HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR AIR MENIR, SUHU EKSTRUDER, KECEPATAN ULIR EKSTRUDER, DAN KADAR MINYAK

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SNACK EKSTRUSI BERBAHAN BAKU GRITS JAGUNG YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG PUTIH TELUR SKRIPSI RISMA PITRIAWATI

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Total Bakteri Probiotik

SIFAT FISIK DAN SENSORI SNACK EKSTRUSI DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG DAGING-TULANG LEHER AYAM PEDAGING (TDTLA) SKRIPSI SITI SUAEBATUL ISLAMIAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengamatan yang dilakukan pada tepung jagung nikstamal adalah sifat

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN Lampiran 1. Form Uji Ranking dan Mutu Hedonik

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

3. PEMBAHASAN 3.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Bayam

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Daya Ikat Air Bakso Ayam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna terhadap Karakteristik Hedonik Kue Bagea Khas Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam. penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik mutu daging

I. PENDAHULUAN. Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2013 dilaporkan sebesar ton

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang sama. Rendemen tepung daging-tulang leher ayam yang diperoleh pada penelitian ini adalah 21,35 %. Hasil analisis kandungan gizi tepung daging-tulang leher ayam pedaging menunjukkan bahwa tepung tersebut memiliki kandungan protein sebesar 56,08 % dan lemak sebesar 18,31 %. Kandungan gizi tepung daging-tulang leher ayam pedaging yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging Komposisi Kadar 1) SNI Tepung Ikan 2) Air 6,92 < 10 Lemak 18,31 < 8 Protein 56,08 > 65 Abu 17,30 < 20 Kalsium 6,24 2,5-5,0 Fosfor 1,36 1,6-3,2 Karbohidrat 1,39 < 1,5 Sumber : 1) Fathirunnisa (2009) 2) Dewan Standarisasi Nasional 01-2175-1992 Berdasarkan Tabel 5, selain memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, tepung daging-tulang leher ayam juga memiliki peluang sebagai sumber mineral kalsium dan fosfor. Daging-tulang leher ayam dapat memberikan peranan dalam meningkatkan nilai gizi produk pangan melalui kandungan protein dan mineral yang terkandung di dalamnya. Suatu hal yang perlu diperhatikan yaitu tingginya kandungan protein dapat menyebabkan derajat gelatinisasi pati rendah sehingga pengembangan snack menjadi rendah atau tidak mengembang (Muchtadi et al., 1988). Protein yang dihidrolisis dengan enzim akan menghasilkan produk bertekstur yang integritas strukturnya mudah lepas bila dipanaskan. Hal tersebut menunjukkan adanya efek yang merugikan bagi tekstur suatu produk yang ukuran molekulnya

