BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
Pengukuran Kinerja SCM

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

Manajemen Tranportasi dan Distribusi. Dosen : Moch Mizanul Achlaq

Manajemen Transportasi dan Distribusi. Diadopsi dari Pujawan N

MANAJEMEN TRANPORTASI DAN DISTRIBUSI

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

BAB II LANDASAN TEORI

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

Mode Distribusi & Transportasi. Tita Talitha, MT

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

BAB II LANDASAN TEORI. tujuan yang sama. Menurutnya juga, Sistem Informasi adalah serangkaian

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

BAB 3 PERANCANGAN PRODUK BARU DALAM PERSPEKTIF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Supply Chain Management

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

KONSEP SISTEM INFORMASI

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan

ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2

BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembahasan Materi #11

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

Pengukuran Kinerja (Performance Measurement)

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom. Edi Sugiarto, M.Kom - Supply Chain Management dan Keunggulan Kompetitif

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang

Manajemen Rantai Pasok -Strategi SCM (2) TIP FTP UB 2016

#14 PENGUKURAN KINERJA SCM

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and

Supply Chain. Management. an overview. MUSTHOFA HADI, SE mister-ebiz.blogspot.com

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

: Yan Ardiansyah NIM : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Logistik

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Dwi Hartanto, S,.Kom 03/04/2012. E Commerce Pertemuan 4 1

Pembahasan Materi #5

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT. Rantai Suplai /pasok adalah nama lain untuk menyebutkan seluruh proses bisnis

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

Konsep Just in Time Guna Mengatasi Kesia-Siaan dan Variabilitas dalam Optimasi Kualitas Produk

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi

Supply Chain Management. Tita Talitha,MT

1.1 Latar Belakang Masalah

Merancang Jaringan Supply Chain

MAKALAH E BISNIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

Addr : : Contact No :

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERAN, SEJARAH DAN ARAH AKUNTANSI MANAJEMEN

TUGAS E BISNIS MENINGKATKAN SUPPLY RANGKAIAN PERENCANAAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGUKURAN KINERJA SCM

RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Manajemen Rantai Pasokan

Pembahasan Materi #4

Mengelola Persediaan pada Supply Chain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RUANG LINGKUP MANAJEMEN BIAYA

STRATEGI RANTAI PASOKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin ketat. Tiap-tiap perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin meningkatkan

Deskripsi Mata Kuliah

Hakikat Rantai Pasokan

KEWIRAUSAHAAN III. Power Point ini membahas mata kuliah Kewirausahaan III. Endang Duparman. Modul ke: Arissetyanto. Fakultas SISTIM INFORMASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan perantara untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Kepuasan Konsumen, Pentingnya Kepuasan Konsumen Dalam Pemasaran,

Pembahasan Materi #1

Disain Jejaring (Network Design)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

Bab I : Peramalan (Forecasting) Bab III : Manajemen Persediaan. Bab IV : Supply-Chain Management. Bab V : Penetapan Harga (Pricing)

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

1. PENDAHULUAN. Universitas Kristen Petra

MEMPRODUKSI BARANG DAN JASA (PRODUCING GOODS AND SERVICES) Gambar 11.1 Proses Transformasi Sumber Daya

Dari. Logistics Value Creation PROPOSISI

Kolaborasi (Collaboration)

AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN AKTIVITAS DAN STRATEGI

Transkripsi:

15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar tentang Supply Chain Management 2.1.1 Pendahuluan Tantangan yang dihadapi dunia manufaktur berubah dan semakin berat dari masa ke masa. Di era tahun 1960-an orang mengenal Ford sebagai salah satu perusahaan ternama dunia. Mereka terkenal dengan kemampuannya untuk memproduksi mobil yang standar. Sistem produksi mereka kita kenal dengan istilah mass production atau produksi massal. Sistem produksi massal sangat mementingkan jumlah output yang dihasilkan per satuan waktu. Produktivitas, efisiensi, dan utilitas sistem produksi adalah tiga kata kunci [19]. Pada sistem seperti ini kecepatan kerja operator diukur dan dijadikan dasar untuk menentukan upah. Menciptakan keseimbangan lintasan produksi juga menjadi kunci tercapainya produktivitas pada sistem produksi massal. Ilmu pengukuran waktu kerja dan metode kerja sangat relevan dengan sistem seperti ini. Pelaku industri pun mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas, dan cepat, perbaikan di internal sebuah perusahaan manufaktur tidaklah cukup. Ketiga aspek tersebut membutuhkan peran serta semua pihak mulai dari supplier yang mengolah bahan baku dari alam menjadi komponen, pabrik yang mengubah komponen dan bahan baku menjadi produk jadi, perusahaan transportasi

16 yang akan menyampaikan produk ke tangan pelanggan. Kesadaran akan pentingnya peran semua pihak dalam menciptakan produk yang murah, berkualitas, dan cepat inilah yang kemudian melahirkan konsep baru tahun 1990-an yaitu Supply chain Management (SCM). 2.1.2 Supply Chain dan Supply Chain Management Untuk mendapatkan pengertian yang benar, ada baiknya kita mendiskusikan terlebih dahulu apa itu supply chain dan apa bedanya dengan supply chain management. 2.1.2.1 Definisi Supply Chain Terdapat banyak definisi yang memaparkan tentang apa itu supply chain. Berikut akan dijelaskan berbagai definisi tersebut : Supply adalah [11] : 1. Tindakan menawarkan produk untuk dijual 2. Penawaran kuantitas untuk dijual 3. Penawaran kuantitas untuk dijual pada harga yang bervariasi Supply chain adalah serangkaian langkah-langkah yang sering diterapkan pada perusahaan yang berbeda, dan diperlukan untuk menghasilkan suatu produk akhir dari faktor utamanya, dimulai dengan proses dari bahan baku, dilanjutkan dengan kemungkinan produksi dari pertengahan input (setengah jadi), dan berakhir dengan perakitan dan pendistribusian [11].

17 Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersamasama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai terakhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau retail, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik [19]. Supply chain adalah jejak untuk memenuhi ke semua supplier dan pelayanan kepada suatu perusahaan, sistem informasi dapat meningkatkan kolaborasi antar pedagang dalam pemesanan untuk mereduksi waktu dan biaya-biaya [14]. Supply chain adalah serangkaian peristiwa pada aliran yang baik dimana ada penambahan kepada nilai dari barang. Yang termasuk ke dalam peristiwa yang dimaksud adalah [12] : Konversi Perakitan dan/atau bukan perakitan Pemindahan dan penempatan Supply chain adalah cara bagaimana organisasi berhubungan satu sama lain sebagai maksud dari perusahaan istimewa [15]. Supply chain merupakan pengaturan komponen, manufaktur dan distribusi dari sebuah manufaktur komoditas. Supply Chain (Value Chain) adalah sebuah jaringan atau permulaan kemajuan dengan bahan baku dan akhir dengan penjualan dari produk jadi dan pelayanan [13].

