PERAMALAN CURAH HUJAN KOTA PONTIANAK DENGAN DEKOMPOSISI SENSUS II

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III HASIL ANALISIS

PERBANDINGAN KEEFEKTIFAN METODE MOVING AVERAGE DAN EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK PERAMALAN JUMLAH PENGUNJUNG HOTEL MERPATI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

PERAMALAN PENJUALAN AVTUR DENGAN MEMPERTIMBANGKAN SPECIAL EVENT

BAB III METODE DEKOMPOSISI X-12ARIMA. Analisis runtun waktu merupakan salah satu analisis statistik yang

BAB III METODE DEKOMPOSISI X-11-ARIMA. Metode Census II telah dikembangkan oleh Biro Sensus Amerika Serikat.

dari tahun pada stasiun pengamat yang berada di daerah Darmaga, Bogor.

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERAMALAN PENJUALAN GAS LPG PADA TOKO UPAYA TETAP BERKARYA

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peramalan Penjualan Avtur dengan Mempertimbangkan Special Event

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PERAMALAN DENGAN METODE DEKOMPOSISI. (memecah) data deret berkala menjadi beberapa pola dan mengidentifikasi masingmasing

Peramalan Kebutuhan Energi Jual pada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Cabang Bukittinggi dengan Menggunakan Metode Dekomposisi Sensus Ii

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV METODE PENELITIAN

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

PERKEMBANGAN PARIWISATA KALIMANTAN BARAT AGUSTUS 2010

PERAMALAN PENJUALAN PADA USAHA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG AQUA JOSS

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PERKEMBANGAN PARIWISATA KALIMANTAN BARAT MARET 2010

BAB IV PEMBAHASAN. Saldo Ratarata. Distribusi Bagi Hasil. Januari 1 Bulan 136,901,068,605 1,659,600, % 1,078,740, %

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI

STUDI ESTIMASI CURAH HUJAN, SUHU DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

PERENCANAAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU KEMASAN MINUMAN RINGAN UNTUK MEMINIMUMKAN BIAYA PERSEDIAAN. Mila Faila Sufa 1*, Rizky Novitasari 2

KATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini.

ANALISIS PERAMALAN PENJUALAN KEMEJA PADA TOKO G & N DI BEKASI

BAB 3 LANDASAN TEORI

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Persamaan Regresi Prediksi Curah Hujan Bulanan Menggunakan Data Suhu dan Kelembapan Udara di Ternate

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

HASIL DAN PEMBAHASAN . BP D-1

PERKEMBANGAN PARIWISATA KALIMANTAN BARAT DESEMBER 2009

PERKEMBANGAN PARIWISATA KALIMANTAN BARAT OKTOBER 2011

Universitas Bina Nusantara. Program Studi Ganda Tehnik Informatika-Statistika Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Ganjil tahun 2006/2007

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

BAB 3 PRAKIRAAAN dan PERAMALAN PRODUKSI. Dalam Manajemen Operasional, mengapa perlu ada peramalan produksi?

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. 2.1 Produk Domestik Regional Bruto

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PERKEMBANGAN PARIWISATA KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Vanissa Hapsari,2013

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) ( X Print) D-249

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. estimasi data yang akan datang. Peramalan atau Forecasting merupakan bagian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PERAMALAN PENJUALAN KANTOR PERCETAKAN DAN PERDAGANGAN UMUM CV AGUNG BEKASI TIMUR

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

PENERAPAN TEORI RUN UNTUK MENENTUKAN INDEKS KEKERINGAN DI KECAMATAN ENTIKONG

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Gbr1. Lokasi kejadian Banjir dan sebaran Pos Hujan di Kabupaten Sidrap

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

PEMODELAN DAN PERAMALAN DATA DERET WAKTU DENGAN METODE SEASONAL ARIMA

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL HOLT-WINTER DAN METODE DEKOMPOSISI KLASIK

1. PENDAHULUAN 2. KAJIAN PUSTAKA

ANALISIS POLA DAN INTENSITAS CURAH HUJAN BERDASAKAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSIONS (TRMM) 3B42 V7 DI MAKASSAR

