAPAN TERIMAKASIH... ABSTRACT...

PENDAHULUAN Latar Belakang

ARAH KEBIJAKAN, PROGRAM, DAN KEGIATAN BIDANG PENINGKATAN DI DAERAH TERTINGGAL

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011

SUMMARY REPORT SEMINAR TATA NIAGA GAS BUMI DAN BBM Forum Energizing Indonesia (FEI) Jakarta, 22 November 2017

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia saat ini, dimana hampir semua aktivitas manusia berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

Kata kunci Kabel Laut; Aliran Daya; Susut Energi; Tingkat Keamanan Suplai. ISBN: Universitas Udayana

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Masyarakat Mengenai Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Ciesek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014 Rancang Bangun Simulator Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH)

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Studi Perencanaan Pembangunan PLTU Batubara Asam Asam650 MW 10 Unit DalamRangkaInterkoneksi Kalimantan - Jawa. OLEH : Gilang Velano

PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tahap II Proyeksi Peningkatan Rasio Elektrifikasi 80%

Transkripsi:

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN JUDUL REKOMENDASI Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Arus dan Gelombang Laut SASARAN REKOMENDASI Kebijakan Terkait dengan Prioritas Nasional LATAR BELAKANG Pertumbuhan kebutuhan akan energi litrik tentunya terkait dengan semakin bertambahnya penduduk di suatu daerah. Dengan semakin bertambahnya penduduk, secara langsung akan menambah jumlah pelanggan listrik di daerah tersebut dan juga menambah perkembangan berbagai sektor industri yang ada tentunya juga memerlukan energi listrik yang semakin besar. Sementara itu akses masyarakat terhadap energi listrik masih terbatas. Hal ini dapat dilihat dari kapasitas terpasang pembangkit listrik pada tahun 2012 sebesar 44.124 MW (2012) dan rasio elektrifikasi sebesar 75.8%. Daerah perdesaan/terpencil dan pulau-pulau terluar belum mendapatkan akses energi. Pulau Jawa yang merupakan pusat kebutuhan energi karena kepadatan penduduknya serta kepadatan industrinya, saat ini menggunakan listrik melebihi 70% produksi listrik nasional. Neraca daya kelistrikan PLN menunjukkan bahwa kapasitas terpasang di Jawa adalah sebesar 15.499 MW (73% total kapasitas nasional), sedangkan diluar Jawa sebesar 5.614 MW (27% total kapasitas nasional). Beban puncak di Jawa mencapai 13.378 MW atau 86% dari total kapasitas terpasang di Jawa dan di luar Jawa mencapai 3.783 MW atau 67% dari total kapasitas terpasang di luar Jawa. Seluruh pulau Jawa Madura telah terhubung dengan jaringan transmisi, pulau Sumatra masih terbagi dalam 3 wilayah besar dan akan segera terhubung dalam satu transmisi, sedangkan pulau lain ada yang mempunyai jaringan transmisi tetapi sebagian besar mempunyai karakteristik yang berbeda, yaitu penduduknya yang tersebar, kepadatan industrinya relatif rendah, belum terhubung oleh jaringan transmisi dan hampir seluruh pembangkitan menggunakan PLTD. 1