18 Supply chain adalah aliran dari sumber daya masuk dan ke luar dari operasi perusahaan secara bersama-sama. Suatu rantai pasok pada IT adalah aliran sumber daya yang masuk dan keluar dari operasi IT tersebut [8]. Supply chain adalah suatu mata rantai dari pelayanan atau menyampaikan barang dari supplier ke perusahaan dan kepada konsumen [16]. Supply chain adalah aliran produk yang optimal dari bagian produksi melewati lokasi perantara (tingkat menengah) ke pengguna akhir. Supply chain analisis adalah proses yang pengambilan inti sari dan mempersembahkan informasi rantai pasok untuk memberikan pengukuran, pengawasan, peramalan, dan pengaturan dari rantai itu sendiri [9]. Supply chain adalah suatu jaringan yang memperlihatkan aliran material/bahan, informasi, dan keuangan sebagai perpindahan pada sebuah proses dari supplier ke pabrik, lalu ke wholesaler, dan kemudian ke retail dan terakhir ke konsumen. Banyak organisasi melihat bahwa optimisasi supply chain sebagai maksud untuk memberikan keuntungan kompetitif yang signifikan [10]. Pada suatu supply chain biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor, lalu ke pengecer atau retail, kemudian ke pemakai terakhir. Yang kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Informasi tentang persediaan

19 produk yang masih ada di masing-masing supermarket sering dibutuhkan oleh distributor ataupun pabrik. Informasi tentang ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh supplier juga sering dibutuhkan oleh pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan baku sering dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim maupun yang akan menerima. Gambar 2.1 memberikan ilustrasi konseptual sebuah supply chain. Gambar 2.1 Simplikasi Model Supply Chain dan 3 Macam Aliran yang Dikelola Sumber gambar : [19] Dalam kondisi yang nyata di lapangan, supply chain tidak sesederhana yang diatas. Model serial seperti diatas terlalu sederhana untuk menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. 2.1.2.2 Definisi Supply Chain Management Kalau supply chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir. SCM adalah metode, alat, atau pendekatan

20 pengelolaannya. Namun perlu ditekankan bahwa SCM menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi. Jadi supply chain management tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner. Kenapa diperlukan koordinasi dan kolaborasi antar perusahaan pada supply chain? Karena perusahaan-perusahaan yang berada pada suatu supply chain pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir yang sama, mereka harus bekerja sama untuk membuat produk yang murah, mengirimkannya tepat waktu, dan dengan kualitas yang bagus. Hanya dengan kerjasama antara elemen-elemen pada supply chain tujuan tersebut akan bisa dicapai. Oleh karena itu, cukup tepat kalau banyak orang mengatakan bahwa persaingan dewasa ini bukan lagi antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain, tetapi antara supply chain yang satu dengan supply chain yang lain [19]. Banyak pakar yang mengartikan apa itu supply chain management, diantaranya : Supply chain management adalah suatu usaha untuk mengkoordinasikan proses yang terlibat dalam produksi, pengiriman, dan pendistribusian produk, umumnya dengan keleluasaan supplier. Jaringan pasar bisa menyambungkan supply chain management kepada semua pedagang karena mereka memberikan pusat untuk mengintegrasikan informasi dari pembeli dan penjual [12]. Supply chain management adalah pengendalian persediaan komponen dari vendor melewati konsumen. Dimana tidak terdapat perbedaan dari dasar pada prinsip

21 antara Supply Chain Management dan Manufacturing Resource Planning. SCM juga digunakan untuk menyerahkan/memberikan siklus manufaktur yang singkat [17]. Supply chain management adalah pengiriman konsumen dan nilai ekonomik yang mengintegrasikan manajemen aliran dari produk jadi dan mengggabungkan informasi, dari sumber bahan baku untuk mengirimkan produk tersebut ke konsumen [18]. Supply chain management adalah suatu proses perencanaan, implementasi, dan pengawasan operasi dari suatu rantai pasok dengan tujuan untuk memberi kepuasan akan kebutuhan konsumen yang efisien dan memungkinkan. Supply chain management meliputi semua perpindahan dan bahan baku pada suatu gudang, workin-process persediaan, dan produk jadi dari titik sumber ke titik pengguna. Kesuksesan SCM membutuhkan perubahan fungsi dari pengontrolan individu kepada penggabungan aktivitas kedalam proses utama dari rantai pasok. Sebagai contoh, departemen pembelian menempatkan pesanan sebagai kebutuhan yang layak. Divisi marketing, merespon pada permintaan konsumen, berhubungan dengan bermacammacam distributor dan retail, serta berusaha untuk memuaskan permintaan konsumen. Pembagian informasi antar sesama rantai pasok bisa hanya mempengaruhi penggabungan prosesnya [5]. Supply chain management adalah kumpulan dari kegiatan fungsional (transportasi, inventory control, dan sebagainya), dimana diulang berkali kali melalui seluruh saluran bahan mentah dimasukkan kedalam barang jadi dan terjadi proses customer value yang ditambahkan [7].

22 Proses penggabungan bisnis rantai pasok meliputi pekerjaan yang sifatnya kolaboratif di antara pembeli dan banyak supplier, menggabungkan pengembangan produk, sistem yang umum dan pembagian informasi. Berdasarkan Lambert dan Cooper (2000) operasi suatu penggabungan rantai pasok membutuhkan aliran informasi yang berkesinambungan, yang dapat membantu untuk mencapai aliran produk yang paling baik. Bagaimanapun pada banyak perusahaan, manajemen telah menjangkau suatu hasil bahwa pengoptimalan dari aliran produk tidak bisa diselesaikan tanpa implementasi sebuah proses pendekatan bisnis. Kunci dari proses rantai pasok menurut Lambert (2004) adalah : Manajemen hubungan konsumen Manajemen pelayanan konsumen Manajemen permintaan Pemenuhan pesanan Manajemen aliran manufaktur Manajemen hubungan supplier Pengembangan produk dan komersialisasi Pengembalian manajemen Supply chain management adalah kekeliruan dari material/produk, informasi, dan keuangan sebagai perpindahan pada sebuah proses dari supplier ke pabrik lalu ke wholesaler, ke retail dan terakhir ke konsumen. Supply chain management termasuk mengkoordinasi dan mengintegrasi aliran tersebut sampai ke perusahaan [21].

