BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan

dokumen-dokumen yang mirip
MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB IV. Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN. A.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN

Bab I PENDAHULUAN. Bdk Abun Sanda, Pemerintah Blum Adil Pada Rakyatnya Sendiri, Kompas, 14 Desember hl. 1 dan Bdk Sda

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Gereja merupakan sebuah wadah yang seharusnya aktif untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB III. GPIB Bukit Harapan Surabaya dan Pelayanan Diakonia

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF. kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak mengenyam

BAB I PENDAHULUAN. ada sebagian kecil orang yang memilih untuk hidup sendiri, seperti Rasul Paulus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang. yang menulis dan meneliti tentang sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1986, h Afra Siauwarjaya, Membangun Gereja Indonesia 2: Katekese Umat dalam Pembangunan Gereja

BAB 1 PENDAHULUAN. Hidup Menggereja Kontekstual, (Yogyakarta : 2001), p. 28.

BAB I PENDAHULUAN. 2000, p.11

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Indonesia. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam

Bab I PENDAHULUAN. Dalam perspektif sosiologis dapat dikatakan bahwa, gereja sebagai suatu institusi sosial,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

BAB I PENDAHULUAN. A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gereja lahir dan bertumbuh tidak terlepas dari hakekatnya untuk melayani sesama

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH. A.1. Latar belakang masalah

LOYALITAS DAN PARTISIPASI PEMUDA DALAM GEREJA ETNIS DI HKBP SALATIGA

BAB I PENDAHULUAN UKDW

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1.

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV. Diakonia dan Warung Tiberias

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dilakukan terhadap orang-orang miskin. Pertanyaan yang sangat crucial

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB I Pendahuluan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian dalam bidang daya dan kemandirian dalam bidang dana. 1 Kemandirian dalam

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kelompok sosial yang terdiri dari sejumlah individu di dalamnya tentu memiliki

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. (stratifikasi sosial), yang mana terdiri dari kelas atas, kelas menengah dan

BAB I PENDAHULUAN. Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Gereja merupakan persekutuan orang-orang percaya di dalam Kristus.

BAB I PENDAHULUAN. Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Silo DKI Jakarta adalah

Pendidikan Agama Kristen Protestan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46.

III. METODE PENELITIAN. Maryaeni menegaskan bahwa metode adalah cara yang ditempuh peneliti dalam

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

1.2 Menegakkan Kerajaan Allah dalam Modernisasi Indonesia: O. Notohamidjojo...33

Bab I Pendahuluan UKDW

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB III. Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB. 1. Sejarah Singkat GPIB. GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. saling menghormati serta dapat menerima semua perbedaan yang ada, sehingga dapat

BAB V PENUTUP. Dalam bagian ini, akan di buat kesimpulan dari pembahasan bab 1 sampai. dengan bab 4 serta saran-saran. 5.1.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

PENGARUH PEMBINAAN ROHANI TERHADAP KEAKTIFAN KAUM MUDA DALAM PELAYANAN DI GEREJA KRISTEN HOLISTIK JEMAAT SERENITY MAKASSAR SKRIPSI

Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan

UKDW. Bab I Pendahuluan

Dasar Kebersatuan Umat Kristen. Efesus 2: Pdt. Andi Halim, S.Th.

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

Editorial Merawat Iman

BAB III METODE PENELITIAN. terlalu sulit untuk dipecahkan. Menurut Joko Subagyo :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tergambar dalam berbagai keragaman suku, budaya, adat-istiadat, bahasa

I.1. PERMASALAHAN I.1.1.