PREDIKSI CUACA EKSTRIM DENGAN MODEL JARINGAN SYARAF TIRUAN MENGGUNAKAN PROGRAM MATLAB

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

SALES FORECASTING UNTUK PENGENDALIAN PERSEDIAAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram Alir pola perhitungan dimensi hidrolis spillway serbaguna

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Dwi Puspitasari 1, Mustika Mentari 2, Wildan Ridho Faldiansyah 3

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah

PERKEMBANGAN PARIWISATA KALIMANTAN BARAT JULI 2011

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

BAB 1 PENDAHULUAN. meteorologi dan geofisika yang salah satu bidangnya adalah iklim.

Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah

ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA

METODE PERAMALAN PENJUALAN ONCOM PADA USAHA KECIL MENENGAH (UKM) SONI JAYA

PERAMALAN PENJUALAN TIKET PESAWAT PADA CV. VIDO JAYA TOUR DAN TRAVEL

PERBANDINGAN METODE BOOTSTRAP DAN JACKKNIFE DALAM MENAKSIR PARAMETER REGRESI UNTUK MENGATASI MULTIKOLINEARITAS

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU BAJA MS DI DIREKTORAT PRODUKSI ATMI CIKARANG

BAB IV METODE PERAMALAN

BAB I PENDAHULUAN. yang akan terjadi di masa yang akan datang menggunakan dan. mempertimbangkan data dari masa lampau. Ketepatan secara mutlak dalam

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS POTENSI ENERGI MATAHARI DI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI NOVEMBER 2011

ANALISIS PERAMALAN PENJUALAN JASA PADA BENGKEL SERVICE MOTOR

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

PRESENTASI SIDANG PENULISAN ILMIAH

PERAMALAN NILAI INFLASI KESEHATAN DI KABUPATEN SEMARANG DENGAN METODE KUADRATIK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Transkripsi:

Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 05, No. 02(2016), hal 227 234. PERAMALAN CURAH HUJAN KOTA PONTIANAK DENGAN DEKOMPOSISI SENSUS II Eka Rahmilia, Helmi INTISARI Metode Dekomposisi Sensus II merupakan pengembangan dari metode Dekomposisi dengan memisahan komponen musiman terhadap komponen-komponen lainnya. Metode Dekomposisi sensus II meliputi beberapa fase yang berbeda. Fase pertama yaitu penyesuaian musiman awal, fase kedua yaitu penyesuaian musiman akhir, fase ketiga adalah uji ekualitas, selanjutnya mencari nilai MCD (Month for Cyclical Dominance) dan peramalan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan nilai faktor musiman dan nilai taksiran trensiklus sebagai dasar untuk peramalan curah hujan kota Pontianak tahun 2015. Data yang digunakan adalah data curah hujan pada tahun 2005 sampai dengan 2014 yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Supadio Pontianak. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa nilai faktor musiman yang tertinggi yaitu 159,2 sedangkan yang terendah yaitu 41,6. Nilai taksiran tren-siklus yang tertinggi yaitu 259,0 sedangkan yang terendah yaitu 258,7. Ramalan curah hujan yang tertinggi yaitu 411,9 mm sedangkan yang terendah yaitu 107,7 mm. Kata Kunci: Dekomposisi Sensus II, faktor musiman, tren-siklus, uji ekualitas PENDAHULUAN Pontianak adalah salah satu kota yang terletak di garis khatulistiwa dan berada pada wilayah pesisir barat pulau Kalimantan. Posisi ini menjadikan Pontianak sebagai salah satu daerah yang memiliki tingkat fluktuasi curah hujan yang sangat tinggi. Beberapa peristiwa yang sering terjadi yang terkait dengan curah hujan yang tinggi yaitu banjir dan tanah longsor. Berdasarkan kenyataan ini, diperlukan peramalan curah hujan. Peramalan ini dilakukan agar dapat membantu pemerintah dan masyarakat dalam mengantisipasi bencana alam akibat curah hujan yang tinggi. Peramalan merupakan suatu dugaan mengenai suatu kejadian pada waktu yang akan datang berdasarkan pada data-data masa lalu yang kemudian diolah dengan menggunakan metode peramalan dalam analisis statistik. Peranan peramalan mencakup berbagai bidang seperti ekonomi, keuangan, pemasaran, produksi, riset operasi, administrasi negara, meteorologi, geofisika, dan kependudukan. Analisis peramalan yang baik memerlukan metode yang tepat untuk menganalisis data. Penentuan metode yang tepat akan mempengaruhi peramalan yang akan dibuat. Adapun metode peramalan deret berkala yang dapat digunakan adalah Moving Average (MA), metode Exponential Smoothing, dan metode Dekomposisi. Penelitian ini mengkaji teknik peramalan data curah hujan Kota Pontianak dengan menggunakan metode Dekomposisi Sensus II (DS II). Metode DS II pada prinsipnya merupakan hasil pengembangan dari metode Dekomposisi dengan memisahan komponen musiman terhadap komponen-komponen lainnya. Keunggulan metode DS II dibandingkan dengan metode lainnya adalah menguraikan suatu deret berkala menjadi komponen musiman, tren, dan siklus yang dapat dianalisis secara terpisah [1]. Pemisahan tiap komponen deret berkala dilakukan untuk membantu meningkatkan ketepatan peramalan secara lebih baik. Metode DS II dikembangkan oleh Biro Sensus Departemen Perdagangan Amerika Serikat. Julius Shinkin dianggap sebagai kontributor utama dalam pengembangan metode ini. Penelitian ini bertujuan menentukan nilai faktor musiman dan nilai taksiran tren-siklus sebagai dasar untuk peramalan curah hujan kota Pontianak tahun 2015 dengan menggunakan metode DS II. Penelitian ini menggunakan data curah hujan bulanan Kota Pontianak tahun 2005 sampai dengan tahun 2014 yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Supadio Pontianak. Metode DS II mengalami tiga fase yang berbeda. Fase pertama adalah penyesuaian musiman awal, fase kedua adalah penyesuaian musiman akhir, dan fase ketiga adalah uji ekualitas untuk menentukan keberhasilan 227

228 E. RAHMILIA, HELMI penyesuaian yang telah dilakukan kemudian melakukan peramalan. Penyesuaian musiman awal terdiri dari beberapa langkah yaitu menghitung MA 12 bulanan terpusat, kemudian dilakukan penggantian nilai ekstrim pada musiman awal, penyesuaian rasio, perhitungan faktor musiman awal, dan dilanjutkan dengan perhitungan deret data penyesuaian musiman awal. Pengerjaan penyesuaian musiman akhir hampir sama dengan penyesuaian musiman awal. Penyesuaian musiman awal menggunakan MA 12 bulanan, sedangkan penyesuaian musiman akhir menggunakan MA 15 bulanan. CURAH HUJAN Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar dalam waktu tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi [2]. Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 milimeter artinya dalam luasan 1 mm 2 pada tempat yang datar tertampung air setinggi 1 mm. Curah hujan dicatat dalam inci atau milimeter (1 inci = 25,4 mm). Jumlah curah hujan 1 mm menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukaan bumi 1 mm, jika air tersebut tidak meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer [3]. ANALISIS DERET BERKALA Deret berkala adalah serangkaian pengamatan terhadap sesuatu peristiwa, kejadian, gejala, atau variabel yang diambil dari waktu ke waktu dan dicatat secara teliti menurut urutan-urutan waktu terjadinya [4]. Salah satu fungsi deret berkala adalah memberikan cara pemisahan komponenkomponen data agar dapat diperlihatkan, fluktuasi musim, fluktuasi siklus dan acak. Deret berkala dibedakan menjadi empat komponen, yaitu komponen, komponen musiman, komponen siklus dan komponen tak beraturan (irregular). Apabila dinotasikan, hubungan antara keempat komponen deret berkala adalah sebagai berikut [1]: dengan adalah nilai data aktual pada waktu, adalah komponen musiman pada waktu, adalah komponen pada waktu, adalah komponen siklus pada waktu, dan adalah komponen acak pada waktu. MOVING AVERAGE (MA) Moving Average (MA) disebut juga rata-rata bergerak. Metode rata-rata bergerak disebut juga bergerak terpusat karena rata-rata bergerak diletakkan pada pusat dari waktu yang digunakan. Moving Average (MA) adalah model deret berkala yang menguraikan bahwa nilai pengamatan dipengaruhi oleh nilai awal dari waktu sebelumnya. Moving Average (MA) dengan orde dinotasikan MA n [1]. MOVING AVERAGE 12 (MA 12) Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti, MA seharusnya diletakkan di tengah-tengah nilai data yang dirata-ratakan. Tidak menjadi masalah jika jumlah nilai yang dirata-ratakan adalah ganjil karena nilai yang di tengah-tengah akan menjadi (1) Tetapi, akan menjadi masalah jika jumlah nilai yang dirata-ratakan adalah genap. Misal data berjumlah 12 maka. Untuk mencari MA 12 bulanan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (2) :