23 Supply chain management meliputi perencanaan dan pengaturan dari semua aktivitas-aktivitas, termasuk dalam pengadaan dan pembelian, perubahan, dan semua aktivitas manajemen logistik. Pentingnya, hal itu juga termasuk koordinasi dan kolaborasi dengan channel partners, yang bisa menjadi supplier, perantara, third party service providers, dan konsumen. Intinya, supply chain management mengintegrasikan suplai dan pengaturan permintaan dengan perusahaan yang berseberangan [3]. Menurut Ellram (1991), Betchel dan Jayaram (1997), Lambert dan Cooper (2000) dalam Van den Vorst dan Beulens (2002), SCM merupakan integrasi perencanaan, koordinasi, dan pengendalian proses bisnis dan kegiatan dalam supply chain untuk memberikan nilai superior pada konsumen dengan biaya rendah dan memuaskan kebutuhan stakeholder lain. Semangat koordinasi dan kolaborasi juga didasari oleh kesadaran bahwa kuatnya sebuah supply chain tergantung pada kekuatan seluruh elemen yang ada di dalamnya. Sebuah pabrik yang sehat dan efisien tidak akan banyak berarti apabila supplier-nya tidak mampu memenuhi pengiriman tepat waktu. Ada benarnya perkataan orang bahwa a supply chain is as strong as its weakest link. Jadi, dalam supply chain, pabrik perlu memberikan bantuan teknis dan manajerial terhadap para supplier-nya karena pada akhirnya ini akan menciptakan kemampuan bersaing keseluruhan supply chain. Dari definisi diatas juga bisa kita lihat bahwa semangat kolaborasi dan koordinasi pada supply chain tidak mesti (dan tidak boleh) mengorbankan

24 kepentingan tiap individu perusahaan. SCM yang baik bisa meningkatkan kemampuan untuk bersaing bagi supply chain secara keseluruhan, namun tidak menyebabkan satu pihak berkorban dalam jangka panjang. Oleh karena itu diperlukan pengertian, kepercayaan, dan aturan main yang jelas. Misalnya, ketika suatu perusahaan mau membagi informasi secara transparan, perusahaan partner harus menjaga informasi tersebut dari pihak-pihak yang bisa menyalahgunakannya. Sangatlah penting untuk menjaga etika bagi mereka yang menginginkan supply chain yang kuat dalam jangka panjang. Idealnya, hubungan antar pihak pada suatu supply chain berlangsung jangka panjang. Hubungan jangka panjang memunginkan semua pihak untuk meciptakan kepercayaan yang lebih baik serta menciptakan efisiensi. Efisiensi bisa tercipta karena hubungan jangka panjang berarti mengurangi ongkos-ongkos untuk mendapatkan perusahaan partner baru. Dalam banyak kasus, ongkos yang terlibat dalam mengevaluasi calon-calon perusahaan partner bisa cukup besar. Namun perlu dicatat bahwa orientasi jangka panjang dalam konteks supply chain di lapangan harus tetap diinterpretasikan secara fleksibel. Dalam konteks lingkungan bisnis yang semakin dinamis dewasa ini, ukuran jangka panjang berlaku sangat relatif.

25 Gambar 2.2 Model Supply Chain Management Sumber gambar : [7] 2.1.3 Area Cakupan SCM SCM pada hakekatnya mencakup lingkup pekerjaan dan tanggung jawab yang luas. Kalau kita kembali pada definisi supply chain dan supply chain management diatas maka kita bisa katakan secara umum bahwa semua kegiatan yang terkait dengan aliran material, informasi, dan uang di sepanjang supply chain adalah kegiatan-kegiatan dalam cakupan SCM. Jika kita mengacu kepada sebuah perusahaan manufaktur, kegiatan-kegiatan utama yang masuk dalam klasifikasi SCM adalah :

26 Tabel 2.1 Empat Bagian dan Fungsi-Fungsi Utama Supply Chain Bagian Pengembangan Produk Pengadaan Perencanaan & Pengendalian Operasi / Produksi Pengiriman / Distribusi Sumber tabel : [19] Cakupan kegiatan Melakukan riset pasar, merancang produk baru, melibatkan supplier dalam perancangan produk baru. Memilih supplier, mengevaluasi kinerja supplier, melakukan pembelian bahan baku dan komponen, memantau supply risk, membina dan memelihara hubungan dengan supplier. Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan. Eksekusi produksi, pengendalian kualitas. Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor service level di tiap pusat distribusi. - Kegiatan merancang produk baru (Product Development) - Kegiatan mendapatkan bahan baku (Procurement) - Kegiatan merencanakan produksi dan persediaan (Planning & Control) - Kegiatan melakukan produksi (Production) - Kegiatan melakukan pengiriman/distribusi (Distribution) Klasifikasi tersebut biasaanya tercermin dalam bentuk pembagian departemen atau divisi pada perusahaan manufaktur. Pembagian tersebut sering dinamakan

27 functional division karena mereka dikelompokkan sesuai dengan fungsinya. Umumnya sebuah perusahaan manufaktur akan memiliki bagian pengembangan produk, bagian pembelian atau bagian pengadaan (purchasing /procurement), bagian produksi, bagian perencanaan produksi (Production Planning and Inventory Control, PPIC), dan bagian pengiriman atau distribusi barang jadi. 2.2 Manajemen Transportasi dan Distribusi Pada kebanyakan produk yang kita gunakan, peran jaringan distribusi dan transportasi sangatlah vital. Jaringan distribusi dan transportasi ini memungkinkan produk pindah dari lokasi dimana mereka diproduksi ke lokasi konsumen / pemakai yang sering kali dibatasi oleh jarak yang sangat jauh. Kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara tepat waktu, dalam jumlah yang sesuai dan dalam kondisi yang baik sangat menentukan apakah produk tersebut pada akhirnya akan kompetitif di pasar. Oleh karena itu, kemampuan untuk mengelola jaringan distribusi dewasa ini merupakan satu komponen keunggulan kompetitif yang sangat penting bagi kebanyakan industri [19]. Untuk menciptakan keunggulan berkompetisi, perusahaan tidak lagi bisa mengandalkan cara-cara tradisional dalam mendistribusikan produk-produk mereka. Perkembangan teknologi dan inovasi dalam manajemen distribusi memungkinkan perusahaan untuk menciptakan kecepatan waktu kirim serta efisiensi yang tinggi dalam jaringan distribusi mereka, sesuatu yang sangat dipentingkan oleh pelanggan dewasa ini.

