ANALISA SISTEM. Analisa Situasional

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem

IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. PENDEKATAN SISTEM

ANALISIS FINANSIAL AGROINDUSTRI PENYULINGAN AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

METODOLOGI PENELITIAN

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

VII. IMPLEMENTASI MODEL

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Sistem Manajemen Basis Pengetahuan Evaluasi resiko usaha

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai

BAB IV ANALISA SISTEM

PENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

RANCANGAN IMPLEMENTASI

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

Lampiran 1. Perkembangan ekspor impor minyak akar wangi. Ekspor Impor Minyak Akar Wangi Tahun

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

KELAPA SAWIT DI PULAU SUMATERA

BAB I PENDAHULUAN. fatwa MUI yang mengharamkan bunga bank. 1. nilai-nilai syariah berusaha menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi.

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perbankan Islam pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. dana dari pihak yang berkelebihan untuk kemudian di salurkan kepada pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah stagnasi perekonomian nasional, UKM telah membuktikan

BABl PENDAHULUAN. Lembaga keuangan syariah lahir sebagai akibat adanya rasa

Peluang Investasi Minyak Akar Wangi

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat kemajuan ekonomi masyarakat. yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi

Form A Kuesioner Profil Usaha Tani Program Penelitian Pemberdayaan Agroindustri Nilam di Pedesaan dalam Sistem Klaster

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas. kekeluargaan (Sholahuddin dan Hakim, 2008: 179).

BAB I PENDAHULUAN. melalui paket-paket kebijakan untuk mendorong kehidupan sektor usaha

Pengumpulan dan Pengolahan Data

BAB I PENDAHULUAN. atas asas kekeluargaan. (Sholahuddin dan Hakim, 2008: 179) dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah).

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari

Bab VIII Mengelola Keuangan Usaha

3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan sistem ekonomi syariah semakin berkembang seiring dengan

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu.

Tinjauan Pelaksanaan Skema Musyarakah Pada Produk Pembiayaan Dana Berputar (PDB) Di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Garut

BAB I PENDAHULUAN. dalam beberapa tahun terakhir ini. Praktek perbankan Islam sebagai alternatif

IV. METODOLOGI 4.1. Kerangka Pemikiran

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KJKS CEMERLANG WELERI

BAB I PENDAHULUAN. Non Performing Financing (NPF) merupakan salah satu instrumen penilaian

BAB 1. PENDAHULUAN. Minyak atsiri banyak digunakan dalam industri obat-obatan, flavor, dalam agroindustri minyak atsiri (Laksamanaharja, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya akuntansi dalam pengelolaan keuangan usaha. Mereka hanya

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kegagalan usaha (Kemendag,2013). yang dianggap penting dan mampu menopang perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyentuh kalangan bawah (grass rooth). Semula harapan ini hanya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar merupakan pengertian yang digunakan untuk memperoleh

Tinjauan Penerapan Psak N0.105 Tentang Akuntansi Mudharabah Pada BMT Itqan Bandung

Sistem Manajemen Basis Data

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif. Persaingan usaha yang ketat terjadi ditengah kondisi ekonomi negara

BAB IV. Analisis Hasil Penelitian. A. Perhitungan Bagi Hasil Simpanan Mudharabah di KJKS BMT Nurussa adah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat mengetahui produk apa yang akan mereka butuhkan.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No 7

METODOLOGI Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era modern ini perbankan syariah telah menjadi fenomena global,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEWIRAUSAHAAN-II MENGELOLA KEUANGAN USAHA. Oloan Situmorang, ST, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi Bisnis. Program Studi Manajemen

III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Ketel Suling

PRAKIRAAN HARGA AKARWANGI: APLIKASI METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

BAB I PENDAHULUAN. syariah di Indonesia. Masyarakat mulai mengenal dengan apa yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Dari tahun ke tahun, perekonomian di Indonesia selalu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara agraris sebagian penduduknya adalah petani. Hal

BAB I PENDAHULUAN. beragam sehingga menjadikan Negara Indonesia sebagai negara yang subur

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dari unit surplus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bank Islam merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bagi hasil. Balas jasa atas modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan teori yang perkembangannya dimulai sejak tahun 1950-an,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan perbankan syariah sistem pembiayaan mudharabah

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam

nilai ekonomis cukup tinggi dalam dunia perdagangan (Ruaw, 2011). Kelapa merupakan komoditi strategis karena perannya yang besar sebagai sumber

BAB V PEMBAHASAN. A. Kebijakan Harga Jual Pembiayaan Murabahah di BMT Istiqomah Unit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang

BMT merupakan pelaku ekonomi baru dalam kegiatan perekonomian nasional yang beroperasi dengan menggunakan prinsip syariah. BMT melakukan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB I PENDAHULUAN. bersentuhan dengan keberadaan lembaga keuangan. Pengertian lembaga. lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank.

