BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

II. TINJAUAN PUSTAKA

KESERAGAMAN SUHU UDARA DAN LARUTAN NUTRISI PADA BERBAGAI JARAK ANTAR NOZZLE UNTUK AEROPONIC CHAMBER SKRIPSI AULIA RIZQI NUR ABIDI F

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hidroponik Substrat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN I.1.

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI

BAB II LANDASAN TEORI

METODOLOGI PENELITIAN

Pendinginan Terbatas. di Dalam Rumah Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

SIMULASI SEBARAN SUHU PADA CHAMBER AEROPONIK DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) SKRIPSI DERRY RISKAWATI F

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL

BAB IV PENGOLAHAN DATA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

III. METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Tanaman (Greenhouse)

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK

STAF LAB. ILMU TANAMAN

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB II LANDASAN TEORI

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA

ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

HIDRODINAMIKA BAB I PENDAHULUAN

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1)

METODOLOGI PENELITIAN

FLUIDA. Standar Kompetensi : 8. Menerapkan konsep dan prinsip pada mekanika klasik sistem kontinu (benda tegar dan fluida) dalam penyelesaian masalah.

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK KIMIA IV DINAMIKA PROSES PADA SISTEM PENGOSONGAN TANGKI. Disusun Oleh : Zeffa Aprilasani NIM :

BAB II LANDASAN TEORI

IRVAN DARMAWAN X

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

STUDI NUMERIK PENGARUH GEOMETRI DAN DESAIN DIFFUSER UNTUK PENINGKATAN KINERJA DAWT (DIFFUSER AUGMENTED WIND TURBINE)

SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

METODOLOGI PENELITIAN

NASKAH PUBLIKASI ANALISA PERPINDAHAN PANAS TERHADAP RECTANGULAR DUCT DENGAN TEBAL m MENGGUNAKAN ANSYS 12 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aeroponik Aeroponik adalah metode budidaya tanaman dimana akar tanaman menggantung di udara serta memperoleh unsur hara dan air dari larutan nutrisi yang disemprotkan ke akar tanaman (Suhardiyanto, 2009). Sistem aeroponik terkait dengan oksigenasi dari tiap butiran kabut halus larutan hara sehingga respirasi akar lancar dan menghasilkan banyak energi. Sistem aeroponik terkait erat dengan parameter lingkungan di sekitar sistem dan di dalam greenhouse. Parameter yang menunjang pertumbuhan tanaman dalam sistem aeroponik adalah suhu, radiasi matahari, curah hujan, kelembaban, elevasi, air, angin dan oksigen (Lingga, 2009). Aeroponik digunakan untuk budidaya sayuran daun seperti bayam, caisin, kailan, kangkung, pakchoy, selada dan sebagainya. Larutan nutrisi disemprotkan dalam bentuk kabut ke akar tanaman yang berada dalam chamber dengan durasi tertentu. Chamber merupakan lingkungan tertutup tempat tumbuhnya akar (Suhardiyanto, 2009). Sistem ini meliputi sprayer nozzles untuk menyemprotkan larutan nutrisi, pompa yang dilengkapi dengan timer, chamber, styrofoam, dan pipa. Aeroponik tidak memerlukan media tanam namun tanaman perlu ditopang agar dapat tumbuh dengan tegak. Biasanya helaian styrofoam yang telah dilubangi digunakan untuk menempatkan pangkal batang tanaman. Helaian styrofoam ini diletakkan di bagian atas chamber, memisahkan kanopi dengan akar tanaman. Pada skala komersial, beberapa chamber umtuk aeroponik dirangkai membentuk suatu jaringan sistem aeroponik (Prastowo et al., 2007). Nutrisi yang diberikan pada sistem aeroponik yaitu dari unsur makro (N, P, K, Mg, Ca,, S) maupun mikro (Mn, Mo, Cu, Fe, B, Zn) (Gunawan, 2010). Tanaman yang memiliki berat biomassa melebihi kapasitas yang dapat ditopang oleh Styrofoam, yaitu 3 kg/m 2 maka diperlukan kawat atau tali penahan kanopi tanaman agar helaian Styrofoam tidak melengkung dan patah. Debit aliran larutan nutrisi yang diperlukan untuk sistem aeroponik hanya memerlukan 1.5 ml/menit. Pada sistem aeroponik juga diperlukan pengecekan terhadap nozzle secara berkala untuk menjamin kelancaran perngabutan larutan nutrisi ini karena jika tidak dilakukan pengecekan maka nozzle sering tersumbat oleh kotoran atau partikel dalam nutrisi (Suhardiyanto, 2009). Sumber:www.aeroponics_world.com Gambar 1 Skema Sistem Aeroponik 3