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus

UKDW BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah serius yang sedang diperhadapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Kemiskinan mempunyai banyak segi dan dimensi mulai dari yang bersifat material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan menentukan tolak ukur yang tepat mengenai kemiskinan. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, melainkan juga banyak hal lain, seperti: pendidikan yang kurang, ketidakberdayaan mengahadapi kekuasaan yang menekan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan hidupnya sendiri. Pada dasarnya manusia dilahirkan tidak dapat memilih untuk menjadi miskin atau menjadi kaya. Kemiskinan bukan suatu hukuman atau kutukan dari Tuhan. Ketika manusia ada dan berada di tengah-tengah dunia, maka manusia dituntut untuk berusaha dan mampu mempertahankan kehidupannya. Kemalasan yang ada, kemudian ditambah dengan tingkat pengetahuan yang masih minim membuat manusia terperosok dalam kemiskinan. Kemiskinan muncul sebagai akibat nilai budaya yang dianut kaum miskin itu sendiri yang berakar dari kondisi lingkungan yang miskin dan diturunkan dari generasi ke generasi. 1 Masyarakat miskin seharusnya menjadi fokus utama dalam pelayanan yang dilakukan gereja. Gereja tidak dapat terjebak pada suatu anggapan bahwa orang miskin yang membutuhkan 1 Lewis, Oscar. Kebudayaan kemiskinan dalam Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996. Hlm 7-11

gereja, melainkan gereja yang membutuhkan orang miskin. 2 Orang-orang miskin ini bukan berarti menjadi objek gereja melainkan menjadi partner bagi gereja dalam memberitakan Firman Tuhan melalui pelayanan. Sehingga orang-orang miskin ini dapat menjadi pembawa misi memberitakan Firman Tuhan. Dalam kehidupan sosial, baik ditinjau dari aspek secara umum, maupun secara perspektif Alkitab mengungkapkan hal yang sama tentang adanya dua kehidupan sosial masyarakat yakni strata kaya dan strata miskin yang hidup secara berdampingan. Gereja hadir sebagai utusan sekaligus mitra dalam implementasi karya penyelamatan Allah atas manusia dari permasalahanpermasalahan ekonomi, politik, sosial, dan lain-lain. Gereja tidak dapat berkarya secara abstrak saja, seperti berteologi atau berurusan terusmenerus pengetahuan tentang Allah. Gereja lahir dan tumbuh tidak terlepas dari hakekatnya untuk melayani sesama dalam arti menjawab pergumulan yang sedang dihadapi manusia. Gereja dalam dirinya sendiri menyadari akan adanya tugas panggilan di tengah-tengah masyarakat Masyarakat miskin seharusnya menjadi subyek dalam diakonia yang merupakan tujuan di mana gereja kemudian tidak lagi hanya menempatkan diri sebagai santa claus bagi masyarakat miskin. Dengan kata lain gereja lebih melihat pada suatu perbuatan bukan lagi hanya sekedar sikap memberi. Masyarakat miskin yang telah tertindas secara material dan struktural membutuhkan sebuah perubahan di dalam hidupnya. Hal ini bukan berarti bahwa gereja kemudian hanya sekedar memberi bantuan kepada masyarakat miskin dan kemudian meninggalkan mereka. Hal tersebut akan memunculkan sebuah ketergantungan yang dapat menyebabkan masyarakat miskin 2 Artanto, Widi. Menjadi Gereja Misioner dalam Konteks Indonesia, Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, hlm 75

tidak dapat mandiri. Akan tetapi gereja dipanggil untuk menjadikan masyarakat miskin sebagai rekan sekerja dalam diakonia yang dilaksanakan. Diakonia adalah sebagai salah satu bagian dari tugas dan panggilan Gereja di tengahtengah masyarakat. Diakonia merupakan suatu sikap tindakan yang menunjukkan Kasih Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat atau berumat secara kehidupan sosial sebagai bentuk kesaksian hidup yang saling memeperhatikan antara umat yang satu dengan umat yang lainnya. Tugas ini merupakan wujud nyata dari yang sudah di baca, didengar dan yang dilihat pada Firman Tuhan. Sehingga pada keadaan tersebut memberikan peranan yang kuat dalam kehidupan sehari-hari, yang membuktikan bahwa sikap dan tindakan yang bersifat pada masyarakat sangatlah penting untuk saling peduli antara yang satu dengan yang lainnya. Emmanuel Gerrit Singgih menjelaskan 3 (tiga) aspek gereja yang digambarkan dengan segitiga sama sisi yang pada masing-masing sudut ditempatkan yakni: Koinonia (Institusional), Marturia (Ritual), dan Diakonia (Etikal). 3 Segi-segi itu merupakan keseimbanagan yang terusmenerus harus dijaga, karena ketika gereja hanya menekankan segi kelembagaan dan ritual, maka gereja hanya ada untuk diri sendiri, kalau pelayanan hanya dianggap aspek ritual atau alat untuk membangun organisasi gereja, maka pelayanan tidak akan pernah menjadi pelayanan sosial yang menjangkau masyarakat luas. Hal tersebut bertujuan supaya aspek diakonia menjadi milik bersama untuk dikembangkan tanpa ada unsur politis dan keuntungan hidup. Dengan sikap hidup dan tindakan tersebut akan menjadikan kita untuk saling hidup bersama-sama dalam pelayanan kita ditengahtengah dunia ini, sehingga dapat saling mencintai dan mengasihi sesama manusia sebagai makhluk sosial yang saling peduli. Maka konsep iman di dalam pelayanan akan membentuk satu 3 E.G. Singgih, Reformasi dan transformasi Pelayanan Gereja Menyongsong Abad ke 21, Kanisius, Jogjakarta, 1997, hlm 25-27