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

BAB I PENDAHULUAN. Diterbitkannya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahunn 2003 yang

REKAYASA MODEL EVALUASI KELAYAKAN PEMBIAYAAN AGROINDUSTRI MINYAK ATSIRI DENGAN POLA SYARIAH. Chandra Indrawanto

BAB I PENDAHULUAN. dasarkan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa Sistem

ANALISIS SENSITIFITAS FINANSIAL SERAIWANGI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan permasalahan dan kehidupan dunia yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. pada masa Orde Baru terjadi kegoncangan ekonomi dan politik. Perusahaan

Transkripsi:

ANALISA SISTEM Metodologi sistem didasari oleh tiga pola pikir dasar keilmuan tentang sistem, yaitu (1) sibernetik, atau berorientasi pada tujuan. Pendekatan sistem dimulai dengan penetapan tujuan melalui analisa kebutuhan, (2) holistik, yaitu cara pandang yang utuh terhadap keseluruhan sistem, dan () efektif, yaitu mendahulukan hasil guna yang operasional baru dipikirkan efisiensi keputusan. Berdasarkan pola pikir ini metodologi sistem bertujuan untuk mendapatkan gugus alternatif sistem yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi dan diseleksi (Eriyatno, 1999). Metodologi ini terdiri dari dua tahapan yaitu tahapan analisa (analisa sistem) dan tahapan sintesa (rekayasa sistem) atau pemodelan sistem. Analisa sistem dimulai dengan tahap analisa kebutuhan, yaitu kebutuhan yang hendak dipenuhi dengan pembentukan sistem. Analisa kebutuhan dapat merupakan hasil survey, pendapat para ahli, hasil diskusi, observasi lapang dan lainnya. Dari hasil analisa kebutuhan para pelaku dalam sistem akan dapat diformulasikan permasalahan dalam sistem untuk mencapai tujuan. Setelah tahap analisa kebutuhan maka dilakukan identifikasi sistem yaitu mencari mata rantai hubungan antara kebutuhan dengan masalah yang harus dipecahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Identifikasi ini digambarkan dalam diagram lingkar sebab-akibat (causal loops) dan diagram input output dari berbagai komponen yang dianggap mempengaruhi tujuan sistem. Analisa Situasional Agroindustri akarwangi di Kabupaten Garut tersebar mendekati lokasi pertanaman akarwangi di empat kecamatan yaitu Kecamatan Samarang, Kecamatan Leles, Kecamatan Cilawu dan Kecamatan Bayongbong. Jumlah total pengusaha agroindustri akarwangi di keempat kecamatan tersebut pengusaha dengan 4 unit ketel penyulingan. Kapasitas rata-rata ketel penyulingan sekitar 1400 kg bahan terna akarwangi kering angin dengan bonggol per kali suling.

0 Usaha agroindustri akarwangi rata-rata merupakan usaha kecil dengan asset kurang dari Rp 200 juta dan jumlah pekerja sekitar orang. Rata-rata investasi tetap yang ditanamkan pada usaha ini sebesar Rp 15 juta yang terdiri dari investasi alat suling sebesar Rp 1 juta dan investasi tanah dan bangunan sebesar Rp 55 juta. Sedangkan modal kerja yang dibutuhkan rata-rata sebesar Rp 22 juta. Sumber permodalan umumnya berasal dari pengusaha sendiri. Kapasitas berjalan usaha berfluktuatif antar bulan karena dipengaruhi ketersediaan bahan baku. Pada Mei dan Juni rata-rata dapat dilakukan 25 kali suling per bulan, bulan Juli Oktober rata-rata 20 kali suling per bulan, bulan November Januari rata-rata 15 kali suling per bulan dan bulan Februari April rata-rata kali suling per bulan. Dengan demikian rata-rata per bulan kapasitas berjalan alat suling sepanjang tahun sebanyak 1 kali suling. Penyulingan dilakukan selama 14 jam dengan sistem uap air pada tekanan 4-5 atm. Rendemen minyak akarwangi yang didapat rata-rata sebesar 0,0% dari bobot terna bahan baku akarwangi kering angin dengan bonggol. Dengan demikian setiap kali suling dengan bobot terna bahan baku akarwangi seberat 1400 kg maka akan didapat sekitar 4,2 kg minyak akarwangi. Minyak akarwangi yang ditampung dipisahkan secara manual dari air uap penyulingan. Sedangkan terna akarwangi sisa penyulingan hanya dibakar dan dibuang. Jumlah pekerja penyulingan rata-rata sebanyak orang yang terdiri dari satu orang tenaga tetap sebagai teknisi dan digaji per bulan dengan besar gaji sebesar Rp 500.000 per bulan dan dua orang tenaga tidak tetap yang dibayar sebesar Rp 0 000 per kali suling untuk kedua orang tersebut. Biaya operasional lain yang cukup besar adalah biaya bahan baku akarwangi dan biaya bahan bakar minyak untuk pembakaran. Dengan harga bahan baku sekitar Rp 0 per kg akarwangi maka dengan kapasitas per kali suling seberat 1400 kg diperlukan biaya bahan baku sebesar Rp 0.000. Sedangkan untuk pembakaran diperlukan sekitar 20 liter minyak tanah per kali suling, sehingga jika harga minyak tanah sebesar Rp 2.00 per liter maka diperlukan sekitar Rp 598.000 untuk biaya bahan bakar per kali suling. Pendapatan usaha akarwangi sangat ditentukan oleh penerimaan usahanya dan biaya operasional yang dikeluarkan. Besarnya penerimaan ditentukan oleh