2.2 Suhu Suhu lingkungan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan berperan penting mengetahui apakah kegiatan budidaya berjalan optimal atau belum. Menurut Harjadi (2008) Suhu lingkungan berpengaruh terhadap proses fisik dan kimiawi tanaman dan selanjutnya akan mengendalikan proses biologi dalam tanaman. Pengendalian suhu sangat penting dilakukan dalam budidaya aeroponik di dalam greenhouse karena suhu yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan akan merusak tanaman. Suhu terlalu dingin akan membekukan dan suhu terlalu tinggi dapat mematikan tanaman sebagai akibat koagulasi protein. Terhentinya pertumbuhan pada suhu tinggi merupakan suatu gambaran dari suatu keseimbangan metabolik yang terganggu. Suhu optimum untuk pertumbuhan akar umumnya lebih rendah daripada suhu untuk pertumbuhan taruk yaitu 25 o C- 28 o C. Respon laju pertumbuhan tanaman terhadap satu kisaran suhu yang luas (konstan) dibagi menjadi dua bagian yaitu kisaran suhu minimum dan maksimum, dimana pertumbuhan tanaman dapat dipertahankan dengan anggapan bahwa suhu merupakan faktor pembatas pertumbuhan. Suhu berkorelasi positif dengan radiasi matahari. Tinggi rendahnya suhu disekitar tanaman ditentukan oleh intensitas radiasi matahari, kerapatan tanaman, distribusi cahaya dalam tajuk tanaman serta kandungan lengas tanah. Suhu akan mempengaruhi beberapa proses fisiologis yaitu bukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis, dan respirasi. 2.3 Rumah Tanaman Pengertian greenhouse di daerah tropis didefinisikan sebagai rumah tanaman berfungsi sebagai bangunan perlindungan tanaman baik pada budidaya tanaman dengan media tanah maupun dengan sistem hidroponik (Suhardiyanto, 2009). Menurut Nelson (1978) greenhouse didefinisikan sebagai suatu bangunan yang memiliki struktur atap dan dinding yang bersifat tembus cahaya. Cahaya yang dibutuhkan oleh tanaman dapat masuk ke dalam rumah tanaman sehingga tanaman terhindar dari kondisi yang tidak menguntungkan. Selain itu, dengan pemakaian greenhouse maka suhu, kelembaban, cahaya, dan keperluan tanaman yang lain dapat diatur sehingga tanaman dapat ditanami sepanjang tahun. Didalam rumah tanaman, parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yaitu cahaya matahari, suhu udara, kelembaban udara, pasokan nutrisi, kecepatan angin, dan konsentrasi karbondioksida dapat dikendalikan dengan mudah. Penggunaan rumah tanaman memungkinkan dilakukannya modifikasi lingkungan yang tidak sesuai bagi pertumbuhan tanaman menjadi lebih mendekati kondisi optimum bagi pertumbuhan tanaman (Suhardiyanto, 2009). Di kawasan yang beriklim tropika basah, rumah tanaman berfungsi sebagai bangunan perlindungan tanaman baik pada budidaya tanaman dengan media tanah maupun dengan sistem hidroponik. Di Indonesia, konsep rumah tanaman dengan umbrella effect lebih sesuai. Rumah tanaman lebih ditujukan untuk melindungi tanaman dari hujan, angin dan hama. Selain itu rumah tanaman dibangun untuk mengurangi intensitas radiasi matahari yang berlebihan, mengurangi penguapan air dari daun dan media, serta memudahkan perawatan tanaman (Suhardiyanto, 2009). 4

Gambar 2. Standar Peak Greenhouse (Suhardiyanto, 2009) 2.4 Karakteristik dan kecepatan aliran penyemprotan nozzle Nozzle berfungsi untuk menyemprotkan fluida cair dari pompa injeksi ke dalam silinder dengan tekanan tertentu untuk mengatomisasi fluida cair secara merata. Konstruksi Nozzle secara umum dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Nozzle Nilai Koefisien kapasitas untuk nozzle dengan menggunakan tap sudut dapat dilihat pada Tabel 1 berlaku untuk daerah kerja: D = Diameter tabung (mm), 50 mm D 500 mm = rasio diameter, 0.30 0.80 Re = Reynolds Number 10 5 Re 10 7 5