Peramalan Curah Hujan Kota Pontianak dengan Dekomposisi Sensus II 229 dengan adalah rata-rata bergerak 12 bulanan pada waktu ke dan adalah deret data pada waktu. Untuk mencari MA 12 bulanan terpusat dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : dengan adalah rata-rata 12 bulanan bergerak terpusat pada waktu. MOVING AVERAGE merupakan rata-rata bergerak ganda, yaitu rata-rata bergerak dari rata-rata bergerak tunggal, yang artinya adalah (rata-rata bergerak dengan orde ) dari (rata-rata bergerak dengan orde ). bulanan akan mengakibatkan satu nilai yang hilang pada awal periode dan satu nilai pada akhir periode. dapat ditulis dengan Persamaan (4): Dari Persamaan (4), dapat dilanjutkan sebagai berikut : dengan adalah rasio 12 bulanan terpusat pada waktu, adalah dari sedangkan adalah dari. Nilai didapat dari rata-rata jumlahan dan, sedangkan didapat dari rata-rata jumlahan dan. akan mengakibatkan dua nilai pada awal dan dua nilai pada akhir data yang hilang. Untuk mengatasi dua nilai yang hilang pada awal data maka DS II melakukan taksiran dengan merata-ratakan nilai dua bulan pada awal data sedangkan untuk mengatasi dua nilai yang hilang pada akhir data dengan merata-ratakan nilai dua bulan pada akhir data sehingga setelah dilakukan jumlah data akan tetap. MOVING AVERAGE 15 MA 15 adalah rata-rata bergerak dengan orde 15 bulanan. MA 15 digunakan dalam DS II karena dapat menghilangkan unsur acak yang masih terdapat dalam data. Pemilihan suatu MA tertentu didasarkan atas adanya keacakan dalam deret data. Semakin besar keacakan maka semakin besar jumlah suku dalam rata-rata. MA 15 dapat mengakibatkan tujuh nilai pada awal deret data dan tujuh nilai pada akhir deret data hilang. Tujuh nilai pertama ditetapkan sama dengan nilai rata-rata dari empat sesudah pengamatan, dan tujuh nilai terakhir ditetapkan sama dengan nilai rata-rata empat sebelum pengamatan. MA 15 dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (6) : dengan adalah rata-rata bergerak 15 bulanan, dan adalah deret data penyesuaian musiman awal pada waktu. STANDAR DEVIASI PADA BULAN KE ( ) Standar deviasi pada bulan ke ( ) mengukur nilai-nilai data yang tersebar. juga dapat didefinisikan sebagai rata-rata jarak penyimpangan titik-titik data yang diukur dari nilai rata-rata data tersebut. didefinisikan sebagai akar dari varians yang merupakan rata-rata dari kuadrat simpangan nilai-nilai pengamatan terhadap nilai rata-rata. dalam DS II dapat dirumuskan sebagai berikut (7) : (7) dengan adalah rasio 12 bulanan terpusat pada waktu, adalah dari dan adalah 1,2,3,,12.

