BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah Friesian Holstein (FH) merupakan salah satu jenis sapi perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

Animal Agriculture Journal 3(2): , Juli 2014 On Line at :

MATERI DAN METODE. Metode

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah merupakan salah satu jenis sapi yang dapat mengubah pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahun 2011 sebanyak ekor yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota.

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

ABSTRAK ABSTRACT PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya. Karakteristik sapi FH yaitu warna hitam dan putih, dahi warna putih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sapi-sapi perah tersebut mampu beraklimatisasi dengan iklim Indonesia, namun

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. : Artiodactyla, famili : Bovidae, genus : Ovis, spesies : Ovis aries (Blackely dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pakan merupakan faktor yang berpengaruh cukup besar terhadap tampilan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merah bata dan kaki bagian bawah berwarna putih (Gunawan, 1993). Menurut

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

KONSUMSI DAN PRODUKSI PROTEIN SUSU SAPI PERAH LAKTASI YANG DIBERI SUPLEMEN TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza) DAN SENG PROTEINAT

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

disusun oleh: Willyan Djaja

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

TINJAUAN PUSTAKA Kambing Kambing Etawah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pejantan Bahan Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

Transkripsi:

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki berwarna putih, kepala panjang dan tidak menghadap atau menjulur ke depan, pada dahi terdapat warna putih berbentuk segitiga, produksi susunya tinggi, serta sifatnya tenang dan jinak. Sapi Friesian Holstein mempunyai masa laktasi panjang dan produksi susu tinggi, serta produksi susu yang baik, namun demikian produksi susu per ekor per hari pada sapi perah FH di Indonesia relatif rendah jika dibandingkan dengan produksi susu di negara asalnya (Dematawewa et al., 2008). Menurut Diwyanto et al. (2007) produksi susu sapi FH di Indonesia berkisar antara 2.400-3.000 liter per laktasi. 2.2. Pakan Sapi Perah Bahan pakan atau pakan sapi perah adalah bahan-bahan yang dapat diberikan kepada sapi perah, baik berupa bahan organik atau bahan anorganik, sebagian atau seluruhnya dapat dicerna tanpa menganggu kesehatan, dengan tujuan untuk kelangsungan hidupnya secara normal. Pakan adalah suatu bahan yang dimakan oleh hewan yang mengandung energi dan zat-zat gizi (atau

4 keduanya) di dalam ternak. Bahan pakan dengan kandungan zat-zat pakan yang dapat dicerna tinggi pada umumnya tinggi pula nilai nutriennya (Lubis, 1992; Hartadi et al., 1997). Miller (1979) menyatakan bahwa nutrien dibutuhkan ternak untuk: 1) Pemenuhan kebutuhan hidup pokok (maintenance), 2) Pertumbuhan atau penggemukan, 3) Sintesis dan sekresi susu, dan 4) Bekerja atau mengerjakan sesuatu yang melebihi normal. Blakely dan Bade (1991) menyatakan bahwa dalam ransum sapi perah harus diperhatikan imbangan protein dan energi, jika energi di dalam ransum berlebihan maka akan menyebabkan penurunan efisiensi penggunaan pakan dan cenderung disimpan dalam tubuh dalam bentuk lemak tubuh. 2.3. Kebutuhan Zat Pakan Sapi Perah Laktasi McDonald et al. (1988) menyatakan bahwa zat-zat gizi yang diperlukan sapi perah untuk kebutuhan hidup pokok maupun untuk produksi adalah energi, protein, mineral, dan vitamin. Zat gizi tersebut dapat terpenuhi didasarkan pada konsumsi bahan kering pakan. Kelly (2002) menyatakan bahwa pakan yang kaya nutrien sangat bermanfaat untuk memelihara keseimbangan fungsi jaringan tubuh dan menghasilkan energi yang tinggi, sehingga sapi mampu melaksanakan proses metabolisme secara baik. Kebutuhan zat zat pakan guna memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi susu sapi perah laktasi disajikan pada Tabel 1 dan 2.

5 Tabel 1. Kebutuhan BK Pakan Sapi Perah Laktasi (Kearl, 1978) Produksi Susu dalam 4% FCM Bobot Badan (kg) 350 400 450 500 -------------------(kg)--------------- -------------------(% bobot badan)--------------- 0 2,25 2,20 2,15 2,10 10 2,60 2,50 2,40 2,30 15 2,95 2,80 2,65 2,50 20 3,25 3,10 2,95 2,80 25 3,55 3,40 3,25 3,10 30 3,85 3,70 3,55 3,40 35 4,20 4,00 3,80 3,60 Tabel 2. Kebutuhan Zat Pakan Sapi Perah Per Hari (Kearl, 1978) Bobot Badan TDN PK Ca P (kg) Kg ------------------ (g) ----------------- 350 2,85 341 14 11 400 3,15 373 15 13 450 3,44 403 17 14 500 4,72 430 18 15 550 4,00 461 20 16 Kadar lemak (%) Kebutuhan Nutrien per kg Produksi Susu 2,5 0,260 72 2,4 1,65 3,0 0,282 77 2,5 1,70 3,5 0,304 82 2,6 1,75 4,0 0,326 87 2,7 1,80 4,5 0,344 92 2,8 1,85 2.3.1. Kebutuhan bahan kering pakan Parakkasi (1999) menyatakan bahwa, salah satu yang mempengaruhi konsumsi adalah kualitas pakan, pakan yang berkualitas baik mempunyai tingkat konsumsi relatif tinggi dibanding pakan yang berkualitas rendah. Sapi perah