di dalam kebersamaan yang diikat dengan Kasih Allah untuk mewujudkan kerajaan Allah ditengah dunia. Dengan semangat diakonia, berarti telah memupuk kesadaran iman dalam meningkatkan pelayanan gereja. Akan tetapi perlu diperhatikan lagi, yang menjadi permasalahan adalah sejauh mana diakonia telah memberikan dampak perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat miskin dan sejauh mana gereja memandang masyarakat miskin itu sebagai subyek yang melakukan perubahan hidup dalam diakonia yang dilakukan gereja? Atau masyarakat miskin tersebut masih menjadi obyek demi gengsi gereja? Diakonia yang dilakukan oleh gereja jangan sampai terjebak pada suatu konsep bekerja untuk orang miskin melainkan haruslah mengarah pada konsep bekerja sama dengan orang miskin. Konsep bekerja sama dengan orang miskin ini tentu saja berangkat dari dasar solidaritas yang mempunyai pengertian tidak terbatas pada pemberian melainkan solidaritas disini berarti tindakan yang di dorong oleh keharusan untuk berbuat semaksimal mungkin demi menolong orang lain tanpa harus mempunyai terlebih dahulu kemudian diberikan. Gereja-gereja di Indonesia sebagian besar telah memiliki kesadaran bahwa pelayanan diakonia harus bersifat transformatif dan tidak boleh dipandang sebelah mata, karena pelayanan ini merupakan bagian holistik dari kesaksian gereja tentang karya pemulihan Allah bagi dunia. Dalam penerapannya diakonia transformatif masih banyak mengalami kendala baik dalam konsep maupun prakteknya. Diakonia transformatif memerlukan komitmen, motivasi serta teknik yang memadai bagi pelaksananya. Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Bukit Harapan Surabaya merupakan gereja yang berdiri di tengah-tengah jemaat yang majemuk. Jemaat yang ada di dalamnya mempunyai 2 (dua) strata sosial yakni jemaat yang kurang mampu dan yang mampu secara

ekonomi. Program Samaritan adalah salah satu bentuk pelayanan (diakonia) yang dilaksanakan oleh Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Bukit Harapan Surabaya. Samaritan adalah pelayanan yang dilakukan oleh gereja kepada anggota jemaat yang sakit yang dirawat di Rumah Sakit. Program Samaritan dilaksanakan tanpa melihat strata sosial yang ada dalam jemaat. Pelayanan yang dilaksanakan oleh program Samaritan berupa pemberian bantuan langsung dalam bentuk uang. Gereja lahir dan tumbuh tidak terlepas dari hakekatnya untuk melayani sesama dalam menjawab pergumulan yang sedang di hadapi manusia. Hal ini juga menjadi dasar pemikiran Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Bukit Harapan Surabaya tentang pelayanan diakonia kepada jemaat. Maka penulis mengangkat judul: Pandangan Jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang Pelayanan Diakonia 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka, masalah yang akan dijelaskan dalam tulisan ini sebagaimana berikut: Bagaimana pandangan Jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya terhadap Diakonia? 1.3. Tujuan Penulisan Bertolak dari permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah: Diakonia. Mendeskripsikan pandangan Jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya terhadap pelayanan