230 E. RAHMILIA, HELMI NILAI EKSTRIM Nilai ekstrim atau outlier atau pencilan adalah data yang menyimpang terlalu jauh dari data yang lainnya dalam suatu rangkaian data. Nilai ekstrim berpengaruh terhadap nilai mean dan standar deviasi. Adanya nilai ekstrim besar maupun kecil akan membuat analisis terhadap serangkaian data menjadi bias atau tidak mencerminkan fenomena yang sebenarnya, varians data menjadi besar, dan dapat menyebabkan kesalahan dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, nilai ekstrim dalam data harus dihindari. Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi nilai ekstrim yaitu metode grafis dan metode statistik. Metode statistik dapat dilakukan dengan melakukan perhitungan rata-rata dan standar deviasi. Berdasarkan nilai tersebut, selanjutnya akan dibuat fungsi batas kontrol untuk dinyatakan sebagai nilai ekstrim. Fungsi batas kontrol yang digunakan dalam Dekomposisi Sensus II adalah [1]. Jika ada nilai di luar batas kontrol dengan lebih besar dari atau lebih kecil dari, maka nilai akan diganti dengan mengambil rata-rata sebelum dan sesudah. Jika nilai yang akan diganti merupakan nilai yang pertama atau terakhir maka diambil rata-rata dari 3 nilai sesudah atau 3 nilai sebelum. Jika nilai ekstrim sudah diganti, maka peristiwa luar biasa seperti jumlah curah hujan yang terlalu tinggi atau curah hujan yang terlalu rendah dapat dihilangkan. UJI EKUALITAS Uji ekualitas adalah uji untuk menentukan penyesuaian yang berlebihan dengan membagi MA 12 bulanan deret data akhir yang disesuaikan menurut musim terhadap MA 12 bulanan pada data curah hujan. Jika rasio mendekati 100% maka menunjukkan bahwa tidak adanya penyesuaian yang berlebihan [1]. Uji ekualitas dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (8) berikut ini : dengan adalah MA 12 bulanan dari dan adalah MA 12 bulanan dari. MCD (MONTH FOR CYCLICAL DOMINANCE) MCD memberikan informasi untuk menghitung suatu deretan tren-siklus. MCD dapat diketahui dengan menghitung nilai rasio perubahan persentase. Nilai rasio perubahan persentase dapat dicari dengan membagi rata-rata perubahan persentase komponen acak dengan rata-rata perubahan persentase komponen tren-siklus sebagai berikut : dengan adalah rata-rata perubahan persentase komponen acak dan adalah rata-rata perubahan persentase komponen tren-siklus. Rentang bulanan yang terjadi menentukan berapa lama jangka waktu bahwa komponen tren-siklus mendominasi fluktuasi komponen acak. Rentang bulanan dalam hal ini disebut MCD. APLIKASI DATA MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI SENSUS II Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Supadio Pontianak. Data yang dianalisis adalah data curah hujan bulanan kota Pontianak tahun 2005 sampai dengan tahun 2014 yang dapat dilihat pada Gambar 1. (8)