6 mampu mengkonsumsi bahan kering (BK) antara 2,25-4,32% dari berat badan dengan tingkat kecernaan 52 75% (NRC, 2001). Susanti et al. (2001) menyatakan bahwa kisaran umur dan bobot badan berpengaruh terhadap volume dan daya tampung rumen. Konsumsi BK ternak ruminansia dipengaruhi oleh jenis pakan dan kondisi ternak terutama bobot badan. Sehingga ternak yang bobot badannya rendah, konsumsi BK nya juga akan rendah begitu juga sebaliknya. Menurut Pangestu et al. (2003) tingginya rate of passage dalam saluran pencernaan berakibat rumen cepat kosong dan merangsang ternak untuk makan. 2.3.2. Konsumsi pakan Tinggi rendahnya kandungan energi dan protein dalam pakan akan berpengaruh terhadap banyak sedikitnya konsumsi pakan yang menggambarkan palatabilitas ternak (Kamal, 1994). Tingkat konsumsi dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni faktor hewan (bobot badan, jenis kelamin, umur, faktor genetik dan tipe bangsa sapi), faktor pakan (kecernaan dan kualitas pakan) serta faktor lingkungan. Konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi oleh daya cerna, palatabilitas, bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak (Lubis, 1992; Parakkasi, 1999). Kandungan BK dan SK dalam pakan yang tinggi akan membatasi ternak untuk mengkonsumsi pakan, karena kapasitas rumen yang terbatas (McDonald et al., 1988). Arora (1995) menyatakan bahwa ransum yang memiliki koefisien

7 cerna tinggi akan meningkatkan konsumsi BK ransum, sehingga dapat mempercepat laju pengosongan rumen. Konsumsi TDN merupakan hal penting bagi tubuh ternak yang akan berpengaruh terhadap metabolisme dalam tubuh (Sutardi, 1980). Peningkatan atau penurunan konsumsi BK ransum dan PK ransum, maka akan diikuti peningkatan atau penurunan konsumsi TDN ransum ransum (Zulbadri et al., 1995). Martawidjaja et al. (1999) menyatakan bahwa konsumsi PK akan meningkat sejalan dengan peningkatan kandungan PK dalam pakan sehingga protein yang dapat dimanfaatkan semakin besar. Peningkatan PK ransum, maka akan diikuti peningkatan palatabilitas ternak dan kecernaan ransum (Muhammad, 2000). Konsumsi PK pada ternak berbanding lurus dengan konsumsi BK (Sukardi, 2005). 2.3.3. Konsumsi air Air minum mempunyai fungsi sebagai pelarut dan penguat zat makanan, penyerapan dan pembuangan ampas hasil metabolisme, pengaturan suhu tubuh, membantu kelancaran kerja syaraf panca indera dan juga membantu dalam mensintesis air susu (Sutardi, 1980). Ensminger et al. (2006) menyatakan bahwa konsumsi air minum tergantung ukuran tubuh dan produksi susu, temperatur, dan kelembaban udara, temperatur air dan kandungan air dalam pakan. Siregar (1993) menyatakan bahwa cara paling baik untuk memenuhi kebutuhan air minum pada sapi laktasi adalah dengan menyediakan air minum secara ad libitum. Menurut Tillman et al. (1998) pembatasan air minum pada