diperkecil. Selama proses ekstrusi, granula pati pecah dan mengalami gelatinisasi. Penambahan air selama proses mengakibatkan partikel pati membengkak dan kehilangan kekompakan ikatan yaitu sebagian dari amilosa berdifusi ke luar disebabkan oleh pengaruh panas. Peningkatan konsentrasi protein akan memperbanyak ikatan silang dengan molekul amilosa dan amilopektin sehingga pati yang tergelatinisasi rendah. Berdasarkan Tabel 5. kadar protein tepung daging tulang leher ayam masih di bawah persyaratan SNI 01-2175-1992 yaitu kurang dari 65%. Penelitian Tahap Kedua Penelitian tahap kedua dimulai dengan pembuatan snack ekstrusi dengan perlakuan penambahan TDTLA Pedaging sebanyak 0%, 10%, 20% dan 30% dari jumlah grits jagung (F1, F2, F3 dan F4) selanjutnya dilakukan pengujian sifat fisik. Sifat Fisik Snack Ekstrusi Penelitian tahap kedua dilakukan pengujian sifat fisik produk snack ekstrusi dengan penambahan tepung tulang leher ayam meliputi derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, indeks penyerapan air, indeks kelarutan air dan kekerasan. Sebagai pembanding digunakan snack yang ada di pasaran dan sudah diterima oleh konsumen secara luas (Cheetos) dengan sifat fisik seperti yang tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Sifat Fisik Snack Cheetos Sifat Fisik Snack Cheetos Rataan dan Standard Deviasi Derajat Gelatinisasi (%) 59,029 ± 0,29 Kekerasan (gf) 1375 ± 139,19 Indeks Kelarutan Air (g/ml) 0,02 ± 0,00 Indeks Penyerapan Air (ml/g) 3,78 ± 0,08 Sumber: Pitriawati,2008 Hasil analisis sifat fisik produk snack ekstrusi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Sifat Fisik Produk Snack Ekstrusi Peubah Perlakuan F1 F2 F3 F4 Derajat Gelatinisasi (%) 173,33± 7,76 b 131,67±6,05 a 113,43±16,72 a 107,21±7,56 a Kekerasan (gf) 290,28±38,98 a 741,94±114,63 b 1293,06±80,03 d 1013,33±57,93 c Derajat Pengembangan(%) 315,07±17,09 b 206,60±7,43 ab 116,09±2,76 ab 110,17±6,01 a Indeks Kelarutan Air (g/ml) 0,03± 0,00 c 0,023± 0,00 b 0,015± 0,00 ab 0,011± 0,00 a Indeks Penyerapan Air (ml/g) 4,46± 1,05 4,39± 0,29 4,55± 0,11 4,71±0,15 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Derajat Gelatinisasi. Menurut Wooton et al., (1971) Derajat gelatinisasi merupakan rasio antara pati yang tergelatinisasi dengan total pati. Derajat gelatinisasi perlu diketahui karena gelatinisasi adalah proses penting yang terjadi pada pati saat diekstrusi. Hasil derajat gelatinisasi snack berkisar antara 107,21% sampai 173,33%. Analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang leher ayam berpengaruh nyata terhadap derajat gelatinisasi produk ekstrusi (P<0,05). Uji Tukey menunjukkan bahwa F2 F4 menghasilkan derajat gelatinisasi yang lebih kecil dan berbeda nyata dengan tanpa penambahan TDTLA Pedaging (F1). Penambahan tepung daging tulang leher ayam pedaging menurunkan derajat gelatinisasi produk snack ekstrusi. Penambahan tepung daging tulang leher ayam dapat meningkatkan nilai kadar protein dan lemak sehingga lemak akan diselubungi butiran pati (kompleks amilosa-lipid) dan menghambat jumlah air yang diserap oleh pati, dengan demikian nilai derajat gelatinisasi semakin kecil atau menurun (Harper, 1981). Dalam hal ini lemak akan membentuk suatu lapisan pada bagian luar granula pati dan sekaligus akan menghambat penetrasi air ke dalam granula. Penetrasi air yang lebih sedikit menghasilkan gelatinisasi yang rendah (Collison,1968 dalam Polina, 1995). Menurut Harper (1981) molekul-molekul besar protein yang terbuka akibat perlakuan panas akan membentuk suatu jaringan yang kompak. Jaringan yang kompak tersebut berupa matriks seperti serat matriks tersebut akan menghambat penetrasi panas dan air ke dalam pati (Noguchi et. al., 1981) Derajat gelatinisasi produk snack ekstrusi hasil penelitian sebesar 131,41% lebih besar dibandingkan dengan derajat gelatinisasi snack ekstrusi komersial Chetoos (59,03%). Kekerasan. Kekerasan adalah salah satu kriteria mutu yang selalu diperhatikan oleh konsumen. Pengukuran kekerasan dengan menggunakan rheoner menunjukkan bahwa nilai kekerasan produk snack ekstrusi hasil penelitian sebesar 290,28 gram force (gf). Semakin tinggi nilai kekerasan maka semakin keras teksturnya dan bersifat kurang renyah bila dibandingkan dengan produk yang memiliki kekerasan yang lebih rendah. Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung tulang leher ayam berpengaruh nyata terhadap nilai kekerasan (P<0,05). Penambahan TDTLA Pedaging pada F2-F4 menghasilkan kekerasan snack yang lebih besar dan