1.4. Manfaat Penulisan Berkenaan dengan penelitian yang sedang penulis lakukan dan sajikan ini, maka penulis mengharapkan agar karya tulis ini bermanfaat untuk : 1. Menyumbangkan pemahaman dalam Jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang teori diakonia yang baru. 2. Memotivasi Jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya agar lebih memahami pelayanan diakonia yang harus diterapkan di dalam gereja, walau dihadapkan dengan berbagai masalah. 1.5. Metode Penelitian 5.1. Pendekatan yang akan digunakan. 5.1.1. Jenis penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. 4 Mengembangkan teori dari fakta dengan mengikuti proses pelayanan diakonia yang dilakukan jemaat GPIB Bukit harapan Surabaya secara langsung dan mendalam, yang bertujuan menggambarkan atau melukiskan keadaan dari subyek yang diteliti berdasarkan fakta sebagimana adanya. 5 5.2. Teknik Pengumpulan Data. 5.2.1. Data Primer. 4 H. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004), 63. 5 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indo, 1985), 63.

a. Wawancara. Teknik ini dilakukan dengan wawancara yang bertujuan untuk mendapat keterangan masalah yang diteliti dengan percakapan tatap muka, guna mendapat informasi yang lebih akurat dan terperinci untuk memperkuat data tentang obyek yang diteliti. Bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara terpimpin yaitu wawancara yang terarah dalam mengumpulkan data yang relevan. 6 Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab. 7 b. Observasi dan partisipan. Di samping melakukan penelitian, penulis juga melakukan pengamatan terlibat secara intensif terhadap pemahaman pelayanan diakonia di Jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya. 5.2.2. Data Sekunder. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan bahan atau data melalui kepustakaan, berbagai buku dan dokumen lainnya. Selain itu studi kepustakaan juga bermanfaat untuk menyusun landasan teoritis yang akan menjadi tolak ukur dalam menganalisa data penelitian guna menjawab persoalan pada rumusan masalah penelitian. 5.3. Analisa Data. Dalam proses ini, setelah data-data yang dikumpulkan berupa informasi uraian tentang pandangan pelayanan diakonia di Jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya, data yang dikumpulkan diseleksi sesuai dengan tujuan penelitian. 6 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1983), 20. 7 Moh. Nazir, Ph.D, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesi, 1985), 234.

5.4. Informan. Informan adalah orang-orang yang dapat memberikan data serta informasi yang akurat dan tepat yang dapat mendukung hasil penelitian. Ada pun yang diwawancarai adalah warga jemaat. 5.5. Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya, Jln. Sutedi Senaputra no.38, Kelurahan Karangpilang, Kecamatan Karangpilang. 1.6. Sistematika Penulisan. BAB I: Pendahuluan Menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penulisan, metodologi penelitian, teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan. BAB II: Diakonia adalah Tugas Gereja Pada bagian ini, penulis pertama-tama akan memaparkan gambaran pengertian gereja sacara umum, kemudian penulis juga akan memaparkan diakonia secara umum dan terdapat di dalam Alkitab. BAB III: GPIB Bukit Harapan Surabaya dan Pelayanan Diakonia Diakonia GPIB Jemaat Bukit Harapan Surabaya beserta hasil observasi dan wawancara yang dilaksanakan kemudian penulis akan memberikan suatu analisa secara kritis

berdasarkan data-data dari hasil penelitian data gereja maupun penelitian lapangan yang sudah digambarkan pada bagian sebelumnya. BAB IV: Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia Pada bagian ini penulis akan menganalisa hasil dari Pandangan Pelayanan Diakonia di Jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya dengan memperhatikan teori-teori yang ada. BAB V: Kesimpulan dan Saran Pada bagian ini penulis akan menyimpulkan apa yang telah dideskripsikan pada babbab terdahulu dan memberikan suatu saran bagi pengembangan diakonia di Jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya maupun bagi lembaga fakultas Teologi UKSW.