BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian auditing menurut Arens (2012:4) yaitu : harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VISI, MISI, TUJUAN, KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi

Kompetensi Auditor Independensi Pemeriksan Dan Organisasi Auditor Pelaksanaan Kemahiran Profesional secara Cermat Dan Seksama Pengendalian Mutu

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia SAMBUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merupakan suatu gangguan terhadap pemeriksa, bila sikap kebebasan

Kompetensi Pemeriksa Independensi Pemeriksan Dan Organisasi Pemeriksa Pelaksanaan Kemahiran Profesional secara Cermat Dan Seksama Pengendalian Mutu

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAHAN AJAR PEMERIKSAAN AKUNTAN 1. Oleh: Erni Suryandari F, SE., M.Si

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. akuntan. Ada beberapa pengertian auditing atau pemeriksaan akuntan menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Abdul dan Syam (2012: 108) menyatakan bahwa:

BAB II PEMBAHASAN. 2.1 Tipe Opini Auditor. 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Konsep kinerja auditor dapat dijelaskan dengan menggunakan agency theory.

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL

Standar Audit? i Oleh: Revoldi H. Siringoringo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyatakan bahwa Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about

STANDAR PELAKSANAAN AUDIT KINERJA

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL. Bab I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Tujuan

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

BAB I PENDAHULUAN. dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Ikatan Akuntan

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR AUDIT INSPEKTORAT KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT

MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR : PER/05/M.PAN/03/2008 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Standar Audit SA 220. Pengendalian Mutu untuk Audit atas Laporan Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. entitas bisnis, terutama yang berskala menengah hingga berskala besar. Setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat

BAB I PENDAHULUAN. Negara mengelola dana yang sangat besar dalam penyelenggaraan pemerintahannya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pada bagian kajian pustaka dan hipotesis penelitian akan diuraikan teoriteori

SA Seksi 801 AUDIT KEPATUHAN YANG DITERAPKAN ATAS ENTITAS PEMERINTAHAN DAN PENERIMA LAIN BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH. Sumber: PSA No.

BAB II LANDASAN TEORI

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

AUDIT LAPORAN KEUANGAN. Pertemuan 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERTEMUAN 2: CAKUPAN AUDIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

KEBUTUHAN EKONOMIS akan AUDITING

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan memberikan gambaran dan informasi posisi keuangan

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

BAB I PENDAHULUAN. Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. berdasarkan standar auditing yang berlaku umum. Berdasarkan definisi

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dalam perwujudan good government governance di Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

STANDAR PELAPORAN AUDIT KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. Jenderal Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di lingkungan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia usaha dan industri

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan profesi auditor berbanding sejajar dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahannya telah bergeser

BAB I PENDAHULUAN. dipertanggungjawabkan kepada pihak luar, dimana pihak luarpun memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. keterpurukan karena buruknya pengelolaan keuangan (Ariyantini dkk,2014).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Standar Audit? i Oleh: Revoldi H. Siringoringo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Orang yang melaksanakan fungsi auditing dinamakan pemeriksa atau auditor. Pada mulanya

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2002:9) adalah suatu proses. sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif

BAB I PENDAHULUAN. bersifat kuantitatif dan diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Pengertian audit menurut Arens et al (2008 : 4) adalah sebagai berikut:

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. intern daerah yang bersangkutan Badan Pengawas Daerah (BAWASDA).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah k ti e g n e m r a d e k es na k u b M, O ZC LI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2011:9) adalah suatu proses sistematik

STANDAR AUDITING. SA Seksi 200 : Standar Umum. SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan. SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan baik milik negara maupun swasta sebagai suatu pelaku

PENJELASAN PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB II AUDIT INTERNAL PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN. memeriksa dan mengevaluasi laporan keuangan yang disajikan oleh objek

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi memiliki dua fungsi dasar yang saling melengkapi, yaitu : untuk

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan dana yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengawasan bersifat

STANDAR PENGAWASAN INTERNAL BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mengingat. 1. Menimbang '. a. STANDAR AUDIT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN AGAMA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance),

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN PERDAGANGAN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini merupakan tinjauan atas berbagai referensi, literatur, jurnal-jurnal

MEMBEDAH STANDAR AUDIT INTERN PEMERINTAH INDONESIA. Muhadi Prabowo Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Auditing 2.1.1 Pengertian Auditing Pengertian auditing menurut Arens (2012:4) yaitu : The accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person. Auditing adalah proses pengumpulan dan penilaian bukti atau pengevaluasian bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antar informasi tersebut dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen. Pengertian audit menurut Mulyadi (2002) adalah: Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Audit menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. Per/05/M.Pan/03/2008 adalah: Audit adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan professional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektifitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah. 12

13 Berdasarkan penjelasan di atas terlihat bahwa audit harus dilakukan oleh orang yang independen dan kompeten. Auditor harus memiliki kualifikasi untuk memahami kriteria yang digunakan dan harus kompeten untuk mengetahui jenis serta jumlah bukti yang akan dikumoulkan guna mencapai kesimpulan yang tepat setelah memeriksa bukti itu. Auditor juga harus memiliki sikap mental independen. Kompetensi orang-orang yang melakukan audit akan tidak ada nilainya jika mereka tidak independen dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bukti (Arens dkk., 2008). 2.1.2 Jenis-jenis Auditor Orang atau kelompok orang yang melakukan audit dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan: auditor independen, auditor pemerintah dan auditor intern (Mulyadi, 2002). a. Auditor Independen Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum terutana dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Audit tersebut terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai informasi keuangan seperti: kreditur, investor, calon kreditur, calon investor, dan instansi pemerintah (terutama instansi pajak). Untuk berpraktik sebagai auditor independen, seseorang harus memenuhi persyaratan pendidikan dan pengalaman kerja tertentu. Auditor independen harus telah lulus dari jurusan akuntansi fakultas ekonomi atau mempunyai ijazah yang disamakan, telah mendapat gelar akuntan dari Panitia Ahli