berbeda nyata dengan nilai kekerasan produk snack ekstrusi tanpa penambahan TDTLA Pedaging. Kekerasan snack berhubungan dengan derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, indeks kelarutan air dan indeks penyerapan air. Indeks kelarutan air yang tinggi akan menurunkan kekerasan snack sehingga snack menjadi mudah hancur (tidak keras). Derajat gelatinisasi yang tinggi menyebabkan derajat pengembangan tinggi, sehingga akan menurunkan kekerasan (Muchtadi et al., 1988) namun pada produk snack yang ditambah tepung tulang leher ayam derajat gelatinisasi pati yang rendah sehingga derajat pengembangan rendah dan kekerasan pun menjadi tinggi. Hal ini disebabkan oleh lemak yang ada pada tepung tulang leher ayam. Lemak akan membentuk suatu lapisan pada bagian luar granula pati dan sekaligus akan menghambat penetrasi air ke dalam granula. Menurut Collison (1968) dalam Polina (1995), penetrasi air yang lebih sedikit akan menghasilkan gelatinisasi yang rendah sehingga produk menjadi keras dikarenakan banyaknya lemak yang berikatan dengan amilosa sehingga lemak bebas yang tidak membentuk kompleks sedikit. Derajat Pengembangan. Derajat pengembangan snack berkaitan dengan aspek ekonomis dan penampilan umum snack. Nilai derajat pengembangan produk pada snack ekstrusi dengan penambahan TDTLA berkisar antara 110,17 % sampai 315,07%. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang leher ayam berpengaruh nyata terhadap derajat pengembangan (P<0,05). Hasil uji perbandingan rataan ranking menunjukkan bahwa derajat pengembangan pada F1 berbeda nyata terhadap derajat pengembangan pada F2 F4 dan penambahan tepung tulang leher ayam dengan konsentrasi 10-30% menyebabkan derajat pengembangan yang lebih rendah. Derajat pengembangan dipengaruhi oleh jumlah pati yang terdapat dalam bahan baku. Jumlah pati erat hubungannya dengan jumlah pati yang tergelatinisasi. Besar kecilnya derajat pengembangan produk ekstrusi ditentukan oleh banyak sedikitnya pati yang tergelatinisasi (Harper, 1981). Derajat pengembangan cenderung mengalami penurunan seiring dengan peningkatan konsentrasi tepung tulang leher ayam. Hal tersebut disebabkan kadar lemak dan protein yang meningkat. Lemak yang bersifat nonpolar dapat membentuk kompleks heliks dengan amilosa di

dalam pati sehingga menghambat pengembangan granula dan menurunkan derajat pengembangan (Harper, 1981) dan dapat menurunkan kekuatan dari gesekan yang dapat dihasilkan dari screw dengan bahan dan barel (Wianecki, 2007) Terbentuknya asam lemak dan pati selama proses dapat menghambat pengembangan produk ekstrusi. Mekanisme penghambatannya menurut Collison (1968) dalam Polina (1995) adalah lemak akan membentuk suatu lapisan pada bagian luar granula pati dan sekaligus akan menghambat penetrasi air ke dalam granula. Penetrasi air yang lebih sedikit akan menghasilkan gelatinisasi yang rendah. Pengaruh lemak sangat kompleks tergantung jenis lemak, jumlahnya keseimbangan hidrofilik-lipofilik dari bahan baku yang digunakan, demikian pula bila lemak bersatu dengan ingredien lain berupa terbentuknya ikatan lemak-pati dan atau ikatan lemak-pati protein (Izzo dan Ho, 1989) juga akan mempengaruhi proses puffing, yaitu menurunkan ekspansi produk (Mercier et. al., 1975). Indeks Kelarutan Air. Indeks kelarutan air menunjukkan jumlah partikel yang dapat larut dalam air. Indeks kelarutan air produk snack ekstrusi (F1-F4) berkisar antara 0,011 g/ml sampai 0,031 g/ml. Analisis ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan indeks kelarutan air pada produk snack ekstrusi dipengaruhi secara nyata (P<0,05) oleh penambahan tepung tulang leher ayam. Menurunnya indeks kelarutan air pada snack ekstrusi dengan penambahan tepung tulang leher ayam karena kandungan protein dari tepung daging tulang leher ayam pedaging (TDTLA Pedaging) yang ditambahkan cukup tinggi. Adanya suhu dan tekanan yang tinggi dalam ekstruder mengakibatkan ikatan intramolekul pada protein pecah sehingga protein terdenaturasi (Anonymous, 1993). Denaturasi protein adalah modifikasi konformasi struktur, tersier dan kuartener. Denaturasi merupakan fenomena terbentuknya konformasi baru dari struktur yang telah ada. Denaturasi protein mengakibatkan turunnya kelarutan (Fennema, 1985). Pati, protein dan lemak setelah proses ekstrusi juga akan terdegradasi menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga lebih mudah larut. Amilopektin akan mengalami degradasi yang paling besar selama proses ekstrusi. Semakin banyak molekul-molekul kecil akan berpengaruh dalam kelarutan air (Melianawati, 1998). Indeks kelarutan air snack dengan penambahan tepung tulang leher ayam pada taraf 10% memiliki nilai lebih