28 Secara tradisional, jaringan distribusi sering kali dianggap sebagai serangkaian fasilitas fisik seperti gudang dan fasilitas pengangkutan dan operasi masing-masing fasilitas ini cenderung terpisah antara satu dengan yang lainnya. Tekanan kompetisi serta kebutuhan pelanggan yang tinggi memaksa perusahaanperusahaan untuk melakukan berbagai perbaikan dalam kegiatan distribusi dan transportasi. Dewasa ini, jaringan distribusi tidak lagi dipandang hanya sebagai serangkaian fasilitas yang mengerjakan fungsi-fungsi fisik seperti pengangkutan dan penyimpanan, tetapi merupakan bagian integral dari kegiatan supply chain secara holistik dan memiliki peran strategis sebagai titik penyalur produk maupun informasi dan juga sebagai wahana untuk menciptakan nilai tambah. Kegiatan transportasi dan distribusi menjadi semakin penting artinya bagi supply chain dewasa ini dengan semakin banyaknya perusahaan yang harus melakukan pengiriman langsung ke pelanggan. Transshipment ialah proses mengeluarkan barang dari kendaraan dan memasukkannya ke dalam kendaraan lain. Biasanya transshipment berlangsung pada fasilitas yang sudah ditentukan, yang kita sebut dengan terminal atau supply point. Untuk tujuan pemodelan, ini dapat dilihat sebagai serangkaian pagar yang terhubungkan oleh sistem pengurutan internal, penyimpanan, dan transfer. Walaupun banyak teknologi yang ada berdasarkan beban yang dipindahkan, secara konseptual hal ini memberikan perbedaan yang sedikit. Penekanan pada terminal-terminal yang efisien ialah pada memindahkan bebannya dengan cepat dengan kelonggaran yang sedikit untuk penyimpanan yang lama. Namun jika dibutuhkan untuk

29 mengakomodasi fluktuasi permintaan musiman, atau menahan persediaan mendekati titik-titik permintaan saat waktu respon sedang kritis dan permintaan tidak dapat diantisipasi, terminal dapat juga menyediakan fungsi gudang [20]. Distribusi adalah satu dari empat aspek dari pemasaran. Suatu distributor adalah orang tengah di antara pabrik/manufaktur dan retail. Setelah produk selesai di produksi dapat dianggap sebagai pengiriman (dan biasanya terjual) kepada distributor. Distributor lalu menjual produk kepada retail atau konsumen. Bagian lain dari pemasaran ialah manajemen produk, pemberian harga, dan promosi [6]. 2.2.1 Distribusi dengan Transshipment Menemukan susunan spasial dari terminal ialah langkah kritis dalam merancang sebuah sistem. Sisanya mudah karena untuk susunan tertentu akan ada serangkaian jalur barang, rute kendaraan dan jadwal yang meminimasi biaya total. 2.2.1.1 Peran Terminal dalam One-To-Many Distribution Barang sering dipindahkan antar kendaraan saat ada insentif untuk mengubah cara transportasi atau tipe kendaraan. Jika ukuran kendaraan terbatas pada kedekatan terhadap pelanggan, transshipment pada terminal di lingkungan pelanggan mungkin menarik, karena ini dapat memungkinkan kendaraan yang besar untuk mensuplai pada terminal. Lihat gambar 2.3a. Gambar tersebut menunjukkan satu sumber (depot) dan empat pelanggan yang mendapatkan pelayanan langsung sekali sehari. Setiap

30 perjalanan harian, diwakili oleh satu panah yang menggabungkan awal dan akhir dari perjalanan. Jika sebuah terminal dimasukkan, seperti pada gambar 2.3b, biaya transportasi dapat dikurangi tanpa mengubah frekuensi pelayanan pada pelanggan. Jika jalan-jalan utama dapat mengakomodasi truk dengan dua kali kapasitas mobil van, maka hanya dua truk yang dibutuhkan untuk dikirim dari depot ke terminal setiap hari. Sebagai hasilnya biaya transportasi dapat dipotong dua kali lipat, atau mendekatinya. Keuntungan dari transshipment data juga diambil walaupun, karena batasan panjang rute, kendaraan tidak dapat berjalan penuh. Untuk mengilustrasikan keuntungan ini bayangkan jika sistem pada gambar 2.3a ialah optimal, dan bahwa kendaraan meninggalkan depot hanya setengah penuh dengan kata lain, diasumsikan bahwa meningkatkan (atau menurunkan) ukuran lot pengiriman tidak terlalu diinginkan karena biaya penyimpanan pada tujuan akan terlalu besar (atau terlalu kecil). Disamping itu walaupun memungkinkan bahwa menggunakan rute pengiriman dengan dua pemberhentian tanpa mengubah frekuensi pengiriman dapat mengurangi biaya, diasumsikan pula bahwa operasi pemuatan atau bongkar muatan sangat lambat sehingga tidak ada waktu dalam satu shift kerja untuk melakukan lebih dari satu pemberhentian dan kembali ke depot. Oleh karena itu tanpa transshipment susunan tersebut dapat diasumsikan optimal. Gambar 2.3c. tidak ada perubahan dalam hasil pengiriman ukuran lot. Kesimpulannya, terminal mengizinkan kita untuk menggandakan operasi transportasi line-haul dan pengiriman lokal, yang memungkinkan kita untuk

31 menggunakan kendaraan yang lebih besar untuk line-haul daripada untuk pengiriman. Hal ini juga meningkatkan jumlah pemberhentian pengiriman yang dapat dilakukan tanpa melewati batasan panjang rute. a. Depot Destinations b. Depot Terminal c, Depot Terminal Gambar 2.3 Tiga Tipe dari Pemindahan Muatan 2.2.1.2 Objektif Perancangan dan Penyederhanaan yang Memungkinkan Struktur dari sebuah sistem distribusi didefinisikan oleh jumlah dan lokasi dari titik transshipment, rute dan jadwal kendaraan transportasi, dan jalur serta jadwal yang diikuti oleh barang, biasanya jumlah dan lokasi dari titik transshipment tidak dapat diubah semudah rute dan jadwal. Jumlah dan lokasi ialah variabel strategis dan rute serta jadwal ialah variabel level taktis. Karena pelanggan biasanya tidak terpengaruh oleh perubahan rute, rute kendaraan dan jalur barang sering dapat dilihat