Bila di pulau Jawa, diesel hampir tidak dipergunakan dalam pembangkitan listrik PLN, terkecuali untuk captive power, maka penyediaan listrik di luar pulau Jawa pada umumnya dipenuhi oleh PLTD baik untuk beban dasar, beban puncak maupun captive power. Kondisi saat ini adalah sebagian dari PLTD tersebut sudah tua, secara teknis ekonomi tidak layak operasi, baik karena ongkos operasi yang sangat tinggi atau sudah harus diganti atau direcondisioning. Mengingat biaya operasi, khususnya bahan bakar PLTD adalah sangat mahal, maka perlu dicari alternatif yang layak secara ekonomis, teknis, diantaranya adalah pemanfaatan energi terbarukan dari laut. Energi laut adalah energi yang dapat dihasilkan dari energi kinetik pergerakan mekanik air laut, energi potensial dari perbedaan ketinggian muka air laut serta perbedaan termperatur air laut. Energi laut dapat dikonversi menjadi energi listrik. Teknologi konversi energi laut menjadi energi listrik berkembang pada empat jenis energi laut, diantaranya adalah : energi gelombang, energi pasang surut, energi arus laut dan energi perbedaan panas laut. Perkembangan teknologi pemanfaatan energi laut khususnya arus laut sebagai energi baru terbarukan di dunia saat ini berkembang dengan pesat, seiring dengan meningkatnya tuntutan akan kebutuhan energi listrik masyarakat kawasan pesisir serta semakin maraknya issu pemanasan global yang mendorong untuk membatasi penggunaan bahan bakar hidrokarbon. Banyak penelitian yang mengungkapkan potensi energi terbarukan namun banyak yang lupa untuk menyiapkan kebijakan untuk optimalisasi pengembangan energi terbarukan arus dan gelombang laut. Padahal potensi energi terbarukan tidak cukup sebagai dasar untuk pengembangan energi terbarukan jika tidak ada komitmen daerah untuk keberlanjutan pengembangan tersebut. Hasil penelitian BBPSE KP menunjukkan skala prioritas wilayah pengembangan energi terbarukan mengindikasikan di 5 lokasi penelitian yang merupakan lokasi potensial pengembangan energi laut dilihat dari potensi energinya sendiri, komitmen pemerintah daerah, potensi konsumen dan subisidi yang diberikan pemerintah untuk mendukung aplikasi pengembangan energi terbarukan. 2

OPSI REKOMENDASI Guna mengoptimalkan potensi energi terbarukan seperti gelombang dan arus laut maka disusun beberapa rekomendasi kebijakan seperti yang dibawah ini : 1. Kebijakan terkait Research and Development (R & D) 2. Kebijakan terkait penumbuhan iklim pasar yang lebih fair 3. Kebijakan pionirisasi 4. Kebijakan terkait pengembangan ekonomi lokal yang memanfaatkan energi listrik dari energi laut DASAR PERTIMBANGAN REKOMENDASI Parameter yang dipertimbangkan dalam melakukan optimasi pengembangan energi terbarukan adalah potensi energi gelombang dan arus, partisipasi masyarakat, potensi konsumen, komitmen Pemda, subsidi/hibah, dan parameter lainnya. Hasil analisis mengindikasikan dari 5 wilayah yang disurvei, wilayah yang menjadi prioritas pengembangan energi gelombang dan arus laut dari prioritas tertinggi sampai terendah adalah Raja Ampat, Larantuka, Bawean, Nusa Penida, dan Kabupaten Bangka. 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 Raja Ampat Bali Bangka Bawean Larantuka Gambar 1. Wilayah Prioritas Pengembangan Energi Terbarukan Secara potensi, Larantuka memiliki potensi arus yang cukup besar dimana kecepatan arus mencapai (4 m/detik) menurut Irwandi (2010). Tapi Raja Ampat (0,11 m/det) menjadi prioritas karena meskipun secara potensi lebih kecil dibanding Larantuka, komitmen Pemda, 3

potensi konsumen dan Subisidi yang diberikan pemerintah untuk mendukung aplikasi pengembangan energi terbarukan cukup besar. Pemerintah Raja Ampat sudah memasukan pengembangan energi terbarukan dalam program BUMD, dimana salah satu BUMD ada yang mengelola energi terbarukan secara komersial. Kesiapan Raja Ampat secara kelembagaan dan kesiapan pemerintah untuk mengembangkan energi terbarukan dalam bentuk subsidi membuat Raja Ampat menjadi wilayah prioritas. Larantuka selain didukung oleh potensi arus, juga didukung oleh tingkat pengetahuan/kesiapan masyarakat dalam aplikasi energi terbarukan dari kelautan. 0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 Potensi energi Komitmen pemda Partisipasi masyarakat Potensi konsumen Subsidi Raja Ampat Bali Bangka Bawean Larantuka Gambar 2. Faktor Penentu Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan Sedangkan wilayah yang menjadi kurang prioritas dalam pengembangan energi terbarukan adalah Kabupaten Bangka, di Kecamatan Belinyu. Hal ini disebabkan dari sisi potensi arus tidak masuk dalam Arus Laut Indonesia (Arlindo) yang berpotensi untuk pengembangan energi arus, dari sisi komitmen pemda dan kesedian pemerintah untuk melakukan subsidi sangat kecil sekali dibanding 4 wilayah lain. Nusa Penida didukung oleh faktor kelembagaan atau komitmen pemerintah dalam pengembangan energi terbarukan, dimana wilayah tersebut sudah ada kelembagaan Koperasi yang sudah berpengalaman dalam implementasi energi terbarukan. Pengalaman ini didukung oleh banyaknya implementasi energi terbarukan di wilayah ini, seperti energi angin. Bawean menjadi 4