14 Pertimbangan Persamaan Ijazah Akuntan, dan mendapat izin praktik dari Menteri Keuangan. b. Auditor Pemerintah Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Meskipun terdapat banyak auditor yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta instansi pajak. BPKP adalah instansi pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia dalam bidang pengawasan keuangan dan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Auditor yang bekerja di BPKP mempunyai tugas pokok melaksanakan audit atas laporan keuangan instansi pemerintahan, projek-projek pemerintahan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), projek pemerintah, dan perusahaan-perusahaan swasta yang pemerintah mempunyai penyertaan modal yang besar didalamnya. BPK adalah lembaga tinggi Negara yang tugasnya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan Presiden RI dan aparat di bawahnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Instansi pajak adalah unit organisasi di bawah Departemen Keuangan yang tugas pokoknya adalah mengumpulkan beberapa jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah. Tugas pokok auditor

15 yang bekerja di instansi pajak adalah mengaudit pertanggungjawaban keuangan masyarakat wajib pajak kepada pemerintah dengan tujuan untuk memverifikasi apakah kewajiban pajak telah dihitung oleh wajib pajak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam undang-undang pajak yang berlaku. c. Auditor Intern Auditor intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan Negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi. 2.1.3 Jenis Opini Auditor Di dalam penyajian laporan keuangan, slaah satu hal terpenting yang mempengaruhi kualitas dari laporan keuangan adalah pernyataan atau pendapat auditor mengenai simpulan dari sisi laporan keuangan tersebut dimana pendapat tersebut menggambarkan keadaan dan hasil-hasil yang diperoleh selama pelaksanaan audit berlangsung. Pernyataan atau pendapat auditor atas pelaksanaan dan hasil audit tertuang pada paragraf ketiga di dalam laporan audit yang diterbitkan oleh auditor yang bersangkutan. Opini auditor merupakan pendapat yang diberikan oleh auditor

16 tentang kewajaran penyajian laporan keuangan lembaga/perusahaan temoat auditor melakukan audit (Sukrisno Agoes, 2012:74). Menurut Mulyadi (2002) ada lima tipe pokok laporn audit yang diterbitkan oleh auditor: a. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi berterima umum tersebut, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. Laporan audit yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian adalah laporan yang paling dibutuhkan oleh semua pihak, baik oleh klien, pemakai informasi keuangan, maupun oleh auditor. b. Laporan yang Berisi Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan (Unqualified Opinion Report with Explanatory Languange) Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan klien, auditor dapat menerbitkan laporan audit baku ditambah dengan bahasa penjelasan. c. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion) Jika auditor menjumpai kondisi-kondisi berikut ini, maka ia memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan audit.

17 1. Lingkup audit dibatasi oleh klien. 2. Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada di luar kekuasana klienmaupun auditor. 3. Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. 4. Prinsip akuntansi berterima umum yang digunkana dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten. d. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion) Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wjaar tanpa pengecualian. Akuntan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan klien. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga ia dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya. Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh auditor, maka informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi keuangan untuk oengambilan keputusan.

18 e. Pernyataan tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion) Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat (no opinon report). Kondisi yang menyebabkan audito rmenyatakan tidak memberikan pendapat adalah: 1. Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit. 2. Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya. 2.1.4 Standar Auditing Standar auditing menurut Arens dkk. (2012) yaitu: Auditing standards are general guidelines to aid auditors in fulfilling their professional responsibilities in the audit of historical financial statements. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa standar auditing merupakan pedoman umum untuk membantu auditor memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan historis. Standar ini mencakup pertimbangan mengenai kualitas professional seperti kompetensi dan independensi, persyaratan pelaporan, dan bukti (Arens dkk., 2008). Standar auditing berkaitan dengan kriteria atau ukuran kinerja auditor independen dan pertimbangan yang digunakan dalam pelaksaan audit dan penyusunan laporan audit. Menurut Arens dkk. (2008) standar auditing yang berlaku umum dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

19 a. Standar Umum 1. Audit harus dilakukan oleh orang yang sudah mengikuti pelatihan dan memiliki kecakapan teknis yang memadai sebagai seorang auditor. 2. Auditor harus mempertahankan sikap mental yang independen dalam semua hal yang berhubungan dengan audit. 3. Auditor harus menerapkan kemahiran professional dalam melaksanakan audit dan menyusun laporan. b. Standar Pekerjaan Lapangan 1. Auditor harus merencanakan pekerjaan secara memadai dan mengawasi semua asisten sebagaimana mestinya. 2. Auditor harus memperoleh pemahaman yang cukup mengenai entitas serta lingkungannya, termasuk pengendalian internal, untuk menilai risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan karena kesalahan atau kecurangan, dan untuk merancang sifat, waktu, serta luas prosedur audit selanjutnya. 3. Auditor hanya memperoleh cukup bukti audit yang tepat dengan melakukan prosedur audit agar memiliki dasar yang layak untuk memberikan pendapat menyangkut laporan keuangan yang di audit. c. Standar Pelaporan 1. Auditor harus menyatakan dalam laporan auditor apakah laporan keuangan telah disajikan sesua dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.

20 2. Auditor harus mengidentifikasikan dalam laporan auditor mengenai keadaan dimana prinsip-prinsip tersebut tidak secara konsisten diikuti selama periode berjalan jika dikaitkan dengan periode sebelumnya. 3. Jika auditor menetapkan bahwa pengungkapan yang informatif belum memadai, auditor harus menyatakannya dalam laporan auditor. 4. Auditor harus menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan, secara keseluruhan, atau menyatakan bahwa suatu pendapat tidak bisa diberikan, dalam laporan auditor. Jika tidak dapat menyatakan satu pendapat secara keseluruhan, audit harus menyatakan alasan-alasan yang mendasarinya dalam laporan auditor. Dalam semua kasus, jika nama seorang auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, auditor itu harus jelas menunjukkan sifat pekerjaan auditor, jika ada, serta tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor, dalam laporan auditor. Standar-standar tersebut di atas dalam banyak hal sering berhubungan dan saling tergantung satu sama lain. Keadaan yang berhubungan erat dengan penentuan dipenuhi atau tidaknya suatu standar dapat berlaku juga untuk standar yang lain. 2.2 Kompetensi Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan professional pada tingkat yang diperlukan untuk

21 memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dan jasa professional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan tekhnik yang paling mutakhir (Mulyadi, 2002). 2.2.1 Pengertian Kompetensi Seseorang yang kompeten diartikan sebagai seseorang yang cakap dan berkuasa dalam menentukan dan merumuskan sesuatu. Mulyadi (2002) mengemukakan kompetensi sebagai berikut: Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) (2000) mengemukakan bahwa kompetensi adalah sebagai kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu Kewenangan (kekuasaan) yang dimaksud dalam pengertian tersebut muncul karena akuntan tersebut memiliki kemampuan keahlian dan pengetahuan yang bersumber dari pendidikan formal dan pendidikan berkelanjutan, pengalaman yang memadai, serta di dukung dengan disiplin ilmu yang sesuai. Pernyataan Standar Umum Ketiga SPKN tahun 2007 adalah: Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama.