32 sebagai variabel level operasional, yang dapat diubah bahkan lebih mudah daripada jadwal pengiriman [20]. Pada pembahasan kali ini, berhubungan dengan masalah distribusi dimana sebuah barang/item menghasilkan sebuah single origin (sumber tunggal), tanpa pemindahan muatan, untuk membuat pemberhentian yang terpencar melebihi dari sumber pelayanannya. Pembahasan ini akan berfokus pada masalah pengiriman barang, sekalipun hal itu harus diakui bahwa kumpulan permasalahan dari banyak sumber menuju ke satu pemberhentian matematis yang sama. Tujuannya adalah untuk memperoleh petunjuk yang sederhana untuk perancangan jalur dan jadwal pengiriman yang akan meminimasi biaya total per unit waktu. Walaupun masalah yang umum adalah semakin kompleks, namun kita harus merancang suatu waktu penggantian rute untuk menemukan jadwalnya, hal tersebut dapat mengurangi pada titik lokasi yang bermasalah dalam dimensi yang bermacam-macam [20]. Kali ini akan digambarkan pengoperasian dari transportasi dan formula sederhana untuk kinerja. Pertama akan ditunjukkan bahwa, pemberian sebuah aturan dari jadwal pengiriman untuk pelanggan pada suatu sumber, satu yang harus digunakan pada jalur kendaraan adalah meminimasi jarak total dari perjalanan. 2.2.2 Fungsi-fungsi Dasar Manajemen Distribusi dan Transportasi Secara tradisional kita mengenal manajemen distribusi dan transportasi dengan berbagai sebutan. Sebagian perusahaan menggunakan istilah manajemen logistik, sebagian lagi menggunakan istilah distribusi fisik (physical distribution).

33 Apapun istilahnya, secara umum fungsi distribusi dan transportasi pada dasarnya adalah menghantarkan produk dari lokasi dimana produk tersebut diproduksi sampai dimana mereka akan digunakan. Manajemen transportasi dan distribusi mencakup baik aktivitas fisik yang secara kasat mata bisa kita saksikan, seperti menyimpan dan mengirim produk, maupun fungsi non-fisik yang berupa aktivitas pengolahan informasi dan pelayanan kepada pelanggan. Pada prinsipnya, fungsi ini bertujuan untuk menciptakan pelayanan yang tinggi ke pelanggan yang bisa dilihat dari tingkat service level yang dicapai, kecepatan pengiriman, kesempurnaan barang sampai ke tangan pelanggan, serta pelayanan purna jual yang memuaskan. Kegiatan transportasi dan distribusi bisa dilakukan oleh perusahaan manufaktur dengan membentuk bagian distribusi/transportasi tersendiri atau diserahkan ke pihak ketiga. Dalam upayanya untuk memenuhi tujuan-tujuan diatas, siapapun yang melaksanakan (internal perusahaan atau mitra pihak ketiga), manajemen distribusi dan transportasi pada umumnya melakukan sejumlah fungsi dasar yang terdiri dari : 1. Melakukan segmentasi dan menentukan target service level. Segmentasi pelanggan perlu dilakukan karena kontribusi mereka pada revenue perusahaan bisa sangat bervariasi dan karakteristik tiap pelanggan bisa sangat berbeda antara satu dengan lainnya. Dari segi revenue, sering kali hukum pareto 20/80 berlaku disini. Artinya, hanya sekitar 20% dari pelanggan atau area penjualan menyumbangkan sejumlah 80% dari pendapatan yang diperoleh perusahaan. Perusahaan tidak bisa menomorsatukan semua pelanggan. Dengan

34 memahami perbedaan karakteristik dan kontribusi tiap pelanggan atau area distribusi, perusahaan bisa mengoptimalkan alokasi persediaan maupun kecepatan pelayanan. Misalnya, pelanggan kelas 1, yang menyumbangkan pendapatan terbesar, memiliki target service level yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelanggan kelas 2 atau kelas 3 yang kontribusinya jauh lebih rendah. 2. Menentukan mode transportasi yang akan digunakan. Tiap mode transportasi memiliki karakteristik yang berbeda dan mempunyai keunggulan serta kelemahan yang berbeda juga. Sebagai contoh, transportasi laut memiliki keunggulan dari segi biaya yang lebih rendah, namun lebih lambat dibandingkan dengan transportasi udara. Manajemen transportasi harus bisa menentukan mode apa yang akan digunakan dalam mengirimkan produk-produk mereka ke pelanggan. Kombinasi dua atau lebih mode transportasi tentu bisa atau bahkan harus dilakukan tergantung pada situasi yang dihadapi. 3. Melakukan konsolidasi informasi dan pengiriman. Konsolidasi merupakan kata kunci yang sangat penting dewasa ini. Tekanan untuk melakukan pengiriman cepat namun murah menjadi pendorong utama perlunya melakukan konsolidasi informasi maupun pengiriman. Salah satu contoh konsolidasi informasi adalah konsolidasi data permintaan dari berbagai regional distribution center oleh central warehouse untuk keperluan pembuatan jadwal pengiriman. Sedangkan konsolidasi pengiriman dilakukan misalnya dengan menyatukan permintaan beberapa toko atau retail yang berbeda dalam sebuah

35 truk. Dengan cara ini, truk bisa berjalan lebih sering tanpa harus membebankan biaya lebih kepada pelanggan yang mengirimkan produk tersebut. 4. Melakukan penjadwalan dan penentuan rute pengiriman Salah satu kegiatan operasional yang dilakukan oleh gudang atau distributor adalah menentukan kapan sebuah truk harus berangkat dan rute mana yang harus dilalui untuk memenuhi permintaan dari sejumlah pelanggan. Apabila jumlah pelanggan sedikit, keputusan ini bisa diambil dengan relatif mudah. Namun perusahaan yang memiliki ribuan atau puluhan ribu toko atau tempat-tempat penjualan yang harus dikunjungi, penjadwalan dan penentuan rute pengiriman adalah pekerjaan yang sangat sulit dan kekurangtepatan dalam mengambil dua keputusan tersebut bisa berimplikasi pada biaya pengiriman dan penyimpanan yang tinggi. 5. Memberikan pelayanan nilai tambah. Disamping mengirimkan produk ke pelanggan, jaringan distribusi semakin banyak dipercaya untuk melakukan proses nilai tambah. Kebanyakan proses nilai tambah yang bisa dikerjakan oleh pabrik. Beberapa proses nilai tambah yang bisa dikerjakan oleh distributor adalah pengepakan (packaging), pelabelan harga, pemberian barcode, dan sebagainya. Untuk mengakomodasikan kebutuhan lokal dengan lebih baik, beberapa industri, seperti industri printer, memindahkan proses konfigurasi akhir dari produknya ke distributor di tiap-tiap Negara. Ini meningkatkan fleksibilitas produk sehingga mengurangi kelebihan stock di suatu Negara dan kekurangan di Negara lain.