Peramalan Curah Hujan Kota Pontianak dengan Dekomposisi Sensus II 231 curah hujan (mm) 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Jan-05 Jul-05 Jan-06 Jul-06 Jan-07 Jul-07 Jan-08 Jul-08 Jan-09 Jul-09 Jan-10 Jul-10 Jan-11 Jul-11 Jan-12 Jul-12 Jan-13 Jul-13 Jan-14 Jul-14 Gambar 1 Grafik Data Curah Hujan Kota Pontianak Tahun 2005 2014 Metode Sensus II meliputi tiga fase yang berbeda. Pada fase pertama dilakukan penyesuaian musiman awal, pada fase kedua dilakukan penyesuaian musiman akhir, dan pada fase ketiga adalah uji ekualitas untuk menentukan keberhasilan penyesuaian yang telah dilakukan kemudian melakukan peramalan. Penyesuaian Musiman Awal Fase ini membuat pemisahan awal dari musiman terhadap faktor tren-siklus dan kemudian memisahkan faktor galatnya. Langkah pertama dalam penyesuaian musiman akhir adalah menghilangkan faktor galat dengan menggunakan MA 12 bulanan, kemudian mengganti nilai ekstrim musiman awal dengan batas kontrol yang digunakan adalah. Selanjutnya penyesuaian rasio musiman awal sehingga rata-rata bulanan adalah 100 untuk menghilangkan pengaruh peristiwa luar biasa dan untuk menyesuaikan deret data terhadap pengaruh yang disebabkan oleh prosedur perhitungan, menghitung faktor musiman awal dengan menggunakan, kemudian menghitung deret data penyesuaian musiman awal dengan cara membagi data curah hujan terhadap faktor musiman awal. Adapun hasil perhitungan deret data penyesuaian musiman awal tersaji pada Tabel 1. Tabel 1 Deret Data Penyesuaian Musiman Awal Tahun Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des 2005 368,8 123,4 360,6 208,5 334,0 151,0 320,8 349,4 274,5 366,5 252,6 115,7 2006 230,9 310,4 210,1 215,0 186,3 204,9 68,8 115,2 211,4 88,6 257,5 336,8 2007 335,0 124,9 278,2 255,9 396,0 453,1 407,4 217,8 279,8 360,7 232,4 253,9 2008 150,8 191,8 254,3 258,7 220,4 121,4 354,9 336,8 268,9 345,2 215,0 303,7 2009 306,6 123,0 332,7 304,4 187,9 165,7 138,5 323,6 264,2 233,5 523,7 241,2 2010 295,8 365,4 327,8 183,9 337,9 453,9 348,4 213,9 661,7 156,5 318,6 153,2 2011 498,2 249,9 184,5 211,5 206,1 232,6 158,5 277,7 253,0 340,3 210,6 303,6 2012 250,9 263,7 252,5 310,1 201,2 142,4 318,3 121,5 93,5 305,0 296,5 294,8 2013 295,4 399,0 306,0 300,8 348,8 203,3 275,9 313,5 326,7 189,6 234,3 245,2 2014 205,7 133,1 253,2 208,6 245,6 340,5 113,5 406,5 112,5 303,2 341,4 151,2 Penyesuaian Musiman Akhir Deret data musiman awal yang telah disesuaikan akan diproses lebih lanjut untuk menghilangkan faktor musiman dan faktor galat yang tidak terdeteksi sebelumnya. Langkah pertama dalam penyesuaian musiman akhir adalah menghilangkan faktor galat dengan menggunakan MA 15 bulanan. Kemudian mengganti nilai ekstrim musiman akhir dengan batas kontrol yang digunakan adalah. Selanjutnya penyesuaian rasio musiman akhir sehingga rata-ratanya adalah 100