pengembangan energi terbarukan, karena memiliki gelombang yang cukup besar, tapi juga didukung oleh faktor aksesibilitas pulau tersebut yang terpencil dibanding wilayah lain. Hal ini menyebabkan keengganan PLN untuk membangun kabel bawah laut. Selama ini PLN mengandalkan sumber energi dari diesel. Dalam mengimplementasikan energi terbarukan hendaknya masyarakat diikutkan keterlibatannya. Untuk Kabupaten Raja Ampat, memiliki anggaran yang cukup besar untuk pemerataan wilayah. Tidak hanya mengembangkan energi surya, tapi juga memberikan bantuan diesel untuk kebutuhan listrik setiap pulau. Bahkan di Kapisawar untuk kebutuhan solar dari diesel tersebut diambilkan dari dana adat yang diperoleh dari retribusi kapal pesiar yang masuk ke wilayah tersebut, dimana masing-masing kapal pesiar wajib menyediakan 100 liter solar setiap masuk ke wilayah Raja Ampat. Namun untuk pengembangan energi arus pihak Pemda belum mengetahui potensi yang dimiliki Raja Ampat, meskipun untuk Raja Ampat sudah ada BUMD yang mengurus masalah penyedian kebutuhan energi dan pengembangan energi terbarukan. PLN misalnya, sudah menjadikan energi surya sebagai sumber energi terbarukan mereka dengan membangun banyak panel surya di Pulau Saonek. Tingginya kepedulian Pemda Raja Ampat terhadap pemenuhan kebutuhan energi masyarakat dan pengembangan energi terbarukan juga disebabkan status sosial ekonomi masyarakat di masing-masing lokasi penelitian di Raja Ampat masih berstatus desa swadaya, dimana semua kegiatan pembangunan masyarakat semua dananya berasal dari dana pemerintah. Hal ini juga yang menjadi salah satu kelemahan dari program pengembangan energi terbarukan di pulau-pulau kecil seperti Raja Ampak dan Nusa Penida. Kelemahan tersebut adalah secara teknis dan potensi masing-masing wilayah memiliki potensi, namun secara kebijakan yang mempertibangkan aspek keberlanjutan program tersebut terutama dari aspek perawatannya pasca hibah dari alat yang diberikan tidak dipikirkan. Kelebihan dari masing-masing wilayah adalah dari segi potensi, misalnya di Raja Ampat dan Nusa Lembongan. Namun jika potensi tersebut dibandingkan biaya investasi dan biaya perawatan tidak sebanding, apalagi mengingat kebijakan pemerintah yang masih memberikan subsidi terhadap BBM. Selama kebijakan subsidi terhadap BBM masih ada pengembangan energi terbarukan tidak kompetitif. Berdasarkan hasil penelitian dari Badan Pusat Pengembangan Teknologi dan Pusat Penelitian PLN potensi arus antara Nusa Penida dan Lembongan mampu menghasilkan listrik sebesar 20 KW (kilo watt). 5