Tabel 1. Koefisien debit untuk nozzle Β C Β C Β C Β C 0,30 0,987 6 0,44 0,980 5 0,58 0,964 0 0,72 0,930 8 0,32 0,986 9 0,46 0,978 9 0,60 0,960 4 0,74 0,924 1 0,34 0,986 2 0,48 0,977 1 0,62 0,956 5 0,76 0,916 9 0,36 0,985 4 0,50 0,975 0 0,64 0,952 3 0,78 0,909 2 Sumber.: SNI 0140:2007 0,38 0,984 4 0,52 0,972 6 0,66 0,947 6 0,80 0,900 8 Nozzle memiliki tap sudut sehingga persamaan untuk menghitung nilai debit penyemprotan nozzle sebagai 0,40 berikut :0,983 3 0,54 0,970 0 0,68 0,942 4 0,42 0,982 0 0,56 0,967 2... (1) 0,70 0,936 8 Dimana : Q = debit (m 3 /min) C = koefisien debit E = Koefisien kecepatan = ( 1-β 4 ) -1/2 a = Luas penampang peralatan pembatasan ( m 2 ) = (π/4)d 2 d = diameter leher peralatan pembatasan (m) g = percepatan gravitasi = 9.81 m/detik 2 h = beda ketinggian (m) Selain menggunakan persamaan (1), perhitungan debit nozzle dapat dilakukan dengan metode volume yang dinyatakan dalam persamaan 2:... (2) Dimana : Q = debit ( m 3 / min) v = volume air yang dimasukkan ke dalam bak selama t detik (m 3 ) t = waktu yang dibutuhkan untuk memasukkan air sejumlah V m 3 (s) Perhitungan kecepatan aliran penyemprotan dengan menggunakan persamaan 3:.. (3) Dimana : Q = debit ( m 3 / s ) V = Kecepatan Aliran (m/s) A = Luas penampang Nozzle (m 2 ) Kecepatan aliran penyemprotan pada setiap nozzle di sepanjang pipa PE akan mempengaruhi efisiiensi penyemprotan. Efisiensi penyemprotan meliputi keseragaman penyebaran penyemprotan larutan nutrisi di dalam chamber aeroponik dan kehilangan air. Jika nilai keseragaman penyebaran rendah atau kehilangan air besar, maka efisiensi penyemprotan menjadi rendah (christianses, 1942 di dalam Jensen 1983). 6

2.5 Pindah Panas Peristiwa pindah panas didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari satu daerah ke daerah lain sebagai akibat dari beda suhu dari daerah-daerah tersebut (Kreith, 1994). Pindah panas dapat terjadi secara konduksi, konveksi, dan radiasi. 2.5.1 Konduksi Konduksi adalah peristiwa aliran panas yang terjadi dari daerah dengan suhu tinggi ke suhu rendah di dalam suatu medium atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung (Kreith, 1994). Besaran perpindahan panas konduksi tergantung dari nilai konduktivitas panas suatu bahan. Menurut Holman (1994), jika suatu bahan terdapat gradien suhu maka terjadi perpindahan energi atau panas dari bagian yang bersuhu tinggi ke yang lebih rendah. Besarnya laju aliran panas dengan cara konduksi suatu bahan dinyatakan dalam :.... ( 4 ) 2.5.2 Konveksi Dimana : Qcond : Laju Perpindahan Panas (W) k : Konduktivitas termal bahan (W/m.K) A : Luas penampang benda yang tegak lurus aliran panas (m 2 ) dt : Perubahan Suhu dari T1 ke T2 dx : Ketebalan dinding (m) Konveksi adalah proses perpindahan energi kerja gabungan dari konduksi panas, penyinggungan energi dan gerakan mencampur. Perpindahan kalor konveksi tergantung pada viskositas fluida disamping ketergantungannya pada sifat-sifat termal fluida tersebut (konduktivitas termal kalor spesifik, densitas). Hal ini disebabkan viskositas mempengaruhi profil kecepatan, oleh karena itu akan mempengaruhi laju perpindahan energi di daerah dinding (Holman, 1994). Menurut Kreith (1994) perpindahan panas konveksi berdasarkan cara menggerakkan alirannya diklasifikasikan menjadi dua cara yaitu, konveksi alami dan konveksi paksa. Bila gerakan mencampur berlangsung semata-mata sebagai akibat dari perbedaan kerapatan yang disebabkan oleh gradien suhu, tanpa ada sumber gerakan dari luar maka disebut konveksi bebas (natural convection). Sedangkan apabila gerakan mencampur disebabkan oleh suatu alat dari luar disebut konveksi paksa (forced convection). Laju perpindahan panas konveksi dinyatakan dalam persamaan berikut : QConv = ha ( Ts Tf)... (5) Dimana : Qconv : Laju Perpindahan panas (W) h : Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m 2.K) Ts : Suhu permukaan (K) Tf : Suhu fluida (K) kalor lokal. Dalam aliran pipa, koefisien perpindahan kalor konveksi biasanya didefinisikan sebagai fluks Q = h (Tp - Tb).. ( 6 ) 7