22 Pernyataan standar ini mewajibkan pemeriksa untuk menggunakan kemahirannya secara professional, cermat dan seksama, memperhatikan prinsipprinsip pelayanan atas kepentingan public serta memelihara integritas, obyektivitas, dan independensi dalam menerapkan kemahiran professional terhadap setiap aspek pemeriksaannya. Pernyataan standar ini juga mengharuskan tanggung jawab bagi setiap pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standra Pemeriksaan untuk mematuhi Standar Pemeriksaan (SPKN, 2007). Standar audit APIP menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh orang yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor. Auditor belum memenuhi persyaratan jika tidak memiliki pendidikan dan pengalaman yang memadai dalam bidang audit, dalam audit pemerintahan, auditor dituntut untuk memiliki dan meningkatkan kemampuan atau keahlian bukan hanya dalam metode dan teknik audit, akan tetapi segala hal yang menyangkut pemerintahan seperti organisasi, fungsi, program, dan kegoiatan pemerintah (Permenpan, 2008). Lampiran 2 SPKN tahun 2007 menyebutkan bahwa: Pemeriksa yang ditugasi untuk melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan harus secara kolektif memiliki: Pengetahuan tentang Standar Pemeriksaan yang dapat diterapkan terhadap jenis pemeriksaan yang ditugaskan serta memiliki latar belakang pendidikan, keahlian dan pengalaman untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam pemeriksaan yang dilaksanakan; Pengetahuan umum tentang lingkungan entitas, program, dan kegiatan yang diperiksa (obyek pemeriksaan) (Paragraf 10); dan Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan keuangan harus memiliki keahlian di bidang akuntansi dan auditing, serta memahami prinsip akuntansi yang berlaku umum dan berkaitan dengan entitas yang diperiksa. (Paragraf 11)

23 Berdasarkan uraian pada lampiran 2 SPKN di atas maka indikator untuk variabel kompetensi meliputi penguasaan standar akuntansi dan auditing, wawasan tentang pemerintahan serta peningkatan keahlian (SPKN, 2007). 2.2.2 Latar Belakang Auditor Auditor harus mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kompetensi lainnya yang diperlukan unutk melaksnakan tanggung jawabnya. Pimpinan APIP harus yakin bahwa latar belakang pendidikan dan kompetensi teknis auditor memadai untuk pekerjaan audit yang akan dilaksanakan. Pimpinan APIP wajib menciptakan kriteria yang memadai tentang pendidikan dan pengalaman dalam mengisi posisi auditor di lingkungam APIP (Permenpan, 2008). Auditor APIP harus mempunyai tingkat pendidikan formal minimal Strata Satu (S-1) atau yang setara. Agar tercipta kinerja audit yang baik maka APIP harus mempunyai kriteria tertentu dari auditor yang diperlukan untuk merencanakan audit, mengidentifikasi kebutuhan profesional auditor dan untuk mengembangkan teknik dan metodologi audit agar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi unit yang dilayani oleh APIP. Untuk itu APIP juga harus mengidentifikasi keahlian yang belum tersedia dan mengusulkannya sebagai bagian dari proses rekrutmen. Aturan tentang tingkatan pendidikan formal minimal dan pelatihan yang diperlukan harus dievaluasi secara periodik guna menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi unit yang dilayani oleh APIP (Permenpan, 2008).

24 2.2.3 Kemampuan/Keahlian Pemeriksa Berdasarkan SPKN tahun 2007 pemeriksa yang ditugasi untuk melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan harus secara kolektif memiliki: a. Pengetahuan tentang Standar Pemeriksaan yang dapat diterapkan terhadap jenis pemeriksaan yang ditugaskan serta memiliki latar belakang pendidikan, keahlian dan pengalaman untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam pemeriksaan yang dilaksanakan. b. Pengetahuan umum tentang lingkungan entitas, program, dan kegiatan yang diperiksa (obyek pemeriksaan). c. Keterampilan berkomunikasi secara jelas dan efektif, baik secara lisan maupun tulisan. d. Keterampilan yang memadai untuk pemeriksaan yang dilaksanakan, misalnya: 1) Apabila pemeriksaan dimaksud memerlukan penggunaan sampling statistik, maka dalam tim pemeriksa harus ada pemeriksa yang mempunyai keterampilan di bidang sampling statistik. 2) Apabila pemeriksaan memerlukan reviu yang luas terhadap suatu sistem informasi, maka dalam tim pemeriksa harus ada pemeriksa yang mempunyai keahlian di bidang pemeriksaan atas teknologi informasi. 3) Apabila pemeriksaan meliputi reviu atas data teknik yang rumit, maka tim pemeriksa perlu melibatkan tenaga ahli di bidang tersebut. 4) Apabila pemeriksaan menggunakan metode pemeriksaan yang sangat khusus seperti penggunaan instrumen pengukuran yang sangat rumit, estimasi

25 aktuaria atau pengujian analisis statistik, maka tim pemeriksa perlu melibatkan tenaga ahli di bidang tersebut. Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan keuangan harus memiliki keahlian di bidang akuntansi dan auditing, serta memahami prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berkaitan dengan entitas yang diperiksa. Pemeriksa yang ditugaskan untuk melaksanakan pemeriksaan keuangan secara kolektif harus memiliki keahlian yang dibutuhkan serta memiliki sertifikasi keahlian yang berterima umum. Pemeriksa yang berperan sebagai penanggung jawab pemeriksaan keuangan harus memiliki sertifikasi keahlian yang diakui secara professional (SPKN, 2007). Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. Per/05/M.pan/03/2008 tanggal 31 Maret 2008, di samping wajib memiliki keahlian tentang Standar Audit, kebijakan, prosedur dan praktik-praktik audit, auditor harus memiliki keahlian yang memadai tentang lingkungan pemerintahan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi unit yang dilayani oleh APIP. Dalam hal auditor melakukan audit terhadap sistem keuangan, catatan akuntansi dan laporan keuangan, maka auditor wajib mempunyai keahlian atau mendapatkan pelatihan di bidang akuntansi sektor publik dan ilmu-ilmu lainnya yang terkait dengan akuntabilitas auditi. APIP pada dasarnya berfungsi melakukan audit di bidang pemerintahan, sehingga auditor harus memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan (SPKN, 2007).