Potensi arus tersebut jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk investasi pengembangan energi terbarukan adalah tidak sebanding. Hal ini dikarenakan daya yang dihasilkan hanya 20 KW, dimana menurut wawancara dengan pihak PLN di lokasi penelitian, daya tersebut hanya mampu mengaliri listrik untuk 30 KK (Kepala Keluarga) dengan spesifikasi untuk kategori konsumen R1 (kategori pemakaian daya paling kecil yang masih diberikan subsidi oleh pemerintah). Berdasarkan kesimpulan dari wawancara, pengembangan energi terbarukan dari arus laut di Nusa Penida cukup berat, karena antara kebutuhan investasi dan arus yang dihasilkan tidak sepadan. Potensi konsumen baik dari RTP dan maupun konsumen untuk usaha skala kecil (homestay) maka pengembangan energi terbarukan layak dilakukan didua lokasi Penelitian, terutama untuk Raja Ampat sangat memiliki potensi yang cukup besar. Karena rasio elektrifikasi di Raja Ampat masih rendah yaitu baru 70%. Sedangkan rasio elektrifikasi di Nusa Penida sudah 90%, apalagi tahun ini di Nusa Penida sudah dibangun kabel bawah laut. Potensi konsumen dari skala UKM hanya terbatas pada kebutuhan Homestay, karena usaha yang berkembang adalah usaha wisata. Di Raja Ampat pemenuhan kebutuhan listrik homestay diperoleh dengan menggunakan Diesel terutama pulau-pulau kecil, energi terbarukan seperti energi surya hanya mampu mengaliri listrik untuk lampu kamar. Tapi ada juga homestay yang menggunakan energi surya. Namun sesuai dengan potensi yang dimiliki, maka pulau wisata yang mampu memiliki potensi arus hanya di Pulau Kapisawar dan Pulau Sawiray. Salah satu yang menjadi kendala dalam hal potensi konsumen adalah masalah keberlanjutan pemeliharaan hasil bantuan alat dari energi terbarukan. Meski, secara konsumen ada potensinya, namun jika masyarakat tidak merawat alat tersebut, karena menganggap program tersebut hanya hibah, maka pengembangan energi terbarukan tidak optimal, artinya sangat diperlukan partisipasi masyarakat dari sejak awal proyek ini diberikan. Kendala lain dalam pengembangan energi terbarukan di Raja Ampat termasuk energi arus adalah partisipasi masyarakat. Dalam hal ini partisipasi masyarakat terhadap program pembangunan sangat rendah, karena ketergantungan mereka terhadap Status Otda yang menyebabkan mereka terbuai dengan dana pemerintah untuk pemenuhan dan pengembangan energi terbarukan. Bahkan banyak panel surya yang sudah diberikan Pemda tidak berfungsi karena keengganan masyarakat untuk merawat alat tersebut. Selain itu, alat 6

tersebut tidah mudah diaplikasikan oleh masyarakat, sehingga ketika ada kerusakan maka masyarakat kebingungan. Faktor inilah yang menjadi kendala dalam keberlanjutan program pengembangan energi terbarukan, termasuk salah satunya energi arus. Opsi 1: Kebijakan terkait Research and Development (R & D) Teknologi energi laut dapat dikembangkan dengan mengadaptasi teknologi yang sudah ada kemudian dibuat prototipe untuk skala industri dengan memperbaiki sistem yang sudah ada. Selanjutnya dibuat paten baru dan regulasi yang diperlukan dengan melihat dari 3 komponen yaitu hulu, proses-teknologi, dan hilir. Sejauh ini, teknologi arus laut dapat dijadikan program pertama dan utama untuk dikembangkan. Studi, riset, pengembangan dan pemetaan potensi energi laut telah secara parsial dilaksanakan oleh berbagai lembaga litbang dan swasta nasional sejak awal tahun 2000an, sehingga perlu suatu langkah sinegi untuk membuktikan bahwa energi laut dapat diandalkan dalam mendukung ketahanan energi nasional. Oleh karena itu pemerintah harus mendorong komunitas litbang untuk mengembangkan teknologi yang aplikatif sesuai spesifik lokasi. Komunitas litbang mengembangkan dan melaksanakan litbang energi laut secara terpadu meskipun berbeda institusi. Teknologi yang dikembangan harus disederhanakan untuk memudahkan perawatan mesin bantuan untuk keberlanjutan program. Ke depan perlu dipersiapan SDM yang menguasai teknologi energi laut. Opsi 2: Kebijakan terkait penumbuhan iklim pasar yang lebih fair Kebijakan ini diperlukan untuk memungkinkan penumbuhan iklim kondusif dan kompetitif bagi energi terbarukan termasuk energi laut untuk berkembang. Selama ini pengembangan terbarukan sangat terkendala oleh terlalu rendahnya harga energi konvensional, yang terdorong oleh kebijakan yang bias pada energi konvensional. Kebijakan yang lebih berpihak tersebut tidak harus menyebabkan harga energi laut lebih rendah dari harga energi konvensional; harga yang diperlukan tersebut diharapkan untuk paling tidak sejajar dengan harga energi konvensional. Selain itu, kendala lainnya dalam pengembangan energi arus ini adalah masih adanya subsidi listrik dari pemerintah, sehingga pengembangan energi arus dalam hal ini energi terbarukan tidak layak secara ekonomis, selama energi listrik masih disubsidi pemerintah. 7