Dimana : Tp = Suhu dinding ( 0 C) Tb = Suhu limbak ( 0 C) Suhu limbak adalah suhu fluida yang dirata-ratakan energinya di seluruh penampang pipa. suhu limbak sering disebut suhu mangkuk pencampur ( mixing cup ) karena suhu itulah yang akan dicapai suatu fluida kalau ditempatkan di dalam ruang pencampur dan dibiarkan mencapai kesetimbangan (Holman, 1994). Tabel 2. Ikhtisar persamaan-persamaan yang digunakan dalam perpindahan panas konveksi paksa di dalam saluran Sistem Persamaan Pipa panjang (L/D >20) Aliran laminar (Re<2100) Nu = 1.86 (RePrD/L) 0.33 (μb/ μs) 0.14....(7) Pemanasan cairan μb/ μs = 0.36 Pendinginan cairan μb/ μs = 0.2 Pipa pendek - Aliran laminar Pipa panjang - Nu = RePrD/(4L)ln(1-(2.6(Pr 0.167 (RePrD/L) 0.5 ))) -1... (8) Nu = 0.023Re 0.8 Pr 0.4...(9) Aliran turbulen Pipa pendek - Nu = 0.023(1+(D/L)0.7)Re 0.8 Pr 0.33...(10) Aliran turbulen Sumber :.Kreith (2004) 2.6 Aliran larutan nutrisi dalam pipa Aliran dapat diklasifikasikan dalam banyak cara seperti turbulen, laminar, nyata, ideal, mampu balik, tak mampu balik, steady, tak steady, seragam, tak seragam, rotasional, tak rotasional (Streeter, 1996). Apabila kecepatan suatu fluida yang mengalir dalam sebuah pipa melampui harga kritik tertentu (bergantung pada sifat-sifat fluida dan pada radius pipa), maka sifat aliran menjadi sangat rumit. Di dalam lapisan sangat tipis sekali yang bersebelahan dengan dinding pipa, disebut lapisan batas, alirannya masih laminar. Di luar lapisan batas, gerak fluida sangat tidak teratur. Di dalam fluida timbul arus pusar setempat yang memperbesar tahanan terhadap aliran. Aliran ini disebut aliran yang turbulen (bergejolak) (Zermansky, 1962) Menurut Zermansky, percobaan menunjukkan bahwa ada kombinasi empat faktor yang menentukan suatu aliran fluida melalui pipa bersifat laminar atau turbulen. Kombinasi faktor ini dikenal sebagai bilangan Reynold, NR dan didefinisikan sebagai : NR = ρvd / η.... (11) Dimana ρ = rapat massa fluida (kg/m 3 ) v = kecepatan aliran (m/s) D = diameter pipa (m) 8