8 ternak akan mengakibatkan kekurangan bahan pakan, terutama dalam kondisi lingkungan yan panas mempercepat hilangnya air. Menyatakan kebutuhan sapi akan air adalah sekitar 30-50 liter per hari, akan tetapi dalam prakteknya pemberian air minum sebaiknya diberikan ad libitum (Syarief dan Sumopratowo, 1990). Menurut Parrakasi (1999) bahwa setiap 1 liter susu membutuhkan air sebanyak 5 liter. 2.4. Biosintesis Laktosa Tiga puluh dua persen dari asam propionat yang diproduksi di rumen digunakan untuk sintesis glukosa. Glukosa diperoleh dari karbohidrat komplek melalui penguraian yang dilakukan oleh enzim enzim dari mikroba rumen. Asam piruvat hasil dari glikolisis diubah menjadi VFA dengan proporsi asam asetat 65%, asam propionat 20%, asam butirat 10%. Asam propionat yang diabsorsi oleh rumen retikulum ditransfer ke hati dan diubah menjadi glukosa (Tillman et al., 1998). Faktor-faktor yang mempengaruhi glukosa darah adalah intake makanan, kecepatan masuknya ke dalam sel-sel otot, jaringan lemak, dan organ-organ lain serta aktivitas glukostatik di hati (Mayes, 1980). Asam propionat merupakan substrat utama glukoneogenesis pada ruminansia, konsentrasi glukosa darah dapat meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi asam propionat (Baiyila et al., 2002). Glukosa disintesis dari VFA yaitu asam propionat, semakin tinggi propionat yang dihasilkan, maka akan meningkatkan sintesis laktosa dan produksi susu (Muktiani et al., 2005). Laktosa dibentuk dari kondensasi satu glukosa dan satu galaktosa dimana 2 mol glukosa dibutuhkan oleh sel sel epitel kelenjar ambing yaitu 1 unit glukosa

9 dikonversi menjadi galaktosa (Sukarini, 2000). Sintesis laktosa terjadi di apparatus golgi pada sel sekretoris kelenjar ambing. Sebanyak 80% glukosa plasma digunakan untuk sintesis laktosa, yang mana 50-60% diubah menjadi galaktosa terlebih dahulu (Paul dan Southgate, 1978; Adriani dan Mushawwir, 2009). 2.5. Produksi dan Kualitas Susu Masa laktasi sapi perah umumnya berlangsung selama 305 hari atau selama 10 bulan. Masa laktasi merupakan masa dimana sapi diperah atau diambil susunya, masa ini berlangsung setelah sapi beranak. Pada awal masa laktasi produksi susu cenderung rendah dan akan terus meningkat sampai mencapai puncak laktasi yakni antara 4 8 minggu setelah beranak dan setelah fase puncak perlahan produksi susu akan terus menurun hingga akhir laktasi (Blakely dan Bade, 1991; Tillman et al., 1998). Imbangan hijauan dengan konsentrat berpengaruh terhadap kecernaan nutrien pakan terutama kecernaan energi dan kecernaan protein. Perbandingan hijauan dengan konsentrat dalam ransum 50% : 50% memberikan tampilan efiiensi energi yang baik. Hal ini dikarenakan imbangan tersebut mencukupi kebutuhan serat kasar ternak serta memberikan keseimbangan zat gizi untuk saluran pencernaan. Perbandingan hijauan dan konsentrat untuk mutu hijauan yang baik adalah 60% : 40%, hijauan yang mutunya kurang baik adalah 55% : 45%, hijauan yang mutunya sangat baik adalah 64% : 36% (Sudjatmogo et al., 1988; Farida, 1998).

10 Konsumsi energi dan protein sangat mempengaruhi pembentukan asam propionat dalam volatile fatty acids (VFA). Asam propionat akan diubah menjadi glukosa yang merupakan bahan pembentukan laktosa susu. Meningkatnya laktosa susu juga menyebabkan meningkatnya produksi susu, karena laktosa berperan sebagai osmoregulator di dalam ambing (Schmidt dan Van Vleck, 1974; Sutardi, 1980). Produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik, kondisi tubuh dan kualitas pakan. Komposisi susu sapi terdiri atas air 87% dan total solid 13%. Komponen utama susu terdiri dari air, lemak, bahan kering tanpa lemak yang tersusun dari protein, laktosa, mineral dan vitamin (Hadiwiyoto, 1992). Menurut SNI 01-3141 (BSN, 2011) syarat mutu susu segar yakni berat jenis (BJ) pada suhu 27,5 0 C minimal 1,0270, kadar lemak minimal 3,0%, kadar bahan kering tanpa lemak minimal 7,8% dan kadar protein minimal 2,8%. 2.5.2. Kandungan Air dalam Susu Air di dalam susu harus dipertahankan tekanan osmosanya agar isotonis dengan darah, sehingga apabila terjadi kekurangan produksi laktosa akan menyebabkan berkurangnya sekresi air ke dalam kelenjar mamae dan berdampak juga pada penurunan produksi susu (Wikantadi, 1978). Kandungan air di dalam susu sapi perah yakni sebesar 87%. Air pada susu berguna sebagai media dispersi bahan kering susu dan apabila kandungan laktosa meningkat maka kandungan air dalam susu juga meningkat (Idris, 1992). Komposisi susu terdiri dari dua komponen yaitu air dan bahan kering, bahan kering susu terdiri dari dua

11 komponen yaitu lemak dan bahan kering tanpa lemak, dimana naik turunnya persentase BK susu akan merubah persentase air (Suryahadi et al., 2003).