Hal ini dikarenakan untuk pengembangan energi dari arus laut membutuhkan investasi yang cukup besar. Padahal jika dilihat dari potensi konsumen baik dari RTP dan maupun konsumen untuk usaha skala kecil (homestay) maka pengembangan energi terbarukan layak dilakukan, misalnya didua lokasi Penelitian, terutama untuk Raja Ampat sangat memiliki potensi yang cukup besar. Karena rasio elektrifikasi di Raja Ampat masih rendah yaitu baru 70%. Komitmen/subsidi/hibah untuk pemenuhan kebutuhan energi dan pengembangan energi terbarukan tergantung kebijakan masing-masing wilayah dan potensi energi terbarukan yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Di Nusa Penida misalnya, karena memiliki potensi arus energi yang cukup besar, maka pada tahun 2009 sudah diberi insentif terhadap pengembangan energi arus dalam bentuk penyedian turbin untuk energi arus. Selain itu, dari beberapa lembaga penelitian dan pengembangan sudah mulai melakukan identifikasi untuk pengembangan energi arus di Nusa Penida. Adapun lembaga penelitian tersebut adalah dari BPPT, Litbang ESDM, dan Litbang Teknologi Kelautan KKP. Namun insentif tersebut baru pada tahap identifikasi pengembangan energi arus, memang sudah ada bentuk penyediaan turbin, tapi saat ini sudah tidak bisa digunakan lagi. Komitmen pemerintah pusat dalam hal pengembangan energi arus baru sebatas pada tahap penelitian di Nusa Penida, namun komitmen Pemda untuk pengembangan energi arus tidak ada. Komitmen Pemda baru sebatas pemenuhan kebutuhan listrik dari PLN di Nusa Lembongan untuk kebutuhan wisata. Pada tahun 2013 sudah dipasang kabel bawah laut untuk pemerataan distribusi pada pulau-pulau kecil dan pengembangan wisata. Hal ini berarti, selama masih ada komponen subsidi pada PLN maka pengembangan energi terbarukan khususnya energi arus masih sulit dilakukan. Sedangkan komitmen Pemda untuk pemenuhan kebutuhan listrik di Raja Ampat cukup besar baik itu pengembangan energi solar atau energi terbarukan lainnya (Surya) jika dibandingkan dengan Nusa Penida. Misalnya untuk pengembangan energi surya, Pemda sudah mengembangkan energi surya dengan memberikan bantuan panel surya pada masing - masing pulau yang menjadi lokasi Penelitian. Besarnya komitmen pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan energi dan pengembangan energi terbarukan tidak terlepas dari status Otonomi Daerah yang disandang Raja Ampat. 8