1 kapasitas berjalan usaha, tingkat rendemen yang didapat dan harga minyak akarwangi. Sedangkan biaya operasional yang terbesar adalah biaya bahan baku terna akarwangi dengan kontribusi terhadap total biaya sekitar 48%, dan biaya bahan bakar minyak tanah dengan kontribusi sekitar 9%, kontribusi biaya tenaga kerja sekitar % dan biaya lainnya sekitar 7%. Akarwangi Pembersihan Air Destilasi Ampas Pemotongan Bonggol Evaporasi Pengeringan Separasi Akarwangi Kering Minyak Akarwangi Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Minyak Akarwangi Pada umumnya pengusaha minyak akarwangi menjual hasil minyaknya ke pengumpul di Ibukota Kabupaten. Selain PT Jasulawangi sebagai pengumpul juga ada pengumpul perorangan di Ibukota Kabupaten tersebut. Harga terna bahan baku akarwangi selalu fluktuatif setiap tahun (Gambar 14.). Harga ini selain dipengaruhi oleh ketersediaan akarwangi juga dipengaruhi oleh harga minyak akarwangi yang terjadi. Rata-rata harga terna bahan baku akarwangi dalam lima tahun terakhir sekitar Rp 0 per kg. Demikian pula dengan harga minyak atsiri selalu fluktuatif setiap tahun (Gambar 15.). Harga minyak akarwangi ini dipengaruhi oleh harga yang terjadi dipasar internasional. Rata-rata harga minyak akarwangi dalam lima tahun terakhir sekitar Rp 75 000 per kg.

2 (Rp/kg) 00 800 00 400 200 0 1 2 4 5 7 89 9 9 9 9 9 2000 2001 2002 200 2004 2005 200 Bulan Sumber: Sub Dinas Perkebunan Kabupaten Garut, 200. Gambar 14. Grafik perkembangan harga akarwangi di Kabupaten Garut (Rp. Ribu/kg) 00 500 400 00 200 0 0 1 24 5 9 8 9 8 9 8 9 8 9 8 9 8 2000 2001 2002 200 2004 2005 200 Bulan Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Garut, 200 Gambar 15. Grafik perkembangan harga minyak akarwangi di Kabupaten Garut Lembaga keuangan syariah dapat berbentuk Bank seperti Bank syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) atau bukan Bank seperti Koperasi Jasa dan Keuangan Syariah (KJKS) dan Baitul Maal Wat Tamwi (BMT). Hasil