26 2.2.4 Peningkatan Keahlian/Pendidikan Berkelanjutan Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan harus memelihara kompetensinya melalui pendidikan profesional berkelanjutan. Oleh karena itu, setiap pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan, setiap 2 tahun harus menyelesaikan paling tidak 80 jam pendidikan yang secara langsung meningkatkan kecakapan profesional pemeriksa untuk melaksanakan pemeriksaan. Sedikitnya 24 jam dari 80 jam pendidikan tersebut harus dalam hal yang berhubungan langsung dengan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di lingkungan pemerintah atau lingkungan yang khusus dan unik di mana entitas yang diperiksa beroperasi. Sedikitnya 20 jam dari 80 jam tersebut harus diselesaikan dalam 1 tahun dari periode 2 tahun (SPKN, 2007). Organisasi pemeriksa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pemeriksa memenuhi persyaratan pendidikan berkelanjutan tersebut dan harus menyelenggarakan dokumentasi tentang pendidikan yang sudah diselesaikan. Pendidikan profesional berkelanjutan dimaksud dapat mencakup topik, seperti: perkembangan mutakhir dalam metodologi dan standar pemeriksaan, prinsip akuntansi, penilaian atas pengendalian intern, prinsip manajemen atau supervisi, pemeriksaan atas sistem informasi, sampling pemeriksaan, analisis laporan keuangan, manajemen keuangan, statistik, disain evaluasi, dan analisis data. Pendidikan dimaksud dapat juga mencakup topik tentang pekerjaan pemeriksaan di lapangan, seperti administrasi negara, struktur dan kebijakan pemerintah, teknik industri, keuangan, ilmu ekonomi ilmu sosial, dan teknologi informasi (SPKN, 2007).

27 Tenaga ahli intern dan ekstern yang membantu pelaksanaan tugas pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan harus memiliki kualifikasi atau sertifikasi yang diperlukan dan berkewajiban untuk memelihara kompetensi profesional dalam bidang keahlian mereka, tetapi tidak diharuskan untuk memenuhi persyaratan pendidikan berkelanjutan di atas. Akan tetapi, pemeriksa yang menggunakan hasil pekerjaan tenaga ahli intern dan ekstern harus yakin bahwa tenaga ahli tersebut memenuhi kualifikasi dalam bidang keahlian mereka dan harus mendokumentasikan keyakinan tersebut (SPKN, 2007). Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. Per/05/M.pan/03/2008 tanggal 31 Maret 2008, Auditor harus mempunyai sertifikasi jabatan fungsional auditor (JFA) dan mengikuti pendidikan dan pelatihan profesional berkelanjutan (continuing professional education). Auditor wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan sertifikasi jabatan fungsional auditor yang sesuai dengan jenjangnya. Pimpinan APIP wajib memfasilitasi auditor untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan serta ujian sertifikasi sesuai dengan ketentuan. Dalam pengusulan auditor untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan jenjangnya, pimpinan APIP mendasarkan keputusannya pada formasi yang dibutuhkan dan persyaratan administrasi lainnya seperti kepangkatan dan pengumpulan angka kredit yang dimilikinya. Auditor wajib memiliki pengetahuan dan akses atas informasi teraktual dalam standar, metodologi, prosedur, dan teknik audit. Pendidikan profesional berkelanjutan dapat diperoleh melalui keanggotaan dan partisipasi dalam asosiasi profesi,

28 pendidikan sertifikasi jabatan fungsional auditor, konferensi, seminar, kursus-kursus, program pelatihan di kantor sendiri, dan partisipasi dalam proyek penelitian yang memiliki substansi di bidang audit (Permenpan, 2008). APIP dapat menggunakan tenaga ahli apabila APIP tidak mempunyai keahlian yang diharapkan untuk melaksanakan penugasan. Pimpinan APIP harus menggunakan advis dan bantuan dari pihak yang berkompeten dalam hal auditor tidak memiliki pengetahuan, keterampilan, dan lain-lain kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan seluruh atau sebagian penugasan. Tenaga ahli yang dimaksud dapat merupakan aktuaris, penilai (appraiser), pengacara, insinyur, konsultan lingkungan, profesi medis, ahli statistik maupun geologi. Tenaga ahli tersebut dapat berasal dari dalam maupun dari luar organisasi (Permenpan, 2008). 2.3 Independensi Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang praktik akuntansi dan prosedur audit yang harus memiliki oleh setiap auditor. Auditor harus independen dari setiap kewajiban atau independen dari pemilikan kepentingan dalam perusahaan yang diauditnya (Mulyadi, 2002). 2.3.1 Pengertian Independensi Pernyataan standar umum kedua SPKN tahun 2007 adalah: Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya

29 Dengan pernyataan standar umum kedua ini, organisasi pemeriksa dan para pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak manapun (SPKN, 2007). Pemeriksa harus menghindar dari situasi yang menyebabkan pihak ketiga yang mengetahui fakta dan keadaan yang relevan menyimpulkan bahwa pemeriksa tidak dapat mempertahankan independensinya sehingga tidak mampu memberikan penilaian yang obyektif dan tidak memihak terhadap semua hal yang terkait dalam pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan (SPKN, 2007). Pemeriksa perlu mempertimbangkan tiga macam gangguan terhadap independensi, yaitu gangguan pribadi, ekstern, dan atau organisasi. Apabila satu atau lebih dari gangguan independensi tersebut mempengaruhi kemampuan pemeriksa secara individu dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya, maka pemeriksa tersebut harus menolak penugasan pemeriksaan. Dalam keadaan pemeriksa yang karena suatu hal tidak dapat menolak penugasan pemeriksaan, gangguan dimaksud harus dimuat dalam bagian lingkup pada laporan hasil pemeriksaan (SPKN, 2007). Apabila menggunakan tenaga ahli, pemeriksa harus memperlakukan tenaga ahli tersebut seperti anggota tim pemeriksaan sehingga perlu menilai kemampuan tenaga ahli tersebut untuk melaksanakan sebagian pekerjaan pemeriksaan dan melaporkan hasilnya secara tidak memihak. Dalam melakukan penilaian ini, pemeriksa harus memberlakukan ketentuan independensi menurut Standar