tinggi dibandingkan dengan indeks kelarutan air pada snack ekstrusi komersial Cheetos (0,02 g/ml). Indeks Penyerapan Air (IPA). Indeks penyerapan air adalah jumlah air maksimum yang dapat diikat oleh produk snack ekstrusi. Indeks penyerapan air dapat mempengaruhi kelengketan snack yang akhirnya akan mempengaruhi penilaian konsumen. Indeks penyerapan air pada produk snack ekstrusi dengan penambahan tepung tulang leher ayam berkisar antara 4,39 ml/gram sampai 4,71 ml/gram. Data dari indeks penyerapan air diolah dengan menggunakan uji Kruskal Wallis, karena data ini tidak memenuhi asumsi yaitu galat tidak bebas dan tidak menyebar normal. Penambahan tepung tulang leher ayam pedaging tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap indeks penyerapan air. Hasil dari IPA menunjukkan bahwa rataan umum dari indeks penyerapan air produk snack ekstrusi adalah 4,53. Nilai tersebut menunjukkan bahwa air sebanyak 4,53 ml dapat diserap oleh 1 gram produk. Nilai indeks penyerapan air pada berbagai konsentrasi produk snack ekstrusi hasil penelitian berkisar antara 4,39 sampai 4,71. Kandungan amilosa dan amilopektin berhubungan dengan daya serap air (daya rehidrasi). Daya rehidrasi produk-produk berpati sangat ditentukan oleh kandungan amilosanya (Kearsley dan Dziedzic, 1995) kandungan amilosa berkaitan dengan jumlah gugus-gugus hidrofilik yang memiliki kemampuan menyerap air lebih besar. Penambahan TDTLA Pedaging tidak berpengaruh terhadap nilai indeks penyerapan air karena jumlah grits jagung yang digunakan pada produk snack ekstrusi jumlahnya sama pada semua perlakuan sehingga kandungan amilosa dan amilopektin yang terkait erat dengan daya serap air jumlahnya juga sama.

Penilaian Sensori Metode uji sensori yang digunakan pada penelitian ini adalah uji hedonik dan uji mutu hedonik (uji skoring). Hasil penilaian sensori dengan uji hedonik dan uji mutu hedonik dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10. Tabel 9. Hasil Uji Hedonik terhadap Produk Snack Ekstrusi Peubah Perlakuan F1 F2 F3 F4 Warna 3,52±0,73 c 2,96±0,73 b 2,78±0,71 ba 2,42±0,64 a Aroma 3,32±0,82 b 2,80±0,78 a 2,82±0,89 ab 2,64±0,80 a Rasa 3,06±0,79 2,76±0,71 2,90±0,86 2,84±0,91 Kerenyahan 3,36±0,80 c 2,94±0,89 bc 2,38±0,88 a 2,60±1,01 ab Kelengketan 3,50±0,73 c 2,98±0,79 b 2,48±0.84 ba 2,36±0,92 a Keterangan:1) Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) 2) 1 = sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak suka, 4= suka, 5= sangat suka Tabel 10. Hasil Uji Mutu Hedonik terhadap Produk Snack Ekstrusi Peubah Perlakuan F1 F2 F3 F4 Warna Kuning 5,67±2,11 b 4,13±1,67 ab 3,83±1,88 a 3,20±2,07 a Aroma Ayam 3,97±1,81 4,43±1,75 4,76±2,18 5,10±2,59 Rasa Enak 5,43±1,92 4,88±1,87 5,00 ±1,96 4,68±1,96 Kerenyahan 6,36±2,12 b 5,20±1,88 ab 4,00±1,91 a 4,30±2,33 a Kelengketan 4,80±2,01 a 6,20±1,73 ab 7,63±1,88 bc 7,67±1,91 c Keterangan: 1) Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) 2) Angka 1 menunjukkan warna tidak kuning (mengarah ke warna coklat), tidak aroma ayam, rasa tidak enak, tidak renyah, lengket di mulut dan gigi. Angka 10 menunjukkan warna sangat kuning, aroma ayam sangat kuat, rasa sangat enak, sangat renyah, sangat tidak lengket di mulut dan gigi. Warna. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis kesukaan panelis terhadap warna produk snack ekstrusi dipengaruhi secara nyata (P< 0,05) oleh perlakuan penambahan TDTLA Pedaging. Warna yang lebih kuning pada produk snack ekstrusi tanpa penambahan TDTLA Pedaging lebih disukai dari pada produk snack ekstrusi dengan penambahan TDTLA Pedaging. Produk snack ekstrusi tanpa penambahan TDTLA Pedaging (F1) mempunyai tingkat kesukaan sebesar 3,52 yang berarti panelis suka sedangkan adanya penambahan TDTLA Pedaging 10-30% hanya menghasilkan tingkat kesukaan antara 2,42-2,96 yang berarti pada kisaran antara tidak suka untuk F4 dan agak suka untuk F2 dan F3. Hasil penilaian mutu hedonik dengan uji skoring terhadap warna kuning produk snack ekstrusi menunjukkan warna yang semakin gelap (kecoklatan) seiring