pengamatan di Kabupaten Garut menunjukkan pola pembiayaan yang sering diberikan oleh LKS sebagian besar (+ 90%) murabahah, diikuti pola mudarabah, musyarakah dan gadai dengan sektor pembiayaan utama yang telah dilayani adalah perdagangan umum, diikuti perdagangan hasil pertanian, industri rumah tangga dan jasa dan lainnya. Jangka waktu pembiayaan umumnya antara 24 bulan, bahkan untuk perdagangan umum dengan pola murabahah dapat antara 1 5 bulan. Tingkat keuntungan pembiayaan yang didapat antara 1,5% - 2,5% per bulan dengan rata-rata 2% per bulan. Syarat yang ditentukan bagi pembiayaan dengan pola bagi hasil dan bagi resiko adalah: (1) Usaha yang akan dibiayai sesuai dengan syariah. (2) Sistem pembukuan atau pengelolaan keuangan harus benar dan transparansi sehingga dapat terlihat porsi keuntungan. () Dari sisi karakter harus benar-benar nasabah yang amanah dan dapat dipercaya. Kendala yang dihadapi LKS untuk membiayai bidang agroindustri saat ini adalah tingginya fluktuasi harga bahan baku agroindustri dan harga produk sehingga margin yang didapat tidak besar, resiko yang harus ditanggung besar karena fluktuatif harga tersebut, pembukuan keuangan agroindustri khususnya UK agroindustri yang tidak sesuai kaidah akuntansi sehingga sulit menentukan keuntungan usaha untuk menetapkan bagi hasil dan kurangnya permodalan LKS khususnya pada KJKS dan BMT untuk membiayai agroindustri. Analisa Kebutuhan Model evaluasi kelayakan pembiayaan usaha agroindustri minyak atsiri dengan pola syariah yang dibuat harus dapat mengidentifikasi kebutuhan setiap pelakunya yang dapat mempengaruhi jalannya sistem. Untuk itu perlu diidentifikasi pelaku dan kebutuhan dari masing-masing pelaku tersebut didalam sistem sebagai langkah pertama pendekatan sistem. Hasil identifikasi pelaku dalam sistem pembiayaan usaha agroindustri minyak atsiri akarwangi dengan pola syariah adalah: (1) Pengusaha penyulingan minyak atsiri; (2) Lembaga keuangan syariah; () Petani tanaman atsiri; (4) Eksportir minyak atsiri; (5) Pedagang perantara minyak atsiri; () Pemerintah. Kebutuhan dari masingmasing pelaku dalam sistem ini dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah ini.

4 Tabel 7. Pelaku dan kebutuhan pelaku Pelaku Pengusaha Penyulingan Minyak Atsiri Akarwangi Lembaga Keuangan Syariah Petani akarwangi Eksportir Minyak Atsiri Akarwangi Pedagang Perantara Minyak Atsiri akarwangi Pemerintah Kebutuhan Pelaku 1. Ketersediaan modal usaha dengan biaya modal dan resiko yang rendah. 2. Ketersediaan bahan baku terna akarwangi terjamin. Harga bahan baku terna akarwangi rendah 4. Rendemen minyak atsiri tinggi 5. Biaya operasional rendah. Pemasaran terjamin 7. Harga minyak akarwangi tinggi 1. Tingkat resiko pembiayaan rendah 2. Tingkat keuntungan pembiayaan yang tinggi. Peningkatan jumlah nasabah LKS 1. Produksi terna tinggi 2. Harga jual terna tinggi. Biaya usahatani rendah 4. Pasar terna terjamin 1. Margin keuntungan tinggi 2. Mutu minyak atsiri tinggi. Ketersediaan pasokan minyak atsiri tinggi 4. Kepastian pasar ekspor tinggi 1. Margin keuntungan tinggi 2. Mutu minyak atsiri tinggi. Ketersediaan pasokan minyak atsiri tinggi 4. Kepastian pasar tinggi 1. Meningkatnya lapangan pekerjaan 2. Meningkatnya pendapatan masyarakat. Meningkatnya pendapatan devisa 4. Meningkatnya pendapatan daerah 5. Terjaganya kelestarian lingkungan

5 Formulasi Permasalahan Berdasarkan kebutuhan para pelaku diatas, permasalahan yang dihadapi pelaku agroindustri minyak atsiri dalam kaitannya dengan kelayakan pembiayaan agroindustri dengan pola syariah adalah: 1. Harga minyak atsiri yang selalu fluktuatif dan tidak pasti menyebabkan keuntungan usaha agroindustri minyak akarwangi menjadi sangat tidak pasti. Ketidakpastian pendapatan ini akan mengakibatkan ketidakpastian tingkat keuntungan yang akan didapat oleh LKS atas pembiayaan yang dilakukannya dan yang didapat oleh pengusaha minyak akarwangi atas investasi dan usaha yang dilakukannya. 2. Harga bahan baku terna akarwangi yang selalu fluktuatif dan tidak pasti menyebabkan biaya produksi minyak akarwangi menjadi tidak pasti sehingga menambah tingkat ketidakpastian pendapatan usaha agroindustri minyak akarwangi.. Tidak adanya kepastian tingkat kapasitas berjalan usaha minimal yang harus dilaksanakan oleh pengusaha pengolahan minyak akarwangi. Kapasitas berjalan usaha yang rendah yang ditandai dengan jumlah penyulingan per bulan yang rendah akan mengakibatkan tingkat pendapatan usaha yang rendah. 4. Tidak adanya kepastian nisbah bagi hasil dan bagi resiko yang memuaskan kedua belah pihak antara pengusaha agroindustri akarwangi dengan lembaga keuangan syariah yang akan turut membiayai usaha tersebut. Lembaga keuangan syariah dalam ikut serta melakukan pembiayaan suatu usaha memiliki target keuntungan minimal yang harus didapat dari pembiayaannya agar dapat memberi bagi hasil yang layak pada deposan yang telah menitipkan uangnya, dapat menutupi biaya over head yang dikeluarkannya dan mendapat keuntungan yang layak dari pembiayaan yang dilakukan. Dipihak lain pengusaha juga ingin mendapatkan imbalan yang layak atas usahanya terlebih jika usaha yang diberikan melebihi target kapasitas berjalan usaha minimal yang telah ditetapkan.