36 6. Menyimpan persediaan. Jaringan distribusi selalu melibatkan proses penyimpanan produk baik di suatu gudang pusat atau gudang regional, maupun di toko dimana produk tersebut dipajang untuk dijual. Oleh karena itu manajemen distribusi tidak bisa dilepaskan dari manajemen pergudangan. 7. Menangani pengembalian (return). Manajemen distribusi juga punya tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan pengembalian produk dari hilir ke hulu dalam supply chain. Pengembalian ini bisa karena produk rusak atau tidak terjual sampai batas waktu penjualannya habis, seperti produk-produk makanan, sayur, buah, dan sebagainya. Kegiatan pengembalian juga bisa terjadi pada produk-produk kemasan, seperti botol, yang akan digunakan kembali dalam proses produksi atau yang harus diolah lebih lanjut untuk menghindari pencemaran lingkungan. Proses pengembalian produk atau kemasan ini lumrah dengan sebutan reverse logistics. 2.3 Strategi Supply Chain 2.3.1 Definisi Strategi Supply Chain Setiap perusahaan yang ingin menang atau bertahan dalam persaingan harus memiliki strategi yang tepat. Strategi akan mengarahkan jalannya organisasi ke tujuan jangka panjang yang ingin dicapai. Strategi diperlukan oleh satu unit operasi dalam sebuah perusahaan, oleh sebuah perusahaan secara keseluruhan, maupun oleh sebuah supply chain.

37 Dengan memahami paradigma diatas maka strategi supply chain didefinisikan sebagai berikut [19] : Kumpulan kegiatan dan aksi strategis di sepanjang supply chain yang menciptakan rekonsiliasi antara apa yang dibutuhkan pelanggan akhir dengan kemampuan sumber daya yang ada pada supply chain tersebut. 2.3.2 Tujuan Strategis pada Supply Chain Strategi tidak bisa dilepaskan dari tujuan jangka panjang. Tujuan inilah yang diharapkan akan tercapai. Keputusan-keputusan jangka pendek dan di lingkungan lokal mestinya harus mendukung organisasi atau supply chain ke arah tujuan-tujuan strategis tersebut. Tujuan-tujuan strategis tersebut perlu dicapai untuk membuat supply chain menang atau setidaknya bertahan dalam persaingan pasar. Untuk bisa memenangkan persaingan pasar maka supply chain harus bisa menyediakan produk yang : 1. Murah 2. Berkualitas 3. Tepat waktu 4. Bervariasi Keempat tujuan strategis tersebut sangat penting di mata pelanggan. Namun perlu disadari bahwa tingkat kepentingan untuk masing-masing tujuan di atas berbeda-beda untuk tiga jenis produk dan segmen pelanggan. Ada produk yang dibeli oleh pelanggan dengan pertimbangan utama harga yang murah, sedangkan ada

38 pelanggan yang membeli dengan kualitas sebagai pertimbangan utama. Ada jenis produk yang bisa unggul di pasar karena mampu menciptakan jenis produk yang beragam, ada juga karena mudah atau cepat bisa diperoleh. Untuk mencapai tujuan tersebut maka supply chain harus bisa menerjemahkan tujuan-tujuan diatas ke dalam kemampuan sumber daya yang dimiliki. Dalam konteks operasi supply chain, tujuan-tujuan diatas bisa dicapai apabila memiliki kemampuan untuk : 1. Beroperasi secara efisien 2. Menciptakan kualitas 3. Cepat 4. Fleksibel 5. Inovatif Masing-masing aspirasi pelanggan tersebut bisa didukung oleh satu atau beberapa kemampuan strategis suatu supply chain. Misalnya, aspirasi untuk mendapatkan produk yang murah tidak hanya didukung oleh kemampuan supply chain untuk beroperasi secara efisien, tetapi juga oleh kemampuannya untuk menciptakan kualitas. Dalam konteks operasi, kemampuan menciptakan kualitas tidak selalu diasosiasikan dengan produk, tetapi juga dengan proses. Kualitas proses yang dijaga dengan baik akan banyak memberikan penghematan sehingga supply chain juga mampu menawarkan produk dengan harga yang lebih murah. Demikian juga, kemampuan supply chain untuk menciptakan kualitas juga berpengaruh pada tujuan untuk menyediakan produk tepat waktu bagi pelanggan. Kesalahan proses

39 yang mengakibatkan reject atau rework tentu mengakibatkan waktu produksi lebih lama sehingga mengurangi kemampuan supply chain untuk meyediakan produk tepat waktu. Gambar 2.4 mengilustrasikan hubungan antara empat aspirasi pelanggan dengan lima kemampuan strategis yang harus dimiliki oleh supply chain. Gambar 2.4 Aspirasi Pelanggan dan Kemampuan Strategis Supply Chain Sumber gambar : [19] 2.4 Pengukuran Kinerja Supply Chain Salah satu aspek fundamental dalam supply chain management adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Untuk menciptakan manajemen kinerja yang efektif dipelukan sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja supply chain secara holistik. Sistem pengukuran kinerja diperlukan untuk [19] : 1. Melakukan monitoring dan pengendalian. 2. Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada supply chain.