dengan peningkatan penambahan TDTLA Pedaging pada taraf 20-30% (F3-F4). Penambahan TDTLA Pedaging menghasilkan tingkat warna tidak kuning (lebih mengarah ke coklat), sedangkan penambahan pada taraf 10% (F2) menghasilkan tingkat warna yang agak kuning dan tanpa penambahan TDTLA Pedaging berwarna kuning. Panelis lebih menyukai warna snack yang berwarna kuning dibandingkan snack yang berwarna kecoklatan (tidak berwarna kuning). Warna kuning lebih menarik sedangkan warna kecoklatan kurang disukai karena warnanya gelap dan mirip dengan pelet makanan ternak. Peningkatan jumlah TDTLA Pedaging menyebabkan warna kuning dari produk snack ekstrusi menjadi semakin berkurang dan mengarah ke coklat. Hal ini disebabkan karena TDTLA Pedaging yang ditambahkan berwarna coklat sehingga semakin banyak TDTLA Pedaging yang ditambahkan maka warnanya akan semakin coklat. Warna coklat dari produk snack ekstrusi dapat juga disebabkan oleh adanya reaksi Maillard yang merupakan reaksi pencoklatan non enzimatis yang terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi dengan asam-asam amino (Winarno, 1992) 6.0 mutu hedonik warna 5.5 5.0 4.5 4.0 y =-2,412 +2,267 x R2 =0,98 3.5 3.0 2.50 2.75 3.00 uji hedonikwarna 3.25 3.50 Gambar 9. Grafik Hubungan Nilai Hedonik dan Mutu Hedonik dari Warna Produk Snack Ekstrusi

Tingkat kesukaan panelis terhadap warna snack ekstrusi dan mutu warna kuning ternyata berkorelasi positif secara linier dengan persamaan y = 2,412+2,267x. Semakin kuning warnanya semakin disukai panelis. Keragaman dari nilai mutu hedonik warna produk snack ekstrusi sebesar 98 % disebabkan oleh nilai hedonik terhadap warna produk snack ekstrusi yang sangat bervariasi. Aroma. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis diketahui bahwa kesukaan panelis terhadap aroma dipengaruhi secara nyata (P < 0,05) oleh perlakuan penambahan tepung daging tulang leher ayam pada produk snack ekstrusi. Tingkat kesukaan terhadap aroma produk snack ekstrusi berkisar antara 2,64 3,32 (agak suka). Produk dengan penambahan tepung tulang leher ayam pedaging pada konsentrasi 10-30% (F2-F4) mempunyai tingkat kesukaan yang sama dan lebih kecil, berbeda nyata dengan produk snack ekstrusi tanpa penambahan tepung tulang leher ayam 0% (F1). Hal tersebut dapat dikarenakan proses pemanasan menghasilkan aroma bau dari lemak, daging, dan tulang ayam yang membentuk bau dengan sensasi khas yang kurang disukai. Reaksi Maillard menghasilkan senyawa bau yang khas dan reaksi ini merupakan reaksi utama pembentuk flavour dan aroma pada berbagai jenis makanan. Menurut deman (1997) reaksi urai Stecker asam α- amino merupakan reaksi yang berperan dalam pembentukan senyawa bau-rasa. Senyawa dikarbonil yang terbentuk akan bereaksi dengan asam α- amino. Asam amino diubah menjadi aldehida dengan atom karbon yang kurang satu. 5.2 mutu hedonik aroma 5.0 4.8 4.6 4.4 4.2 y = 8,915-1,502 x R2 = 0,84 4.0 2.6 2.7 2.8 2.9 3.0 3.1 hedonik aroma 3.2 3.3 3.4 Gambar 10. Grafik Hubungan Nilai Hedonik dan Mutu Hedonik dari Aroma Produk Snack Ekstrusi