Opsi 3: Kebijakan pionirisasi Kebijakan ini diperlukan untuk lebih mengefektifkan berbagai rencana operasional pegembangan energi laut yang telah dipersiapkan oleh komunitas pendukung pengembangan energi laut. Peran terdepan tersebut terutama adalah dalam hal pelaksanaan kegiatan-kegiatan vital yang mengharuskan pembiayaan besar dan mobilisasi lembaga-lembaga pemerintah di berbagai sektor terkait. Untuk mempercepat pengembangan energi laut, Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI) merekomendasikan double tracks strategy. Strategi pertama adalah untuk mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) melalui pengembangan energi laut skala menengah-besar. Strategi kedua adalah untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di pulau-pulau kecil dan daerah terpencil di Indonesia melalui pemanfaatan kapasitas nasional dalam pengembangan pilot project skala kecil. Oleh karena itu pemerintah perlu segera membuat pilot project skala menengah 1-2 MW dari jenis arus laut, arus pasang surut, gelombang, dan panas laut (OTEC) mulai tahun 2014 dan telah menghasilkan listrik di tahun 2016. Kegiatan litbang yang sudah dilakukan oleh komunitas pegiat energi laut dapat dijadikan model untuk pelaksanaan kegiatankegiatan vital yang akan dilaksanakan oleh pemerintah tersebut. Pemerintah dapat menentukan salah satu lokasi yang potensial untuk dijadikan pilot project, meskipun belum dijadikan penyedia istrik yang dikomersialkan. Opsi 4: Kebijakan terkait pengembangan ekonomi lokal yang memanfaatkan energi listrik dari energi laut Perkembangan ekonomi di wilayah-wilayah yang pesisir dan pulau-pulau kecil yang belum mendapatkan akses listrik diharapkan akan memperbaiki kondisi sosial ekonomi masyarakat. Dengan adanya listrik di masyarakat diharpakan terjadi penumbuhan kegiatankegiatan ekonomi masyarakat pada gilirannya berimbas pada kehidupan sosial. Tersedianya kesempatan-kesempatan atau lapangan pekerjaan baru yang difasilitasi oleh keberadaan sistem kelistrikan terbukti mampu menyerap sebagian dari penganggur yang sebelumnya sering melakukan aktivitas-aktivitas kontra produktif / mengganggu keamanan masyarakat. 9

STRATEGI IMPLEMENTASI Untuk dapat merealisasikan opsi rekomendasi kebijakan dari rekomendasi kebijakan ini maka diperlukan strategi implementasi dari masing-masing opsi rekomendasi tersebut, sebagai berikut : Opsi 1: Kebijakan terkait Research and Development (R & D) a. Pemerintah mendorong komunitas litbang untuk mengembangkan teknologi yang aplikatif sesuai spesifik lokasi b. Komunitas litbang mengembangkan dan melaksanakan litbang energi laut secara terpadu meskipun berbeda isntitusi. Opsi 2: Kebijakan terkait penumbuhan iklim pasar yang lebih fair a. Pemerintah mendukung pengembangan energi laut sebagai salah satu sumber energi terbarukan yang potensial. b. Pemerintah mengalokasikan anggaran terkait pengembangan energi laut. c. Pemerintah harus mengurangi subsidi terhadap bahan bakar minyak dan memperbesar subsidi untuk energi terbarukan seperti energi arus dan gelombang laut. Opsi 3: Kebijakan pionirisasi a. Pemerintah menentukan lokasi potensial untuk dijadikan lokasi pilot project pengembangan energi laut. b. Pemerintah membuat pilot project pengembangan energi laut sebagai sumber listrik. Opsi 4: Kebijakan terkait pengembangan ekonomi lokal yang memanfaatkan energi listrik dari energi laut a. Pemerintah mempertimbangkan dampak positif dan negatif secara sosial ekonomi dari suatu kegiatan pengembangan energi laut b. Penetapan benefit ekonomi dari industri energi laut baik secara langsung maupun tidak langsung. 10

PERKIRAAN DAMPAK REKOMENDASI 1. Dampak rekomendasi ini untuk mengurangi kegagalan penerapan program energi terbarukan di pulau-pulau kecil 2. Dampak rekomendasi selanjutnya adalah mengurangi ketergantungan usaha perikanan dan masyarakat pulau-pulau kecil terhadap energi solar. 3. Kebijakan mandatori prioritas berupa penugasan kepada PT PLN (Persero) untuk melakukan pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik energi laut (feed in tarif) diharapkan dapat mendorong percepatan pengembangan energi laut. Penyusun Rekomendasi Nama: Mira dan Siti Hajar Suryawati No Hp: 0812 9867 8065 Email: miraclenia@yahoo.com 11