40 3. Mengetahui di mana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang hendak dicapai. 4. Menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing. Menciptakan sistem pengukuran kinerja supply chain bukanlah pekerjaan yang mudah. Menentukan apa yang akan diukur dan diawasi untuk menciptakan kesesuaian antara strategi supply chain dengan metrik pengukuran, setiap berapa periode pengukuran dilakukan, seberapa penting ukuran yang satu relatif terhadap yang lain, siapa yang bertangung jawab terhadap suatu ukuran tertentu adalah sebagian dari pertanyaan yang harus dijawab pada waktu mengembangkan sistem pengukuran kinerja supply chain. Di samping itu, filosofi supply chain management menekankan perlunya koordinasi dan kolaborasi yang baik antar fungsi di dalam sebuah organisasi maupun lintas organisasi pada suatu supply chain. Ini menyiratkan pentingnya sistem pengukuran kinerja yang terintegrasi, bukan hanya di dalam suatu organisasi, tetapi juga antar pemain (organisasi) pada suatu supply chain. Artinya, sistem pengukuran kinerja juga harus memiliki alat ukur yang bisa digunakan untuk mengawasi kinerja secara bersama-sama antara satu organisasi dengan organisasi lainnya pada sebuah supply chain. 2.4.1 Struktur Sistem Pengukuran Kinerja Suatu sistem pengukuran kinerja biasanya memiliki beberapa tingkatan dengan cakupan yang berbeda-beda. Menurut Melnyk et al (2004) suatu sistem pengukuran kinerja biasanya mengandung :

41 a. Individual metrics b. Metric sets c. Overall performance measurement systems Individual metrics berada pada tingkat paling bawah dengan cakupan yang paling sempit. Metrik adalah suatu ukuran yang bisa diverifikasi, diwujudkan dalam bentuk kuantitatif ataupun kualitatif, dan didefinisikan terhadap suatu titik acuan (reference point) tertentu [19]. Adapula yang berpendapat bahwa metrik adalah suatu kerangka kerja untuk mendirikan dan mengumpulkan pengukuran kesuksesan atau kegagalan pada suatu pengaturan, satuan waktu bisa diteliti dan diverifikasi [9]. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi agar suatu metrik bisa efektif : a. Harus diwujudkan dalam bentuk yang masuk akal dan dimengerti dengan baik oleh mereka yang menggunakan. b. Harus value-based. Artinya, suatu metrik harus dikaitkan dengan bagaimana organisasi menciptakan value ke pelanggan atau memenuhi kepentingan stakeholders yang lain. c. Metrik harus bisa menangkap karakteristik atau hasil (outcome) dalam bentuk numerik maupun nominal. Ukuran ini juga harus dibandingkan dengan suatu reference point. Reference point tersebut berfungsi sebagai nilai pembanding, yang bisa berasal dari nilai metrik tersebut di masa lalu, hasil metrik yang sama dari organisasi lain, atau standar eksternal. d. Metrik sedapat mungkin tidak menciptakan konflik antar funsi pada suatu organisasi. Metrik yang diciptakan untuk kepentingan satu fungsi seringkali

42 menciptakan tindakan yang kontra-produktif terhadap pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. e. Metrik harus bisa melakukan distilasi terhadap data banyak tanpa kehilangan informasi yang terkandung didalamnya. Menurut Melnyk et al. (2004), metrik bisa diklasifikasikan berdasarkan fokus dan waktu (tense). Metrik bisa berfokus pada kinerja finansial maupun operasional. Metrik operasional mengukur pada kinerja dalam satuan waktu, output, dan sebagainya. Banyak proses-proses dalam supply chain memang lebih baik diawasi dalam satuan non-finansial. Misalnya, lead time dan waktu setup diukur dalam satuan waktu, tingkat persediaan diukur dalam unit, dan kualitas sebuah proses diukur dalam persentase output yang di luar batas spesifikasi. Dari segi waktu (tense), metrik bisa digunakan untuk mengukur kinerja masa lalu atau memprediksi kinerja masa mendatang (predictive metrics). Kebanyakan metrik finansial (seperti return on investment, net profit per employee, dan sebagainya) mengukur kinerja masa lalu. Sebaliknya, predictive metrics biasanya digunakan untuk keperluan preventif dan perbaikan. Misalnya, untuk memprediksi berapa waktu yang diperlukan untuk memenuhi pesanan pelanggan, perusahaan perlu mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas yang terjadi untuk memenuhi pesanan pelanggan serta perkiraan waktu dari masing-masing aktivitas tersebut. Seandainya waktu yang dibutuhkan diperkirakan terlalu lama, perusahaan bisa mengidentifikasikan di bagian mana percepatan perlu dilakukan

43 untuk mengurangi waktu pemenuhan pesanan tersebut. Gambar 2.6 adalah tipologi metrik menurut dua atribut di atas (focus dan tense). Kumpulan dari beberapa metrik membentuk metric sets. Kumpulan ini diperlukan untuk memberikan informasi kinerja suatu sub-sistem. Sebagai contoh, kinerja perusahaan tidak cukup hanya diukur dengan satu metrik. Individual metric untuk persediaan bisa berupa ongkos simpan, tingkat perputaran persediaan, akurasi catatan persediaan, utilisasi sumber daya yang terkait dengan manajemen persediaan, dan sebagainya. Semua individual metric tersebut bisa dikatakan metric sets untuk persediaan dan secara bersama-sama mengukur kinerja persediaan. Pada tingkat yang tertinggi kita memiliki sistem pengukuran kinerja secara keseluruhan. Pada dasarnya sistem secara keseluruhan tersebut tidak hanya merupakan kumpulan dari banyak metric sets yang menyusunnya, tetapi juga menjadi alat untuk menciptakan kesesuaian (alignment) antara metric sets dengan tujuan strategis organisasi. Dengan kata lain, tujuan yang ditetapkan di tingkat organisasi yang lebih tingi harus terwujud dan didukung oleh metrik yang ada di masing-masing proses supply chain. Disamping menciptakan kesesuaian, sistem pengukuran kinerja juga harus menjadi jembatan koordinasi antar metrik. Koordinasi ini penting mengingat bagaimanapun juga harus ada independensi antar metrik dan antar proses pada supply chain. Dengan adaya koordinasi yang baik, konflik antar proses maupun antar bagian akan bisa dikurangi.

44 Gambar 2.5 Metrik dan Pengukuran Kinerja Sumber gambar :[19] 2.4.2 Pendekatan Proses dalam Pengukuran Kinerja Supply Chain Sejalan dengan filosofi supply chain management yang mendorong terjadinya integrasi antar fungsi, pendekatan berdasarkan proses (process based approach) banyak digunakan untuk merancang sistem pengukuran kinerja supply chain. Kinerja adalah ukuran relatif dari hasil yang menyatakan hasil dari tujuan awal [9]. Menurut Cooper et al. (1997), proses adalah kumpulan dari aktivitas yang melintasi waktu dan tempat, memiliki awal, akhir, dan input maupun output yang jelas. Suatu proses atau aktivitas membutuhkan sumber daya sebagai input, melakukan penambahan nilai (add value) terhadap input itu tersebut sehingga menghasilkan keluaran yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Dengan kata lain, setiap proses dan aktivitas membutuhkan biaya (karena mengkonsumsi sumber daya) dan menciptakan nilai. Menurut Chan & Li (2003), pendekatan pengukuran kinerja berdasarkan proses tidak