Identifikasi Sistem Identifikasi sistem dimaksudkan untuk menentukan batasan sistem dan ruang lingkup penelaahan sistem. Disamping itu identifikasi sistem juga merupakan mata rantai hubungan antara kebutuhan dengan masalah yang harus dipecahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Identifikasi sistem dapat digambarkan dalam bentuk diagram input-ouput. Diagram Input-Output menggambarkan masukan dan keluaran dari model yang dikembangkan. Masukan dalam model terdiri dari masukan terkontrol dari dalam sistem, masukan tak terkontrol dari dalam sistem dan masukan dari luar sistem atau masukan lingkungan. Sedangkan keluaran dalam model terdiri dari keluaran yang dikehendaki dan keluaran yang tidak dikehendaki. Masukan terkontrol merupakan peubah variabel yang dapat divariasikan dengan tujuan agar keluaran yang tidak dikehendaki tidak terjadi. Apabila terjadi keluaran yang tidak dikehendaki maka masukan terkontrol harus dirubah besarannya. Masukan terkontrol ini bersama dengan masukan tidak terkontrol dan masukan lingkungan diproses dalam kotak hitam sistem pembiayaan agroindustri minyak atsiri dengan pola syariah sehingga menghasilkan keluaran yang dikehendaki. Input terkontrol dalam model evaluasi kelayakan pembiayaan agroindustri minyak atsiri dengan pola syariah meliputi skema pembiayaan, nisbah bagi hasil dan bagi resiko, kapasitas berjalan produksi, teknologi pengolahan, sistem pengadaan bahan baku dan target LKS atas hasil pembiayaan. Pengendalian input terkontrol merupakan langkah kritis untuk mencapai output yang dikehendaki yaitu tingkat pengembalian pembiayaan usaha yang tinggi, tingkat resiko pembiayaan yang rendah serta pengusaha mampu mengembalikan pembiayaan yang diterimanya. Dengan pengendalian input terkontrol diharapkan juga dapat sekaligus mencegah timbulnya output yang tidak dikehendaki yaitu biaya produksi yang meningkat, efisiensi usaha yang menurun, kelebihan produksi minyak atsiri serta menurunnya laba operasional usaha.

7 Input Lingkungan Kondisi ekonomi nasional Kondisi pasar minyak atsiri internasional Input Tak Terkontrol Harga minyak atsiri Harga bahan baku Rendemen Persaingan industri Output yang Dikehendaki Tingkat keuntungan pembiayaan usaha yang tinggi Tingkat resiko pembiayaan yang rendah. Pengusaha mampu mengembalikan pembiayaan Sistem Pembiayaan Agroindustri Minyak Atsiri dengan Pola Syariah Input Terkontrol Skema pembiayaan Nisbah bagi hasil dan bagi resiko Kapasitas berjalan produksi Teknologi pengolahan Sistem Pengadaan Bahan Baku Target LKS atas hasil pembiayaan Output Tidak Dikehendaki Biaya produksi meningkat Efisiensi usaha menurun Laba operasional usaha menurun MANAJEMEN PENGENDALIAN Gambar 1. Diagram input output sistem pembiayaan agroindustri minyak atsiri dengan pola syariah

8 Input tak terkontrol dalam model meliputi harga minyak atsiri, harga bahan baku dan rendemen serta persaingan industri. Input tak terkontrol ini akan mempengaruhi sistem dan menentukan pula apakah yang akan didapat output yang dikehendaki atau output yang tidak dikehendaki. Prakiraan nilai input tak terkontrol dimasa depan dapat mengantisipasi hal tersebut.