Dari Gambar 10 dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma snack berkorelasi negatif dengan mutu aromanya. Semakin kuat aroma ayamnya semakin rendah nilai hedoniknya atau dengan perkataan lain, semakin tidak disukai. Grafik di atas menunjukkan bahwa nilai mutu hedonik aroma produk snack ekstrusi berkorelasi negatif dengan garis linear y = 8,915-1,502 x. Keragaman dari nilai mutu hedonik terhadap aroma produk snack ekstrusi sebesar 84 % disebabkan oleh nilai hedonik aroma produk snack ekstrusi yang sangat variatif. Penambahan TDTLA Pedaging dari 0-30 % (F1-F4) tidak berpengaruh terhadap aroma ayam (P>0,05). Tingkat aroma ayam pada produk snack ekstrusi sebesar 5,1 (ada sedikit aroma ayam). Bau-bauan atau aroma baru dapat dikenali apabila berbentuk uap dan moleku-molekul komponen aroma tesebut harus sempat menyentuh silia olfaktori. Adanya penerima (reseptor) khas dalam olfaktori akan menangkap molekul senyawa bau yang bentuk dan ukurannya cocok, sehingga timbul impuls yang menyatakan mutu aroma tersebut (Winarno, 1992). Campuran bau yang muncul akibat prosesing terhadap TDTLA pedaging bercampur dengan bau jagung ternyata menghasilkan aroma yang kurang disukai. Mungkin juga karena panelis kurang familiar dengan aroma tersebut. Rasa. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis diketahui bahwa kesukaan terhadap rasa tidak dipengaruhi secara nyata (P>0,05) oleh perlakuan penambahan tepung daging tulang leher ayam pada produk snack ekstrusi. Penambahan tepung tulang leher ayam pedaging pada taraf 20-30% (F2-F4) menghasilkan tingkat kesukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan tepung tulang leher ayam pada taraf 10% (F2), namun secara keseluruhan sama nilai kesukaan terhadap rasa pada produk snack ekstrusi yang paling tinggi adalah produk dengan tanpa penambahan TDTLA Pedaging (F1) yaitu sebesar 3,06±0,79 atau agak suka. Penambahan tepung tulang leher ayam pedaging tidak mempengaruhi rasa enak pada produk snack ekstrusi secara nyata (P>0,05). Nilai rasa enak paling tinggi terdapat pada produk snack ekstrusi tanpa penambahan tepung tulang leher ayam. Rasa produk snack ekstrusi berkisar antara agak enak (4,68) sampai enak (5,43). Walaupun nilai uji skoring menunjukkan snack tersebut enak tetapi uji hedonik menunjukkan tidak disukai oleh panelis. Hal ini berhubungan dengan rasa dari tepung tulang leher yang kurang enak dan agak amis. Ada dugaan sebagian

panelis tidak menyukai rasa dari produk tersebut karena sudah terpengaruh lebih dulu oleh bentuk dari produk snack ekstrusi yang menyerupai pellet makanan ternak terutama hasil F4 (TDTLA Pedaging 30%) sehingga mempengaruhi kesukaan panelis terhadap rasa produk snack ekstrusi. Kerenyahan. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang leher ayam pedaging pada produk snack ekstrusi berpengaruh nyata (P<0,05) pada kesukaan terhadap kerenyahan. Penambahan tepung tulang leher ayam pada taraf 10-30 % (F2-F4) tingkat kesukaan terhadap kerenyahan yang lebih kecil dan pada taraf 20-30% (F3-F4) memiliki tingkat kesukaan yang sama dan berbeda dengan snack tanpa TDTLA Pedaging (F1) memiliki tingkat kesukaan yang lebih tinggi. kesukaan panelis terhadap kerenyahan snack berkisar 2,38 (tidak suka) 3,36 (agak suka). Uji Kruskal Wallis pada uji mutu hedonik terhadap kerenyahan juga menunjukkan penambahan tepung tulang leher ayam berpengaruh nyata terhadap kerenyahan. Peningkatan tepung tulang leher ayam mengakibatkan kecenderungan penurunan kerenyahan. Snack yang sudah dihasilkan secara umum memiliki tingkat mutu kerenyahan sebesar 4,97 ± 0,92 (agak renyah). Hal tersebut dikarenakan kandungan lemak yang ada pada tepung tulang leher ayam cukup tinggi sehingga menyebabkan produk ini tidak terlalu keras. 6.5 mutu hedonik kerenyahan 6.0 5.5 5.0 4.5 y = -1,9 9 4 + 2,4 6 8 x R 2 = 0,9 8 4.0 2.5 0 2.7 5 3.0 0 h e d o n ik ke r e n y a h a n 3.2 5 3.5 0 Gambar 11. Grafik Hubungan Nilai Hedonik dan Mutu Hedonik dari Kerenyahan Produk Snack Ekstrusi Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa kesukaan panelis terhadap kerenyahan snack dan uji mutu hedonik memiliki hubungan (berkorelasi) positif dengan mutu