Η = viskositas dinamik (kg/m.s) Bilangan Reynold merupakan besaran yang tidak berdimensi dan besar nilainya adalah sama dalam setiap satuan tertentu. Apabila bilangan reynold lebih kecil dari 2000 maka aliran akan laminar, dan bahwa lebih dari 3000 maka aliran akan turbulen. Dalam daerah transisi antara 2000 dan 3000, aliran tidak stabil dan dapat berubah dari laminar menjadi turbulen atau sebaliknya. Pada saat fluida mengalir dalam sebuah pipa, maka akan terjadi penurunan tekanan di dalam pipa akibat shear force pada dinding pipa. aliran pipa horizontal dan vertikal berbeda penurunan tekanannya. Besarnya penurunan tekanan dihitung berdasarkan hukum kekekalan energy dimana: Ep +Ek = konstan P + 0.5 ρ V + ρ g h = 2 konstan Pada aliran pipa horizontal, maka besarnya penurunan tekanan yang terjadi antara kedua ujung pipa adalah : P + ½ ρv 2 + z = constant P1 + ½ ρv12 + z1 = P2 + ½ ρv22 + z2 P1 P2 = ½ ρv22 - ½ ρv12 + z2 - z1 Bila z2 = z1 maka: P1 P2 = ½ ρv22 - ½ ρv12... ( 12 ) Sedangkan untuk kasus pipa vertikal, penurunan tekanan adalah sebesar : P + ½ ρv 2 + z = constant P1 + ½ ρv12 + z1 = P2 + ½ ρv22 + z2 P1 P2 = ½ ρv22 - ½ ρv12 + z2 - z1 ( 13 ) Persamaan penurunan tekanan aliran laminar sebagai berikut : ( 14 ) Di mana : = Perbedaan tekanan pada 2 titik pengukuran yang berbeda (Pa) = Panjang pipa pengukuran tekanan (m) D = Diameter pipa (m) = Densitas Fluida (kg/m 3 ) V = Kecepatan aliran fluida ( m/s) Re = Bilangan Reynold ( 2100) Sedangkan persamaan penurunan tekanan pada aliran turbulen sebagai berikut : ( 15 ) 9

Dimana : = Perbedaan tekanan pada 2 titik pengukuran yang berbeda (Pa) λ = Pipe Friction Coefficient = Panjang pipa pengukuran tekanan (m) D = Diameter pipa (m) = Densitas Fluida (kg/m 3 ) V = Kecepatan aliran fluida ( m/s) 2.7 Dasar-dasar simulasi Simulasi adalah usaha menginterpretasikan model-model matematika dari suatu proses atau fenomena fisik dengan menggunakan komputer dalam rangka memberikan gambaran situasi nyata dengan sebagian besar rinciannya (Syamsa, 2003). Dengan simulasi atau bekerja dengan model diharapkan: 1. Dapat meramalkan hasil atau keluaran 2. Lebih memahami model fisik dan matematik dari fenomena dan proses 3. Bereksperimen dengan model 4. Melakukan pengujian dengan model 5. Menggunakan model untuk tujuan penelitian dan pelatihan Menurut syamsa (2003), simulasi proses dapat dikategorikan menjadi dua kategori berdasarkan kondisinya yaitu simulasi pada keadaan tunak dan simulasi dalam keadaan dinamis. Simulasi keadaan tunak biasanya terdiri dari sejumlah persamaan aljabar yang diselesaikan secara iterasi, misalnya untuk menghitung kalkulasi panas dan keseimbangan dari suatu proses dibawah kondisi keadaan tunak yang berubah-ubah. Program simulasi keadaan tunak umum digunakan dalam proses industri sedangkan pada simulasi keadaan dinamis kondisi transien dari perubahan proses juga diperhitungkan. Simulasi ini dilakukan dengan menyelesaikan persamaan-persamaan diferensial nonlinier berjumlah besar dalam waktu nyata dengan tujuan untuk menggambarkan keseimbangan dinamik bahan dan energi dari proses yang disimulasikan. Laju akumulasi masa dan energi dihitung secara kontinyu dan diintegrasikan sepanjang interval waktu yang relatif kecil, yaitu untuk menghasilkan proses tiruan dari tangga dinamik yang realistik seperti suhu, tekanan dan komposisi bahan. 2.8 Computational Fluid Dynamics ( CFD) Computational merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan matematika dan metode numeric atau komputasi sedangkan fluid Dynamics merupakan dinamika dari segala sesuatu yang mengalir. Secara definisi, CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (Tuakia, 2008). CFD memprediksi aliran berdasarkan model matematika, metode numerik (teknik solusi dan diskritisasi), dan tools perangkat lunak (solvers, tools pre- dan postprocessing). Pada umumnya terdapat tiga tahapan proses simulasi CFD, yaitu: preprocessing, solving, dan postprocessing. Preprocessing merupakan tahapan awal dalam membangun dan menganalisis sebuah model CFD. Menurut Versteeg dan Malalasekera (1995) terdapat langkah-langkah yang dilakukan dalam preprocessing, yaitu : a. Membentuk geometri (computational domain) dua dimensi atau tiga dimensi 10