30 Pemeriksaan kepada tenaga ahli dan memperoleh representasi dari tenaga ahli tersebut mengenai independensi tenaga ahli. Apabila tenaga ahli memiliki gangguan terhadap independensi, pemeriksa tidak boleh menggunakan hasil pekerjaan tenaga ahli tersebut (SPKN, 2007). 2.3.2 Gangguan Pribadi Dalam lampiran 2 SPKN disebutkan bahwa : Gangguan pribadi yang disebabkan oleh suatu hubungan dan pandangan pribadi mungkin mengakibatkan pemeriksa membatasi lingkup pertanyaan dan pengungkapan atau melemahkan temuan dalam segala bentuknya. Pemeriksa bertanggungjawab untuk memberitahukan kepada pejabat yang berwenang dalam organisasi pemeriksanya apabila memiliki gangguan pribadi terhadap independensi. Organisasi pemeriksa harus memiliki sistem pengendalian mutu intern untuk membantu menentukan apakah pemeriksa memiliki gangguan pribadi terhadap independensi. Organisasi pemeriksa perlu memperhatikan gangguan pribadi terhadap independensi petugas pemeriksanya. Gangguan pribadi yang disebabkan oleh suatu hubungan dan pandangan pribadi mungkin mengakibatkan pemeriksa membatasi lingkup pertanyaan dan pengungkapan atau melemahkan temuan dalam segala bentuknya. Pemeriksa bertanggung jawab untuk memberitahukan kepada pejabat yang berwenang dalam organisasi pemeriksanya apabila memiliki gangguan pribadi terhadap independensi. Gangguan pribadi dari pemeriksa secara individu meliputi antara lain:

31 a. Memiliki hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan jajaran manajemen entitas atau program yang diperiksa atau sebagai pegawai dari entitas yang diperiksa, dalam posisi yang dapat memberikan pengaruh langsung dan signifikan terhadap entitas atau program yang diperiksa. b. Memiliki kepentingan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung pada entitas atau program yang diperiksa. c. Pernah bekerja atau memberikan jasa kepada entitas atau program yang diperiksa dalam kurun waktu dua tahun terakhir. d. Mempunyai hubungan kerjasama dengan entitas atau program yang diperiksa. e. Terlibat baik secara langsung maupun tidak secara tidak langsung dalam kegiatan objek pemeriksaan, seperti memberikan asistensi, jasa konsultasi, pengembangan system, menyusun dan/atau mereviu laporan keuangan entitas atau program yang diperiksa. f. Adanya prasangka terhadap perorangan, kelompok, organisasi atau tujuan suatu program, yang dapat membuat pelaksanaan pemeriksaan menjadi berat sebelah. g. Pada masa sebelumnya mempunyai tanggung jawab dalam pengambilan keputusan atau pengelolaan suatu entitas, yang berdampak pada pelaksanaan kegiatan atau program entitas yang sedang berjalan atua sedang diperiksa. h. Memiliki tanggung jawab untuk mengatur suatu entitas atau kapasitas yang dapat mempengaruhi keputusan entitas atau program yang diperiksa, misalnya sebagai seorang dierktur, pejabat atau sebagai anggota manajemen dalam setiap

32 pengambilan keputusan, pengawasan atau fungsi monitoring terhadap entitas, aktivitas atau program yang diperiksa. i. Kecenderungan untuk memihak, karena keyakinan politik atau social, sebagai akibat hubungan antar pegawai, kesetiaan kelompok, organisasi atau tingkat pemeriksaan tertentu. j. Pelaksanaan pemeriksaan oleh seorang pemeriksa, yang sebelumnya pernah sebagai pejabat yang menyetujui faktur, daftar gaji, klaim, dan pembayaran yang diusulkan oleh suatu entitas atau program yang diperiksa. k. Pelaksaan pemeriksaan oleh seorang pemeriksa, yang sbeleumnya pernah menyelenggarakan catatan akuntansi resmi atau entitas/unit kerja atau program yang diperiksa. l. Mencari pekerjaan pada entitas yang diperiksa selama pelaksanaan pemeriksaan. Organisasi pemeriksa dan pemeriksanya mungkin menghadapi berbagai keadaan yang dapat menimbulkan gangguan pribadi. Oleh karena itu organisasi pemeriksa harus mempunyai sistem pengendalian mutu intern yang dapat mengidentifikasi gangguan pribadi dan memastikan kepatuhannya terhadap ketentuan independensi yang diatur dalam Standar Pemeriksaan. Untuk itu, organisasi pemeriksa antara lain harus: a. Menetapkan kebijakan dan prosedur untuk dapat mengidentifikasi gangguan pribadi terhadap independensi, termasuk mempertimbangkan pengaruh kegiatan non pemeriksaan terhadap hal pokok pemeriksaan dan menetapkan pengamanan untuk dapat mengurangi risiko tersebut terhadap hasil pemeriksaan.