kerenyahan. Semakin renyah semakin tinggi pula tingkat kesukaannya. Grafik di atas menunjukkan bahwa nilai hedonik dan mutu hedonik kerenyahan produk snack ekstrusi berkorelasi positif dengan garis linear y = 1,994+ 2,468 x. Keragaman dari nilai mutu hedonik kerenyahan produk snack ekstrusi sebesar 98 % disebabkan oleh nilai hedonik kerenyahan produk snack ekstrusi. Produk snack ekstrusi dengan penambahan tepung tulang leher ayam pada taraf 10% adalah produk ekstrusi dengan kerenyahan yang agak disukai karena produk agak renyah. Kebanyakan panelis menyukai tekstur snack yang renyah, karena bunyi yang ditimbulkan ketika mengunyah makanan yang renyah menghasilkan sensasi rasa menyenangkan,selain itu energi yang digunakan untuk mengunyah lebih kecil dibandingkan snack bertekstur keras. Kelengketan. Penambahan tepung daging tulang leher ayam mempengaruhi secara nyata kesukaan panelis terhadap kelengketan produk ekstrusi. Penambahan tepung tulang leher ayam pedaging taraf 10-30% (F2-F4) menghasilkan tingkat kesukaan yang sama dan lebih kecil dibandingkan snack tanpa penambahan TDTLA Pedaging 0% (F1) yang memiliki tingkat kesukaan yang tinggi. Penambahan tepung tulang leher ayam mempengaruhi secara nyata terhadap kelengketan (P<0.05). Kelengketan produk berhubungan dengan nilai indeks penyerapan air. IPA yang semakin rendah menyebabkan produk tidak lengket di mulut pada saat dikunyah. Hal tersebut terjadi karena gaya adhesi antara air liur dengan produk juga semakin rendah. Kelengketan produk berdasarkan penilaian panelis menunjukkan rataan umum 4,175 (agak lengket). Panelis lebih menyukai snack yang tidak lengket. Penambahan TDTLA Pedaging dapat mengurangi kelengketan dalam mulut namun tingkat kelengketannya masih cukup tinggi sehingga rata-rata panelis mengatakan tidak suka selain itu campuran TDTLA Pedaging pada snack ekstrusi menimbulkan rasa kering pada tenggorokan sehingga panelis kurang menyukai produk snack ekstrusi tersebut.

8.0 mutu hedonik kelengketan 7.5 7.0 6.5 6.0 5.5 y = 13.97-2.613 x R2 = 0,99 5.0 2.50 2.75 3.00 hedonik kelengketan 3.25 3.50 Gambar 12. Grafik Hubungan Nilai Hedonik dan Mutu Hedonik dari Kelengketan Produk Snack Ekstrusi Kesukaan panelis terhadap kelengketan produk ketika dikunyah dalam mulut memiliki korelasi negatif dengan mutu kerenyahannya dengan persamaan y = 13,97-2,613 x. Keragaman dari nilai mutu hedonik kelengketan produk snack ekstrusi sebesar 99 % disebabkan oleh nilai hedonik kelengketan produk snack ekstrusi. Hal tersebut disebabkan oleh panelis kurang menyukai kelengketan dari produk snack ekstrusi yang menimbulkan rasa kering di dalam tenggorokan.