232 E. RAHMILIA, HELMI untuk menghilangkan pengaruh peristiwa luar biasa dan untuk menyesuaikan deret data terhadap pengaruh yang disebabkan oleh prosedur perhitungan,, dan menghitung faktor musiman akhir dengan menggunakan. Dari faktor musiman akhir tahun 2013 sampai 2014, dapat dihitung faktor musiman untuk tahun 2015, yaitu dengan mengalikan faktor pada baris terakhir dengan 3, dikurangi dengan faktor pada baris sebelum kemudian bagi 2. Langkah ini sama dengan menghitung nilai yang diharapkan untuk menghilangkan adanya unsur acak yang masih ada. Faktor musiman tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Faktor Musiman Tahun 2015 Bulan Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des Faktor Musiman 41,6 79,6 96,0 107,1 148,1 83,8 71,8 105,1 55,2 111,6 159,2 141,0 Nilai faktor musiman yang diramalkan satu tahun kedepan terendah terdapat pada bulan Januari yaitu ( ), sedangkan nilai tertinggi terdapat pada bulan November yaitu ( ). Nilai faktor musiman digunakan untuk meramalkan curah hujan satu tahun kedepan yaitu tahun 2015. Selanjutnya menghitung deret data penyesuaian musiman akhir. dengan cara membagi data curah hujan terhadap faktor musiman akhir. Adapun hasil perhitungan deret data penyesuaian musiman akhir tersaji pada Tabel 3. Tabel 3 Deret Data Akhir yang Disesuaikan Menurut Musim Tahun Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des 2005 280,0 290,7 285,3 221,6 283,9 176,1 306,6 330,0 252,9 345,3 236,7 108,0 2006 193,0 675,1 181,4 218,4 168,7 219,0 66,0 109,8 198,3 85,0 243,7 320,6 2007 311,2 215,8 264,7 258,9 376,1 459,3 397,3 211,9 267,8 353,7 224,0 248,9 2008 148,2 242,7 255,2 262,3 220,3 120,7 350,1 331,1 259,6 342,6 210,4 298,2 2009 280,7 128,1 328,8 319,6 190,1 171,0 139,6 324,9 255,0 233,9 517,4 241,2 2010 248,4 377,8 313,6 195,3 347,3 483,7 358,8 219,3 640,7 158,0 315,1 152,7 2011 387,1 256,6 169,5 225,4 213,3 248,3 164,9 293,2 252,8 347,1 210,2 304,3 2012 203,6 262,3 234,8 321,1 204,9 147,7 347,0 116,1 106,0 303,3 284,4 306,2 2013 257,9 391,4 287,5 302,4 347,3 201,5 323,0 264,5 422,5 178,4 211,2 273,1 2014 199,2 128,9 244,0 205,7 239,0 329,8 149,2 301,6 167,1 259,1 280,6 185,8 Tabel 3 merupakan deret data akhir yang disesuaikan menurut musim. Setelah penyesuaian data selesai dilakukan, maka fluktuasi dalam data asli yang disebabkan oleh musiman akan hilang secara tuntas dan yang tinggal hanya unsur tren, siklus dan unsur acak. Uji Ekualitas Uji ekualitas dilakukan untuk menentukan keberhasilan dalam peramalan. Adapun hasil perhitungan uji ekualitas tersaji pada Tabel 4.