33 b. Mengkomunikasikan kebijakan dan prosedur organisasi pemeriksa kepada semua pemeriksanya dan menjamin agar ketentuan tersebut dipahami melalui pelatihan atau cara lainnya. c. Menetapkan kebijakan dan prosedur intern untuk memonitor kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur organisasi pemeriksa. d. Menetapkan suatu mekanisme disiplin untuk meningkatkan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur organisasi pemeriksa. e. Menekankan pentingnya independensi. Apabila organisasi pemeriksa mengidentifikasi adanya gangguan pribadi terhadap independensi, gangguan tersebut harus diselesaikan secepatnya. Dalam hal gangguan pribadi tersebut hanya melibatkan seorang pemeriksa dalam suatu pemeriksaan, organisasi pemeriksa dapat menghilangkan gangguan tersebut dengan meminta pemeriksa menghilangkan gangguan tersebut. Misalnya, pemeriksa dapat diminta melepas keterkaitan dengan entitas yang diperiksa yang dapat mengakibatkan gangguan pribadi, atau organisasi pemeriksa dapat tidak mengikutsertakan pemeriksa tersebut dari penugasan pemeriksaan yang terkait dengan entitas tersebut (SPKN, 2007). Dalam hal pemeriksa tidak dapat mundur dari pemeriksaan, mereka harus mengikuti ketentuan dalam paragraf 17. Dalam hal suatu organisasi pemeriksa melakukan kegiatan non pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, maka organisasi pemeriksa tersebut harus mempertimbangkan pengaruh kegiatan tersebut terhadap gangguan pribadi, baik

34 dalam sikap mental maupun penampilan, yang dapat berdampak negatif terhadap independensi dalam melaksanakan pemeriksaan (SPKN, 2007). Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. Per/05/M.pan/03/2008 tanggal 31 Maret 2008, jika independensi atau obyektifitas terganggu, baik secara faktual maupun penampilan, maka gangguan tersebut harus dilaporkan kepada pimpinan APIP. Auditor harus melaporkan kepada pimpinan APIP mengenai situasi adanya dan atau interpretasi adanya konflik kepentingan, ketidakindependenan atau bias. Pimpinan APIP harus menggantikan auditor yang menyampaikan situasinya dengan auditor lainnya yang bebas dari situasi tersebut. Auditor yang mempunyai hubungan yang dekat dengan auditee seperti hubungan sosial, kekeluargaan atau hubungan lainnya yang dapat mengurangi obyektifitasnya, harus tidak ditugaskan untuk melakukan audit terhadap entitas tersebut. Dalam hal auditor bertugas menetap untuk beberapa lama di kantor auditee guna membantu mereviu kegiatan, program atau aktivitas auditee, maka auditor tidak boleh terlibat dalam pengambilan keputusan atau menyetujui hal-hal yang merupakan tanggung jawab auditee (Permenpan, 2008). 2.3.3 Gangguan Ekstern Gangguan ekstern bagi organisasi pemeriksa dapat membatasi pelaksanaan pemeriksaan atau mempengaruhi kemampuan pemeriksa dalam menyatakan pendpaat

35 atau simpulan hasil pemeriksaannya secara independen dan obyektif. Independensi atau obyektifitas pelaksanaan suatu pemeriksaan dapat dipengaruhi apabila terdapat: a. Campur tangan atau pengaruh pihak ekstern yang membatasi atau mengubah lingkup pemeriksaan secara tidak semestinya. b. Campur tangan pihak ekstern terhadap pemilihan dan penerapan prosedur pemeriksaan atau pemilihan sampel pemeriksaan. c. Pembatasan waktu yang tidak wajar untuk penyelesaian suatu pemeriksaan. d. Campur tangan pihak ekstern mengenai penugasan, penunjukan, dan promosi pemeriksa. e. Pembatasan terhadap sumber daya yang disediakan bagi organisasi pemeriksa, yang dapat berdampak negatif terhadap kemampuan organisasi pemeriksa tersebut dalam melaksanakan pemeriksaan. f. Wewenang untuk menolak atau mempengaruhi pertimbangan pemeriksa terhadap isi suatu laporan hasil pemeriksaan. g. Ancaman penggantian petugas pemeriksa atau ketidaksetujuan dengan isi laporan hasil pemeriksaan, simpulan pemeriksa, atau penerapan suatu prinsip akuntansi atau kriteria lainnya. h. Pengaruh yang membahayakan kelangsungan pemeriksa sebagai pegawai, selain sebab-sebab yang berkaitan dengan kecakapan pemeriksa atau kebutuhan pemeriksaan.

36 Pemeriksa harus bebas dari tekanan politik agar dapat melaksanakan pemeriksaan dan melaporkan temuan pemeriksaan, pendapat dan simpulan secara obyektif, tanpa rasa takut akibat tekanan politik tersebut (SPKN, 2007). Menurut Mulyadi (2002) menyebutkan bahwa: Independensi berarti keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Akuntan public yang independen haruslah akuntan public yang tidak terpengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam pemeriksaan. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. Per/05/M.pan/03/2008 tanggal 31 Maret 2008, pimpinan APIP bertanggung jawab kepada pimpinan tertinggi organisasi agar tanggung jawab pelaksanaan audit dapat terpenuhi. Posisi APIP ditempatkan secara tepat sehingga bebas dari intervensi, dan memperoleh dukungan yang memadai dari pimpinan tertinggi organisasi sehingga dapat bekerja sama dengan auditi dan melaksanakan pekerjaan dengan leluasa. Meskipun demikian, APIP harus membina hubungan kerja yang baik dengan auditi terutama dalam saling memahami diantara peranan masing-masing lembaga. 2.4 Kualitas Audit De Angelo (1981) menyatakan bahwa: Audit quality as the market-assessed joint probability that a given auditor will both detect material misstatements in the client s financial statements and report the material misstatements.

37 Kualitas audit sebagai probabilitas gabungan menilai pasar bahwa auditor yang diberikan akan baik mendeteksi salah saji material dalam laporan keuangan klien dan melaporkan salah saji material (De Angelo, 1981). Standar audit menjadi bimbingan dan ukuran kualitas kinerja auditor. Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008, pengukuran kualitas audit atas laporan keuangan, khususnya yang dilakukan oleh APIP, wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Ruang lingkup kegiatan audit yang diatur dalam Standar Audit APIP (Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/05/M.PAN/03/2008 Tanggal 31 Maret 2008) meliputi audit kinerja dan audit investigative, sedangkan audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk member opini kewajaran penyajian laporan keuangan wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) sebagaimana diatur dalam perundangundangan. 2.4.1 Standar Pekerjaan Lapangan Pada hal pemeriksaan keuangan, Standar Pemeriksaan memberlakukan tiga pernyataan standar pekerjaan lapangan SPAP yang ditetapkan IAI, berikut ini: a. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan tenaga asisten harus disupervisi dengan semestinya.