45 hanya sejalan dengan hakekat dari supply chain management, tetapi juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perbaikan berkelanjutan. 2.4.3 Metrik untuk Kinerja Supply Chain Chan & Li (2003) mengusulkan apa yang mereka namakan performance of activity (POA). Pada prinsipnya, POA adalah model yang digunakan untuk mengukur kinerja aktivitas yang menjadi bagian dari proses dalam supply chain. Kinerja aktivitas diukur dalam berbagai dimensi, yaitu : 1. Ongkos yang terlibat dalam eksekusi suatu aktivitas. Ongkos muncul karena dalam pelaksanaan suatu aktivitas ada sumber data yang digunakan. Ongkos ini bisa berasosiasi dengan tenaga kerja, material, peralatan, dan sebagainya. Ongkos bisa diukur dalam bentuk absolut maupun dalam ukuran relatif terhadap suatu nilai acuan. Misalnya, ongkos material bisa diukur dalam nilai rupiah per tahun atau diukur relatif terhadap nilai penjualan dalam setahun. Ongkos masa lalu juga bisa digunakan sebagai nilai acuan dalam pengukuran kinerja supply chain. Misalnya, penurunan biaya-biaya persediaan biasanya diukur dalam bentuk persentase, relatif terhadap biaya pada tahun anggaran sebelumnya. 2. Waktu yang diperlukan untuk mengerjakan suatu aktivitas. Ukuran ini tentu saja sangat peting dalam konteks supply chain management terutama untuk supply chain yang berkompetisi atas dasar kecepatan respon. Kecepatan respon secara umum ditentukan oleh waktu yang dibutuhkan oleh masing-

46 masing aktivitas maupun proses dalam supply chain. Waktu pengembangan produk baru, waktu pemrosesan pesanan pelanggan, waktu untuk mendapatkan bahan baku dari supplier, dan waktu setup untuk kegiatan produksi adalah sebagian dari kontributor penting dalam menciptakan kecepatan respon pada supply chain. 3. Kapasitas, kapasitas adalah ukuran seberapa banyak volume pekerjaan yang bisa dilakukan oleh suatu sistem atau bagian dari supply chain pada suatu periode tertentu. Contohnya, adalah kapasitas produksi suatu pabrik, kapasitas pengiriman dari sebuah supplier, kapasitas penyimpanan sebuah gudang, dan sebagainya. Besar kecilnya kapasitas perlu diketahui sebagai dasar untuk perencanaan produksi atau pengiriman dan sebagai dasar dalam memberikan janji pengiriman kepada pelanggan. Besarnya kapasitas yang terpasang relatif terhadap rata-rata permintaan memberikan informasi fleksibilitas pada supply chain. Pada era dimana jaringan supply chain sangat dinamis, dimana kegiatan outsourcing dan subcontracting sangat lumrah dilakukan, kapasitas suatu supply chain bisa jadi juga dinamis dan tidak ditentukan hanya oleh sumber daya yang dimiliki oleh suatu organisasi 4. Kapabilitas. Kapabilitas mengacu kepada kemampuan agregat suatu supply chain untuk melakukan suatu aktivitas. Ada beberapa sub-dimensi yang membentuk kapabilitas supply chain. Beberapa sub-dimensi kapabilitas yang sering digunakan dalam mengukur kinerja supply chain adalah :

47 Reliabilitas (kehandalan) mengukur kemampuan supply chain untuk secara konsisten memenuhi janji. Sebagai contoh, pengiriman dari supplier dikatakan handal apabila deviasi dijanjikan atau diharapkan. Mesin dikatakan handal apabila bisa bekerja dengan baik dalam jangka waktu yang diharapkan serta menghasilkan output dengan variabilitas yang relatif kecil dibandingkan dengan batas-batas spesifikasi yang ditetapkan oleh pelanggan. Ketersediaan mengukur kesiapan, yakni kemampuan supply chain untuk menyediakan produk atau jasa pada waktu yang diperlukan. Sebagai contoh, inventory aviability mengukur ketersediaan persediaan pada waktu dan tempat dimana pelanggan membutuhkannya. Fill rate dan customer service level adalah dua contoh metrik yang mengukur ketersediaan pada supply chain. Fleksibilitas adalah kemampuan supply chain untuk cepat berubah sesuai dengan kebutuhan output atau pekerjaan yang harus dilakukan. Tingkat fleksibilitas yang dibutuhkan setiap supply chain tentu saja berbeda dan sangat tergantung dari strategi mereka bersaing di pasar. Fleksibilitas supply chain ditentukan oleh banyak faktor. Pujawan (2004) mengidentifikasikan elemen-elemen fleksibilitas pada supply chain yang terdiri dari fleksibilitas pengadaan, fleksibilitas produksi, dan fleksibilitas pegiriman [19].

48 5. Produktivitas yang mengukur sejauh mana sumber daya pada supply chain digunakan secara efektif dalam mengubah input menjadi output. Secara mekanis, produktivitas merupakan rasio antara keluaran yang efektif terhadap keseluruhan input yang terdiri dari modal, tenaga kerja, bahan baku, dan energi. 6. Utilisasi yang mengukur tingkat pemakaian sumber daya dalam kegiatan supply chain. Misalnya utilitas mesin, gudang, pabrik, dan sebagainya. Mesin yang hanya beroperasi rata-rata selama 6 jam sehari dari jam kerja harian 8 jam dikatakan memiliki utilitas sebesar 75 %. Pada supply chain yang siklus hidup produknya relatif panjang dan tidak berkompetisi atas dasar inovasi, utilitas menjadi salah satu ukuran yang penting untuk di awasi. 7. Outcome yang merupakan hasil dari suatu proses atau aktivitas. Pada proses produksi outcome bisa berupa nilai tambah yang diberikan pada produkproduk yang dihasilkan. Outcome tidak selalu mudah diukur karena sering kali tidak berwujud. Sebagai contoh outcome pada proses penyimpanan tidak mudah dikuantifikasi. Ke tujuh metrik diatas memiliki tingkat kesulitan yang berbeda dalam pengukurannya di lapangan. Dalam prakteknya, ongkos, waktu, kapasitas, produktivitas relatif mudah diukur sedangkan metrik lainnya relatif sulit. Sebagai contoh, fleksibilitas supply chain bisa diinterpretasikan berbeda-beda dengan ukuran yang berbeda-beda [19].