Peramalan Curah Hujan Kota Pontianak dengan Dekomposisi Sensus II 233 Tabel 4 Hasil Perhitungan Uji Ekualitas Tahun Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des 2005 108,3 112,7 117,8 117,4 108,2 104,5 102,4 103,2 109,6 109,2 108,9 111,8 2006 111,3 107,1 103,1 103,3 110,6 111,6 105,2 105,8 97,8 98,6 98,1 97,3 2007 98,3 100,3 100,8 101,5 96,3 97,0 98,0 97,7 98,1 97,6 97,5 99,5 2008 99,3 97,6 97,1 97,3 97,8 97,4 97,1 97,1 94,7 94,6 94,9 95,5 2009 96,0 95,3 94,5 94,6 96,8 93,8 95,4 95,3 96,8 96,5 97,5 98,1 2010 100,1 100,6 101,2 104,9 106,7 107,6 108,3 108,5 106,5 106,5 106,4 106,1 2011 105,6 105,3 107,1 103,7 100,0 101,8 98,2 98,9 98,1 98,4 97,8 97,0 2012 96,2 96,6 94,6 92,7 94,1 93,2 92,1 93,8 94,4 94,5 94,4 92,6 2013 93,2 93,9 94,5 98,5 100,7 101,6 102,3 102,3 102,5 102,2 103,0 102,8 2014 102,8 102,5 100,8 96,6 96,9 95,0 97,6 92,4 90,5 88,5 87,7 88,8 Rata-Rata 101,1 101,2 101,1 101,1 100,8 100,3 99,7 99,5 98,9 98,7 98,6 99,0 Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata-rata berada diantara 90% dan 110%. Hal ini menunjukkan tidak ada penyesuaian yang berlebihan dalam mengeliminasi fluktuasi data curah hujan. Dengan kata lain, penyesuaian cukup baik untuk unsur musiman yang terjadi. MCD (Month for Cyclical Dominance) Berdasarkan nilai rasio perubahan komponen acak dan komponen tren-siklus, maka MCD dalam data curah hujan adalah 2, karena antara rentang satu bulan dan rentang dua bulan, fluktuasi dalam komponen tren-siklus menjadi lebih besar dari pada fluktuasi dalam komponen acak. Namun dalam kasus ini dipakai bulanan agar rata-rata dapat terpusat. Adapun nilai rasio perubahan komponen acak, dan komponen tren-siklus tersaji pada Tabel 5. Tabel 5 Rasio Perubahan Komponen Acak, dan Komponen Tren-Siklus 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 17,9 11,8 9,0 7,7 6,2 Rata-rata bergerak MCD merupakan dasar untuk meramalkan tren-siklus tahun 2015. Hasil dari perhitungan tren-siklus tahun 2015 disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Taksiran Komponen Tren-Siklus Tahun 2015 Bulan Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des Siklus 259,0 259,0 258,9 258,9 258,9 258,9 258,8 258,8 258,8 258,8 258,7 258,7 Berdasarkan nilai taksiran komponen -siklus dan faktor musiman, maka dapat ditentukan ramalan curah hujan Kota Pontianak untuk tahun 2015. Nilai ramalan diperoleh dengan cara mengalikan nilai taksiran komponen tren-siklus terhadap faktor musiman, kemudian membandingkan antara hasil peramalan tersebut dengan data sekunder. Tujuan membandingkan hasil ramalan dengan data sekunder adalah agar perbedaan atau selisih antara hasil ramalan yang telah diperoleh dengan data sekunder dapat diketahui. Adapun hasil peramalan curah hujan tahun 2015 beserta data sekunder adalah sebagai berikut :

234 E. RAHMILIA, HELMI Tabel 7 Perbandingan Hasil Peramalan 2015 dengan Data Sekunder 2015 Bulan Ramalan Data Sekunder Januari 107,7 278,4 Februari 206,2 228 Maret 248,6 205 April 277,2 284 Mei 383,3 207 Juni 216,9 326,7 Juli 185,9 187,1 Agustus 272,0 77,2 September 142,9 52,3 Oktober 288,6 217,7 November 411,9 412,6 Desember 364,7 279,9 PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian peramalan curah hujan Kota Pontianak dengan menggunakan metode Dekomposisi Sensus II dapat disimpulkan bahwa nilai faktor musiman yang tertinggi yaitu 159,2 sedangkan yang terendah yaitu 41,6. Nilai taksiran tren-siklus yang tertinggi yaitu 259,0 sedangkan yang terendah yaitu 258,7. Hasil ramalan curah hujan yang tertinggi yaitu 411,9 mm sedangkan yang terendah yaitu 107,7 mm. DAFTAR PUSTAKA [1]. Makridakis, S., Wheelwright, S.C., and McGee, V.E. Metode dan Aplikasi Peramalan. Jakarta : Binarupa Aksara. 1999 [2]. Handoko. Klimatologi Dasar. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya. 1994. [3]. Tjasyono, B. Klimatologi. Bandung : ITB Press. 2004. [4]. Hadi, S., Statistik Jilid III, Yogyakarta : Andi Offset. 2004. EKA RAHMILIA HELMI : FMIPA Untan Pontianak, ekarahmilia@gmail.com : FMIPA Untan Pontianak, helmi@math.untan.ac.id