38 b. Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit2 dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. c. Bukti audit yang kompeten harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. Tenaga asisten yang dimaksud dalam pernyataan standar ini adalah staf pemeriksaan yang harus di supervisi seperti anggota tim. Standar Pemeriksaan menetapkan standar pelaksanaan tambahan berikut ini : a. Komunikasi pemeriksa b. Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya ( c. Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse) d. Pengembangan temuan pemeriksaan e. Dokumentasi pemeriksaan 2.4.2 Komunikasi Pemeriksa Pernyataan standar pelaksanaan tambahan pertama adalah: Pemeriksa harus mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan sifat, saat, lingkup pengujian, pelaporan yang direncanakan, dan tingkat keyakinan kepada manajemen entitas yang diperiksa dan atau pihak yang meminta pemeriksaan.

39 Standar Pemeriksaan mensyaratkan pemeriksa untuk memperoleh pemahaman mengenai entitas yang diperiksa dan melakukan komunikasi dengan entitas yang diperiksa. Standar Pemeriksaan memberi kesempatan untuk memperluas pihak yang akan diajak berkomunikasi tentang hal yang berkaitan dengan informasi tertentu selama perencanaan pemeriksaan, termasuk kemungkinan adanya pembatasan dalam pelaporan, untuk mengurangi risiko salah interpretasi atas laporan hasil pemeriksaan (SPKN, 2007). Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesionalnya untuk menentukan bentuk, isi, dan intensitas komunikasi. Bentuk komunikasi tertulis adalah bentuk yang lebih baik. Pemeriksa dapat mengkomunikasikan informasi yang dipandang perlu dengan memuatnya dalam program pemeriksaan. Komunikasi yang dilakukan pemeriksa harus didokumentasikan (SPKN, 2007). Dalam mengkomunikasikan sifat pekerjaan pemeriksaan dan tingkat keyakinan, pemeriksa harus secara khusus menekankan pekerjaan pemeriksaan dan pelaporan yang berkaitan dengan pengujian pengendalian intern atas laporan keuangan, kepatuhan atas ketentuan peraturan perundang-undangan. Selama tahap perencanaan pemeriksaan, pemeriksa harus mengkomunikasikan tanggung jawab mereka untuk menguji pengendalian intern atas laporan keuangan dan kepatuhan atas ketentuan peraturan perundang-undangan. Komunikasi ini harus mencakup pengujian pengendalian intern tambahan yang diminta atau dipersyaratkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan (SPKN, 2007).

40 Pemeriksa sebaiknya melakukan komunikasi dengan pemeriksa/pengawas dan/atau manajemen entitas yang diperiksa. Komunikasi tersebut dapat berupa pemahaman atas informasi yang terkait dengan obyek pemeriksaan dan pengendalian intern entitas yang diperiksa. Pemeriksa dapat juga menggunakan surat penugasan sebagai media sehingga pihak lain yang berkepentingan dapat tetap terinformasi (SPKN, 2007). 2.4.3 Pertimbangan Terhadap Hasil Pemeriksaan Sebelumnya Pernyataan standar pelaksanaan tambahan kedua adalah: Pemeriksa harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan. Pemeriksa harus memperoleh informasi dari entitas yang diperiksa untuk mengidentifikasi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau studi lain yang sebelumnya telah dilaksanakan dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi langkah koreksi yang berkaitan dengan temuan dan rekomendasi signifikan. Pemeriksa harus mempergunakan pertimbangan profesionalnya untuk menentukan (1) periode yang harus diperhitungkan, (2) lingkup pekerjaan pemeriksaan yang diperlukan untuk memahami tindak lanjut temuan signifikan yang mempengaruhi pemeriksaan, dan (3) pengaruhnya terhadap penilaian risiko dan prosedur pemeriksaan dalam perencanaan pemeriksaan (SPKN, 2007).

41 Besarnya manfaat yang diperoleh dari pekerjaan pemeriksaan tidak terletak pada temuan pemeriksaan yang dilaporkan atau rekomendasi yang dibuat, tetapi terletak pada efektivitas penyelesaian yang ditempuh oleh entitas yang diperiksa. Manajemen entitas yang diperiksa bertanggung jawab untuk menindaklanjuti rekomendasi serta menciptakan dan memelihara suatu proses dan sistem informasi untuk memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa dimaksud. Jika manajemen tidak memiliki cara semacam itu, pemeriksa wajib merekomendasikan agar manajemen memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa. Perhatian secara terus-menerus terhadap temuan pemeriksaan yang material beserta rekomendasinya dapat membantu pemeriksa untuk menjamin terwujudnya manfaat pemeriksaan yang dilakukan (SPKN, 2007). Pemeriksa perlu memperhatikan bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, manajemen dapat memperole sanksi bila tidak melakukan tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksaan sebelumnya. Oleh sebab itu, pemeriksa harus menilai apakah manajemen telah menyiapkan secara memadai suatu sistem pemantauan tindak lanjut pemeriksaan yang dilakukan oleh berbagai pemeriksa, baik intern maupun ekstern, pada entitas tersebut. Selain itu, pemeriksa perlu memastikan bahwa seluruh lini manajemen entitas telah mengetahui dan memantau hasil pemeriksaan yang terkait dengan unit di bawah kendalinya. Pemantauan tersebut dilakukan oleh manajemen dan bukan hanya oleh pengawas entitas yang bersangkutan (SPKN, 2007).

42 2.4.4 Merancang Pemeriksaan untuk Mendeteksi terjadinya Penyimpangan dari Ketentuan Peraturan Perundang-undnagan, Kecurangan (Fraud), serta Ketidakpatutan (Abuse) Pernyataan standar pelaksanaan tambahan ketiga adalah: a. Pemeriksa harus merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. Jika informasi tertentu menjadi perhatian pemeriksa, diantaranya informasi tersebut memberikan bukti yang berkaitan dengan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh material tetapi tidak langsung berpengaruh terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan telah atau akan terjadi. b. Pemeriksa harus waspada pada kemungkinan adanya situasi dan/atau peristiwa yang merupakan indikasi kecurangan dan/atau ketidakpatutan dan apabila timbul indikasi tersebut serta berpengaruh signifikan terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa kecurangan dan/atau ketidakpatutan telah terjadi dan menentukan dampaknya terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan.