b. Membentuk geometri menjadi sejumlah bagian yang lebih kecil (grid). Grid merupakan bagian yang akan dicari solusinya karena tingkat keakuratan hasil CFD didasarkan pada jumlah grid yang dibentuk. Bila jumlah grid lebih banyak maka hasil komputasi lebih akurat tetapi proses komputasi menjadi lebih lama sehingga dibutuhkan perangkat computer yang lebih baik. Sebaliknya, bila jumlah grid lebih sedikit maka hasil komputasi kurang akurat tetapi proses komputasi berjalan dengan cepat c. Mendefinisikan fenomena fenomena yang terjadi (fisik dan kimia) karena dibutuhkan dalam pemodelan d. Mendefinisikan karakteristik fluida e. Mendefinisikan kondisi batas (boundary condition) pada model geometri Solving merupakan tahapan seluruh kondisi preprocessing terpenuhi karena akan dilakukan perhitungan kondisi-kondisi yang diterapkan pada saat preprocessing. Menurut Versteeg dan Malalasekera (1995) terdapat tiga teknik solusi teknik numeric dalam mencari solusi CFD, antara lain difference, finite element, dan spectral method. Perbedaan yang mendasari teknik solusi di atas adalah pada proses memperkirakan diskritasi aliran tersebut. Pencarian solusi yang sering digunakan saat ini adalah finite volume yang merupakan perkembangan dari finite difference. Finite volume didasarkan pada algoritma numeric dimana dilakukan pembangunan persamaan berdasarkan integrasi variabelvariabel secara keseluruhan. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mencari solusi pada CFD meliputi : a. Memperkirakan variabel aliran yang tidak diketahui menngunakan fungsi sederhana b. Diskritasi hasil prakiraan tersebut dengan mensubstitusi ke dalam persamaan aliran fluida tersebut dan memanipulasinya secara matematis c. Membuat solusi dengan persamaan aljabar Postprocessing merupakan tahapan terakhir dalam analisis CFD untuk mengorganisasi dan menginterpretasi data hasil analisis fluida. Hasil analisis didasarkan pada visualisai warna yang meliputi : a. Hasil dari geometri dan grid yang telah dibentuk b. Plot berdasarkan vektor c. Plot berdasarkan kontur d. Plot berdasarkan permukaan (dua dimensi atau tiga dimensi) Visualisasi solusi ini bertujuan untuk mempermudah pemahaman solusi yang dihasilkan dari CFD. Dalam proses ini dilengkapi dengan melakukan animasi dari solusi yang didapat. 2.9 Validasi Tujuan dilakukan validasi adalah untuk membandingkan antara hasil simulasi terhadap hasil pengukuran dan perhitungan menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD). Untuk menguji keakuratan hasil pengukuran dan hasil simulasi dapat dilakukan perhitungan nilai error. Besarnya error dalam validasi dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:. (16) Dimana : p = Suhu udara hasil simulasi ( o C) u = Suhu udara hasil pengukuran ( o C) 11

Analisis regresi juga perlu digunakan untuk memprediksi seberapa jauh perubahan nilai antara suhu pada saat simulasi dan suhu pada saat pengukuran sehingga kelayakan penggunakan simulasi CFD dapat diketahui. Sebelum analisis regresi digunakan maka diperlukan uji linearitas dan keberartian. Regresi didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel independen atau peubah bebas bersumbu X dengan satu variabel dependen atau peubah tak bebas bersumbu Y. Persamaan umum regresi linier sederhana adalah : y = a + bx... (17) Dimana a menyatakan intersep atau perpotongan dengan sumbu tegak dan b adalah kemiringan atau gradiennya sedangkan y digunakan untuk membedakan antara nilai ramalan (simulasi) yang dihasilkan garis regresi dan nilai pengamatan y yang sesungguhnya untuk nilai x tertentu. Korelasi yaitu hubungan antara peubah X dan peubah Y ditunjukkan dengan nilai r. Korelasi antara kedua peubah semakin menurun secara numerik dengan semakin menjauhnya titik-titik dari suatu garis lurus (Walpole, 1993) 12