43 Standar Pemeriksaan pada dasarnya mensyaratkan bahwa pemeriksa harus menilai risiko salah saji material yang mungkin timbul karena kecurangan dari informasi dalam laporan keuangan atau data keuangan lain yang secara signifikan terkait dengan tujuan pemeriksaan. Pemeriksa harus mempertimbangkan prosedur pemeriksaan yang harus dirancang untuk menilai salah saji material yang mungkin timbul karena kecurangan tersebut. Standar Pemeriksaan juga mensyaratkan agar pemeriksa mempertimbangkan prosedur pemeriksaan yang harus dirancang untuk menilai salah saji material yang mungkin timbul karena ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Jika informasi tertentu menjadi perhatian pemeriksa, maka pemeriksa harus menerapkan prosedur tambahan untuk memastikan bahwa ketidakpatuhan telah atau akan terjadi (SPKN, 2007). 2.4.5 Pengembangan Temuan Pemeriksaan Pernyataan standar pelaksanaan tambahan keempat adalah: Pemeriksa harus merencanakan dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk mengembangkan unsur-unsur temuan pemeriksaan. Temuan pemeriksaan, seperti kurang memadainya pengendalian intern, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan, serta ketidakpatutan biasanya terdiri dari unsur kondisi, kriteria, akibat dan sebab. Namun demikian, unsur yang dibutuhkan untuk sebuah temuan pemeriksaan seluruhnya bergantung pada tujuan pemeriksaan tersebut. Jadi, sebuah temuan atau sekelompok temuan pemeriksaan disebut lengkap sepanjang tujuan pemeriksaannya telah

44 dipenuhi dan laporannya secara jelas mengaitkan tujuan tersebut dengan unsur temuan pemeriksaan (SPKN, 2007). 2.4.6 Dokumentasi Pemeriksaan Pernyataan standar pelaksanaan tambahan kelima adalah: Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman, tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumentasi pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung pertimbangan dan simpulan pemeriksa. Dokumentasi pemeriksaan harus mendukung opini, temuan, simpulan dan rekomendasi pemeriksaan. Bentuk dan isi dokumentasi pemeriksaan harus dirancang sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kondisi masing-masing pemeriksaan. Informasi yang dimasukkan dalam dokumentasi pemeriksaan menggambarkan catatan penting mengenai pekerjaan yang dilaksanakan oleh pemeriksa sesuai dengan standar dan simpulan pemeriksa. Kuantitas, jenis, dan isi dokumentasi pemeriksaan didasarkan atas pertimbangan profesional pemeriksa (SPKN, 2007). Dokumentasi pemeriksaan memberikan tiga manfaat, yaitu: a. Memberikan dukungan utama terhadap laporan hasil pemeriksaan. b. Membantu pemeriksa dalam melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan pemeriksaan. c. Memungkinkan pemeriksa lain untuk mereviu kualitas pemeriksaan.

45 Dokumentasi pemeriksaan juga harus memuat informasi tambahan sebagai berikut: a. Tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan, termasuk kriteria pengambilan ujipetik (sampling) yang digunakan. b. Dokumentasi pekerjaan yang dilakukan untuk mendukung simpulan dan pertimbangan profesional. c. Bukti tentang reviu supervisi terhadap pekerjaan yang dilakukan. d. Penjelasan pemeriksa mengenai standar yang tidak diterapkan beserta alasan dan akibatnya. 2.5 Inspektorat 2.5.1 Pengertian Inspektorat dan Peran Inspektorat Salah satu Instansi Pemerintah yang bergeralk di bidang pengawasan adalah Inspektorat. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2004 tentang kedudukan, tugas pokok, fungsi, dan tata kerja Inspektorat, bahwa: Inspektorat adalah lembaga teknis daerah yang berbentuk badan, merupakan unsur penunjang pemerintah daerah, dibidang pengawasan yang dipimpin oleh seorang kepala badan yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Peran dan fungsi Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota secara umum diatur dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 64 Tahun 2007. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pengawasan urusan pemerintahan, Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota mempunyai fungsi sebagai

46 berikut: pertama, perencanaan program pengawasan; kedua, perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan; dan ketiga, pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan. 2.5.2 Ruang Lingkup, Program Pemeriksaan dan Fungsi Inspektorat Dalam Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 Pasal 2 ayat 2 ditetapkan ruang lingkup pengawasan yang meliputi: 1. Kegiatan umum pemerintah. 2. Pelaksanaan rencana pembangunan. 3. Penyelenggaraan pengurusan dan pengelolaan keuangan dan kekayaan Negara. 4. Kegiatan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha milik Daerah 5. Kegiatan aparatur pemerintah di bidang yang mencakup kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan. Untuk mengoperasikan kebijakan yang telah ditetapkan, serangkaian kegiatan dalam mencapai tujuan dan sasaran program yang akan dilakukan di masa yang akan datang merupakan kumpulan dari kegiatan-kegiatan yang merupakan aksi suatu program yang telah ditetapkan untuk mencapai beberapa sasaran. Langkah-langkah program pemeriksaan yang harus dilakukan selama pemeriksaan yaitu:

47 1. Pembicaraan pendahuluan dengan pimpinan objek yang diperiksa. Pembicaraan pendahuluan ini bertujuan untuk memberitahukan secara resmi akan diadakannya pemeriksaan pada objek-objek yang bersangkutan, memberi gambaran yang tepat kepada Kepala Daerah/Pimpinan unit kerja. 2. Pengujian terbatas terhadap system pengendalian manajemen. Tujuan penelitian sistem pengendalian manajemen untuk menilai tingkat efisiensi dan efektivitas dan mengenali kemungkinan adanya kelemahan pengendalian manajemen dari kegiatan program yang diperiksa. 3. Pemeriksaan terperinci. Mencakup pemeriksaan terhadap kegiatan dan transaksi keuangan, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan dan kebijaksaan telah ditetapkan, efisiensi kerja, pemanfaatan sumber daya dan, pencapaian tujuan yang ditetapkan. 4. Temuan dan pengembangan temuan. Syarat-syarat temuan yang dapat diteruskan: a) Dinilai penting untuk diteruskan kepada pihak-pihak lain. b) Berdasarkan fakta dan bukti yang relevan. c) Dikembalikan secara objektif. d) Berdasarkan kepada pemeriksaan yang cukup memadai untuk mendukung setiap kesimpulan yang diambil, e) Meyakinkan f) Kesimpulan harus logis dan jelas.